[2] BAHASA RASA

By Miftastevadit

45.8K 2.8K 619

SEKUEL : [1] LUKA SEMESTA Blurb : Akhirnya, setelah melewati perjuangan yang panjang Rio bisa berdamai den... More

1 - Status Baru
2 - Quality Love
3 - Sekali-Kali jadi Suporter
4 - Sakit itu Mulai Naik Satu Level
5 - Berdamai dengan Masa Lalu
6 - Kembali Menjadi Keluarga
7 - Mengukir Kenangan Bahagia
8 - Kejutan
9 - Duet Romantis
10 - Demi Kebaikan, Katanya
11 - Kolaps
12 - Youre My Best Brother
13 - Ayo Bangun, Bocah Nakal!
14 - Usaha Seorang Kakak untuk Melindungi Adiknya
15 - Sebut Saja ini, Ikatan Batin
16 - Hidup ini Seperti Roller Coaster
17 - Perihal Ku Ingin Hidup
18 - Ayah Mau Jemput Rio ya?
19 - Menjadi Egois
20 - Strategi Dadakan Cakrawala
21 - Pesona Kapten Basket Cakrawala
22 - Menciptakan Kesan Bahagia
23 - Pedih yang Tak Terucap
24 - Ketika Sepi Mengusik Rindu
25 - Lo Bukan Sahabat Gue Lagi
26 - Menanggung Konsekuensi
27 - Menolak Lupa
28 - Tentang Sebuah Kehilangan
29 - Hilang
30 - Jangan Jadi Manusia Sok Kuat
31 - Sebuah Salam Perpisahan
32 - Demi Seseorang yang Dicintai
33 - Biarkan Semesta Bekerja
34 - Tidak Lagi Bisa Sembunyi
36 - Akhirnya Bertemu
37 - Ketika Sahabatmu Rapuh
38 - Meninggalkan Atau Ditinggalkan
39 - Brother Talk
40 - Nanti Kita Cerita Tentang Hari ini

35 - Persahabatan Kita Taruhannya!

1K 79 66
By Miftastevadit

Ada kalanya diam menjadi satu-satunya cara untuk menjaga kewarasan jiwa-jiwa yang Lelah akan hidup mereka.

Ada kalanya diam menjadi satu-satunya hal yang bisa dilakukan untuk memulihkan diri ataupun sekedar singgah dalam keputusasaan sebelum takdir membawanya untuk menyerah, ah ralat lebih tepatnya dipaksa menyerah.

Yaaah, begitulah

Sama seperti yang tengah Ia lakukan sekarang.

Terhitung tiga hari sudah Rio menjalani perawatan tanpa mengizinkan siapapun datang menemuinya, tentu saja aturan itu tidak berlaku bagi Dokter, suster dan satu manusia lain yang selalu punya cara untuk menyelinap dalam kamarnya dengan bantuan sang Ayah, Yah... siapa lagi kalau bukan Debo.

Meski Rio sudah melakukan banyak cara untuk mengusirnya keluar, Debo selalu punya cara untuk membuat mereka akhirnya menghabiskan malam diruangan yang sama meski kebersamaan itu sudah hilang.

"Hai, yo... sorry, hari ini gue nggak bawain apa-apa ya. Remuk banget abis sparring sama tim yang kakinya patah sebelah. Aturan kalau lo mau cabut tuh kode dulu kek, apa kek, sumpah ya tadi tuh tim lo timpang banget."

Hening...

"Seperti biasa, Pak Duta pasrah Cakka buat mimpin latihan dan yaaa... as you wish! gue yakin lo tahu gimana si cicak komandoin temen-temennya disaat kayak gini. Mereka nggak baku hantam aja udah syukur."

Debo merebahkan tubuhnya di sofa, mencari posisi wenak untuk mengistirahatkan badan yang habis kena gempur seharian. Bagaimana tidak? Dalam satu minggu kebelakang kesemua aktifitasnya sangat menguras tenaga dan pikiran. Salah satunya ya ini, berusaha menghancurkan ego manusia paling ajaib di dunia.

