DIGNITATE

By radexn

13M 939K 230K

[available on bookstores; gramedia, etc.] [difilmkan 20 Januari 2020 // bisa ditonton di VIU] Genta Denalfian... More

01 • Hukuman
02 • Kelas Baru, Teman Baru
03 • Cari Perhatian
04 • Paksaan Keenan
05 • Gagal Paham
06 • Ocehan Pagi
08 • Jangan
09 • Kabar Baru
10 • Selalu Tega
11 • Brengsek
12 • Genta atau Alfi
13 • Papa
14 • Tentang Dia
15 • Sepedas Cabai
16 • Bis
17 • I Love You From Thousands Feet
18 • Pulau Dewata, Bali
19 • Tak Seharusnya Bicara
20 • Mau Dipeluk?
21 • Khilaf
22 • Alfi si Bunglon
23 • Hati-hati
24 • Boys Talk
25 • Ngedate?
26 • Unguessable
27 • Kenapa Rasanya Sakit?
28 • Nggak Punya Perasaan
29 • Emosi Sesaat
30 • Dignitate
31 • Ini Malapetaka?
32 • Jelmaan Iblis
33 • Bad Info
34 • Fight
35 • Mau Tau
36 • Sedikit Terkejut
37 • Alterego
38 • Kasmaran?
39 • Merah
40 • Alfi lagi Baik
41 • Jatuh
42 • Genta Denalfian
🌹 Q&A (question) 🌹
🌹 Q&A (answer) 🌹
43 • Dia Pergi
44 • Sport Jantung
45 • Canggung
46 • Skenario
47 • Kejutan dari Deuxor
48 • Tanah Merah
49 • Bunga
50 • Ini Bukan Akhir [END]
[Extra Part]
Sequel Dignitate 👉🏻 SERENE
VOTE COVER DIGNITATE
DIGNITATE THE MOVIE
FILM DIGNITATE‼️

07 • Hari Sial Alana

322K 26.2K 2.3K
By radexn

Alana terbaring di brangkar UKS dengan posisi miring sambil mengusap-usap bokongnya. Ia beberapa kali meringis kesakitan. Apalagi sekarang dengkulnya makin terasa perih. Bisa Alana simpulkan pagi ini adalah pagi yang penuh dengan kesialan untuknya.

Pertama, Alana bangun kesiangan hingga mengakibatkan ia datang terlambat ke sekolah. Kedua, ia tersungkur di lapangan karena menginjak tali sepatunya yang lepas. Ketiga, tubuhnya dijatuhkan Alfi dari gendongan ke lantai. Sakit sekali.

Tapi, Alana masih merasa bahagia karena telah digendong Alfi. Aroma tubuh Alfi begitu wangi, pokoknya maskulin banget. Bikin siapapun betah berlama-lama di dekatnya. Sayangnya, Alfi terlalu galak dan hobi bikin orang sakit hati sama omongannya. Seandainya Alfi friendly, pasti aura gantengnya makin bertambah.

Tapi gapapa, cowok semacem Alfi itu bikin gemes.

Sementara itu, Alfi bersama anak-anak yang lain tengah asik melakukan aktivitas pembelajaran olahraga. Kali ini, materinya adalah bermain bola basket. Meskipun Alfi tak menyukai basket, ia tetap mau mencapai nilai terbaik dalam permainan itu. Pokoknya, nilai adalah hal terpenting dalam hidupnya setelah orang tua.

"Gea Priscilla!" Pak Satria menyebut nama siswi yang selanjutnya harus memasukan basket ke ring. Orang yang dipanggil itu segera mengambil basket dan berdiri di posisi untuk me-shooting bola.

Gea yang terihat gugup itu langsung melempar bola ke ring dengan asal, dan akhirnya bola itu tidak masuk. Pipi Gea bersemu karena malu, apalagi teman-temannya menyoraki dirinya walau bermaksud bercanda.

