The Martial Art of love

By Jumaliyahzein

7.8K 821 166

"Terkadang mimpi pun menjadi luka, mematahkan cinta.. Menghentikan asa yang membara.... Hingga kisahlah y... More

The MARTIAL ART OF LOVE #1
The Martial Art Of Love Part 2 #1
Part 3 #1 ( Pandeglang )
Part 3 #2
Part 4
Part 5 #1
Part 5 #second
Part 5 #Third
PART 7 #only
Part 8
Part 9
The Martial Art of Love #10A
part #10B
Jadwal Tayang
Part #10C
Part 11
Part 11 #B
part 12 #A
PART 12 #B
PART 12 #C
Part 12 #D
PART 13
Part 13 #B
Part 13 #C
Part 14
Part 14 (B)
Part 14 #C
Part 15
end story
Nada Cinta, Qisya

PART 6

222 28 2
By Jumaliyahzein


Rumah kosong, baru saja pukul 6 pagi. Nara sudah tidak ada di rumah. Entah jam berapa dia berangkat, ada urusan penting hingga membuatnya sibuk setiap hari.

Satu minggu ini Nara memang sibuk, membuat Lian merasa aneh. Ketika meninggalkan rumah, Nara belum juga datang. Lian merasa kehilangan, tidak ada orang yang selalu mengganggunya. Tidak ada orang yang tenang dan selalu menjaganya ketika menangis, dan terkadang  marah- marah tanpa alasan.

Lian hanya membersihkan rumah, lalu menonton televisi, terkadang dia harus tertidur di sofa karena menunggu Nara pulang. Aktivitas itu dilakukan selama lebih dari satu minggu ini. Nara tidak mengatakan apapun. Tak ada yang harus ditanyakan pula.

Kesepian, Aliani merasakan kehampaan dalam hatinya. Membiarkan ruang kosong menemaninya.

**

Pagi hari, beberapa anak didik Ami datang kerumah Nara. Mereka mencari Aliani. Aliani menemui mereka didepan pintu. Mereka meminta Aliani untuk datang ke lapangan mengajari jurus selanjutnya, namun Aliani menolaknya. Anak – anak itu merengek dan terus meminta Lian ikut ke lapangan bersamanya. Sangat terpaksa, Aliani tetap tidak bisa pergi, janji pada ayahnya. Kebisingan itu membangunkan Nara yang sedang tertidur. Nara menghampiri sumber kebisingan itu.

" ada apa sih? Pagi – pagi berisik banget" cakap Nara dengan mengacak – ngacak rambutnya.

" gak ada apa – apa kok Mas" tuturnya, " sudah kalian ke lapangan belajar sama Mas Ami saja yah" menepuk bahu salah satu anak.

" tapi kita pengen belajar sama kakak" ujar anak – anak itu pun merengek.

" tapi kakak tidak bisa mengajari kalian, ilmu Mas Ami jauh lebih hebat kok, jadi kalian belajar sama Mas Ami aja yah" kata Lian dengan resah.

" tapi aku mau belajar sama kakak aja" pinta salah satu anak memelas.

" gak bisa, kakak gak bisa silat, saya tidak bisa mengajari kalian" ucap Lian sedikit menggertak anak itu lalu pergi kedalam rumah.

Anak itu pun menangis tersendu. Harapannya seakan musnah begitu mendengar penolakan Aliani yang menyakitkan hatinya. Nara pun mencoba menenangkanya.

" tak usah menangis, nanti kakak coba bicara sama ka Lian yah, sekarang kamu kembali ke lapangan dulu, nanti kakak ajak kak Lian kesana" mengacungkan jari jempolnya.

" bener ya ka? Aku pengen latihan sama ka Lian" ucap anak itu.

" aku juga" temannya menyambung.

" kakak coba yah, kalian kembali lah" ucap Nara menenangkan anak – anak.

Setelah Nara membiarkan anak – anak itu kembali ke lapangan, Nara menghampiri Lian yang termenung di meja makan.

" kamu tuh gak mau dibentak sama orang, tapi kamu sendiri tidak lebih baik dari itu" cakap Nara menegurnya.

Lian tetap diam, tak menghiraukan Nara.

" apa salahnya sih kamu ajari mereka?" Nara mencoba memenuhi janji pada anak – anak itu.

" aku sudah bilang, aku tidak bisa silat mas" jawab Lian.

" tidak bisa silat?" ujar Nara sedikit bingung mengingat lembaram kertas tentang prestasi yang dilihatnya malam itu, " tapi,,, kalau cuma pukul tending kan bisa, kenapa tidak kamu ajari mereka saja, gampang kan?".

