Meet In the Real Life

By trooyesivan

1.6M 199K 69.9K

[BOOK 2 OF WHEN THE BADBOY MEETS THE FANGIRL] Kata Johnny Deep, "Jika kau mencintai dua orang dalam waktu ya... More

THE CAST!
1. Wake Up
2. Meet Him
3. I Told You
4. Again
5. Shocked
6. Same
7. Seriously?
8. Darling, Just Hold On
9. Heaven
10. Confused
11. Stupid Standing Character
12. The Other Side
13. Let Me Breath
14. Fanwar
15. Boom!
16. Middle Finger
17. Nippon Flag
18. Exhausted
19. Shut Up
21. What The Heck [RE-PUBLISH]
22. A Little Bit of Flashback
23. Stuck in The Elevator
Question and Answer!
24. Rules
25. V? Such A Weird Name
26. When He Can Speak Korean Language
27. Date
28. Move On, Dude.
29. Truth
30. What The Heck is Dreamisode?
31. Tell Him the Freaking Truth
32. Love You Goodbye
33. Right Now
34. Passed Out
35. Finally
36. Bad Feeling
37. Inhale-Exhale
Announcement & FunFact
SPIN OFF
OPEN PRE-ORDER!

20. Dying

34.5K 5K 3K
By trooyesivan

Perempuan bersepatu converse itu melangkahkan kakinya dengan cepat saat ia sampai di depan kantor Milo bekerja. Seakan sudah hapal, ia langsung menaiki lift dan menekan angka tujuh. Olivia kesini karena satu hal, yaitu ia ingin membicarakan masalahnya pada Milo. Karena hanya Kakaknya lah yang mengerti perasaannya. Sesampainya di lantai tujuh, ia berbelok kearah kanan, dan menemukan pintu ruangan kerja Milo. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, ia langsung membuka pintu.

Namun, alangkah terkejutnya Olivia saat melihat Milo yang sedang memejamkan mata dengan seorang perempuan disebelahnya, dan ya mereka berdua tertidur di sofa.

Ya Tuhan.

Sejak kapan Milo dekat dengan seorang perempuan?!

Olivia melangkahkan kakinya dengan perlahan, dan mengambil ponsel untuk memfoto mereka berdua. Setelah mengambil beberapa foto, ia langsung mengiriminya pada Dinda.

Memperhatikan mereka berdua secara detail, seketika dahi Olivia mengernyit. Ia seperti mengenal perempuan itu, tapi dimana?

Oh astaga.

Dengan cepat Olivia langsung menarik telinga perempuan itu, sehingga menimbulkan suara mengaduh kesakitan. Milo yang mendengar itu langsung terbangun dan kaget saat melihat Olivia yang berada di ruangannya.

"Lo bukannya pacar Fino?! Terus, kenapa sekarang ada disebelah Abang gue, hah?!" tanya Olivia marah. Keenakan sekali perempuan ini, setelah menggaet Fino kini Milo lah yang digaetnya. Sialan.

Milo melepas tangan Olivia dari telinga Daniella dan menatap adiknya kesal. "Lo apa-apaan sih?! Dateng-dateng udah ribut. Berisik tau gak!"

"Lo tuh yang apa-apaan, Bang! Daniella itu pacar Fino! Tapi kenapa sekarang lo berdua-duaan sama dia! Kasian Fino!" jawab Olivia tak kalah kencangnya dari Milo.

Mendecak, Milo menggeleng-gelengkan kepalanya. "Duduk dulu, bakalan gue jelasin semuanya."

Mau menjelaskan apa lagi? Semua itu sudah terekam jelas di kepala Olivia. Daniella bukanlah perempuan baik-baik. Buktinya, kemarin ia melihat Daniella bersama Fino, dan sekarang bersama Kakaknya.

Olivia duduk dengan terpaksa, wajahnya cemberut sambil menatap Daniella tajam. "Lo salah paham."