Selanjutnya, Pak Satria memanggil nama orang yang berada di bawah nama Gea.

"Genta Denalfian!"

Si pemilik nama langsung memposisikan dirinya di bawah ring dengan basket berada di tangannya. Alfi menatap ring menggunakan tatapan tajamnya, seakan-akan ring itu adalah satu titik yang akan menjadi sasaran penembakan.

"Masuk gak ya ..." celetuk Keenan dengan wajah konyolnya. "Kalo gak masuk, lo kudu traktir gue makan bakso beranak ya, Al!"

Alfi tak mengindahkan ucapan Keenan. Ia fokus pada bola. Setelah ia merasa posisi bola dengan ring sudah pas, ia langsung melompat dan menembak bola ke ring.

"YAH!" Keenan bersorak kecewa, sedangkan yang lainnya bertepuk tangan.

"Ah, gak jadi traktir gue dong!" Keenan berdecak, yang dibalas Alfi dengan senyuman sinis.

"Makanan mulu pikiran lo," celetuk Alfi, "Pikirin tuh nilai rapot."

"Ah, lo mah mikirin nilai mulu!" protes Keenan saat Alfi melenggang dari hadapannya.

* * *

Tak terasa, bel tanda pulang sekolah sudah berkumandang. Semua murid dari masing-masing kelas bergegas meninggalkan tempat untuk balik ke rumah mereka. Meskipun sebagian besar dari mereka akan ngayap atau pergi dulu ke tempat tongkrongan sebagai rutinitas sehari-hari.

Alfi bangkit dari bangku hendak mengemaskan buku-bukunya, tapi gerakannya terhenti saat ia melirik Alana yang daritadi posisinya tak berubah. Cewek itu duduk sambil memeluk perutnya, kepalanya ditidurkan di atas meja dengan posisi miring dan matanya tertutup. Intinya, Alana sedang tidur.

Mulai dari Alana balik ke kelas dari UKS setelah bel tanda istirahat berakhir tadi, cewek itu meringis terus sambil menidurkan kepalanya di atas meja. Sekarang, dia malah tidur. Sepertinya ia masih kesakitan gara-gara tubuhnya menghantam lantai akibat jatuh dari gendongan Alfi. Menyadari itu, Alfi jadi ikutan meringis.

"Alana." Lengan Alana dicolek Keenan yang baru saja datang menghampiri. Cowok itu menatap Alfi, "Ini anak tidur dari kapan?"

Alfi menggedikan bahu. Ia sebenarnya malas untuk bicara. Sekarang pun dia sibuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Selain galak, dia juga gak pedulian.

"Na, Na, bangun. Udah pulang sekolah." Keenan masih berusaha membangunkan Alana dengan cara mencolek beberapa kali lengan cewek itu. Usaha Keenan berhasil, Alana membuka matanya dan mengangkat kepalanya. Ia terkejut melihat wajah Keenan yang berada tepat di depan mukanya.

"Ih, Keenan!" Alana kaget dan refleks mengubah posisinya jadi duduk tegak. Melihat Alana kaget, Keenan ikutan kaget.

"Gue ketiduran ya?" Alana panik sendiri. Ia menoleh ke kanan dan kiri, melihat sebagian murid di kelas ini sudah meninggalkan kelas.

Alana melirik Alfi lalu menabok tangannya. "Kok gak bangunin gue sih?!"

Alfi menaikkan satu alisnya. "Untung buat gue apa kalo gue bangunin lo?"

"Ih, ngegas mulu sih kalo ngomong!" Alana cemberut.

"Gue cuma nanya, ngegas darimananya?" sahut Alfi.

"Oh!" Alana melipas tangan di depan dada. "Seenggaknya lo punya inisiatif buat bangunin gue yang ketiduran di kelas."

"Emangnya lo siapanya gue?" celetuk Alfi.

