Little Mother

By Tehseduh

382K 25.7K 2.1K

[ REPOST ] Menjadi seorang ibu merupakan impian setiap wanita. Tapi itu jika kehidupan wanita itu normal. Nam... More

SATU
DUA
TIGA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
SEBELAS
DUABELAS
EKSTRAPART Zu and Priko

TIGABELAS

33.3K 2.2K 588
By Tehseduh

"Udah sampai mana Bar?"

"Ini udah masuk gerbang Desa, Zu."

"Mana Priko?"

"Dia masih terus menghafal, kau tahu wajahnya kocak. Dia gugup." ucapnya seraya terbahak.

"Oh yah?" Zu pun ikut terbahak.

"Kak, gimana kira-kira berapa menit lagi mereka datang?" sela Bunga.

"Tunggu," Bisik Zu. "Bar, kira-kira berapa menit lagi nyampek-nya?" tanyanya.

"Dua puluh menitan lagi Zu." jawabnya.

"Ok, yaudah yah ... oh yah, bilang tuh sama Priko jangan lupa pakai popok, takutnya ngompol karena terlalu gugup." Cibir Zu.

Bara terbahak mendengar lelucon Zu.

"Ok, aku sampain. Assalamualaikum." salamnya disela tawanya.

Zu masih tertawa. "Wa'alaikumsalam."

Bunga pun ikut terkekeh mendengar lelucon Zu.

"Eh, bilang kesemuanya dua puluh menit lagi rombongan Priko dateng." ucapnya dengan sisa tawanya.

Bunga mengangguk lalu melangkah keluar kamar. Dia langsung memberitahu Zaki dan semuanya. Lalu kembali masuk ke dalam kamar Zu.

Bunga menatap sahabatnya yang sekarang mengenakan kebaya putih serasi dengan kerudung yang ditata sangat cantik. Tak lupa bunga melati yang harum menambah perfecttatanan hijabnya. Wajah cantik alami Zu pun terlihat semakin terpancar.

Tidak akan pernah dia menemukan sahabat sekaligus saudara sebaiknya. Segala kenangan bersama Zu pun kembali berputar. Saat mereka merantau ke kota, saat Zu menjadi pelindung hidupnya, saat tertawa bersama bahkan tak akan ada sahabat yang melebihinya. Dan kini, sahabat sekaligus kakaknya itu akan pergi. Pergi bersama jodoh terbaik yang disiapkan Tuhan.

Dan tanpa sadar bulir bening mengalir ke pipinya. Dia tahu, setelah ini dirinya akan merindukan sahabatnya.

"Hei... Bunga, kenapa kamu menangis?" tanya Zu saat melihat adiknya itu menangis diambang pintu.

Bunga melangkah mendekati Zu. Lalu dia memeluk kakaknya itu.

"Ini tangis haru Kak," Ucapnya dengan suara bergetar.

Zu tersenyum seraya membalas pelukannya.

"Aku pasti rindu sama Kakak setelah ini." ucapnya.

"Apa Kakak perlu membatalkan ini, biar kamu nggak sedih?" tanya Zu lembut.

Bunga menggeleng dalam pelukan Zu. "Kakak cukup memberi kabar kepada kami keadaan kakak di sana. Kalau ada apa-apa Kakak harus segera menghubungiku." Bunga terdengar memberi pesan.

Zu mengangguk dalam pelukan mereka. "Pasti." matanya pun sudah berkaca-kaca.

"Kakak jangan nangis, entar dandanannya bisa rusak," ucap Bunga seakan mengerti Zu pun ingin menangis.

Zu terkekeh.

"Kak ... makasih atas semuanya. Bunga nggak tahu harus bagaimana membalas segala kebaikan kakak ke aku. Jika Allah nggak menganugerahkan Kak Zu dalam hidup Bunga, entah sekarang Bunga jadi seperti apa. Kak sekali lagi terima kasih ...." Untuk terakhir kali Bunga memeluk Zu dengan erat. Begitu pula Zu yang membalasnya dengan sangat erat.

"Udah ah! Melo-melo'annya entar Kak Zu nggak bisa nahan buat nangis nih." kata Zu seraya melepas pelukan mereka.

