Gemelo Twins

By MaharaniTasya

481K 44.8K 2K

Rafael meninggalkan Farrell, dan Farrell mengejarnya. Selalu seperti itu. Hingga suatu hari Farrell lah yang... More

Gemelo Twins
Gemelo Twins • 1
Gemelo Twins • 2
Gemelo Twins • 3
Gemelo Twins • 4
Gemelo Twins • 5
Gemelo Twins • 6
Gemelo Twins • 7
Gemelo Twins • 8
Gemelo Twins • 9
Gemelo Twins • 10
Gemelo Twins • 11
Gemelo Twins • 12
Gemelo Twins • 13
Gemelo Twins • 14
Gemelo Twins • 15
Gemelo Twins • 16
Gemelo Twins • 17
Gemelo Twins • 18
Gemelo Twins • 19
Gemelo Twins • 20
Gemelo Twins • 21
Gemelo Twins • 22
Gemelo Twins • 23
Gemelo Twins • 24
Gemelo Twins • 25
Gemelo Twins • 26
Gemelo Twins • 27
Gemelo Twins • 28
Gemelo Twins • 29
Gemelo Twins • 31
Gemelo Twins • 32
Gemelo Twins • 33
Gemelo Twins • 34
Gemelo Twins • 35
Guys...
Info
Gemelo Twins • 36
Gemelo Twins • 37
Gemelo Twins • 38
Gemelo Twins • 39
Gemelo Twins • 40
Gemelo Twins • 41

Gemelo Twins • 30

10.3K 1K 19
By MaharaniTasya

Rafael dan Farrell baru saja sampai di sekolah. Ia juga tidak tau apa yang terjadi dengan kembarannya itu dan Alecia, sepertinya mereka sedang marahan, dan itu sebabnya Farrell mengajaknya berangkat bersama.

"Sumpah deh, parah banget ya si Chika? Udah buta gara-gara perasaannya sama cowok."

Rafael sempat melirik siswi yang berbicara seperti itu kepada temannya, dan siswi yang dilirik hanya diam.

Perbuatan Chika semuanya memang sudah terbongkar. Perempuan itu menyampaikan maaf kepada Elisa lewat sosial media, wajar saja jika anak satu sekolah jadi tau semua kebenarannya.

Sudah sebulan semenjak Chika di penjara dan Elisa di rumah sakit. Sekolahnya jadi sepi, tidak ada Chika si cewek super caper dan Elisa cewek super kalem.

Kemarin Rafael tidak sempat datang ke rumah sakit untuk menjenguk Elisa. Itu semua karna tugas kelompok yang katanya harus selesai hari itu juga, ujungnya tugas itu tidak selesai hanya dengan waktu satu hari karna anggota kelompok kebanyakan bercanda juga mengobrol. Dan itu membuat Rafael marah kepada ketua kelompok yang tak lain dan tak bukan adalah Gian.

Soal Gian, laki-laki itu masih mengejar cinta Chika. Ia tidak peduli dengan pandangan orang lain kepadanya yang masih mengejar perempuan yang bisa dibilang kejiwaannya terganggu karna tega membunuh orang lain hanya karna iri. Ia juga tidak peduli jika banyak yang mempermasalahkan sisi jahat Chika, menurutnya, selama Chika tidak berbuat jahat kepadanya, ia tetap akan meneruskan perjuangannya untuk mengejar cinta perempuan itu.

Rafael masuk ke dalam kelasnya, disana ada Mario dan Gian yang sedang duduk bersama, mengobrol, entah apa yang sedang dibicarakan.

"Mario, nanti ikut gue jenguk Elisa lagi, mau nggak?"

Mario yang sedang mengobrol langsung menoleh dan mengangguk setuju. "Siap, Gian ajak—"

"Gak usah."

Gian ditempatnya hanya melirik Rafael sekilas. Sepertinya Rafael benar-benar marah karna kerja kelompok kemarin tidak ada yang serius.

Rafael duduk meletakan tasnya lalu keluar kelas, menghampiri Farrell yang sepertinya sedang sarapan di kantin.