Harusnya, disaat seperti ini support keluarga dan orang-orang terdekat sangat dibutuhkan. namun yang terjadi disini adalah sebaliknya.

Setelah mendengar vonis dokter jika syaraf di otot kakinya mulai mengalami disfungsi, Rio tampaknya pasrah, seolah sudah tahu ini akan terjadi bocahnya malah biasa saja, padahal diruangan yang sama Pak Tama dan Bu Manda yang turut mendengarkan penjelasan dokter berusaha sekuat tenaga untuk saling menguatkan meski nyatanya yang terjadi tidak demikian.

"Yo..." Debo kembali memulai obrolan masih dengan merebahkan badannya di sofa.

"Mau sampai kapan sih lo kayak gini? Nggak kasihan sama Bunda? sama Ify? Lo nggak mikirin perasaan mereka kayak gimana?" tahu tidak akan dibalas dengan mudah, Debo melanjutkan monolognya. yaa... kalaupun suaranya tidak terbalas setidaknya Rio cukup tahu diri untuk mendengarkannya hingga telinganya kebas.

"Nggak ada faedahnya tahu nggak! buat apa coba sok-sokan ngilang disaat kalian tuh sebenernya sama sama butuh. stok alibi gue udah mau abis kalau lo mau tahu!"

"Sorry..."

Debo mencebik tak kentara, ternyata benar. dia butuh banyak amunisi untuk membuat Rio bicara. "Basi. Ngapain minta maaf kalau pikiran gila lo itu nggak bisa ilang? Percuma!"

"Sorry, De..."

"Astaga! nggak bisa ya kita ngobrol baik-baik?"

Rio menggeleng.

"Kenapa?"

"Udah cukup semua yang lo lakuin buat gue, udah cukup gue bikin lo susah, gara-gara gue lo jadi serba salah sama semuanya"

"Anjir, ngomong apa sih lo!"

"Gue serius"

Debo hanya bisa menggelengkan kepala, ide-ide brilliant sepanjang masa hilang begitu saja dari pikirannya dan entah dimana itu semua sekarang.

"Terserah lo mau berkilah kayak apa, tapi yang jelas gue nggak akan tinggal diam. Sorry to say, Yo. Gue nggak cukup tangguh ngebiarin mereka berspekulasi buruk tentang lo!"

"Gue nggak peduli kalau itu."

"Terserahlah!" Sahut Debo cepat, mengimbangi pesimisme seorang Mario Aditya adalah tindakan gila yang membutuhkan kekuatan dan kewarasan luar biasa.

Jika tidak ingat janjinya kepada sang ayah untuk memastikan kondisi Rio tetap stabil, mungkin mereka sudah baku hantam.

***

Cakka melempar kerikil ditangannya tanpa kekuatan, sudah dua jam lebih dia menyendiri disini, di tepi danau tempat biasa para sahabatnya berkumpul.

Runyam.

Satu kata yang mampu menggambarkan betapa ruwetnya isi kepala pemuda itu sekarang. Ia butuh seseorang untuk bersandar, namun dia tidak bisa egois.

Agni sedang menjalankan misi solidaritas dirumah Ify bersama para gadis yang lain, Sementara Alvin dan Gabriel kompak tidak bisa dihubungi.

Cakka paham, situasi tidak menyenangkan ini terjadi pada semuanya, luka mereka semua mungkin sama, kekhawatiran mereka juga mungkin sama, atau bahkan lebih besar.

Permintaan Ify hari itu seolah tidak pernah ada, segalanya jadi makin rumit sejak Rio benar-benar menghilang lengkap dengan segala tingkah konyolnya.

Panggilan dan pesan yang beberapa hari ini sering muncul di pop up ponselnya juga ikut menghilang.

Fix.
Kali ini Rio benar-benar gila.

"Keindahan danau ini bisa berkurang kalau batuannya lo buangin terus kayak gitu"

Cakka menghela nafas panjang, suara sopran Gabriel bisa dikenalinya dengan jelas tanpa menoleh kebelakang. "Kok lo bisa disini, Yel?" komentarnya.

"Alvin sama Debo juga lagi di jalan mau kesini."