Bunga terkekeh. Lalu memgangguk paham.

"Hari ini dia datang,"

Bunga mengerutkan kening.

Zu dengan lekatmatanya menatap manik mata Bunga. "Arjuna, satu bulan yang lalu Priko mengajukan izin untuk menhadiri acara pernikahan kami. Dan dua hari lalu Priko mendapat kabar baik. alif bisa bertemu ayahnya." Zu tersenyum tipis.

Bunga terdiam sejenak. Jujur Bunga belum siap bertemu dengan Arjuna, dia masih takut segala kenangan buruknya kembali menghantuinya. Trauma? yah jelas, Bunga masih memiliki sedikit trauma namun tak menutup kemungkinan trauma itu akan melemahkannya kembali.

"Bunga!" Zu sedikt berteriak.

Adik angkatnya terlihat ketakutan, keringat dingin jatuh dari pelipisnya. Tangannya pun sangat dingin. Dia jelas masih merasakan trauma itu. Zu menatap Bunga prihatin.

"Jika nanti kamu tak sanggup menemani Alif bertemu dengan ayahnya, biar Priko saja yang menemaninya."

Bunga mengangguk dan tersenyum tipis. "Makasih kak."

Delapan tahun sudah kejadian kelam itu namun rasa trauma itu hanya berkurang sedikit. Hal inilah yang membuatnya tak pernah bisa berlama-lama berdekatan dengan Arjuna. Kalau bukan karena Alif mungkin Bunga sudah tak sanggup duduk satu mobil dengan pria itu dulu. Zu dan orang terdekatnya yang mengetahui hal tersebut akhirnya tidak membawa Bunga dalam persidangan. Mereka takut tekanan dalam sebuah persidangan akan menghancurkan mental Bunga.

"Ibu ...," panggil Alif.

Bocah 7 tahun itu menyusul masuk ke kamar Zu. Sekitar bibir dan hidungnya penuh dengan coklat. Dia terlihat sangat lucu.

"Nak, kok jadi kotor gini sih?" Bunga menatap anaknya lembut.

Alif memamerkan giginya yang juga penuh coklat.

"Aku makan donat coklat sama kak Jainab. Donatnya enak Bu." ceritanya.

Sedangkan Bunga sibuk mengelap semua sisa coklat itu seraya mendengar cerita anaknya. Sejenak Bunga tersenyum tipis. Anaknya memang diberikan Allah untuk menguatkannya. Alif-lah perantara dariNya untuk Bunga.

"Anakmu ini jangan dibiarin main sama Zainab, bisa ikut tengil entar." ucap Zu memperingati.

Bunga terkekeh.

"Bu ... Ayah jadi ke sini-kan?" tanyanya polos.

Bunga mengekrut dahinya hean.

"Priko yang memberitahunya kemarin lewat telfon. Pria itu tak bisa menyembunyikan sesuatu sedikit pun." Dumel Zu.

Bunga tersenyum lembut lalu mengangguk mantap. "Om Priko 'kan udah janji, mau bawa ayah Alif ke sini ... "

Alif tersenyum lebar. "Yes! nanti Alif mau ajak Ayah jalan-jalan. Ibu ikut Alip sama ayah yah. Kita jalan-jalan bertiga bu." ucapnya semangat.

Bunga tersenyum senang melihat anaknya lalu mengangguk."Ibu pasti temenin Alif."

Alif bersorak lalu mengecup pipi ibunya sayang. Bunga tersenyum turut berbahagia melihat anaknya yang sangat bahagia.

"Alif mau nunggu ayah didepan." katanya seraya berlari meninggalkan kamar itu.

Zu menepuk bahu Bunga seraya duduk disamping Bunga. "Kamu yakin akan nemenin Alif ketemu dia?"

Zu tahu, Bunga tak akan pernah berbohong kepada anaknya. Jika dia bilang iya maka itulah yang akan terjadi begitu pula sebaliknya.

Bunga tersenyum dan kembali mengangguk."Alif yang akan membuat Bunga kuat kak, Allah sudah menjadikannya penguat buat Bunga." katanya.

Zu tersenyum tipis, seorang ibu akan menjadi wonder women hanya dengan melihat senyum anaknya. Begitu pula Bunga, bagaimanapun lemah dan traumanya dia, demi Alif ananknya, wanita seperti dia akan menjadi kuat.