Tiga kata itu terlontar dari mulut Milo. Ia mengusap-ngusap wajahnya untuk menghilangkan rasa kantuknya.

"Sebenarnya Daniella itu bukan pacar Fino, tapi pacar gue."

Olivia melongo. Baru saja perempuan itu mengeluarkan suaranya, namun dipotong oleh Daniella. "Biar aku yang ngejelasin, Az."

"Go ahead."

Daniella berdeham, dan mulai menceritakan semuanya. "Jadi, gue disuruh Azka buat jadi pacar abal-abalan Fino, tujuannya buat bikin lo jealous. Tapi, apadaya, ekspetasi emang selalu enggak sesuai dengan realita. Lo malah narik Oliver, dan pergi sama dia."

Mendengar perkataan Daniella, mata Olivia berkaca-kaca, dan lagi-lagi ia diliputi rasa bersalah. "Dan lo mau tau, apa yang Fino bilang sama gue saat lo narik tangan Oliver?"

Olivia mengangguk.

"Dia menyerah."

Mendengar pernyataan Daniella, Olivia meremas pakaiannya. "Tapi keputusannya itu berubah saat gue bilang sama dia untuk jangan menyerah, kalo lo suka, kejar. Gitu kata gue."

Olivia meneteskan air mata mendengarnya. Ia berdiri dan langsung pergi meninggalkan Daniella dan Milo. Ia harus bertemu dengan Fino. Pasti Fino mengajaknya untuk bertemu karena hal ini. Olivia yakin seratus persen.

Ia juga baru tahu, kalau selama ini Kakaknya telah mempunyai pacar, dan mereka telah berhubungan selama tiga tahun lamanya tanpa diketahui oleh siapapun. Sungguh, Olivia salut pada Milo yang dapat menyembunyikan sesuatu sampai tidak terendus oleh orang-orang terdekatnya.

Kembali ke Olivia, karena menggunakan lift terlalu lama, ia memutuskan untuk menggunakan tangga darurat. Sesekali Olivia merogoh tasnya untuk mengambil ponsel.

Setelah ponsel didapat, ia melihat 43 panggilan tak terjawab dari Oliver. Menghiraukannya, ia membuka kontak Fino dan meneleponnya, berharap lelaki itu akan mengangkatnya.

Maaf, nomor yang anda tuju sedang sibuk atau seda—

Olivia langsung mematikannya saat suara operator berbicara. Pasti, Fino marah padanya.

Dengan air mata yang masih menempel di pipi, Olivia segera berlari.

Kafe yang Fino sebutkan tidak jauh dari kantor Milo.

Olivia mencoba untuk tenang dan tidak panik. Ia menghapus air matanya, kemudian berlari. Ia tahu ini gila, tapi entah mengapa perasaannya mengatakan bahwa Fino masih berada di kafe.

Ia berlari melewati kerumunan orang-orang yang berjalan. Hingga dalam waktu lima belas menit, akhirnya ia menemukan kafe yang Fino maksud.

Kafe Kookie.

Kafe yang cukup terkenal karena kopinya yang khas serta cookies coklatnya yang melumer, membuat Olivia jadi lapar sendiri dibuatnya.

Ia memegang kedua lututnya karena lelah berlari. Mengambil napas sebanyak-banyaknya, Olivia mulai mengedarkan pandangannya. Tampak Fino yang masih duduk di dekat kaca jendela sedang termenung. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena ia berdiri, dan pergi meninggalkan kafe itu dengan wajah yang muram.

"Fino!" panggil Olivia dengan berteriak. Berharap lelaki itu bisa mendengarnya.

Diseberang sana, Fino menengok dan mendapati Olivia dengan wajah memerah.

Mengapa disaat Fino telah berhenti berharap, Olivia datang lagi padanya?

Menunduk, lelaki itu memikirkan keputusannya. Ia menggeleng dan pergi meninggalkan Olivia. Suara klakson mobil yang dibunyikan berkali-kali cukup memekakan telinganya, yang mau tak mau membuat Fino penasaran apa yang sedang terjadi.

