Lichtwood Academy

By Friska_Frozosky

40.6K 2.6K 62

Calistia Evelyn tidak pernah menyangka bahwa dirinya diberi kesempatan untuk menjalani pelatihan penyihir di... More

LA. 1
LA. 2
LA. 3
LA. 4
LA. 5
LA. 6
LA. 7
LA. 9
LA. 10

LA. 8

4K 230 21
By Friska_Frozosky

Sebagai permintaan maaf karena telat buat update, aku panjangin cerita yang ada di part ini.

Jangan lupa VotMent ya!!! Dukungan kalian akan sangat berarti buatku!

Okey, happy reading!!

_______________________________________________________________

Aku tidak tahu apakah aku sedang beruntung ataukah sebaliknya.

Sekarang sudah jam sebelas malam. Dua jam telah berlalu. Dan selama dua jam pula aku duduk di sofa di ruang santai asramaku, dengan dua cangkir coklat hangat yang sudah mendingin (Sebenarnya tinggal secangkir, karena cangkir milikku sudah lama kosong), dan memperhatikan orang yang selama dua jam ini duduk di hadapanku.

Dua jam bukanlah waktu yang singkat. Di tambah aku yang hanya memperhatikan orang di hadapanku. Terasa sangat lama.

Biar kuperjelas sekarang juga. Orang ini (tepatnya gadis ini) yang mengetuk−apa boleh kusebut menggedor?−pintu kamar asramaku, dan membuatku terus terjaga sampai saat ini.

Sejujurnya, kesadaranku sepertinya tidak akan bertahan lebih lama lagi. Mataku lama-kelamaan terasa semakin memberat. Di tambah lagi tubuhku yang sudah sangat letih dan kehabisan energi setelah berlatih bersama Darius. Aku benar-benar sangat mengantuk.

Bisa saja dari awal aku tidak mengijinkan gadis ini masuk ke kamar asramaku. Bisa saja dari awal aku langsung menanyakan maksud kedatangannya kemari, menjawab singkat, menutup pintu, dan kembali bergelung dalam selimut dan mengistirahatkan tubuhku yang sudah sangat letih.

Tapi semua itu tidak aku lakukan. Jika ditanya alasannya, jawabannya sederhana.

Aku merasa kasihan terhadap gadis itu

Yap. Kasihan. Bagaimana mungkin aku tidak kasihan, bila ada gadis yang umurnya lebih muda dariku, dengan tubuh gemetar karena baju yang dikenakannya basah kuyup, menangis didepan pintu kamarku?

Karena rasa kasihan itu, aku tidak membentak gadis itu karena telah mengganggu istirahatku, aku bahkan tidak menanyakan alasan kedatangan gadis itu kemari, tetapi langsung menarik gadis itu masuk ke dalam kamar asramaku.

Dan disinilah gadis itu berada. Dengan cangkir berisi coklat panas yang tidak disentuhnya sama sekali, mengenakan baju yang kupinjamkan untuknya, dan terbungkus selimut yang membalutnya seperti kepompong.

Yah, kecuali bahwa dia telah menangis selama dua jam tanpa henti. Aku tidak bermaksud untuk menghinanya. Aku hanya terpana melihatnya menangis dengan air mata yang mengalir tanpa henti dan belum terlihat lelah atau tampak tanda untuk berhenti.

Karena merasa bahwa waktu dua jam telah cukup untuk bermuram durja, aku memutuskan untuk mulai berbicara.

"Maafkan aku jika aku mengganggumu, tapi aku ingin tahu apa kau baik-baik saja?" aku baru sadar makna pertanyaan itu setelah kata-kata itu meluncur keluar dari mulutku. Calistia bodoh. Tidak mungkin ia tampak baik-baik saja. Benar-benar pertanyaan yang konyol.

"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud−"

"Aku baik-baik saja" jawab gadis itu. Aneh sekali. Aku merasa ada sesuatu yang lain dari gadis ini, tapi aku tidak tahu apa.

Aku tahu dia tidak baik-baik saja, tapi tidak kuhiraukan fakta itu.

"Jadi, bisakah kau menjelaskan alasanmu datang kemari? Dan, aku tidak tahu siapa kau. Kita sepertinya belum pernah bertemu sebelumnya" aku mencoba mengingat-ingat kembali apakah aku pernah bertemu gadis ini, dan aku yakin sekali bahwa aku baru bertemu dengannya malam ini.

