Our - Don't Forget Me (Comple...

De Niaaneacy

44.8K 2.4K 113

Renald Rahardian. Si biang onar di SMA Bina Bhakti yang tidak pernah berniat untuk berhenti membuat masalah... Mai multe

Aku mengingat segalanya dengan baik
Rasa sakit itu menyadarkanku
Apakah kau takdirku?
Manis pahitnya kedatangan cinta
Bayanganmu
Apakah aku mulai mencintaimu?
Pengumuman Gaess!!
Aku baik-baik saja, sungguh
Aku bahagia melihat tawamu
Kau bisa melaluinya
Aku memahami perasaannya
Peresmian
Penghianatan
Ke[sendiri]an
Jejak
Rasa Sakit itu Muncul Kembali
Takdir lagi
Pilu
Kesalahpahaman
Kebahagiaan yang melimpah!
Karena inilah saatnya
Keputusan
Selingkuh?
Selingkuh? (2)
Putus?
Kembali
Pengumuman Lagi Gaess!!!!
Kecelakaan
Kembali
End

Omong kosong

1.9K 118 3
De Niaaneacy

"Aku tau kau sangat membenciku, namun aku akan membuatmu mencintaiku hingga kau tak sanggup untuk kehilanganku"

Hari-hari berlalu begitu cepat. Seperti hari Senin biasanya SMA Bina Bhakti melaksanakan upacara bendera. Dan kali ini Mona yang menjadi Pembina upacaranya.

Terik matahari semakin membakar kulit, keringat telah meluncur dengan indahnya menghiasi leher para siswa. Joo semakin gelisah dan pipinya telah memerah terbakar teriknya matahari, ia tidak tahan berdiri lagi sehingga ia terus saja menggerak-gerakkan kakinya.

"Nih guru ngomongin apa sih? Ngomong atau komat-kamit? Nggak jelas. Lama banget!"

"Mau gue omongin ke guru yang jadi Pembina itu atau mau ngomong sendiri?"

Dengan cepat Joo menengok kearah suara itu berasal. Ia terkejut mendengar suara yang amat dibencinya itu. Joo hanya mendengus kesal melihat ekspresi wajah Ren yang menyebalkan.

"Kalau lo dapet panggilan dari BP artinya laporan itu berasal dari mulut gue."

"Lo lagi ngomong sama gue? Laporan apaan? Oh ternyata mulut lo lebih bawel daripada mulut cewek yang pada suka gossip!"

Begitu mendengar perkataan gadis itu, Ren langsung melirik tajam kearah Joo. Gadis itu langsung memindahkan tatapannya kearah lain. ia tidak peduli seperti apa ekspresi Ren saat ini.

Akhirnya upacara telah selesai, Joo hendak menuju kelasnya namun seseorang menarik tangannya.

"Ngapain sih lo? Ganggu! Nggak punya kerjaan lain lo ya?"

"Bisa nggak sih lo ngomongnya pelan aja nggak usah teriak-teriak? Gue bakalan ngomong baik-baik asalkan lo diem dan dengerin gue."

"Bisa nggak sih lo minggir? Gue bakalan sangat berterima kasih kalau lo nggak ganggu gue sehari aja."

"Gue butuh bantuan lo. Please."

Joo diam sejenak, ia memikirkan kalimat yang diucapkan Ren.

Gadis itu masih membelakangi Ren, kemudian ia hanya mengangkat lima jari bersama telapak tangannya tanpa memutar badannya.

"Gue udah nggak mau berurusan sama lo lagi ya. Cari yang lain aja." Dengan sigap Ren langsung menarik tangan Joo yang hendak pergi.

"Lepasin nggak! Kalau nggak gue teriak!"

"Lagian lo juga udah teriak-teriak daritadi. Ayolah please bantuin gue. Cuma lo satu-satunya harapan gue."

"Ngapain sih nih orang ganggu mood gue aja. Tunggu deh.. Dia bilang gue harapan satu-satunya? Bantuan macam apa yang dia butuhin? Gue tolak aja kali ya biar dia mohon-mohon terus?"

"Bantuan apa? Rumah lo kebakaran dan lo butuh duit? Butuh berapa?"

"Sumpah nih cewek, belagak banget. Kenapa lo malah nyumpahin rumah gue kebakaran segala hah?! Gue nggak butuh bantuan macam itu."

"Oh baguslah kalau lo nggak butuh bantuan gue."

"Oh my god. Ternyata lo bego, bahkan gue belum bilang.."

"Berisik!"

Joo langsung meninggalkan Ren yang berdiri di tengah koridor sekolah. Ekspresi Joo sangat marah disisi lain Ren bingung melihat Joo berjalan cepat dan semakin menjauh darinya, dengan cepat Ren bisa menyusul dan menghentikan langkah Joo.