Brak!

Pintu kamar itu terbuka dengan kasar.

Zu mendelik melihat siapa yang membuka pintu kamar Zu. 'Kenapa juga tuh bocah sering banget bikin kesel' batin Zu kesal.

Namun yang membuka hanya menampakkan wajah datar.

"Lapor! rombongan mempelai pria sudah datang. Harap kepada mempelai wanita untuk bersiap-siap. Laporan selesai!" Zainab mengatakannya dengan gaya para tentara. Gadis remaja itu selalu berkelakuan aneh menurut Zu.

Bunga hanya terkekeh. "Siap laksanakan!" jawab Bunga.

Zu hanya memutar bola matanya. Dan Zainab kembali keluar.

"Aku harap Kak Zaki cuma menganggapnya sebagai adik, aku bisa gila kalau dia jadi kakak iparku." ucapnya seraya meringis.

Bunga tertawa. Memang bukan rahasia lagi, kalau Zainab, menyukai Zaki bukan hanya sebagai sosok kakak, tapi malah sebagai seorang wanita yang mencintai lelaki dewasa.

*

Selama ijab qabul berlangsung, Zu dan Bunga menunggu di dalam. Ketegangan benar-benar sangat terasa. Hingga suara para tamu membuyarkan ketegangan mereka.

Sah!

Yah kata itu yang paling Zu dan Bunga tunggu di dalam kamar.

Dengan perasaan gugup Zu bangkit, Bunga memeriksa penampilan kakaknya, takut ada sesuatu yang terlupa. Namun semuanya terlihat sempurna. Akhirnya perjalanan dua insan yang terpaut 15 tahun itu kini bisa bersama. Zu mengakhiri masa lajangnya diusia 27 tahun dengan Pria yang tetap terlihat muda lengkap dengan tingkah konyolnya. Siapapun tak akan menyangka kalau Priko umurnya sudah berkepala empat itu. Dengan dituntun Bunga, Zu keluar dengan wajah menunduk. Mereka tahu semua mata menatap mereka sekarang.

"Kak Zu, Kak Priko kayak patung ngeliatin Kakak." Bisik Bunga.

Tak ayal Zu cuma bisa menahan tawanya. Lalu akhirnya Zu duduk di samping Priko. "Bisakah kau menatapku biasa saja? banyak orang yang ngeliatin kita Priko ...." bisik Zu gemas.

Priko terkekeh. "Mau gimana lagi, wanitaku hari ini sangat cantik." Bisiknya.

Namun sialnya, bisikan Priko terdengar seluruh tamu. Mic di hadapannya belum dimatikan.

Gelak tawa para tamu pun pecah. Zu hanya bisa menunduk malu dan Priko hanya meringis.

Namun Bunga dari tadi mencari satu sosok yang berjanji akan ikut hadir diacara ini. Dalam tawanya dia memang mecarinya, anaknya dari tadi pun sering menanyakan keberadaan ayahnya.

"Ibu ayah kapan datang?"

"Sabar yah nak, mungkin ayah masih dijalan."entah sudah berapa kali Bunga mengatakan hal yang sama.

Alif terlihat sangat murung.Bunga cuma bisa menghembuskan nafasnya berat.

Acara terus berjalan dengan meriah. Alif terus menunggu ayahnya, bocah itu sekarang malah menungu di depan gerbang rumah mereka. Bunga sudah mencoba mengajak Alif kedalam namun anaknya sangat keras kepala kali ini. Pas sore hari, acara resepsi diadakan. Banyak acara yang memeriahkan sang raja dan ratu sehari itu. Bara bernyanyi dengan gitar akustiknya. Zainab dengan atraksi pencak silatnya.

Namun, Arjuna tak kunjung melihatkan batang hidungnya.Dan rasanya sudah lelah mengajak Alif kembali masuk dan berkumpul bersama.

"Hei, jagoan paman kenapa disini?"

Alif tetap bungkam, anak itu sekarang terlihat kesal.

"Nak, Ayo balik dulu."Bunga sekali lagi berusaha mengajak anaknya.

