The Power Of Love [Event Feb]

By writersfunny10

608 98 19

Ini adalah kumpulan cerita dari para member WFC, dengan tema "The Power Of Love". Dan karena Februari identi... More

Cinta Terakhir
Dawai Cinta Pertama
Life Need Love
My Dreams
Cinta Kasih
Die Letzten Gedicht
Won't Let Go
Fashion & Love
Awal Dari Semuanya
Keajaiban

Kekuatan Cinta

30 9 0
By writersfunny10

By : Clarissa
Wp : clarissalv
.
.
.

Dinda memandang gerbang rumah di hadapannya sambil terus meneriakkan nama sang pemilik rumah. Keinginannya untuk bermain bersama Risky, tetangganya, tidak pernah hilang meskipun matahari sudah ada tepat di atas kepalanya.

"Risky! Main yuk!" teriak Dinda untuk yang kesekian kalinya.

Teriakan-teriakannya berbuah manis. Semenit setelah teriakan terakhirnya itu, Risky keluar dari rumahnya sambil membawa bola.

"Hai, Dinda. Maaf ya. Kamu pasti menunggu. Tadi aku makan dulu, Mami aku masak banyak," kata Risky.

Dinda terdiam. Mama tidak pernah memasak untuknya. Itulah mengapa Dinda sebenarnya iri pada Risky karena Risky memiliki orang tua yang sayang padanya.

"Dinda? Jadi main?"

Risky melambai-lambaikan tangan kanannya di hadapan Dinda. Dinda langsung sadar dari lamunannya. Ia buru-buru menggandeng tangan Risky dan mengajak sahabat laki-lakinya itu ke taman.

"Kita mau main ini lagi? Bosan, ah," kata Dinda saat Risky melempar bola yang sedari tadi dipegangnya ke Dinda.

Risky tersenyum, nyengir tepatnya.

"Habisnya, aku bingung mau main apa," jawab Risky.

Dinda melihat sekelilingnya. Pandangannya terhenti pada sebuah kotak nasi yang ada di sebelah bangku taman.

Dinda mendekati kotak tersebut dan mengambilnya.

"Bersih," gumamnya saat melihat isi kotak tersebut.

"Kamu mau main sama sampah, Din?" tanya Risky saat melihat Dinda berjalan mendekatinya sambil membawa kotak nasi kosong.

Dinda menggelengkan kepalanya.

"Kita buat kapsul waktu yuk, Ris," ajak Dinda.

Risky tersenyum lebar. Ia pernah menonton acara kartun di televisi yang menceritakan tentang segerombolan orang yang membuat kapsul waktu.

"Yuk! Pasti menyenangkan!" jawabnya antusias.

"Tapi, diisi apa? Pasti kalau barang, Mama aku enggak bolehin," kata Dinda sedih.

Risky yang banyak akal pun mendekati Dinda sambil menepuk pundak sahabatnya itu.

"Bagaimana kalau surat? Jadi, kita kubur di belakang rumahku. Saat kita tujuh belas tahun, kita buka suratnya. Setuju?" ucap anak berusia sebelas tahun itu.

Dinda mengangguk sangat setuju.

"Ayo ke rumahku! Kita buat suratnya di rumahku saja," ajak Risky.

Ia dan Dinda pun langsung kembali ke rumah Risky. Tentu mereka ingat membawa bola yang mulanya dibawa oleh Risky.

●●●

Risky memandang selembar kertas di hadapannya dengan bingung lalu menatap Dinda yang sedang asyik menulis.

"Kita tulis apa, Din?" tanya Risky kepo sambil terus mencoba mengintip tulisan Dinda.

"Risky! Jangan ngintip, dong!" elak Dinda sambil mencoba menutupi tulisannya.

Ia lantas memandang kertas Risky yang masih kosong tanpa coretan.

"Tulis pesan dan kesanmu buat aku, Ky!"

"Apa? Kesan dan pesan? Apaan, tuh?" tanya Risky bingung.

Dinda menepuk dahinya sambil menggelengkan kepala dan berdecak setelah mendengar Risky mengungkapkan kebingungannya.

"Risky... Risky... Kesan itu maksudnya, kamu tulis pendapat kamu tentang aku," Dinda menjelaskan.

Misalnya, aku cantik, baik, pintar, tambah Dinda dalan hati.

"Sedangkan pesan, itu semacam krisan yang membangun buat aku."