Sesampainya di kantin, Rafael langsung duduk di meja tempat Farrell sedang memakan nasi goreng sambil memainkan ponselnya.

"Chika beneran di penjara?"

Rafael melirik saudara kembarnya itu lalu mengangguk. "Bener,"

Farrell memang sudah tau semuanya karna Rafael sudah memberitahunya sehari setelah Chika di tangkap, atau lebih tepatnya memaksa diberitahu. Ia juga merasa menyesal karna bertengkar dengan preman yang menculik Chika beberapa bulan lalu, menurutnya tenaganya terbuang sia-sia. Tapi soal Chika yang di penjara, ia baru tau tadi pagi dari teman sekelasnya.

Suara kasak-kusuk siswi yang berbisik-bisik di belakang mereka membuat keduanya menoleh. Empat orang siswa yang termasuk pemuja keduanya hanya tersenyum sambil melambaikan tangan.

Farrell kembali memakan sarapannya tanpa membalas lambaian tangan mereka, sedangkan Rafael sempat tersenyum kepada mereka sebelum kembali ke posisi semula.

"Belajar nggak sombong sedikit lah Rell,"

"Gue gak sombong."

"Terus tadi apa namanya? Lo senyum dikit aja sama mereka, mereka udah seneng kok,"

"Siapa bilang? Malah makin jadi, lo tau kan, gue sama Alecia..,"

Rafael menaikan kedua alisnya saat mendengar nama Alecia. Ia baru ingat bahwa Farrell belum cerita apapun tentang Alecia selama seminggu ini.

"Eh, omong-omong lo sama Alecia kenapa?"

Farrell meminum teh hangatnya lalu berdehem. "Gapapa,"

"Sok gapapa. Kalo gue gak salah hitung, lo udah seminggu gak cerita tentang cewek itu."

"Lo salah. Udah 10 hari."

"Tuh, malah lebih kan. Lo ada apa sama dia?"

"Dia ngejauh."

Rafael membetulkan posisi duduknya lalu meraih teh hangat milik Farrell dan meminumnya. "Ngejauh gimana?"

"Sebenernya udah dari lama gue ngerasa dia tuh ngejauhin gue, cuma ya, baru sepuluh hari ini aja gue sama dia benar-benar jauh. Dia bosen kali liat muka gue."

"Tapi gue sering ketemu dia disini, masa dia gak bosen sama muka gue juga?"

"Ralat, bukan muka gue, tapi sifat gue."

"Emangnya sifat lo kenapa?"

Farrell menghela nafasnya. "Dia bilang gue suka maksa. Padahal gue maksa juga kalo gak kepepet ya nggak bakal."

"Maksa gimana? Kepepet apanya?"

"Ya, lo tau lah, gue tuh terkesan berlebihan ke dia. Kalo lo masih oon juga, gue permudah deh, kata lainnya gue ngebet banget status gue sama dia lebih dari teman."

Rafael menaikan sebelah alisnya lantas menyeringai. "Jadi lo ngebet banget sama dia? Kenapa sih? Apa alasannya seorang Farrell Gemelo, yang menurut gue banyak di demenin cewek justru malah ngebet sama satu cewek yang jelas suka galak sama lo."

"Ya, gue juga—gue juga gatau. Perasaan lebih gue ke dia tuh muncul tiba-tiba, gak pake izin sama yang punya hati."

"Anying, lo kalo lagi kayak gini cute-cute jijik gimana gitu deh Rell,"

"Tuhkan, makanya gue males curhat sama lo."

Rafael tertawa lalu meninju pelan bahu saudara kembarnya itu. "Lagian kayak cowok baru ngerasain yang namanya sakit hati, lebay."

"Emang baru ngerasain."

Senyum lebar Rafael langsung hilang. Matanya mengerjap berkali-kali sebelum berbicara lagi.

"Baru ngerasain?"

"Gue gak pernah sakit hati, lo kan tau."

"Gue nggak tau. Serius lo gak pernah sakit hati?"

Farrell memutar bola matanya. "Makanya lo tuh selama ini jangan sibuk sama dunia lo sendiri. Padahal gue suka curcol kalo kita lagi ngobrol."

