Sepotong Memori #Wattys2017

By dormpublisher

44K 4.9K 916

[COMPLETED. Part sudah lengkap. Sedang direvisi.] Setelah mengurus berkas-berkas sebagai seorang siswi baru d... More

INFO
Bagian 1 (Setelah Revisi)
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 5 (Setelah Revisi)
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
About SM

Bagian 4 (Setelah Revisi)

2K 232 36
By dormpublisher

Part by nurashinichi
Edit by NadeClaire
Second edit by Vei_la

"ABANG SETAANNNNN!!!! BURUAN DONG, ENTAR GUE TELAT KE SEKOLAHNYA!!!" teriak Grace langsung, ketika tidak melihat keberadaan Petra di ruang tamu.

Matahari belum sepenuhnya menampakkan dirinya, tetapi rumah bercat putih itu sudah dibuat ricuh karena suara menggelegar dari Grace. Dengan penuh kekesalan, dia berteriak, meminta Petra keluar dari tempat persembunyiannya.

"Sabar dikit napa, Dek. Baru juga jam ..." Petra langsung menghentikan kalimatnya tatkala melihat bentukan fisik Grace pagi ini. Dia mengamati Grace lamat-lamat. Beberapa detik kemudian, tawanya pecah. "Hahaha, sumpah demi apa, hari ini lo cute banget. Mirip deh sama badut Ancol."

Mendengar itu, Grace langsung mengerucutkan bibirnya. Sebenarnya olokan Petra dirasa wajar mengingat penampilan Grace saat ini yang kelewat menggemaskan. Mengenakan rompi berbahan dasar karton berwarna pink, dengan ornamen gambar saku di bagian dada dan beberapa buah kancing. Rambut kuncir dua, juga memakai kacamata bambu yang dilengkapi dengan kartu tanda pengenal, dengan foto Grace yang membuatnya semakin terlihat culun.

Kemarin, beberapa anggota OSIS menggiring semua murid baru untuk berkumpul di aula sekolah guna mengikuti acara pembukaan MOS (masa orientasi siswa). Parahnya, seluruh anggota OSIS memerintahkan agar semua murid baru memakai perlengkapan sekolah yang aneh-aneh, seperti yang Grace kenakan pagi ini.

"Sumpah, lo itu mau sekolah apa mau doger monyet? Kocak amat," seru Petra diikuti dengan kikikan gelinya.

Grace hanya mampu merengut dan mulai menarik napasnya dalam-dalam. Melihat gelagat itu, Petra segera bersiap menutup telinganya rapat-rapat. Karena dia tahu, Grace akan segera ...

"ABANG SEETTTTTAAAAAANNNN!! LO GAK USAH NGEHINA GUE BISA GAK, SIH? NYEBELIN BANGET!"

Seperti dugaan Petra, Grace akan memekik kesetanan setelah mendengar olokannya barusan. Sejenak Petra membiarkan telinganya tertutup hingga beberapa detik dan setelah merasa adiknya takkan meneriakinya lagi, dia menghampiri Grace dan menggandengnya menuju ke luar rumah.

"OSIS di sekolah lo beneran nyuruh lo make pakaian kayak gini, Dek?" tanya Petra sambil menahan tawa.

"Menurut lo?" Grace menjawab ucapan Petra dengan ketus.

"Hahaha, mantap juga tuh anggota OSIS. Tahu gitu kemaren gue nyusup jadi anggota OSIS di sekolah lo. Kan enak, bisa ngisengin lo," ucap Petra sambil terkikik geli, lagi.

"Berisik lo, Bang, bikin gue tambah badmood aja. Buruan deh berangkat, gue gak mau telat," ucap Grace yang kemudian berjalan mendahului Petra.

Petra yang melihat Grace mendahuluinya hanya dapat geleng-geleng. Percuma sebenarnya jika Grace sampai duluan di garasi. Toh, Petra yang memegang kendali.

"Buruan, Bang. Entar gue telat, kena omel lagi," teriak Grace yang melihat Petra sedang melongo.

Petra menghela napasnya, beginilah jika memiliki adik perempuan semacam Grace. Merepotkan. Sedikit-sedikit memaksa, sedikit-sedikit tidak sabaran. Kalau bukan karena dia menyayangi adiknya, mana mau dia diperbudak semacam ini.