"APALAGI?!" Ren terkejut mendengar bentakan Joo.

"Gue kan belum bilang apa yang gue butuhin.."

"Nggak perlu karena gue nggak akan bantu lo. Minggir! Lo kira ini jalan punya lo? Ok! Gue nggak akan lewat sini lagi."

"Gue pegang omongan lo. Sana nggak usah lewat sini, lo bisa muter tuh sekalian olahraga pagi."

"Lo kira gue bego hah! Kelas gue disana, lo nggak liat?!"

"Emang lo bego kan?"

"Berisik! Tutup mulut kasar lo itu! Berisik! Berisik! Berisik! Berisik! Berisik!"

Joo langsung lari menuju kelasnya, ia terengah-engah sesampainya di kelasnya. Para siswa menengok kearahnya karena ia masuk kelas dengan keributan.

"Bisa-bisanya dia ngatain gue bego?!"

"Darimana saja kamu? Kelas sudah dimulai daritadi dan kamu baru masuk kelas?"

"Anu.. Tadi saya.. Dari toilet.. Ya dari toilet bu, maaf saya terlambat masuk kelas. Saya tidak akan mengulanginya lagi. Boleh saya duduk bu?"

Ani mempersilahkan Joo untuk duduk dibangkunya dan melanjutkan pelajarannya.

"Setelah kalian mencatat semua materi yang ada di papan tulis, selanjutnya kerjakan soal halaman 51 dibuku paket. Dikumpulkan hari ini juga."

Meskipun semua siswa mengeluh namun mereka tetap mengerjakan apa yang disuruh oleh Ani guru Sejarah mereka. Joo yang telah kembali duduk dibangkunya masih memikirkan kalimat yang diucapkan Ren tadi.

"Darimana aja lo? Yakin dari toilet? Gue sih nggak percaya."

"Emang lo kira gue darimana?"

"Firasat gue sih bilang kalau tadi lo nggak ke toilet."

"Gue mau tanya deh, anggap aja gue belum pernah kenal lo sama sekali dan tiba-tiba gue minta bantuan ke lo padahal lo nggak kenal gue, nah apa yang bakalan lo lakuin? lo bantuin gue atau nggak?"

"Yah dilihat dari keseriusannya minta tolong sih."

"Tuh orang nggak serius kan, oke nggak usah ditanggepin."

"Emang siapa?"

"Ah bukan siapa-siapa, orang paling nggak penting di dunia ini."

"Hati-hati tuh mulut ngomongnya yang bener, nanti orang itu bisa jadi yang spesial bagi hidup lo loh."

"No no no, impossible."

"Lo pada brisik banget! Eh Geo mendingan lo duduk sini gih sampingnya Joo, puas-puasin tuh ngobrolnya. Ganggu ngerti nggak sih!"

"Oke, sorry Sarah. Nggak akan brisik lagi deh." Geo bangkit dari bangkunya dan kini ia duduk dibangku Sarah.

Joo membuka lembaran buku tulisnya dan mencari halaman yang kosong untuk mengerjakan tugas yang telah diberikan. Sesekali Geo memperhatikan ekspresi Joo yang gelisah.

"Lo masih mikirin orang itu ya? Tuh kan gue bilang juga apa, pasti bakalan jadi orang yang spesial nih."

"Brisik lo! Gue nggak mikirin itu, lo nggak liat nih soal jawabannya panjang banget bikin males."

Geo hanya menganggukkan kepalanya, para siswa masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Begitu juga Joo yang terlalu memusingkan semua jawaban yang meski telah ia rangkum tetap saja jawabannya tidak berubah. Tetap banyak.

Setelah berjuang lama dan menulis jawaban yang serba panjang itu, akhirnya Joo selesai. Segera ia menyerahkan hasil tulisan tangannya yang cantik itu kepada Ani.

Seberapa kali Joo mencoba untuk meringkas jawabannya ia tetap tidak bisa, karena dalam pelajaran sejarah point apapun yang ada disitu semuanya penting. Joo meregangkan otot-otot tangannya yang telah kelelahan menulis.

Pelajaran Sejarah memang melelahkan tangan para siswa, jika jawaban tidak banyak atau hanya singkat-singkat saja, Ani tidak segan-segan akan mengurangi nilai sebanyak mungkin.

Joo keluar dari toilet, ia melewati lapangan basket. Sekilas ia melirik kearah tim basket unggulan SMA Bina Bhakti yang sedang latihan basket.

"Awas!!" bola basket telah menghantam keras kepala Joo, yang semakin pusing setelah menerima pelajaran yang begitu melelahkan. Gadis itu pingsan.

Semua siswa yang melihat kejadian tersebut berlarian mendekati tubuh Joo yang masih tergeletak dipinggir lapangan basket. Seorang siswa dari tim basket tersebut mengangkat tubuh Joo dan membawanya ke UKS.