"Krisan? Apa lagi itu? Krupuk?" tanya Risky lagi sambil tertawa terbahak-bahak.

Dinda memajukan bibirnya lalu menepuk lengan Risky agak keras, sehingga menyebabkan anak laki-laki itu mengaduh.

"Kritik dan saran! Buruan tulis! Yang rapi, ya!" Dinda memperingatkan.

"Iya, Bos," sahut Risky. Ia pun mulai menulis dengan malas.

●●●

"Oh, God! Tinggi banget, gila. Itu, kan, sumber energi gue..." kata Dinda sambil terus berjinjit untuk meraih sekotak sereal yang terletak di rak bagian atas.

Susah payah berusaha, tiba-tiba sebuah lengan panjang terulur dari belakang tubuh Dinda. Tentu bukan tangan ketiganya, melainkan tangan dari orang yang dengan baik hati mau membantunya.

Dinda menoleh saat orang itu menyerahkan kotak sereal yang berusaha di raih Dinda sedari tadi. Dinda menerimanya dan orang itu tersenyum, manis sekali. Senyumannya mengingatkan Dinda akan sesuatu. Kenangan masa kecilnya.

"Makasih, Mas," kata Dinda malu-malu. Orang yang dipanggilnya 'mas' itu tertawa kecil.

"Enggak usah panggil mas, panggil aja Risky," katanya tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya.

"Ris-ky?" wajah Dinda terlihat kebingungan.

"Iya. Risky. Nama kamu siapa?" tanya orang yang mengaku bernama Risky itu. Dinda terlihat salah tingkah. Mungkinkah pria tampan yang tinggi dan ada di hadapannya kini adalah Risky, sahabat semasa kecilnya dulu?

Dinda ingat betul saat Risky pindah dari Jakarta ke Bandung karena urusan pekerjaan Ayahnya. Dan Dinda sangat ingat kalau saat ini ia berkuliah di Bandung. Tapi, Dinda tidak ingat kalau ia akan bertemu lagi dengan sosok Risky.

Risky tersenyum. Kali ini, Dinda seribu persen yakin kalau pria di hadapannya ini adalah Risky yang dikenalnya.

Refleks, Dinda memeluk Risky erat. Wajah Risky memerah. "Ky! Gue kangen sama lo!" teriak Dinda yang langsung membuat seluruh penghuni mini market menoleh ke arahnya.

Risky mencoba melepas pelukan Dinda. "Maaf," katanya. Dinda yang langsung tersadar, buru-buru melepaskan pelukan eratnya.

"Ky! Ini gue, Dinda! Dinda Nurmalita Kusuma! Lo... Lo Risky Indrawijaya, kan? Gue bener, kan?"

Risky melotot mendengar Dinda mengatakan itu. Sekarang, giliran ia yang memeluk Dinda. Mereka persis seperti duo teletubbies yang sudah ratusan tahun tak berjumpa.

"Lo selama ini kemana aja, Din? Gue kangen banget sama lo!" ucap Risky sambil melepas pelukannya. Dinda tersenyum penuh rahasia.

●●●

"Lo sekarang tinggal dimana, Din? Masih sama Oma Kinan?" tanya Risky saat dirinya dan Dinda sudah duduk di bangku yang terdapat di depan mini market.

"Hm...gue ngekos, Ky. Oma udah meninggal dua tahun yang lalu. Awalnya, gue sama Oma tinggal di rumah Mama, sih. Tapi, setelah Oma meninggal, Mama nikah lagi, dan gue lebih milih tinggal sendiri alias ngekos. Tapi, Mama sama Papa masih sering ngirimin gue uang, mereka enggak ngelupain gue," papar Dinda yang membuat perasaan kasihan muncul di hati Risky.

Dinda, yang usianya kebih muda dari dirinya enam bulan, harus merasakan pahit yang sangat dalam di usia yang masih muda. Orang tuanya bercerai saat Dinda berusia tiga tahun. Dinda tinggal bersama Omanya dan baru mengetahui perihal perceraian orang tuanya ketika kelas satu SMP.

Risky hanya bisa mendoakan Dinda. Mendoakan yang terbaik untuk sahabatnya itu.

"Eh, kapsul waktu kita gimana, ya?" tanya Risky berusaha menghilangkan suasana sedih yang memenuhi hati dan pikirannya.

