Sepotong Memori #Wattys2017

By dormpublisher

44K 4.9K 916

[COMPLETED. Part sudah lengkap. Sedang direvisi.] Setelah mengurus berkas-berkas sebagai seorang siswi baru d... More

INFO
Bagian 1 (Setelah Revisi)
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4 (Setelah Revisi)
Bagian 5 (Setelah Revisi)
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
About SM

Bagian 19

1.1K 129 23
By dormpublisher

Part by Alsuza_
Edit by NadeClaire

Grace memejamkan matanya. Mencoba untuk menyatukan kepingan puzzle yang telah ada. Kilasan hitam-putih, cincin, foto, dan sekarang?

Sebenarnya, apa yang telah Grace lupakan? Memori apa? Argh! Terlalu banyak pertanyaan di benak Grace.

Grace memutar balik badannya, lalu kembali ke dalam rumah Lean. Ia duduk di sofa sambil mencengkeram kepalanya.

Apa? Apa yang udah gue lupain? Kenapa? Kenapa gue bisa kaya gini? batin Grace.

Grace memucat, kilasan hitam-putih kembali membayang. Grace semakin keras mencengkeram kepalanya.

"Ela?!" seru Lean. "Lo kenapa?" Lean menghampiri Grace yang terlihat kesakitan.

"Hey!" Lean mengguncang pundak Grace. "Ela!"

Grace tersadar, peluh mengucur di pelipisnya. "Hah?"

"You okay?" tanya Lean cemas. "Wait, gue ambilin minum."

Setelahnya, Lean menghilang di balik tembok. Grace kembali memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Apa benar Lean adalah anak laki-laki yang ada di mimpi Grace akhir-akhir ini? Kalau iya, kenapa Lean tidak memberitahunya dari awal?

Lean menaruh segelas air putih di hadapan Grace. "Minum dulu La, tampang lo kaya abis liat setan tau nggak? Shock gitu." Lean mencoba untuk bergurau, tapi Grace tidak menanggapinya.

"Better?" tanya Lean setelah Grace menaruh gelas di atas meja.

"Hm."

"Kalo badan lo masih lemes istirahat aja di kamar gue lagi. Nanti kalo lo udah lebih fit baru gue anter pulang."

Grace menggeleng. "Bang Petra kapan jemput gue?"

Lean menggedikkan bahu, "Gue kurang tau."

"Oh," Grace menggumam, "tas gue mana ya?"

"Di dalem kamar gue. Mau gue ambilin?"

"Boleh, kalo nggak ngerepotin."

"Nggak, kok." Lean lantas berdiri. Sebelum pergi kembali ke kamarnya, Lean mengacak pelan rambut Grace.

Grace melihat-lihat ruang tamu rumah Lean. Matanya menyapu ruangan yang berukuran sedang itu. Tiba-tiba, matanya terpaku pada bingkai foto yang terdapat di atas meja. Grace berdiri dan berjalan untuk melihat foto itu. Entah kenapa ia penasaran untuk melihatnya lebih dekat.

Grace mengambil salah satu foto, yang di dalamnya tercetak sebuah gambar anak laki-laki yang memakai syal berwarna biru. Anak laki-laki itu terlihat bahagia dengan senyum lebar yang memperlihatkan deretan gigi depannya yang ompong dua buah.

Grace merasa familier dengan syal yang dipakai oleh anak laki-laki tersebut. Sebuah ingatan tiba-tiba muncul.

"Ini apa?" tanya seorang anak laki-laki.

"Kado buat kamu," Grace kecil memberikan sebuah kotak berukuran sedang. "Semoga kamu suka ya."

"Makasih Ela." Anak laki-laki itu tersenyum dan mengacak rambut panjang sebahu Grace.

Grace nyegir lucu, "Pake dong, aku mau liat."

Anak laki-laki itu membuka tutup kotak dan melihat sebuah syal berwarna biru. "Bagus!" serunya, "Kamu buat sendiri?"

"Iya dong! Aku kan pengen buat dari hasil jerih payah aku sendiri. Biar lebih puas dan aku seneng liat kamu pake syal buatan tangan aku sendiri."

"Makasih banget, Ela. Aku pasti bakal pake terus, kok."

Grace memejamkan mata, sekelebat bayangan muncul dan sekarang kepala Grace sakit kembali.

Seseorang menepuk pundak Grace. "Ela?"

Grace berbalik dan menemukan Lean yang melihatnya dengan khawatir. "Kenapa?" tanya Lean.

Grace melirik figura yang masih ia pegang. Mata Lean mengikuti arah pandang Grace, dan terdiam sesaat.

"Ekhm ...," gumam Lean memecah keheningan, "itu foto gue waktu kecil. Kalo lo penasaran."