Disana, Olivia sedang menyebrang sedangkan dari arah berlawanan, ada sebuah minibus yang berjalan dengan kecepatan tinggi.

Bergegas Fino berteriak memanggil nama Olivia dan langsung berlari, ia mendorong perempuan itu agar tidak tertabrak.

Namun sayang, nasib nahas menimpa lelaki itu, minibus yang berjalan dengan kecepatan tinggi menabrak dirinya, hingga Fino terpental beberapa meter.

Olivia yang terdorong dan melihat kejadian itu segera berdiri, hatinya sakit saat melihat Fino yang terkapar di jalan raya. "Fino!" teriaknya menahan tangis, ia berjalan dengan langkah kaki terseret-seret karena celana jins dibagian lututnya robek dan melukai kulitnya.

Ya Tuhan.

Bagaikan semut yang menemukan setumpuk gula, Fino dikerumuni oleh beberapa orang. Olivia melihat mobil yang menabrak lelaki itu berhenti tepat di pembatas jalan dengan keadaan bagian depan hancur.

Olivia melewati kerumunan orang yang melihat Fino terkapar, dan saat ia berada tepat di bagian depan kerumunan, Olivia menutup mulutnya, dan berjongkok. Ia meletakkan kepala lelaki itu pada pahanya, tidak peduli kalau bajunya kotor akan darah.

"Fino," panggil Olivia dengan terisak.

"Dahi lo berdarah, Oliv," ucapnya sambil tersenyum menahan sakit, tangan kanan lelaki itu menggapai dahi Olivia dan mengusapnya perlahan.

Hati Olivia mencelos.

Seharusnya Olivia tidak mengikuti seminar itu.

Seharusnya kini ia berada di Kafe sambil berbincang-bincang dengan Fino.

Ini semua salahnya. Kalau saja, Olivia bisa menyebrang dengan hati-hati, hal seperti ini tidak akan pernah terjadi.

Semua ini salahnya.

"Olivia! Bawa dia ke rumah sakit!" sahut seorang lelaki yang suaranya sudah tidak asing lagi di telinganya.

Olivia menghapus air matanya, dan mengangguk, lelaki itu mengangkat tubuh Fino yang sudah bersimbah darah, dan melewati kerumunan orang-orang yang melihatnya.

Batin lelaki itu memberengut kesal melihatnya, bukannya membantu, orang-orang malah menontonnya bagaikan mereka sedang melihat acara-acara drama. Apakah mereka tidak tahu, di dalam kecelakaan ini ada orang yang sekarat?

"Buka pintu mobil!" sahut lelaki itu lagi.

Olivia masuk ke dalam mobil, dan lelaki itu menaruh tubuh Fino, dengan kepala yang diletakkan pada paha Olivia.

"Cepetan Oliver!" sahut Olivia dengan terisak.

Lelaki yang bernama Oliver itu mengangguk, dan duduk di kursi kemudi. "Pake sabuk pengaman, gue bakal kebut-kebutan hari ini."

Olivia mengangguk cepat dan melakukan apa yang dikatakan Oliver. Mobil Oliver mulai bergerak dengan kecepatan tinggi. Perempuan itu melihat wajah Fino yang sedang memejamkan mata sambil tersenyum. "K-kalo gue mati gimana, Liv?" tanya Fino pelan dengan ringisan dibagian akhirnya.

"Fino, lo ngomong apa astaga, gak boleh gitu!" jerit Olivia menangis, tangannya mengarah pada rambut lelaki itu untuk membelainya.

Ringisan kembali keluar dari mulut Fino, ia merasakan sakit yang tidak tertahankan pada kepalanya. "Gue mau tidur dulu, ngantuk."

"Eh Fino gak lucu lo anjir! Jangan tidur untuk selamanya!" teriak Oliver sambil memutar setir kemudi ke arah kanan, ia menerobos lampu merah saking terburu-burunya.