"Kan di rumah lo yang di Jakarta," jawab Dinda.

"Iya, ya. Mumpung Juan masih di Jakarta, gue titip dia aja, deh," ucap Risky. Mata Dinda berbinar saat Risky menyebut nama 'Juan', yaitu sepupu Risky yang gantengnya minta ampun—bagi Dinda.

"Eh, iya! Boleh! Sekalian, kalau mau ajak Juannya juga ketemu gue!" seru Dinda antusias.

"Ah, elo! Kalau Juan aja," kata Risky sebal sambil memutar bola matanya. Dinda hanya nyengir sambil mencoba mengalihkan perhatian.

"Eh, eh, lo udah punya pacar belom?" tanya Dinda iseng.

Risky menatapnya sarkastik seakan mengatakan, 'kok nanya gitu?'.

"Yaa... Elo kan masternya Jomblo. Wajar lah, gue tanya gitu. Lagian, lo sekarang udah ganteng."

"Itu dia. Banyak yang suka sama gue. Gue sampai bingung mau milih yang mana. Semuanya... Cabe-cabean," Risky terkikik.

"Dan, gue jomblo."

"Lo ada temen, gue juga masih jomblo," kata Dinda.

Mereka pun tertawa lepas. Tertawa yang tidak pernah dialami keduanya lagi beberapa tahun belakangan.

●●●

"Hai. Kamu?"

"Dinda."

"Oh. Kenalin, Juan."

"Heh!" Risky melepas jabatan tangan Juan dan Dinda. "Udah, kali!" ucapnya sebal.

"Bang Iky cemburu? Aaaa..." goda Juan. Risky memutar bola matanya lalu menarik tangan Juan dan Dinda.

"Mana, Ju?" tagih Risky.

Juan mengeluarkan sebuah kotak dari tasnya kemudian menyerahkannya pada Risky. Namun, bukan Risky yang menerima kotaknya melainkan Dinda.

"Sopan dikit, kek!" Risky menepis tangan Dinda lalu meraih kotak berwarna cokelat itu.

Juan yang menyaksikan itu semua hanya tertawa kecil.

"Maaf ya, Ju. Emang rada-rada di orang," ucap Risky sambil membuat garis di dahinya menggunakan jari telunjuk.

"Enak aja lo!"

"Lo yang enak aja!"

"Guguk lo!"

"Bodo!"

"Psstttt...!" Juan menjerit untuk menenangkan dua orang di sebelahnya yang mulai adu mulut sehingga membuat dua orang yang dimaksud memusatkan perhatian pada Juan.

"Udah. Ini kebiasaan kalian, ya?" tanya Juan.

"Dia, nih, yang suka mulai duluan! Juan, bilangin abang kamu ini, jangan cari masalah sama cewek," ucap Dinda sambil menatap Risky lekat-lekat dan menekankan nada pada akhir kalimatnya.

"Ish, kalian ini, ya. Udah, ah. Juan pulang ya, Bang, Dinda. Dikitin berantem. Kalian udah besar." tegur Juan sambil meninggalkan Dinda dan Risky karena menurutnya, misinya untuk menyerahkan kotak itu sudah selesai.

Tiba-tiba saja, langkah Juan terhenti. Ia menoleh ke Dinda dan tersenyum pada Dinda. Membuat gadis itu salah tingkah.

●●●

"Ky, comblangin gue sama Juan, dong," ucapan Dinda yang sedang membaca novel itu seakan menjadi angin yang menerpa seluruh tubuh Risky.

"A-pa?" tanya Risky. Pura-pura tidak mengerti.

"Sok bego lo," gumam Dinda. Meski pelan, Risky tetap bisa mendengarnya.

"Apa tadi yang lo bilang?" Risky menoleh dan menatap Dinda. Dinda mengentakkan kakinya. Sebal.

"GUE MINTA ELO COMBLANGIN GUE SAMA JUAN GANTENG, DAN ELO JANGAN SOK BEGO GITU. TITIK." seru Dinda.

Risky menutup telinganya saat mendengar lengkingan Dinda itu.

"Lo enggak usah teriak bisa? Gue enggak bolot," gerutu Risky.

"Ya udah. Jadi kapan rencananya mau comblangin gue sama Juan?" tanya Dinda final.

Risky menghela napas.