"Lah? Ngapain? Rio udah balik ya? Dia ngajak kita ketemuan?"

Gabriel mendesah kentara, "Lebih tepatnya, Debo yang ngajak kita ketemuan disini. Katanya ada hal penting yang harus diomongin."

Cakka mengangguk. Untuk saat ini, tidak ada hal menarik baginya selain daripada mengetahui keberadaan Rio dan alasan mengapa semua ini harus terjadi.

***

Pesta bantal di rumah Ify malam ini habis dengan sesi curhat ciwi-ciwi yang turut gundah gulana melihat pacar-pacar mereka seperti kehilangan semangat hidup.

Iya.

Mereka tahu, empat sekawan ini memang sudah bersahabat sejak lama, mereka paham permasalahan kali ini terlalu berat, tidak bisa diselesaikan hanya dengan sparring basket seperti biasa. Dan yang paling menyebalkan adalah mereka tidak bisa berbuat banyak, berbagai upaya yang sudah mereka lakukan sampai hari ini nihil adanya.

"Sorry ya, girls... Atas nama Rio lagi-lagi gue minta maaf. Gara-gara aksi bohongnya Rio yang sebenarnya nggak ada niatan buruk sama sekali kapan hari kalian jadi ikutan repot kayak gini. Jujur, Gue binggung harus ngapain lagi. belakangan ini Rio juga nggak seterbuka biasanya sama gue, ini aja udah seminggu dia nggak ada ngabarin gue, sama sekali." Ify membuka suara setelah cukup lama mendengarkan curhatan para sahabatanya perihal kelakuan Alvin dkk yang tidak seperti biasa.

Dan hal ini rupanya berlaku juga untuk Rio yang presensi dan kabarnya kembali hilang sejak Ia tidak datang di latihan.
Pesan dari Debo juga terlalu ambigu untuk menjawab pertanyaan dimana Rio berada sekarang.

Meski demikian, Ify cukup tahu diri. Dia tidak bisa menutup mata jika semua kekacauan ini terjadi karena tindakan kekasihnya yang tidak bisa ditebak, menurut pengakuan Rio dia hanya tidak ingin membuat teman-temannya panik jika tahu dirinya sedang collaps sehingga dia mengakhiri insiden tak terduga itu dengan candaan. Namun siapa sangka mereka justru marah, tidak terima dan menyalahkan tindakannya.

Selanjutnya, persahabatan mereka menjadi rumit sampai hari ini.

"Nggak apa – apa kali, Fy... kita bisa ngerti kok. Aku tahu banget Rio dan Iyel dari kecil kayak gimana, meskipun aku bingung sama sikap yang Rio ambil sekarang tapi dia ngelakuin ini itu pasti ada alasannya. Rio bukan tipe manusia dengan ego tingkat dewa kayak yang gue tonton di film-film, kok. Gue yakin itu" Sivia menepuk lengan Ify mencoba menguatkan.

Agni melakukan hal yang sama, "Bener banget, baru kali ini gue lihat Cakka sefrustasi itu waktu nyeritain persahabatannya sama Rio. Baru kali ini juga gue lihat sisi lain Cakka yang ternyata lebih rapuh dari yang gue bayangin. Yaa, gue pikir manusia sepede dan segila Cakka nggak akan sebegitunya sama masalah beginian, tapi ternyata gue salah"

Shilla yang posisinya tepat di samping Ify merangkul lembut, mencoba memberikan energi positif, "Mungkin cerita versi Alvin emang beda sama yang tadi lo bilang. Tapi terlepas dari itu semua, pokoknya kita harus semangat buat bikin mereka baikan. Gue yakin mereka bisa renggang kayak gini juga karena rasa sayang mereka satu sama lain itu gede banget"

"Setuju, Shill. Kita harus bisa buat mereka baikan pokoknya, wajib banget nih, Fardhu 'ain." sahut Agni semangat.

"Siap, laksanakan!"

Ify mengulum senyum senang melihat bagaimana mereka menyikapi permasalahan ini, semangat mereka yang terasa begitu kuat seakan terdeliver kepadanya yang mulai kehilangan pijakan.

Demi teman-temannya, tentu saja Ify harus kuat.