"Bodo ah, kalo—" Fino terbatuk-batuk lalu melanjutkan kalimatnya kembali. "Kalo gue gak bangun, berarti grim reaper udah ngambil nyawa gue, dan semoga aja malaikat mautnya cantik kayak di film Goblin, ya udahlah dadah,"

Fino mengubah posisinya agar nyaman karena ia merasa bahwa punggungnya sangat sakit, dan tak lama ia memejamkan mata, Olivia menepuk-nepukkan pipi lelaki itu dan menyadari kalau Fino sudah tidak sadarkan diri. "Fino! Ya Allah! Cepetan Oliver!"

Sampai di rumah sakit, Oliver keluar dari mobil dan membopong Fino, Olivia memanggil para perawat dengan berteriak, dan perawat dengan sigap membawakan ranjang dorong, ditaruhnya Fino di ranjang itu, mereka membawa Fino ke ruang UGD dengan Dokter yang berlarian menyusul para perawat.

Demi apapun Olivia sangat khawatir.

Apalagi saat melihat wajah tak berdaya seorang Fino, dan tanpa ia sadari Olivia kembali menangis. Oliver yang melihat perempuan itu menangis lantas menenangkannya dengan memeluk gadis itu. Memberikan rasa nyaman agar ia tenang. "Ini semua salah gue, Oliver. Seharusnya gue gak ikut seminar itu, seharus—" kalimat Olivia terpotong saat Oliver mengecup dahinya secara tiba-tiba.

"Diam," keluhnya singkat.

Jantung Olivia berdetak tidak karuan. Tangannya memegang dada, untuk menormalkan jantungnya. Oh astaga. Walaupun Oliver mengecupnya hanya di dahi, tapi hal itu sanggup membuat ia akan mati.

Oliver mengeratkan pelukannya pada Olivia. "Tenang, semua bakal baik-baik aja. Gak usah panik, dan jangan menyalahkan diri lo sendiri, karena lo gak salah."

Disamping itu, Oliver merasa aneh dengan dirinya, apalagi dengan perlakuannya yang diluar dugaan itu, yaitu saat ia mengecup dahi Olivia. Percayalah, Oliver tidak seperti ini orangnya. Namun, mengapa ia merasa nyaman saat memeluk Olivia? Seakan-akan Olivia adalah wanita yang Oliver cari selama ini.

Oliver pun merasa bahwa ia tidak suka saat Olivia membicarakan Fino.

Ia tidak suka saat Olivia menyalahkan dirinya sendiri akibat kecelakaan Fino.

Dan ia tidak suka saat Olivia dekat dengan Fino.

Perasaan aneh apa ini?

Dengan cepat, Oliver melepaskan pelukannya. "Gue nelpon Adrian sama Chandra dulu."

Olivia mengangguk, seakan ingat, Olivia melakukan hal serupa dengan Oliver, yaitu menelepon kakaknya.

Milo yang sedang makan di kafetaria kantor bersama Daniella pun terkejut saat mendapat panggilan dari Olivia yang mengatakan bahwa Fino kecelakaan. Ia segera berdiri dan langsung memakai jasnya, Daniella yang tidak mengerti hanya menatap Milo penasaran. "Kita ke rumah sakit sekarang, Fino kecelakaan."

°°°°°

Melipat kedua tangannya, Olivia berdiri dan berjalan mondar-mandir dengan menggigiti kukunya. Kebiasaan yang ia lakukan apabila sedang khawatir dan panik.

Milo dan Daniella datang dengan wajah panik. "Eh, Fino gimana?! Dia baik-baik aja kan?"

Olivia menggeleng. "Dokter belum keluar dari ruangannya."

"Emang gimana sih, kok bisa kecelakaan?"

Olivia mulai menceritakannya semuanya. Selagi mereka mendengarkan apa yang diucapkan Olivia, Oliver datang membawakan kain kasa beserta obat merah untuk Olivia.