Grace menghela napas. "Le," panggilnya.

Lean mengangkat sebelah alisnya tanda bertanya apa?

"Sebenernya lo itu siapa gue?"

🎶🎶🎶

"ABANGGG!! BANGUN WOY, UDAH SETENGAH TUJUH BENTAR LAGI GUE TELAT!" Grace berteriak memanggil Petra di depan pintu kamar Petra. Tetapi, sejak lima belas menit yang lalu Petra tak kunjung keluar ataupun menyahut dari dalam. Padahal sedari tadi Grace sudah mengetuk pintu kamar sampai-sampai tangannya memerah. Saking kesalnya, Grace sempat menendang pintu kamar Petra yang mengakibatkan kakinya sakit.

Bang Petra kemana sih? Gue udah mau telat juga, gerutu Grace.

Jangan-jangan Bang Petra pingsan lagi di dalem? Grace mulai menduga-duga.

Sekali lagi Grace berteriak memanggil Petra dan berharap dugaannya tidak tepat. Kalau Bang Petra beneran pingsan, gue ke sekolah gimana?

Memang, entah Grace yang tidak peduli atau bagaimana, di saat seperti ini dia masih saja memikirkan kepentingan dirinya sendiri.

"BANG PETRAAA! BANGUNNN!" seru Grace sekali lagi dengan sekuat tenaga.

Semenit.

Dua menit.

Tiga—

Clek.

Akhirnya sang pangeran tidur pun terbangun. Dengan wajah polos tanpa dosa, Petra keluar dari kamar. "Apa?" tanya Petra.

Grace yakin Petra bahkan belum sadar betul, terlihat dari matanya yang belum terbuka sempurna. Dengan gemas, Grace mencubit lengan Petra. "AKHH!" pekik Petra.

Otomatis Petra tersadar sepenuhnya, dan melotot pada Grace. "Nggak usah nyubit bisa? Untung lo adek gue."

Grace memutar bola matanya. "Udah deh ya jangan ngomong mulu. Gue udah telat nih ah! Buruan anterin gue."

"Iya, bentar." Petra mengacak rambut yang memang sudah acak-acakan akibat bangun tidur. Lalu melenggang masuk ke kamarnya kembali untuk mengambil jaket dan mengganti celananya menjadi celana panjang.

Butuh waktu tiga menit untuk Petra bersiap-siap. "Ayo," ajaknya sambil memutar kunci motor di jari telunjuknya.

Grace menekuk bibirnya, alamat telat ini mah.

Setelah Petra mengeluarkan motornya dari bagasi, Grace langsung meloncat duduk di jok belakang. Grace menepuk pundak Petra dan berkata, "Jalan Bang."

"Lo pikir gue tukang ojek?" gerutu Petra.

"Udah buruan, dah telat nih gue."

🎶🎶🎶

Beruntung, saat Petra memberhentikan motornya, satpam baru akan menutup gerbang. Dengan cepat Grace melompat turun dan berlari sedetik sebelum gerbang tertutup sempurna. Ada untungnya juga punya badan kurus, pikir Grace.

Grace melambaikan tangannya dari dalam. Pulang sono lo, Grace menggerakkan mulutnya tanpa bersuara.

Setelah itu Grace balik badan dan berjalan ke arah kelasnya. Ia mengintip lewat jendela, memastikan apakah guru sudah masuk atau belum. Setelah yakin guru jam pelajaran pertama belum memasuki kelas, Grace langsung membuka pintu kelas. Seketika, semua mata tertuju pada Grace. Grace menatap bingung lalu berkata, "Kok pada diem?"

Algi, orang pertama yang tersadar langsung berteriak, "ANJIR GUE KIRA GURU!"

Seketika seisi kelas pun tersadar dan ikut-ikutan menyahut. "Bikin sport jantung aja."

"Gue kira guru piket!"

"Deg-deg-an gue."

Grace yang mendengar hanya menggeleng kankepalanya sambil menahan tawa. Ia berjalan ke arah mejanya dan menaruh tas di bangkunya.

"Tumben banget lo baru dateng. Gue kira lo nggak masuk," ucap Friska.

"Yakali gue nggak masuk. Tadi tuh telat gara-gara Bang Set—eh, Bang Petra susah dibangunin," curhat Grace.

"Kenapa nggak naik ojek aja, sih? Percuma lo punya smartphone tapi nggak digunain. Sekarang kan banyak tuh, ojek online."

"Iya tau Fris, tapi males ah. Ngapain buang-buang duit kalo ada abang di rumah?" Grace tertawa.

"Terserah lo, deh."