Bunga memandang sendu sang kakak angkatnya. Zaki tersenyum tipis menenangkan Bunga.

"Alif..."

Anak itu masih diam.

Zaki menghembusan nafasnya. Pria itu mulai mensejajarkan tubuh tingginya dengan Alif.

"Alif sayang ibu?"

Alif yang masih cemberut mengangguk. Zaki tersenyum serya mengelus puncak kepala Alif lembut.

"Kalau sayang, Alif nggak boleh begini, Alif mau ibu sedih dan sakit karena mikirin Alif?"

Sekali lagi anak itu menggeleng, matanya sudah memerah menahan tangis. Lalu menatap Bunga yang terlihat sedih melihat anaknya yang terluka. Melihat hal itu Alif segera menghambur memeluk ibunya. Anak itu menangis.

"Alif benci ayah. Ayah bohong, semua bohongin Alif katanya ayah mau pulang. Bohong! Alif benci. Alif cuma mau ketemu ayah. Alif janji nggak nakal. Ibuuuu..." cerocosnya dengan tangisan pilu.

"Maaf nak, maaf..."

Bunga cuma melirih, seraya membalas pelukan anaknya erat. Ibu mana pun akan sakit jika melihat anaknya seperti ini.

Zaki cuma bisa membiarkan keduanya menumpahkan segala rasa mereka. Pria itu mundur perlahan. Memberi ruang kepada anak dan ibu itu.

***

"Alif kangen Ayah, Bu. Alif mau digendong Ayah ...."

Bunga masih mengingat jelas igauan anaknya semalam. Setelah lelah menangis akhirnya Alif tertidur.

"Bunga, maafin aku yah. Aku nggak tahu kalau dia nggak bakal datangkemarin." Priko terlihat sangat menyesal.

Bunga menghembuskan nafas. Dia tersenyum.

"Sudahlah kak, lagian kak Priko udah berusaha buat mewujudkan impian kecil ALif."Bunga terdiam lalu tersenyum meremehkan. "Mungkin dia memang tak mau bertemu dengan Alif. Bunga tahu siapa kami. Cuma orang kampung."

"Bun-"

"Kak, tolong jangan bahas ini lagi. Bunga capek." Ucapnya lalu pergi masuk kekamarnya kembali.

"Biarkan Bunga sendiri kak." Zu keluar dari bilik kamar mandi.

Priko terlihat sangat bersalah. "Tapi mau gimanapun semua terjadi karena ide konyolku, yang."

"Bagus kalau ngerasa bersalah,"

"Yang, kok nggak romantis sih?"

Zu memutar bola matanya. "Kalau gitu perbaiki, percuma toh nyesel-nyeselsemua udah terjadi."

Priko tersenyum lembut lalu mengecup bibir Zu sekilas."Makasih istriku, buat sarannya. Love you so much."

"Ganjen." kata Zu jutek.

Priko terkekeh lalu pergi.

"Eh mau kemana?"

Kini giliran Priko yang memutar bola matanya.

"Nemuin si brengsek Juna. Menyelesaikan kekacauan ini sayang."

"Makan dulu, kamu mau berangkat tanpa sarapan dulu? kalau sakit gimana?"

Lalu Priko kembali dengan senyum penuh artinya.

"Ciye perhatian sama suami, suapin yang..." rengeknya manja.

"Makan sendiri!" Zu melangkah meninggalkan suaminya yang masih merengek minta disuapin.

***

Pria itu seharian tidak menampakkan ekspresi apapun. Dia cuma bicara seperlunya dan hanya akan bicara jika ada yang bertanya saja.

"Apa kemarin kamu tidak senang bertemu dengan anakmu?"

Sahabatnya yang berjenggot bertanya padanya seraya mengepel kamar mandi umum di dalam penjara itu.

Pria yang tak lain Juna itu terdiam sejenak. "Anak itu sudah besar bang. Dia sehat kulitnya putih. Senyumnya manis mirip ibunya, wajahnya sangat mirip denganku. Dari kejauhan pun, aku tahu dia anakku."

Arjuna terlihat rapuh sekarang.

"Tapi..., aku merasa sangat tak pantas datang padanya dan bilang kalau aku ayahnya bang. Aku sekarang nggak punya apa-apa, Juna yang sekarang cuma seorang narapidana. Aku malu." ucapnya.