"Gak sabaran amat sih, Dek. Kena omel doang mah gak seru, seru itu kalo kena hukuman," cerocos Petra sambil menaiki motor sport-nya. "Asal lo tahu, gue tuh dulu yah ...."

"BURUAAAAANNNNNN!!!!!!" teriak Grace yang membuat ucapan Petra terhenti.

Wajah Petra langsung berubah masam, tidak lagi berniat untuk melanjutkan kalimatnya. Dia sedikit melirik ke arah spion, Grace tampak anteng duduk di atas jok motornya. Menghidupkan mesin, Petra pun melajukan motornya menuju SMA Bhakti Mandala.

***

Sesampainya di sekolah, Grace segera turun dan menyerahkan helm kepada Petra. Lalu dia berlari kecil memasuki gerbang sekolah dengan tergesa-gesa. Grace menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru tempat ini. Tampak jelas ratusan siswa-siswi yang berpakaian aneh, sepertinya.

Lelah berjalan, Grace kemudian melangkahkan kakinya ke arah lorong kelas dan duduk di salah satu bangku.

"Hai," sapa seorang gadis yang berpakaian mirip Grace.

"Hai juga," balas Grace tak kalah ramah. Gadis itu kemudian duduk di samping Grace.

"Kenalin, gue Friska. Nama lo?" Friska tersenyum dan mengangsurkan tangannya ke arah Grace.

Grace tersenyum lembut dan menyambut uluran tangan Friska. "Nama gue Grace, Grace Finella. Hmm ... lo anak baru juga?"

"Iyalah, yakali ada senior yang mau pake pakaian alien kayak gini," ucap Friska, yang diikuti dengan kegiatan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Btw, lo gak risih pake pakaian badut kayak gini?"

Grace menghela napasnya. Jika ditanya risih atau tidak, pasti jawabannya iya. Hanya orang bodoh yang bangga diperintahkan mengenakan pakaian badut semacam ini.

"Jelas risih, lah. Tapi, mau gimana lagi? Terpaksa."

Grace mengerucutkan bibirnya. Setelah itu, dia kembali melanjutkan perbincangan dengan Friska tentang tujuan serta harapan mereka ketika nanti masa orientasi siswa ini sudah berakhir. Namun, di sela-sela perbincangan mereka, ada anak OSIS yang berwara-wiri dan menertawai mereka. Wajah Grace langsung memerah seketika.

Menyebalkan, batinnya.

"Hai, Ela. Gila! Hari ini lo kelihatan lebih cantik dari biasanya, bikin gue pangling, deh." Sebuah suara mengagetkan Grace yang tengah memandang lepas ke depan.

Tanpa menoleh sekalipun, Grace tahu siapa pemilik suara itu. Sudah pasti Lean. Laki-laki yang beberapa hari belakangan ini terus mengusik hidupnya.

Dengan malas, Grace memutar bola matanya.

"Lo?! Gila! Lo itu titisan jelangkung apa gimana, sih? Kok bisa muncul di mana-mana?" Grace memandang Lean malas.

Seolah tidak mengerti akan kekesalan Grace, Lean malah cengar-cengir sambil memijat pelipisnya. Dia tertawa hambar.

"Hadeh, tempo hari udah gue bilang 'kan kalo kita itu ... jodoh. Jadi, jangan heran kenapa kita bisa ketemu di mana-mana. Namanya juga jodoh."

Grace lantas mengangkat tangannya, hendak menimpuk kepala Lean agar jera mengucapkan kalimat itu. Namun, semuanya tertahankan karena keberadaan Friska di sini.

"Grace, itu siapa?" tanya Friska yang masih tidak mengenal Lean.

"Dia itu ...."

"Jodoh masa depannya Ela," ucap Lean dengan santainya, seperti tanpa dosa. "Haha, nama gue Lean, Leandro Putra. Kalo lo?"

Lean mengulurkan tangannya, yang kemudian langsung disambar oleh Friska.

"Nama gue Friska." Friska menjawab pertanyaan Lean dengan antusias.