***

Debo, Alvin, Cakka dan Gabriel duduk sejajar di tepi danau ditemani remang-remang lampu taman dan minuman dingin yang dibeli Debo di perjalanan.

"Diminum, gengs..." Debo mengintrupsi keheningan yang tercipta beberapa menit kebelakang sejak dia datang.

Sungguh, cobaan sekali menjadi waras diantara manusia-manusia dengan luka tak bertuan seperti mereka saat ini.
Akward banget suasananya.

"Bisa nggak, basa-basinya di skip dulu? Gue lagi males ngelawak soalnya."

Skakmat.
Komentar datar Cakka mematahkan kehangatan yang coba dia bangun sebelum pembicaraan ini dimulai, namun gagal. Bukannya melebur, keheningan yang tercipta diantara mereka justru semakin pekat.

"Hmmm... i... ini ee... gimana ya gue ngomongnya." Debo menggigit bibir dalamnya, maksud hati ingin merangkai kata sebaik mungkin semakin keras ia mencoba, semakin buntu ide-ide di kepalanya.

"To the point ajalah!"

"Kul!"

"So, hal penting apa yang mau lo omongin sampai kita harus kesini segala?" Gabriel kembali memulai obrolan yang sempat terjeda.

Debo mengambil ponsel di saku celananya, membuka galeri kemudian menunjukkan sebuah foto yang diambilnya diam-diam semalam.

"Ri... rio? Itu Rio kan?" Alvin merebut ponsel Debo dan melihat foto itu dengan seksama.

Ah, meskipun wajah di foto itu tertutup masker oksigen, Alvin cukup yakin jika itu adalah sosok yang mereka cari.

"Coba sini, Vin..." Cakka mengambil alih ponsel Debo, mendekat pada Gabriel dan memastikan sekali lagi potret siapa disana.

Tidak salah lagi, itu pasti Rio.

"Ri... rio kenapa, De? Dia baik - baik aja kan? Di rumah sakit mana dia? Siaga medika ya? Hayuk buruan samperin!" Cakka nyaris berdiri namun ditahan Alvin.

Pertanyaan beruntun Cakka mungkin sama dengan yang ingin Ia tanyakan tapi melihat gestur tubuh Debo yang tidak biasanya membuatnya urung melanjutkan aksi itu.

"Kasih tahu kita apa yang sebenarnya terjadi, De! Gue yakin lo tahu!"

Debo semakin dalam menundukkan wajahnya, bingung luar biasa.
Di satu sisi dia sudah janji untuk menjaga rahasia.
Tapi disisi lain dia takut diamnya hanya akan membuat Rio semakin menyerah.

"Kata Papa, Om Tama bawa Rio ke UGD sabtu pagi dengan kondisi demam tinggi, muntah, kejang sampai nggak sadarin diri. Enam jam pasca penanganan, Rio nggak membaik dan Papa nyuruh dia rawat inap. Makanya dia nggak bisa datang latihan"

Semuanya diam, sibuk dengan pikiran masing-masing sembari mendengarkan Debo cerita.

"Malamnya gue kesana dan waktu itu posisinya Rio lagi collaps, saturasinya terus turun sampai harus dibantu masker oksigen dan alat lainnya. Malam itu juga gue nginep disana sama Om Tama dan Tante Manda. Disitulah gue akhirnya janji buat nggak bilangin kejadian ini ke siapapun karena Rio juga minta itu ke Papa Mamanya." Debo menghela nafas dalam sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Rio kritis dua hari, saat itu selain staf dan dokter nggak ada yang boleh masuk sampai di hari keempat Rio udah sadar dan kondisinya mulai stabil meski ada sedikit gangguan, kaki Rio mengalami disfungsi yang membuat dia nggak bisa jalan dulu untuk sementara waktu--

"Apa lo bilang!"

"Tunggu, gue belum selesai..."

"Oke."

"Gue pikir setelah denger vonis dokter Rio bakal histeris, gue udah masang badan tapi ternyata Rio malah tenang banget kelihatannya. Dia bersedia melakukan serangkaian tes untuk memastikan tindakan lanjutan pada kakinya. Sampai puncaknya dia bilang sama Papa kalau dia mau isolasi aja, dia nggak mau dijenguk sama siapa-siapa."