" tidak Mas, aku bilang enggak ya enggak " ujar Lian mengernyitkan dahinya.

" oke, terserah kamu saja, jika memang kamu mau melihat anak – anak itu nangis terus – terusan" tutur Nara beranjak dari kursinya.

" mereka tidak akan menangis, Mas Ami pasti akan mengajari mereka" ujar Lian tidak memperdulikannya.

" egois banget sih loe, kenapa juga mereka harus meminta guru yang sedikit pun tidak memiliki kasih sayang untuk mereka, kasihannya " ujar Nara yang kesal pun memalingkan wajahnya.

" Mas takan mengerti, dan tidak akan mengerti" tegas Lian berharap pengertian berpihak padanya.

" iya, aku memang tidak akan mengerti, tapi setidaknya kamu mengerti perasaan anak – anak itu, bisa atau tidak, setidaknya kamu menemani mereka dalam berlatih, bukan menggertak mereka hingga menangis" cakapnya dengan lantang.

" astagfirullah" ujarnya perlahan menarik nafasnya, " lalu aku harus bagaimana sekarang?" tanya Lian merasakan kesedihan.

" pergilah, temani mereka" jawab Nara, " kamu juga bisa bertemu Ami disana, bukankah itu kesempatan yang baik untukmu" ucap Nara langsung ke kamar.

Aliani pun keluar menghampiri anak – anak itu di lapangan. Dari kejauhan Ami terlihat mengajari mereka beberapa jurus. Aliani pun bergabung. Aliani mengarahkan pukulan – pukulan yang benar pada anak – anak. Tergambar senyuman di bibir anak – anak itu. Melegakan hati Aliani.

Dari kejauhan Nara memandangi Lian. Nara mulai memikirkan alasan kenapa Lian tidak menerima beasiswa itu, pasti ada hubungnnya dengan bakat yang dimilikinya itu, tapi kenapa dia tidak mau mengajari anak – anak. Semuanya masih samar. Saat ini tidaklah penting menanyakan hal tersebut, setidaknya dia bisa bersama Ami, dia pasti merasa bahagia.

Terlintas untuk menghubungi keluarga Aliani yang di Tangerang. Nara mencoba menghubungi ayah Aliani. Berharap mendapat dukungan yang positif setelah dia memberi tahu apa yang Aliani miliki dan akan dapatkan.

Nyatanya semua tak semudah yang diperkirakan. Respon ayah Aliani yang lebih dingin dari yang diperkirakan. Tak peduli apapun. Semakin menambah pertanyaan dalam benak Nara.

Ada sesuatu yang mengganjal di hati. Hubungan Aliani dan ayahnya. Kedatangan Aliani kerumah nenek. Seperti tiba – tiba datang karena sesuatu yang dipaksakan. Sepengetahuanku, beberapa tahun terakhir Aliani tidak pernah ke rumah nenek. Semua itu wajar – wajar saja. Namun, masih terasa aneh dalam hatiku.

Nara sepertinya harus menunujukan beberapa prestasi Lian. Nara juga memberi tahukan perasaan Lian. Nara akan mengkonsep pembicaraannya nanti dengan ayah Lian. Saat ini Nara harus menyembunyikan semuanya terlebih dahulu dari Aliani. Nara ingin Lian mendapatkan semua mimpinya.

**

Hari ke hari, Aliani sering mengikuti latihan silat di lapangan bersama anak – anak. Mereka senang dengan kehadiran Aliani. Ami juga menyambutnya dengan baik. Memudarkan janji diri pada ayahnya.

Kedekatan diantara Ami dan Lian semakin terlihat. Ami memang sedikit memiliki perasaan dihatinya untuk Aliani. Namun terkadang itu semua harus terhenti ketika menyadari bahwa mereka adalah saudara sepupu. Ibu Ami adalah saudara tiri dari Ibunya Aliani. Secara keturunan mereka masih ada ikatan persaudaraan, meskipun secara agama, mereka masih bisa menjalani hubungan yang spesial.

Namun tidak hanya persaudaraan diantara mereka, Ami juga telah dijodohkan orang tuanya dengan anak pak H. Imran yaitu Fatimah. Aliani belum mengetahui alasan kedua itu. Ami menganggap Aliani memiliki perasaan pada Nara. Jadi Ami merasa itu lebih baik.