"Dasar cowok sinting," ucap Grace kesal, "jangan dengerin, Fris. Dia itu cuma orang asing yang sukanya neror gue, gak penting."

Orang asing! Dua kata itu terus berputar di kepala Lean, membuatnya merasakan sesak luar biasa. Lean mulai menormalisasikan mimiknya. Boleh saja jika saat ini Grace hanya menganggapnya sebagai orang asing, karena waktu yang akan mengubah kata asing itu menjadi tersayang. Lean yakin akan hal itu.

"Eh, lo pernah dengar gak soal teori cinta yang bilang kalau dua orang bertemu sebanyak tiga kali dalam kesempatan yang tidak terduga, itu artinya mereka jodoh. Lo percaya, gak?" tanya Lean kepada Friska.

"Oh, gue pernah dengar. Dan gue percaya," ucap Friska dengan semangat.

"Nah, kan? Temen lo aja percaya sama teori itu. Lo juga harus percaya." Lean kembali mengarahkan pandangannya ke arah Grace. Sebaliknya, Grace malah menatap Lean dan Friska dengan kesal.

"Bodo amat, najis gue harus jodoh sama lo. Kenal aja baru kemarin." Grace menanggapi ucapan Lean dengan ketus, seakan tidak memedulikan perasaan Lean saat ini.

Mendengar ucapan itu, hati Lean semakin tertikam. Memang Grace tidak pernah mengingatnya.

Grace menolehkan kepalanya. Lalu dilihatnya wajah Lean yang tiba-tiba murung. Kenapa lagi nih anak? Kok jadi sedih gitu? Gue salah ngomong apa? batin Grace.

"KEPADA SISWA-SISWI BARU, DIHARAPKAN SEGERA BERKUMPUL DI AULA. NAMUN, SEBELUMNYA, TOLONG CEK NAMA KELOMPOK KALIAN YANG TELAH KAMI PAJANG DI MADING. SETELAH ITU, SILAKAN MASUK KE AULA DAN DUDUK SESUAI KELOMPOK YANG TELAH KAMI BAGI. TERIMA KASIH."

Suara microphone tersebut mencairkan suasana. Grace segera bangkit, yang diikuti oleh Friska di belakangnya. Meninggalkan Lean yang masih terkaku karena ucapan Grace.

Berpindah tempat, Grace mencoba menerobos kerumunan para siswa baru yang sedang bergerombol untuk melihat kelompoknya. Grace meyerah, dia pun memutuskan untuk mundur dan menunggu hingga sepi.

"Grace, lo sama gue!" Friska menepuk keras pundak Grace, membuat Grace sedikit terkaget.

Diam-diam Grace menarik napas lega, tidak terlalu buruk jika berkelompok dengan Friska. Toh, mereka sudah dekat, walaupun hanya terhitung beberapa menit yang lalu.

"Sama siapa lagi, Fris?" tanya Grace.

"Sama gue." Bagai jelangkung, Lean tiba-tiba muncul dan menjawab pertanyaan Grace.

Suara itu lagi, batin Grace.

"Lo lagi?"

Grace menarik napas panjang, bosan sudah dia bertemu dengan Lean.

"Terus, siapa lagi?" Grace mengalihkan pandangannya kembali ke arah Friska.

"Sama gue juga. Lo Grace, kan?" sahut seseorang dari belakang.

Kok, dia bisa tahu nama gue? pikir Grace.

"Lean yang ngasih tahu gue," ucap Gery, seolah tahu apa yang dipikirkan Grace.

"Oh, hai. Gue Friska dan ini Grace." Friska dengan ramah menyambut teman sekelompok mereka.

"Gue Angel dan ini sahabat gue. Namanya Gery."

Kayaknya mereka orang yang asyik, kecuali Lean, batin Grace.

"Yaudah, langsung masuk aja, yuk." Friska segera menarik tangan Grace dan Angel dengan semangat, diikuti oleh Lean dan Gery dari belakang.

Setelah masuk ke aula, beberapa anggota OSIS mulai memperkenalkan diri dan mempersilakan pemateri yang bertugas hari itu untuk mulai menyampaikan materinya. Dimulai dari visi dan misi sekolah, metode pembelajaran, jurusan unggulan, dan lain sebagainya.