"Tadinya gue pikir, ini cuma emosi sesaat aja. Sampai dua hari kemudian gue maksa masuk dengan koneksi Papa tapi gue diusir. Gue coba lagi entah berapa kali sampai akhirnya dia kayak masa bodo gitu tapi berapa lamapun gue disana dia sama sekali nggak balas obrolan gue, gue dicuekin, mau gue nginep disana, mau gue ceritain keadaan disekolah kek, doi nggak ngerespon apa-apa. Bahkan, pas dia kambuh dan gue ada disana, dia sama sekali nggak minta tolong apapun. Finnaly, gue mikir kalau dia emang sengaja menutup diri dari semua orang"

"Itulah sebabnya gue minta kalian semua kesini, gue nggak sanggup lihat Rio kayak gini terus. Gue takut Rio beneran nyerah dan milih buat ninggalin kita. gue berharap dengan kalian baikan, Rio bakal punya misi buat bertahan. Meskipun Papa bilang treatment yang dia jalanin tiga bulan kemarin nggak berhasil, setidaknya dia nggak akan ngerasa sendirian kayak sekarang."

"Yaudah kalau gitu buruan kita kesana, gue mau ketemu Rio. Gue janji nggak akan ngapa-ngapain dia!" Ujar Cakka cepat, jangan tanya bagaimana perasaannya sekarang.

"Nggak bisa, Cakk. Jam besuk udah habis. Nggak bisa kalau kita kesana keroyokan jam segini. Lagian, gue harus ngomong dulu sama Rio tentang gue kesini, gue nggak mau dia shock, ngusir kalian paksa dan malah ngedrop lagi kayak yang udah - udah. Bisa ilang koneksi dari Papa kalau sampe itu terjadi."

"Oke, jadi?" Kali ini suara Alvin.
Sejak tadi Ia hanya menyimak sambil meremas botol minum yang sudah tandas isinya hingga tak berbentuk.
Dari banyaknya kata yang tertahan hanya itu yang bisa keluar. Lidahnya kelu untuk bicara, meski berbagai kemungkinan mulai bercabang dikepala.

"Gimana kalau hari minggu besok? Gue akan ajak Rio ke Taman belakang Rumah sakit, kalian bisa kode gue kalau udah pada nyampe sana. Kali ini cukup bertiga aja ya, gue takut Rio nggak siap kalau ada cewek-cewek disana. Ify juga belum gue kasih tahu soalnya."

Alvin dan Cakka akhirnya mengangguk.

"Gimana, Yel?" Debo menepuk pundak gabriel pelan.

"Gue nggak nyangka, ternyata adik gue sebegitu menderitanya ya... sekarang gue baru ngerti, kenapa Papa minta gue tanda tangan berkas-berkas yang gue nggak ngerti isinya apa. Harusnya gue cukup tahu kalau cuma Rio yang mampu ngerencanain ini semua. Siapa lagi yang bisa ngelakuin hal segila itu selain dia, kan?" Bukannya menjawab pertanyaan, Gabriel malah mengeluarkan spekulasi masuk akal yang berputar di kepalanya setelah mendengarkan Debo bercerita panjang lebar.

Lagipula, apa yang bisa dia lakukan?
Papa dan Mamanya juga pasti berat harus menyembunyikan banyak hal dari dia. Mana mungkin dia tega mempertanyakan semua ini pada mereka meski hatinya sangat ingin tahu.

Tepukan lain di pundaknya membuat Gabriel menoleh, ah hampir saja dia lupa jika dia tidak terluka sendirian.

Continue Reading

You'll Also Like

2.7M 133K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
PUNISHER By Kak Ay

Teen Fiction

1.3M 116K 44
"Kenapa lo nolongin gue, hm? Kenapa nggak lo biarin gue mati aja? Lo benci 'kan sama gue?" - Irene Meredhita "Karena lo mati pun nggak ada gunanya. G...
1.1M 44.2K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
1.5M 129K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...