Setiap hari Aliani dan Nara hampir tidak bertemu, Aliani hanya membereskan rumah, masak lalu pergi. Aliani terkadang menemani Ami untuk pergi ke pasar atau supermarket terdekat. Nara juga pergi untuk pekerjaannya, diwaktu luang dia menyempatkan waktu untuk bertemu ayah Aliani, jadi Nara sering pulang malam.

Dalam urusannya, terkadang Nara merindukan sosok Lian yang selalu membuat keributan. Satu sisi lain, Lian juga merasa kehilangan, karena beberapa hari ini dia tidak bisa bertemu Nara yang sedang sibuk. Meskipun Lian sedang bersama Mas Ami, terbesit sejenak Nara dipikirannya.

Hari itu, setelah Lian pulang dari lapangan, dia menyiapkan beberapa bahan untuk dimasak. Tak lama kemudian Nara pulang kerja. Nara langsung mandi. Lian masih bingung mau masak apa. Lian terus bertanya pada Nara masakan apa yang mau dimakan, tapi Nara mengabaikannya. Lian mulai memotong bawang merah dia ingin memasak nasi ongseng telor ala Aliani.

Aliani, taunya hanya makan. Memotong bawang satu aja sudah mengeluarkan air mata. Nara yang keluar dari kamar hanya mentertawakan melihatnya begitu sedih karena memotong bawang merah.

" hahaha,,," terkekeh Nara melihatnya, " kamu masak apa sih ? sampe kaya gitu" ujarnya mendekati meja di dapur.

" mau bikin Nasi ongseng telor" jawab Lian terus meneteskan air mata.

"coba gue rasain, enak gak masakan kamu yang satu ini" ucap Nara.

" apanya yang dicoba Mas ini, bawangnya aja baru dipotong" ujar Lian memejamkan matanya menahan perih, " aduh perih banget, bagaimana ini, gak keliatan" ujarnya.

Nara masih terbahak melihat Aliani. Lian sibuk mencari air atau lap bersih untuk mengusap matanya. Matanya bercucuran airmata. Aliani sedikit kesal mendengar Mas Nara seperti itu.

" Mas, air mana? Perih sekali mataku ini, sudahlah jangan tertawa terus" Aliani meraba – raba jalan mencari keberadaan Nara.

Beberapa jengkal di hadapan Nara. Alian langsung menarik baju Nara untuk mengusap matanya. Nara pun mengibaskan tangan dan merangkulnya menuju wastafle. Sementara Lian mencuci tanganya, Nara membawakan air ditangannya, lalu membasuh mata Lian. Lian langsung menarik kaos Nara dan membersihkan air dimatanya.

" Liaaan, kamu jorok banget sih" cakap Nara menyingkirkan keberadaan di dekatnya.

" hehe, makasih ya Mas," nyinyir Aliani di hadapan Nara.

Kruyuk, krek krek krek, suara perut Lian dan Nara berbunyi. Mata mereka pun terlempar bersamaan. Terbahak mendengarnya. Meleburkan rindu. Yang perlahan merasuki masing - masing sukma.

" Mas ... laper" ujar Lian dengan manja.

" aku juga sama," jawab Nara, " kamu sih, bukannya masak yang enak, malah iris bawang aja gak bisa" .

"hehe" Aliani menyengirkan di bibirnya. " Mas kan masakannya enak, jadi...." cakap Lian mencoba merayu Nara.

" jadi apa, hah ? aku lagi males masak" jawab Nara.

" terus makan apa? Masa mie instan, aku kan gak boleh makan mie" tutur Aliani.

" itu sih derita loe,,," ujar Nara.

" ish,,, Mas Nara, kan perut mas juga tadi bunyi, berarti laper juga kan? Mas masak yah, ayolah, laper banget nih Mas, Mas,,,," pinta Lian menarik – narik bajunya.

" sudah, sudah, berisik, ayo pergi..." ajak Nara pada Lian ke tempat makan dengan mendorong pundaknya dari belakang.

" kita mau kemana Mas?" tanya Lian penasaran.

" sudah jangan berisik, kalau tidak kamu diam saja dirumah tak usah makan" cakapnya dengan jutek.

" okay,,, beli makanan yang banyak yah, yang enak juga" ujar Lian sambil tersenyum pada Nara. Nara pun langsung melototinya. Lian pun langsung diam. Mereka berangkat menggunakan mobil birunya Nara.

Alun – Alun Pandeglang. Nara membawa Aliani ke alun – alun. Selain disana tempatnya sejuk, banyak makanan yang bisa mereka pilih untuk dimakan, apalagi pergi dengan Lian yang doyan makan. Mereka juga bisa menikmati pemandangan langit malam yang indah.