Arjuna terduduk dengan wajah yang begitu rapuh. Dia menangis. Dan ingatannya kembali pada kejadian siang kemarin.

*

"Sudah siap Jun?"Kata pria berwajah tegas.

"Sudah pak."Arjuna menjawab seraya tersenyum bahagia.

setelah lima tahun dipenjara ini kali pertama dia memakai baju bagus , dua hari yang lalu Priko mengantarkan baju casual miliknya dulu. Dia benar-benar tak sabar bertemu dengan anaknya dan Bunga.

"Pak Tomo kenapa pakai pakaian casual? kenapa nggak pakai baju dinas?"

Polisi yang selalu menjadi teman akrab para narapidana itu tersenyum. "Saya tidak mau anak kamu nanti tanya kenapa ayahnya datang bersama polisi. Kalau saya pakaian seperti ini, anakmu akan mengira kita rekan kerja bukan?" katanya dengan senyum yang mengembang.

Tomo Sudrajat, polisi tegas namun sangat baik hati. Lihat saja sekarang sikapnya. Dibalik wajah garangnya tersembunyi sifat malaikat padanya.

"Terimakasih pak,"

"Yasudah ayo segera pergi kita cuma punya waktu sedikit, jangan sia-siakan kesempatan ini Juna." katanya seraya melangkah ke arah kendaraan mereka.

"Pak ini mobil bapak?"

"Bukan ini mobil kamu dulu. Priko yang mengantarnya kemarin ke rumah saya. Kamu yang nyetir saya mau menikmati pemandangan desa." katanya seraya melempar kunci mobil itu.

Arjuna tersenyum, dia baru sadar ternyata masih banyak orang yang peduli padanya. Setelah menangkap kunci itu akhirnya kedua orang itu pergi bersama ke desa Bunga. Disepanjang perjalanan Arjuna tak henti-hentinya tersenyum, dia benar-benar terlihat tak sabar.

Tomo yang melihat hal itu ikut tersenyum senang, bahkan Tomo kadang menggoyangkan tubuhnya saat alunan lagu sambal lado memenuhi mobil mereka. Arjuna heran sejak kapan mobilnya memiliki CD lagu dangdut itu. Tapi melihat Tomo, dia yakin pria yang garang itu yang memilikinya.

Setelah perjalanan yang cukup lama akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, dari jarak yang rumayan dekat mereka bisa melihat sebuah keramaian disana.

"Jun berhenti dulu sebentar, ada panggilan alam, saya udah nggak tahan." kata Tomo dengan wajah yang memprihatinkan.

Arjuna terkekeh lalu meminggirkan mobil itu didekat pepohonan. Tomo langsung turun secepat kilat. Arjuna kembali terkekeh. Arjuna tersenyum bahagia, sebentar lagi dia akan bertemu anaknya. Matanya kini mengedarkan pandangan keseluruh area desa itu. Ada sedikit perubahan pada desa ini, lebih terlihat modern dari pada dulu, namun tetap asri dan udaranya segar.

Namun matanya menangkap segerombolan anak-anak yang terlihat bertengkar. Arjuna langsung turun saat seorang anak mendorong anak lainnya.

"Jangan menghinaku bodoh!" kata anak yang mendorong bocah gendut tadi.

"Kau yang bodoh! dasar anak haram!"ejek seorang anak yang mirip Giant pada serial Doraemon.

"Alif bukan anak haram!"

Arjuna terdiam saat nama yang tak asing dalam hidupnya disebut.

"Kau anak haram! ayahmu itu penjahat! dia tidak akan datang!"

"Ayah bukan orang jahat! ayah Alif pasti datang!" teriak anak berparas tampan.

Saat Arjuna melihat wajah anak itu dia sangat yakin itu Alif anaknya.

Alif terlihat sangat marah dan menahan air matanya.

"Ayahmu dipenjara! kata ibuku ayahmu tak akan datang, dia dipenjara!"

Alif terlihat menunduk, anak itu tak bisa menahan tangisnya lagi.

Arjuna tak bisa melihatnya lagi dia melangkah mau menolong anaknya.