"Au ah!" Alana frustrasi. Ia meraih beberapa buku yang tergeletak di mejanya dan menaruhnya ke dalam tas. Ia ingin segera pulang, mau tidur dengan nyaman dan tentram. Tapi, ketika Alana bangkit berdiri dari bangku, ia tiba-tiba meringis kesakitan. Ia lupa ada luka basah di lutut kanannya. Lantas, Alana memekik. "Sakit! Astaga, lutut gue sakit banget!"

Dan saat Alana kembali duduk dengan membanting diri, ia kembali berteriak kesakitan. "YA ALLAH PANTAT GUE!"

Melihat Alana yang heboh sendiri, Keenan dan Alfi sama-sama terdiam sesaat dengan wajah bingung. "Ngapasih, Na?" tanya Keenan.

Alana manyun. Matanya berkaca-kaca, menandakan ia sebentar lagi akan menangis hanya karena luka di tubuhnya yang mampu menguras air mata. "Lutut gue nggak bisa dilurusin ... Kalo gue berdiri, luka di lutut gue rasanya sakit banget. Gue susah jalan. Kalo duduk, pantat gue nyut-nyutan."

"Kasian ..." Keenan menatap Alana simpatik. "Nanti lo pulang dijemput nyokap?"

Alana menggeleng. "Minggu ini Mama sibuk terus ngurusin kerjaan."

"Dianterin Alfi aja kalo gitu," ceplos Keenan, "Biar lo bisa cepet-cepet sampe rumah terus istirahat."

"Nggak mau." Alfi menyahut. "Pulang aja sendiri."

"Kasian, Al ..." kata Keenan. "Tega amat sih lo sama cewek. Lagi sakit nih dia."

"Lo aja yang anterin. Gue kan udah pernah anterin dia pulang." Alfi berucap tak peduli. Saat ia akan melangkah meninggalkan tempat, Keenan menahannya segera.

"Tolongin napa, Al, itung-itung lo beramal." Keenan berujar dengan nada melas, tapi memaksa. "Gue mau aja sih anterin Alana. Tapi, bensin gue udah sekarat."

"Itu terus alesan lo, Setan." Alfi mencebik. Ia lalu melirik Alana, "Makanya, ke sekolah tuh bawa kendaraan sendiri. Dikit-dikit minta dianter, minta dijemput. Manja amat."

"Ih, kalo gue bisa bawa motor, dari kemaren gue udah bawa motor kali ke sekolah!" omel Alana, tak terima dibilang manja.

"Makanya belajar! Usaha dikit kek," seloroh Alfi, "Percuma lo sekolah kalo otak gak dipake."

Nyesek. Satu kata yang bisa mewakilkan apa yang orang rasa setelah ngomong sama Alfi adalah nyesek. Mood Alana semakin buruk setelah mendengar ucapan Alfi yang sungguh membuatnya kesal. Alana tidak bisa membayangkan kenapa Keenan betah temenan sama Alfi. Mungkin Keenan sudah cukup kebal akan sifat sahabatnya tersebut.

Alana beranjak dari tempat tanpa pamit kepada Alfi maupun Keenan. Dadanya sesak, ia seperti ingin menangis namun ditahan. Langkahnya yang lambat itu membuat Keenan meringis kasihan. Kaki Alana timpang, dan setiap melangkah ia selalu mendesah kesakitan.

"Al, lo nggak kasian apa ngeliat dia?" ucap Keenan berbisik sambil memukul bahu Alfi terlebih dahulu.

Alfi terdiam. Ia masih memandang tubuh Alana dari belakang. Pikirannya melayang-layang ke kejadian yang terjadi di pagi tadi. Seketika, Alfi berubah pikiran.

"Alana, lo pulang bareng gue."

* * *

Di sepanjang perjalanan menuju rumah Alana, Alfi mencoba menahan kesabarannya ketika Alana memeluknya sangat erat karena luka di kaki Alana terkena angin dan rasanya sangat ngilu serta perih. Alana meronta-ronta, ia memukul-mukul perut Alfi sambil menahan tangis.