"Loh, ini pacar Fino kan?" tanya Oliver singkat.

"Enak aja! Dani pacar gue," ujar Milo songong.

Oliver hanya mengangguk dan membentuk huruf O di mulutnya. Ia menarik tangan Olivia untuk berbalik. "Sini, gue obatin dulu dahi lo."

Perempuan itu meringis saat Oliver menekan luka pada dahi Olivia terlalu kencang. "Ini buat lo yang kabur saat gak ngejawab pertanyaan gue."

Ia menekan kembali dahi Olivia dengan kencang. "Ini buat lo, karena gue gak suka saat lo lebih milih Fino daripada gue, dan i—"

Olivia menampar wajah Oliver karena kesal. "Lo jahat. Kalo lo cemburu, ya bilang! Gak usah gini juga!" jeritnya, ia merebut kain kasa beserta obat merah. Setelah mengobati dirinya sendiri, Chandra dan Adrian datang dengan raut wajah khawatir.

"FINO KENAPA ANJIR?" teriak Adrian, disambut cubitan dari Chandra yang mengatakan bahwa ia tidak tahu tempat untuk berteriak.

Adrian melihat baju putih Olivia yang terkena banyak darah. "Itu... Darah Fino?" tanya Adrian pelan.

Olivia mengangguk, dan hendak menangis lagi.

"Ya Allah, temen aing." ujar Chandra dengan tatapan kosong.

Suara pintu terbuka membuat mereka berenam menengokkan kepalanya dan langsung berdiri seperti hendak mengintograsi beberapa dokter yang baru keluar dari ruang UGD. Salah seorang dokter membuka masker sambil mengusap peluhnya.

"Kalian keluarganya?" tanya dokter itu.

"Saya pacarnya, Dokter!" ucap Olivia yang disambut Oliver dengan jeweran.

"Apaan sih, lo pacar gue juga," jawab Oliver sebal sambil merangkul Olivia.

Milo menghela napas, dan menatap tajam Olivia dan Oliver menyuruh mereka untuk diam. "Jadi, Fino baik-baik aja kan, Dok?"

Dokter itu tersenyum kecut. "Kami kehilangan pasien."

Olivia terkejut. Jantungnya berdetak dengan kencang, air mata kembali mengalir di pipinya disertai nafas yang tertahan pada tenggorokannya saat mendengar perkataan dokter, Oliver memegang bahu kiri Olivia agar perempuan itu tidak terjatuh.

Dan yang terjadi selanjutnya adalah Olivia menangis dipelukan Oliver.

°°°°°

Bagi kalian yg ingin berkata kasar silahkan tumpahkan semuanya di inline ini.

OH YA

tanggal 13 nanti w ultah lho, gak ada yg mau gift-in gue stiker larry atau bts gitu? /kode/

JANGAN LUPA KOMEN YG BANYAK YAAA

Dadah!

-marcel



Continue Reading

You'll Also Like

56.2M 5.6M 51
"𝚂𝚎𝚙𝚊𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚕𝚞𝚔𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚔𝚑𝚒𝚛 𝚍𝚞𝚔𝚊." -𝒜𝓂𝑒𝓎𝓈𝒾𝒶𝒶, 𝟢𝟢.𝟢𝟢 "Tolong jemput gue, Ka," pinta gadis itu. "Gak bisa, gue...
133K 8.6K 30
Seorang gadis yang masih berkuliah akan dijodohkan dengan personil one direction yang bernama Harry Styles. Dia pun harus bersabar menjalani hubungan...
8.7K 369 28
COMPLETED!!! Claire seorang remaja yang duduk di bangku kuliah merupakan remaja yang terlahir dari keluarga konglomerat, namun meski begitu ia tetap...
1.2M 171K 44
Nadiya mengenal Galang seumur hidupnya, sebagai tetangga dan juga mengisi peran kakak dalam hidupnya, begitu juga Galang yang selalu menganggap Nadiy...