"Ayah ... ayah Alif pasti datang, dia orang baik, ayah sedang kerja jauh..." katanya lirih. Arjuna menghentikan langkahnya.

Namun gerombolan anak itu malah tertawa.

"Kau dibohongi, semua orang itu membohongimu kata ibuku."

Alifmenatap marah. "Ibu tidak bohong! kalian yang bohong sama Alif!"

"Alif anak haram! Ayahnya dipenjara!" teriak anak-anak itu.

Dan entah kenapa Arjuna tak sanggup melangkah mendekati anaknya. Anaknya memang bukan anak haram. Tapi, dia ... dia bukan orang baik, dia dipenjara dan dia memang penjahat. Rasanya dia tak berani datang dihadapan anaknya. Ayah? dia tak punya nyali sekarang untuk mengatakan itu kepada Alif. Pria itu berjalan mundur dan meningalkan anaknya disana.

"Maaf ayah belum bisa bertemu denganmu sekarang nak. Maaf ...."

Alif tersudut, dia terus berteriak membela diri tapi segerombolan anak itu masih mengejeknya. Untunglah Zainab datang dan berteriak memarahi anak-anak nakal itu. Semua anak itu berlari ketakutan saat melihat Zainab. Setelah anak-anak itu pergi, Alif langsung menghambur kedalam pelukan gadis remaja itu. Dan Arjuna cuma melirih meminta maaf.Sekarang dia tahu betapa hinanya dirinya.

"Juna kenapa kita kembali sekarang? kita belum bertemu-"

"Saya sudah bertemu dengannya. Saya tidak bisa berada disana sekarang."

Tomo terlihat heran,"Tapi Jun-"

"Pak, saya mohon, saya tidak bisa berada disana. Saya mohon mengertilah." katanya terlihat sangat rapuh.

Sangat berbanding terbalik dengan keadaannya saat berangkat tadi. Tomo tahu ada sesuatu yang terjadi. Tapi dia mengerti ini bukan saatnya dia bertanya.

*

Arjuna sekarang duduk menatap langit, dia sekarang berada dilapangan berada tepat dibawah pohon yang paling pojok. Beberapa kali dirinya menghembuskan nafas, mungkin memang ini adalah karma untuknya.

"Arjuna!"

Pria iu terkesiap, saat sadar namanya dipanggil.

Pria berjenggot itu menggeleng.

"Jun, ada yang mau ketemu sama kamu."

Arjuna berdiri, "Siapa bang?"

Pria itu mengedikkan bahunya.

"Baiklah, makasih bang." kata Arjuna dengan senyum tipisnya.

Pria itu mengangguk.

Arjuna melangkah pelan, benar-benar tanpa semangat sekali.

"Jun,"

Arjuna menghentikan langkahnya dan berbalik menatap temannya.

"Mulailah memaafkan dirimu, dan bersungguh-sungguhlah dalam taubatmu. InsyaAllah Dia pasti menolongmu."

Arjuna terdiam lalu kembali melangkah, tak ada tangapan darinya selain helaan nafas beratnya.

Buk!

Tiba-tiba saat Arjuna baru memasuki ruang pertemuan antara narapidana dan pengunjung, pria tampan itu mendapat hadiah sebuah pukulan. Polisi penjaga sempat datang namun Arjuna menghentikannya.

"Kenapa kau nyia-nyiain kesempatan kemarin?"

Pria itu tak lain Priko. Dia terlihat sangat marah.

"Kau tahu?! aku nyesel udh bantuin kau brengsek!"

"Aku minta maaf." lirih Arjuna.

Priko tersenyum meremehkan.

"Nggak guna maaf itu buatku Jun!"

Arjuna terdiam.

Priko mendengus, "Jelasin sekarang kenapa kau tidak datang padahal kau kemarin pergi kesanakan?"

Tomo menceritakan sedikit apa yang dia tahu kemarin kepada Priko.

Arjuna terdiam.

"Brengsek jawab aku!"

Priko mulai kesal pria itu menarik bajunapinya dengan penuh amarah.

"Aku tidak punya muka mengakui diriku sebagai ayahnya. Kau dengar! aku nggak pantas menjadi ayahnya!"