"Perut gue sakit, Bodoh!" omel Alfi.

"LUTUT GUE LEBIH SAKIT!" balas Alana, "PANTAT GUE JUGA. HUAAAA!"

"Lebay banget sih lo." Alfi berdecak. "Lepasin gak?"

Alana menggeleng, tidak mau melepas tangannya yang melingkar di sekitar perut Alfi. "Gak mau!"

"Lepas!" sentak Alfi.

"GAK!"

"Lepasin atau lo gue turunin di pinggir jalan sekarang?" ancam Alfi.

"Nggak mau, Alfi!" Alana memekik. "Gue rasanya pengen nangis. Sumpah, ini perih banget!!"

"Dramatis banget hidup lo. Dasar, manja."

"Gue gak manja!"

"Lo manja."

"Nggak!"

"Bacot."

Alana bungkam. Ia tak mau adu mulut lagi sama Alfi. Daripada Alfi makin menyakiti hatinya dengan kata-kata yang ia lontarkan, Alana memilih untuk diam. Bukan karena ia mengalah, hanya saja Alana malas berdebat. Dan Alana tidak mau membuat Alfi semakin berkeinginan untuk menurunkannya di pinggir jalan.

Beberapa menit kemudian, motor Alfi berhenti di depan rumah Alana yang nampak sepi. Di depan motor Alfi, ada sebuah motor merah yang terparkir di sana tanpa ada pemiliknya. Alfi ingat, motor itu adalah motor yang sama seperti yang ia lihat saat pertama kali dirinya mengantar Alana pulang.

Pelan-pelan Alana turun dari boncengan. Setelah kedua kakinya menapak di aspal, Alana memadang Alfi. "Makasih ya."

"Ya."

"Lo langsung pulang?" tanya Alana yang langsung Alfi balas dengan anggukan. Tapi, sedaritadi mata Alfi tak lepas dari motor merah tadi. Penasaran apa yang Alfi lihat, Alana pun mengikuti arah pandang mata Alfi. Raut wajah Alana seketika berubah menjadi suram.

"Motor lo?" tanya Alfi. "Maksud gue, itu motor punya keluarga lo?"

Alana menggeleng malas. "Bukan."

"Motor siapa?" tanya Alfi lagi.

Alana menggedikan bahu. "Nggak tau. Nggak jelas."

Mata Alfi semakin menajam ke arah motor itu. Ia merasa tidak asing dengan motor tersebut. Tapi, ia berpikir dua kali sebelum mengambil keputusan. Karena ia tau motor seperti itu bukan hanya dimiliki satu orang. Alfi menarik napas dalam, mengembuskannya dengan sekali hentakan. Ia melirik Alana sekilas, "Gue balik." Kemudian, motor Alfi langsung melesat meninggalkan tempat yang semula dipijak.

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 20.1K 4
"Kayaknya dalem banget ya, Al. Tapi sayang airnya ga deres," celetuk Keyla sambil menatap lurus sungai yang ada di depannya. Cowok itu mengangguk. L...
58.4K 3.8K 34
Ini kisah Lava&Magma. Kisah tentang dua orang remaja yang mempunyai persoalan masing-masing. Lava dengan persoalan keluarganya yang rumit, dan Magma...
5M 970K 45
CERITA MASIH LENGKAP ✅ COMING SOON SERIES MD ENTERTAINMENT ✅ [EGRYON PART II | BISA DIBACA TERPISAH DENGAN CERITA SEBELUMNYA] _______________________...
3.8M 543K 73
[SUDAH TERBIT DAN TERSEDIA DI GRAMEDIA] [GENORAZORS SERIES 2] Aralya Rylie Millano, hidupnya tidak seindah senyumannya yang selalu ia perlihatkan pad...