Sementara itu, semua peserta MOS diwajibkan mencatat penjelasan yang disampaikan oleh pemateri untuk selanjutnya diberikan evaluasi berdasarkan materi yang disampaikan. Dan nahasnya, selama satu minggu ini Grace harus berhadapan dengan Lean, karena mereka satu kelompok. Entahlah apa yang akan terjadi selanjutnya.

***

Pagi ini adalah hari terakhir MOS dan Grace berangkat ke sekolah dengan tergesa-gesa. Alarm yang telah diaturnya serta Petra yang setiap sepuluh menit sekali menggedor pintu kamar Grace, tidak juga mampu membangunkan seorang Grace. Alhasil, Grace bangun kesiangan dan tidak sempat berkemas dengan teliti. Parahnya, Grace baru sadar jika buku tugasnya ketinggalan ketika dia sudah sampai di sekolah.

Wajah Grace langsung berubah gugup sewaktu melihat seorang anggota OSIS berdiri di depan aula, tamatlah riwayatnya hari ini.

"KELOMPOK EMPAT, MANA BUKU TUGAS KALIAN? CEPAT! LELET BANGET KALIAN INI!"

"Mati gue, buku tugas gue ketinggalan." Grace kebingungan. Dia terus mengobrak-abrik ranselya dengan bercampur cemas.

Secara tiba-tiba, Lean mengangsurkan buku tugasnya ke arah Grace. Grace langsung melongo, tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Lean.

"Aduh, sorry, kayaknya buku saya ketinggalan deh. Hmm ... gak papa 'kan kalau gak ngumpulin?" Dengan santainya Lean berkata demikian.

Dena—anggota OSIS yang saat itu tengah bertugas— segera memasang wajah sinisnya dan berkata, "KAMU INI TELEDOR SEKALI. SAYA TIDAK MAU TAHU, SEKARANG JUGA KAMU KELUAR DAN PUNGUTI SELURUH SAMPAH YANG BERSERAKAN DI LAPANGAN BELAKANG. SAMPAI BERSIH!"

Lean tidak membantah, dia segera berbalik dan keluar meninggalkan aula. Langkahan kakinya ditujukan ke lapangan belakang sekolah, berniat melaksanakan hukuman.

Sementara itu, Grace dan teman-teman satu kelompoknya hanya melongo melihat adegan ini. Seketika, Grace merasa kasihan kepada Lean. Harusnya dia yang dihukum, bukan Lean.

Apa, sih, maksud anak itu? Gue jadi ngerasa utang budi, kan, batin Grace.

Waktu kembali berjalan, Grace melupakan rasa tidak enaknya kepada Lean. Dia berusaha fokus dengan serangkaian acara yang hrus diikutinya hari ini.

Sepulang sekolah, Grace mendekati Lean yang tengah duduk di depan gerbang sekolah.

"Maksud lo tadi apa? Lo mau sok jadi pahlawan buat gue? Gue gak butuh pertolongan lo. Gak bisa apa sehari aja lo gak gangguin gue? Gue risih tahu, gak!" bentak Grace kesal. Walaupun dalam hatinya, dia berterima kasih kepada Lean.

Lean berdiri. Lalu dia memandang wajah Grace lekat-lekat.

"Terserah lo mau anggap gue pengganggu kek, apa kek. Gue gak peduli. Yang pasti, gue pengen tetep ada di dekat lo, Ela."

Degh!

Lagi-lagi, nama itu. Entah kenapa, setiap kali mendengar Lean mengucapkan nama itu, Grace selalu merasa ada perasaan aneh yang menelusup dalam hatinya. Semacam perasaan nyaman yang tak bisa dia gambarkan.

"Serah lo, deh. Capek gue ngurusin lo!" Grace berlalu dari hadapan Lean.

Lean hanya tersenyum tipis dan bergumam, "Karena gue gak akan bisa jauh dari lo, Ela. Tidak lagi setelah perpisahan lima tahun ini."

***

Continue Reading

You'll Also Like

4.5M 192K 49
On Going ❗ Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
15.5M 874K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
30.2M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

1.7M 88.5K 54
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...