Arjuna terkekeh, "Aku penjahat, aku yang menghancurkan ibunya! aku yang membuatnya dihina sebagai anak haram! aku cuma napi! aku bukan siapa-siapa sekarang ....," Arjuna terduduk.

Air matanya jatuh.

"Aku ngggak pantas dipanggilnya ayah. Aku malu Prik ... aku malu ...."

Priko terdiam,dia lalu berdecak.

"Juna-"

"Aku tidak pantas jadi ayahnya." Katanya dengan tatapan yang sangat terluka.

Priko tidak pernah melihat Arjuna yang selemah ini. Arjuna terlihat sangat hancur, bahkan saat divonis 7 tahun penjara lima tahun lalu dia masih terlihat sangat tegar.

Priko menghembuskan nafasnya. Dia memegang kedua bahu Arjuna lalu menuntunnya untuk bangun. Saat mereka sudah sejajar, Priko menatap sahabatnya. Priko tersenyum tipis, Arjuna yang rapuh sekarang sangat mirip dengan kejadian dulu saat Arjuna masih berusia 10 tahun. Priko juga memberi senyuman tipis seraya menariknya kedalam pelukannya. Tangannya menepuk punggung Arjuna, persis saat ibunya pergi meninggalkannya. Dia rapuh.

"Jun, maaf karena aku baru menyadari perasaanmu ini. Tapi, kamu harus dengar seburuk apapun kamu, faktanya ada darahmu yang mengalir dalam nadi Alif."

Priko melepas pelukannya. Tangannya memegang bahu Arjuna, mengajak mantan adik iparnya menatap matanya.

"Tidak ada mantan ayah, kamu manusia yang bisa berbuat kesalahan. Maafkan dirimu, tebus semuanya dan cobalah perbaiki. Mungkin semua tidak akan kembali seperti dulu, tapiada pilihan untuk membuat semuanya lebih baik." Priko tersenyum.

Arjuna terdiam.

"Mungkin rahasia ini harus kamu tahu,"

Arjuna mengerutkan kening.

Priko menghembuskan nafasnya lalu duduk disalah satu kursi yang saling berhadapan.

"Tentang ibumu."

Rahang Arjuna terlihat mengeras.

"Dulu, ibumu pergi bukan tanpa alasan. Dia pergi karena tekanan dari nenekmu. Sebelum menikah dengan ayahmu ibumu memang seorang PSK dan salah satu pelanggannya adalah ayahmu. Duda kaya beranak satu."

Arjuna sangat tahu kisah memalukan ibunya itu, hal itulah juga yang membuat Arjuna membenci dirinya.

"Ayahmu membawa ibumu kerumahnya saat dia tahu ibumu memang melahirkan anaknya, saat itu usiamu 5 tahun. Awalnya semua tak percayakalau kamu memang anak dari ayahmu. Tapi tes DNA hasilnya 99% kamu adalah anak dari Utomo Smith Dharma. Ayahmu bahagia mengetahui fakta itu, tapi tidak anggota keluarga lain termasuk nenekmu. Dia memang tidak membencimu namun dia sangat membenci ibumu.

demi menghapus kenyataan ibumu sebagai mantan PSK selama 5 tahun kalian berdua disembunyikan dari sorotan publik. Namun saat ayahmu berencana menikahi ibumu saat usiamu 10 tahun nenekmu menemui ibumu. Seseorang tak sengaja melihat mereka berbincang, nenekmu bilang kehidupanmu akan dipandang hina jika fakta tentang pekerjaannya dulu terungkap."

Arjuna terdiam mengetahui fakta sebenarnya.

"Ibumu awalnya tegar, sampai nenekmu menceritakan saat kamu dihina di sekolah sebagai anak haram entah darimana isu itu menyebar disekolahmu. Ibumu terpukul, apalagi setelah kedatangan nenekmu dia melihat sendiri kamu dihina dia makin tersudut. Dan demi kehormatanmu dan masa depanmu, ibumu mengikuti keputusan nenekmu dia pergi, ayahmu mencarinya tapi ... ayahmu menjadi sangat marah saat menemukan ibumu kembali bekerja di rumah bordirnya dulu. Bahkan ibumu sengaja memperlihatkan betapa jalangnya dirinya. Semua itu dilakukan agar kalian membenci dirinya. Dia berhasil, namun hatinya hancur Jun. Dengan terpaksa dia harus meninggalkanmu, buah hatinya dan laki-laki yang dicintainya, ayahmu."