🎶🎶🎶

"Friss, ayo ke kantin," ajak Grace sambil menarik-narik tangan Friska.

"Wait, satu paragraf lagi nih selesai catatan gue," jawab Friska tanpa menoleh.

"Buruann, gue laper astagaa," rengek Grace.

"Dikit lagii." Friska cepat-cepat menyelesaikan catatannya. Setelah membubuhi titik di akhir kalimat, Friska berdiri dari bangkunya dan menutup buku catatannya. "Yuk," ajaknya.

"AYOO!" seru Grace menarik Friska ke arah kantin dengan semangat.

"Woi, woi, santai aja kenapa, sih?"

"Nggak bisa. Nanti gue keabisan batagor Bang Samsul."

"Yaudah sih Bang Samsul juga nggak bakal kemana-mana lagi, nggak usah lo kejar."

"Ya emang bukan abang yang jualan, tapi dagangannya Friskaaaa," jawab Grace tidak sabaran.

"Biasa juga lo gak doyan ke kantin." Friska mendengus geli melihat tingkah sahabatnya ini.

Saat sampai di kantin, Grace langsung berlari menghampiri dagangan Bang Samsul dan memesan seporsi batagor, sedangkan Friska pergi untuk membeli mie ayam.

Setelah mendapatkan makanan masing-masing, Friska dan Grace mencari tempat duduk yang kosong. Kebetulan, masih ada tempat kosong untuk mereka. Sedang asik-asiknya makan, seseorang datang menyapa.

"Boleh gabung?" tanya Wielly.

Grace mempersilakan Wielly untuk ikut makan bersama. Tidak ada yang berbicara sepatah kata pun saat makan.

"Grace, nanti pulang bareng gue mau nggak?" tanya Wielly sambil meminum es teh miliknya.

Grace menimang-nimang ajakan Wielly. "Ehm ... boleh."

"Serius? Yaudah kalo gitu nanti pulang sekolah gue tunggu di parkiran, ya," Wielly berdiri, "gue duluan."

Friska dan Grace mengangguk sebagai balasan. Bel tanda istirahat berbunyi, Grace dan Friska berjalan bersama kembali ke kelas. Di perjalanan, Grace berpapasan dengan Lean. Grace sempat ingin menyapa Lean, tetapi setelah Lean melihat Grace ia langsung membuang muka dan pura-pura tidak melihat Grace.

Grace tersenyum kecut, ia sadar sikap Lean berubah sejak kejadian kemarin siang.

"Sebebernya lo itu siapa gue?"

Lean membeku, ia bingung harus menjawab seperti apa. Lean tidak ingin membebani pikiran Grace lagi.

"Gue? Calon suami lo di masa depan," jawab Lean.

"Le, gue serius. Gue cuma penasaran, kenapa setiap gue deket sama lo atau gue berada di sekitar lo banyak banget teka-teki? Kenapa gue selalu ngerasa familier sama lo? Kenapa lo bertindak seakan-akan lo udah kenal gue dari lama? Padahal kita baru ketemu di toko buku waktu itu," tanya Grace bertubi-tubi.

Lean berusaha tersenyum. "Lo nggak usah mikirin siapa gue di masa lalu lo, La. Gue nggak mau maksa lo buat nginget. Tapi kayaknya salah, ya? Salah kalo gue ada di deket lo. Gue cuma jadi beban buat lo aja."

"Bukan gitu maksud gu—"

Lean mengangkat sebelah tangannya. Tanda untuk Grace berhenti berbicara. "Udah nggak usah lo pikirin. Lo, gue anter balik, ya? Sekarang?"

Grace hanya terdiam dan mengiyakan ajakkan Lean. Saat sampai di depan rumah Grace, Lean seperti hendak mengatakan sesuatu tapi Lean tak kunjung membicarakannya.

"Kalo pengen ngomong sesuatu, ngomong aja, Le."

Lean menatap wajah Grace, lalu menghela napas. "Setelah gue pikir, lebih baik kita jaga jarak untuk sementara waktu aja, La. Gue nggak mau nambah beban lo."

Setelah mengatakan kalimat tersebut, Lean segera pamit dari hadapan Grace. "Gue balik. Lo hati-hati ya di rumah sendirian."

Bersambung ...

Continue Reading

You'll Also Like

5M 920K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
719K 67.4K 50
{Rilis in :1 February 2021} [Fantasy Vampire series] Ivylina terjebak di sebuah Museum kuno di negara Rumania dan terkunci di kamar yang penuh dengan...
1.3M 35.4K 8
Di balik dunia yang serba normal, ada hal-hal yang tidak bisa disangkut pautkan dengan kelogisan. Tak selamanya dunia ini masuk akal. Pasti, ada saat...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.1M 112K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...