" apa kamu bahagia?" tiba – tiba Nara bertanya pada Aliani saat mereka memakan jagung bakar. Nara berharap kebahagiaan Aliani sempurna, namun Nara masih bingung memberitahukan pernikahan Ami dengan Fatimah yang sudah diketahuinya. Kedekatan Lian dengan Ami terjadi begitu saja. Perasaan yang sama diantara mereka pun terpancar. Nara hanya bisa berharap taqdir yang baik untuknya.

" hah...? kenapa Mas bertanya seperti itu?" Aliani terheran mendengarnya.

" aku bertanya harusnya dijawab, bukan balik tanya" ujar Nara.

" sungguh Mas ingin tahu?" matanya memancarkan kebahagiann, "Okay,,, Aku... Sangaaat bahagia, bahagia sekali" jawab Aliani dengan sangat riang. Dengan mengingat kebersamaannya dengan Mas Ami.

" syukurlah..." ujar Nara langsung duduk di bangku taman.

Aliani pun duduk disamping Nara. Dia tersenyum – senyum sendiri menyandar di bahu Nara. Memandangi langit yang berbintang terang malam itu. Nara merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu terasa dihatinya. Tingkah Aliani yang seperti anak kecil membuatnya merasa senang, tapi saat dia harus bahagia karena lelaki lain, rasa kesal dan amarah menghampiri hati.

" Mas nanti kita nge-date yah" ucap Aliani membayangkan kebersamaannya dengan Mas Ami.

" date?" ujar Nara dengan terkejut.

" iyah Mas, nanti aku sama Mas Ami, kamu sama cewek kamu Mas" jawab Aliani tersenyum – senyum sendiri.

" gak mungkin..." ujar Nara dengan spontan.

" maksud Mas apa?" tanya Aliani terkejut dengan ucapan Nara, dia pun langsung menatap Nara dengan tajam. Sedikit memunculkan kekhawatiran dihati Aliani mendengar ucapan Nara. Seakan – akan harapannya atas kebersamaan dengan Mas Ami hanya khayalan semata dan tak akan terwujud.

" biasa aja kali natapnya, kalau kamu mau nge-date sama Ami, ya nge – date aja berdua, aku gak mau ikut – ikutan, aku juga pengen berduaan aja sama kesayanganku, gak mau di ganggu sama kalian" ucapan Nara lebih menenangkan hatinya.

" oh, okedeh kalau begitu, aku setuju" ujar Aliani merasa lebih baik, dia pun kembali menyandar di bahu Nara.

"kamu itu, suka sekali tidur di bahuku. Tahu tidak, kamu itu berat" cakapnya mencoba mengangkat kepala Aliani dari bahunya.

" ihhh, Mas pelit," ucap Aliani memegang tangan Nara. Erat digenggamannya. Lian kembali menyandar di bahu Nara. " Mas gak boleh pelit, suatu hari nanti kan aku gak sama Mas lagi, jadi gak ada yang bakal ganggu Mas. Gak bakal ada yang ngerepotin Mas lagi, dan buat Mas jengkel".

Nara hanya menghela nafas, dia pun tersenyum. " maafkan aku, aku harap kebahagiaanmu takkan pernah berkurang setitik pun" lafalnya dalam hati.

" aku pasti akan merindukanmu, Mas..." ujar Aliani dengan mata lima watt. Lian pun tertidur dibahu Nara. Selalu begitu sejak mereka bersama. Padahal Lian selalu tidak terlalu dekat dengan orang, meskipun dia mudah bersosialisasi.

Tersimpullah senyuman di bibirnya, nafas pun mengudara. "kamu merindukan siapa? Kenapa harus selalu seperti itu, kamu ungkapkan sesuatu lalu tertidur sangat nyenyak di bahuku. Dasar anak kecil" ucap Nara perlahan. Nara pun meletakan tangan dari belakang di bahu Aliani.

Bulan semakin meninggi

Terang bulan menemani terangnya malam.

Angin berhembus kencang, membawa cinta dalam sukma.

Menyentuh setiap lapisan kulit dalam tubuh.

Menyisakan kerinduan dalam hati.

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 25.4K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
723K 67.5K 50
{Rilis in :1 February 2021} [Fantasy Vampire series] Ivylina terjebak di sebuah Museum kuno di negara Rumania dan terkunci di kamar yang penuh dengan...
3M 30.1K 28
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
1.3M 35.4K 8
Di balik dunia yang serba normal, ada hal-hal yang tidak bisa disangkut pautkan dengan kelogisan. Tak selamanya dunia ini masuk akal. Pasti, ada saat...