"Iya. Iya. Kapan gue ketemu Juan lagi. Kapan Juan main ke rumah gue lagi, nanti gue comblangin," jawab Risky dengan berat hati.

"Cepet ya, Ky. Gue udah enggak sabar mau pacaran," pinta Dinda sambil menunjukkan puppy eyes nya.

"Bawel. Gue bilang iya, ya iya. Udah. Iya. Paham enggak sih, lo?" tanya Risky dengan nada tinggi.

Dinda menatapnya kesal. Heran dengan perubahan Risky setiap kali ia mengatakan 'Juan ganteng'.

"Sensi banget lo. Au ah," Dinda bangkit dari duduknya kemudian melempar bantal yang ia pangku dan keluar dari kamar Risky, tempatnya menghabiskan waktu luang saat ini.

●●●

"Dinda love Risky forever. Risky love Dinda forever."

Risky membaca tulisan tak beraturan di kertas yang berwarna merah muda itu, kemudian menatap Dinda yang berdiri dengan menutup wajahnya.

"Din," panggil Risky dengan nada rendah.

Mampus gue, batin Dinda. Ia sangat merasa malu. Dirinya kini sudah berpacaran dengan Juan karena dibantu Risky. Apa yang harus Dinda katakan sekarang kalau Risky tahu dulu Dinda mencintainya saat masih cinta monyet?

"Lo enggak mungkin cinta gue sekarang, kan, Din?" tanya Risky dengan nada rendah. Dinda melengos.

"Gue..."

"Apaan?"

"Gue..."

"Apaan, sih, Din? Lo mau bilang apa?" Risky gemas.

Dinda sangat merasa malu dan tidak memiliki keberanian yang cukup untuk menjawab pertanyaan Risky.

"Gue sebenernya... Masih suka sama lo," bisik Dinda.

"Hah? Apa?"

"Gue masih sayang sama lo. Bohong kalau cewek dan cowok sahabatan tapi enggak ada rasa suka. Itu enggak mugkin," jelas Dinda sambil tertawa sumbang.

"Tapi... Lo udah jadi punya Juan. Lo enggak mungkin suka sama gue," sahut Risky.

"Itu... Cuman alasan gue aja, sebenarnya. Gue... Masih suka sama lo. Tapi... Karena lo sekarang udah ganteng, gue enggak yakin bisa dapetin lo," cerita Dinda.

"Makanya gue minta lo comblangin gue sama Juan. Itu cuma tes. Lo enggak nolak. Lo enggak cemburu. Berarti lo enggak suka sama gue. Percuma juga gue lanjut suka sama lo."

"Din..." Risky mendekati Dinda dan memegang pundaknya. Dinda memandang dua tangan yang melekat di pundaknya. "Gue juga sayang sama lo!"

"Tapi... Lo enggak nunjukin itu, Ky," sahut Dinda sedih.

"Gue enggak nunjukin karena justru gue yang mikir kalau lo yang enggak suka sama gue. Buktinya lo minta di comblangin sama Juan,"

"Maaf, Ky. Gue gak tau. Gue mau putus sama Juan. Gue mau sama lo aja," Dinda memutuskan.

"Lo yakin, Din?" tanya Risky. Dinda mengangguk mantap.

"Ini pasti udah takdir, Ky. Tuhan udah takdirin kita buat sama-sama terus. Kita enggak akan di pisahin." ucap Dinda pada akhirnya. Risky memeluk Dinda.

"Iya, Din. Gue percaya itu." jawabnya santai.

●●●



Continue Reading

You'll Also Like

23.5K 695 27
gas baca ajaaaaaaaaa jangan di bawa ke dunia nyata! Ini hanya fiksi belaka! open req
445K 4.6K 11
Kecelakaan kapal yang terjadi usai menyelesaikan kegiatan volunteer bersama rekan dokternya, menghantarkan Kaila atau yang akrab disapa Kai, terdampa...
44K 4.3K 14
donghyuck seorang raja di kehidupan nya malah mendapatkan musibah, dimana dirinya di tikam oleh pelayan nya sendiri dia pikir itu akhir dari hidupnya...
17K 1.7K 26
baca aja lah, kalau gak suka silahkan skip. 𝐃𝐎 𝐍𝐎𝐓 𝐈𝐍𝐓𝐄𝐑𝐀𝐂𝐓‼️ 𝐈f u are homophobic, LGBTQ + phobic, racist, NSFW, toxic phobic, please D...