"Siapa yang menceritakan semua ini?" Arjuna terlihat terpukul.

Priko menghela nafas. "Dua tahun yang lalu aku bertemu dengan pengawal pribadi ibumu paman Putra. Kamu sangat mengenalnya bukan, dia juga yang menjagamu sewaktu kecil. Dia menceritakan semua fakta itu padaku dan dia juga yang menikahi ibumu dan menjaganya hingga akhir hayatnya."

Arjuna makin terlihat shok. Demi dirinya, ibunya rela melakukan segala hal itu, sedangkan dia selama ini membenci ibunya mati-matian. Arjuna sekarang makin membeci segala kebodohanya. Jelas ini karma atas kebencian dan dendamnya selama ini.

"Ibumu sudah meninggal Jun. Kamu sadar tidak, kalau posisimu sekarang hampir sama dengan posisi ibumu dulu. Sekarang apa kamu mau mengakhirinya dengan juga meninggalkan Alif?"

Arjuna mengusap wajahnya kasar.

"Kamu mau pergi dengan menanamkan kebencian kepada anakmu Jun? Maafkan dirimu dan perbaiki semuanya. Belum terlambat untuk menatanya kembali Jun."

Arjuna memejamkan matanya. "Sekarang aku bingung harus gimana Prik, aku sudah menyia-nyiakan kesempatan kemarin."

Tiba-tiba Tomo membuka pintu ruangan itu. "Masih belum siap-siap?"

Arjuna mengerutkan kening.

Tomo memutar bola matanya. "Ayo temui mereka sekarang,"

Arjuna mengerutkan kening, "Tapi surat izinnya?"

"Kemarin kau belum menemui mereka jadi otomatis surat izin itu ditunda, jadi hari ini kita berangkat lagi. Dan seleaikan semuanya."

Priko terkekeh. "Disini kau nemuin teman yang baik Jun, ayo siap-siap brengsek jangan kelamaan bengong."kata Priko seraya tertawa bersama Tomo.

***

Assalamualikum ...
Maaf banget baru update, minggu ini Tea banyak ngurusi orderan kalender, sama kerjaan yang lain jadi bener-bener padat.

Bantu Tea buat cek typo yah hehe maklum keyboardnya Tea bermasalah dan Tea gk sempet buat ngecek typo -3-

Buat yang tanya ceritanya beda yah dari yang versi lama?
Jawabanya yups.

Kenapa dirubah?
Karena saat baca versi lama -3- kok Tea ngerasa enak banget Juna, udah bikin rusak kehidupan Bunga langsung bisa dimaafin terus nikah? adeh... dia harus dapet hukuman diversi sekarang wkwkwk (author jahat)

Oya buat next part Tea nggak janji tanggal berapa tapi Tea usahakan dalam akhir bulan Januari lambat-lambat akhir februari lah hehe.

Terus Tea mau promote bentar yah ...
Buat kamu yang mau bikin logo, bikin kartu nama, atau mau bikin kalender custom bisa banget, langsung hubungi IG @tehseduh atau ke WA Tea 08993746057
bantu share yah ^.~ makasih all readers

Waalaikumsalam ...

Continue Reading

You'll Also Like

1M 116K 52
[PRIVATE ACAK! SILAHKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "NENEN HIKS.." "Wtf?!!" Tentang kehidupan Nevaniel yang biasa di panggil nevan. Seorang laki-laki yan...
382K 2.3K 4
Akurnya pas urusan Kontol sama Memek doang..
145K 9.1K 25
"Hestama berhak tahu kalau ada bagian dari dia yang hidup di dalam rahim lo, Run." Cinta mereka tidak setara. Pernikahan mereka diambang perceraian...
Istri Kedua By safara

General Fiction

146K 4.8K 39
nadilla di paksa menikah oleh suami orang untuk merawat suaminya yang mengalami kelumpuhan di seluruh badannya dan stroke selama 5 tahun ia di paksa...