"Lah? Perasaan lo nggak pernah—"

"Sering. Lo nya aja yang nggak pernah dengerin."

"Oke, oke, gimana kalo lo ceritain lagi?"

Farrell membelalakan matanya tak percaya. "Lo gila apa? Males banget gue—"

"Secara garis besar aja. Maksud gue, mantan pacar lo lebih dari tiga, ya masa sih lo tau-tau gak pernah sakit hati, pasti pernah lah, sekali?"

Farrell berdecak kesal lalu memutar bola matanya lagi. "Mantan gue cuma dua. Dan gue benar-benar gak pernah sakit hati. Bukannya sombong, tapi gue pernahnya nyakitin, jahat ya?"

"Oh, dua ya?"

"Gue punya mantan dua, dan dua-duanya itu gue yang putusin. Gue nggak ngerasain sakit hati sama sekali, mungkin mereka yang ngerasain."

"Kok lo kebalikannya dari gue? Lo nyakitin mereka, sedangkan gue, yaa., lo tau kan."

Farrell menghabiskan teh hangatnya lalu menghapus bulir-bulir teh yang masih berada di area bibirnya. "Gue nggak pernah pacaran sama orang yang sampe gue sayang banget. Gue tuh pacaran ya biasa aja, sayang tapi nggak sayang banget. Gue jalanin, lama-lama gue bosen dan ujungnya gue capek sendiri, jadi gue putusin."

Rafael menyeringai lagi. "I never know, you such a shit, dude."

"Gue pikir mantan-mantan gue sama kayak gue, sayang tapi nggak sayang banget, jadi gue selo-selo aja putusinnya. Eh gue stalking sosmed-nya galau mulu."

"Cewek kan gitu, di depan pasang wajah kalo mereka tuh baik-baik aja. Padahal, ya know lah."

"Dan sekarang, gue ngerasa kayaknya gue sayang banget sama perempuan, tapi perempuan ini.." Kalimat Farrell berhenti begitu saja saat melihat Alecia masuk ke area kantin dan membeli roti isi di ibu kantin.

Mata Farrell tak berhenti memperhatikan gerak-gerik Alecia. Bahkan sampai perempuan itu pergi dari kantin ia masih menatap pintu gerbang kantin, berharap Alecia memunculkan dirinya disana lalu kembali ke kantin dan menghampirinya.

"Bentar lagi, copot tuh mata, jatoh ke piring bekas nasi goreng."

Farrell langsung menoleh ke arah Rafael. Ia menatap kembarannya itu dengan sinis.

"Bantu gue Raf,"

"Bantu apaan?"

"Bantu gue cari tau, apa yang ada di diri Alecia yang bikin gue sesayang ini."

Rafael bangkit dari duduknya lalu memasukan sebelah tangannya ke saku celana. "Rell, lo yang sayang sama dia, lo cari tau aja sendiri. Kalo gue sih, daripada ngurus gituan mending ngurusin tugas Biologi, bedah mahkluk hidup, gue belom beli bahan."

Farrell bangkit lalu mendahului Rafael meninggalkan kantin. Dibelakangnya, Rafael sempat berteriak.

"WEH, UDAH BAYAR BELOM?"

Dan di depan sana, tanpa menoleh, tanpa bersuara, Farrell hanya menunjukan ibu jarinya kepada Rafael di belakangnya.

Continue Reading

You'll Also Like

Ervan By inizizi

Teen Fiction

1.6M 116K 78
[Brothership] [Not bl] Setiap orang berhak bahagia, meskipun harus melewati hal yang tidak menyenangkan untuk menuju kebahagiaan. Tak terkecuali Erva...
583K 62K 38
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
860K 28.9K 55
cerita ini menceritakan kisah seorang " QUEENARA AURELIA " atau biasa dipanggil nara.gadis yang bekerja sebagai pelayan cafe untuk memenuhi kebutuha...
361K 23.2K 48
JANGAN DISIMPAN, BACA AJA LANGSUNG. KARENA TAKUT NGILANG🤭 Transmigrasi ke buku ber-genre Thriller-harem. Lantas bagaimana cara Alin menghadapi kegi...