Joo merasakan pening dikepalanya. Perlahan kedua matanya terbuka, ia melihat seorang pria tampan berada di UKS bersamanya.

"Gimana perasaan lo?"

"What? Perasaan apaan? Duh nih orang ganteng banget, nggak lagi mimpi kan ya?"

"Oh.. Baik kok. Gue kenapa ya?"

"Sorry banget tadi bola basketnya kena lo, sumpah gue bener-bener nggak sengaja. Lagian lo ngapain jalan dipinggir lapangan padahal disitu udah ada batasnya."

"Gue nggak liat, toh gue udah baikan kok. I'm fine, don't worry." Lelaki itu hanya tertawa mendengar perkataan Joo. Gadis itu juga tersenyum padanya.

"Lo dari kelas apa? Gue nggak pernah liat lo."

"Sebelas ruang satu. Gue juga belum pernah liat lo sebelumnya."

"Yakin lo nggak pernah liat gue? Kapten tim basket, cowok ganteng nih, semua cewek kenal sama gue.."

"Gila gila gila sombong banget nih orang, ngebet hits, pedenya selangit!"

"Sorry ya kalau gue nggak kenal sama lo. Gue baru disini."

"Oh jadi lo anak baru disini, oke gue Fadel. Dan lo?"

"Panggil aja Joo. Gue balik ke kelas duluan ya, makasih udah jagain gue di UKS. See you." Joo melambaikan tangannya kearah lelaki itu dan berlari kecil menuju kelasnya.

Sebelum ia sampai dikelasnya Ren berjalan menghampirinya, sontak Joo membalikkan badan dan berjalan kearah yang berlawanan dari kelasnya. Ren melihat langkah Joo yang tergesa-gesa langsung berlari menghampirinya.

"Lo menghindar dari gue?"

"Nggak! Emangnya siapa yang menghindar?"

"Oh ya? Kalau lo emang nggak menghindar dari gue sekarang lo mau kemana? Kan kelas lo disana."

"Bukan urusan lo gue mau kemana, suka-suka gue dong kan gue jalan pake kaki gue bukan pake kaki lo. Ribet banget jadi orang."

"Lo belum jawab pertanyaan gue tadi pagi."

"Terus? Denger ya, gue punya hak untuk nggak ngejawab pertanyaan lo dan lo nggak bisa maksain itu."

"Gue butuh banget bantuan lo, please. Gue mau lo jadi pacar gue, ya?"

Langkah Joo terhenti, Ren hampir menabrak gadis itu namun masih bisa ditahannya. Joo membalikkan badan kearah Ren. Dahi gadis itu berkerut pikirannya campur aduk.

"What?? No no.. Gue nggak salah denger? Jadi itu yang lo butuhin? Nggak, makasih gue nggak tertarik."

Joo melangkah pergi, namun Ren memegang tangan Joo dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Joo berusaha melepaskan pelukan Ren hingga akhrinya ia berhasil.

"Dari sekian banyak wanita disini yang suka sama lo kenapa harus gue? Please jangan ganggu gue lagi."

"Karena lo.. Baper ya? Muka lo sampe merah gitu. Hahaha.. Gue bercanda, ternyata lo keras kepala juga. Kayaknya bakalan susah meluluhkan hati lo."

"Muka gue merah karena gue marah, bukannya baper. Ih pede!" Joo melangkahkan kakinya cepat-cepat rasanya ingin segera menjauh dari Ren.

Suara tawa Ren mulai mereda saat ia merasakan sakit luar biasa pada kepalanya, penglihatannya mulai kabur bahkan ia tidak bisa melihat dengan jelas.

Kerutan pada keningnya semakin banyak, ia terlihat begitu kesakitan. Ren menyeret kakinya perlahan mencari sesuatu untuk berpegangan. Penglihatannya semakin memburuk dan akhirnya ia jatuh pingsan.

To be continued...

Continuă lectura

O să-ți placă și

RAGA ✔ De Jenny .E. Haris

Ficțiune adolescenți

235K 13K 20
Amazing cover by Kak @rishapphire I am tired of this place I hope people change I need time to replace what I gave away And my hopes, they are high...
2.5K 291 7
Setiap anak tak pernah meminta untuk dilahirkan. Mereka hadir karena keputusan orang tuanya. Seperti kata ayah dalam buku diary yang ditulisnya, "Kam...
CINTA DALAM DO'A De alyanzyh

Ficțiune adolescenți

4.2M 252K 61
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
Dying Dream De Rada Agustin

Ficțiune adolescenți

71.2K 6.6K 27
#Sicklit #Teenfiction #AriIrham (Full di KaryaKarsa) Dandi pernah berpikir sesuram apa hari-harinya tanpa melukis. Di saat waktu kelulusan hampir tib...