Gadis itu masih berusaha untuk menenangkan dirinya ketika menjawab. "Tentu saja kita belum bertemu sebelumnya. Selama tiga hari ini aku tidak ikut pelatihan. Jadi kita baru dapat bertemu malam ini" jawabnya sambil mengusap matanya yang basah.

"Lalu, mengapa kau datang kemari?" raut bingung masih membayangi wajahku.

"Sebelum menjawab pertanyaan itu, izinkan aku memperkenalkan diri terlebih dahulu". Gadis itu kemudian berdiri, dan dengan gestur yang hanya dapat dilakukan oleh seorang bangsawan dengan latihan selama bertahun-tahun, gadis itu membungkuk dengan keanggunan bak seorang putri.

"Perkenalkan. Namaku Aria Athela. Lady of Melody  dan Pewaris takhta kerajaan Zellyndor." pernyataan gadis itu lebih merupakan tanda peringatan bahaya bagiku daripada sebuah perkenalan.

Setelah diam beberapa saat−akibat syok mengetahui bahwa gadis yang berdiri di hadapanku ini bukan saja seorang putri tapi juga seorang calon ratu−aku segera bergerak untuk bersujud di hadapan gadis ini, yang kemudian terhenti ketika gadis itu melambaikan tangan menyuruhku untuk kembali ke posisiku semula.

Aku kembali mengingat kejadian yang sangat membuatku takut pada situasi ini. Ingatan itu masih terasa segar, seakan baru saja terjadi kemarin. Tapi nyatanya kejadian itu sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu. Di panti asuhan, saat aku berumur delapan tahun.

Panti asuhan tempat aku tinggal dulu berada di dekat kediaman para penyihir bangsawan. Dari sumbangan para bangsawan yang murah hati itulah, panti asuhan tempat aku dan anak-anak lain yang merupakan sebatang kara dapat hidup cukup dan dapat menyokong dana untuk melatih anak yatim piatu di panti asuhan itu agar dapat menguasai sihir dengan tingkatan yang cukup. Kehidupan kami saat itu sangat nyaman dan berkecukupan, bahkan untuk para anak yatim piatu seperti kami.

Hingga sebuah kecelakaan yang merubah kehidupan kami, dan juga panti asuhan tempat kami bernaung.

Hari itu merupakan akhir musim panas, tapi tanda-tanda akan musim gugur tiba dengan cepatnya tahun itu. Daun-daun mulai menampakkan warna-warna musim gugur. Udara menjadi lebih sejuk dari biasanya.

Saat sore hari aku bersama Jade, dan anak-anak panti asuhan lainnya bermain di lahan kosong di sebelah timur panti asuhan yang dibuat menjadi taman kota. Sore itu terasa sangat menyenangkan. Udara yang sejuk dan cahaya matahari sore yang tidak terlalu menyilaukan, karena tertutup awan. Ditambah lagi saat-saat bermain di taman itu merupakan hal yang selalu kami nanti-nantikan. Apalagi setelah tugas membersihkan rumah dan kelas sihir yang diadakan tiga kali seminggu, membuat tenaga dan pikiran kami dapat pulih kembali setelah konsentrasi dan usaha yang kami keluarkan selama latihan.

Kami merasa begitu bebas. Kami merasa seperti anak-anak pada umumnya. Walaupun tidak memiliki orang tua tetapi kami bisa merasa bahagia bersama.

Dari kejauhan dapat terlihat Bibi Marlyn, Bibi Rosalyn, dan para pengurus panti asuhan yang sedang mengawasi sambil bersenda gurau. Sedangkan aku mengikuti Jade melakukan percobaan sihir dengan tumbuhan yang ada di taman itu.

Saat itu Jade sudah mampu mengontrol kemampuan sihir yang dimilikinya, walaupun masih belum sempurna. Pelatih yang mengajar sihir di panti asuhan saat itu mengatakan: 'untuk penyihir seumuran kalian, yang diperlukan untuk menguasai kemampuan sihir adalah sifat tenang dan fokus'

Yah, aku tidak terkejut jika Jade dapat menguasai kemampuan sihir yang dimilikinya dengan cepat. Tidak seperti kebanyakan anak-anak lain yang begitu bersemangat dan menggebu-gebu dalam mempelajari ilmu sihir, Jade selalu bersikap tenang karena itu merupakan sifatnya yang sudah kukenal sejak aku pertama kali berteman dengan laki-laki itu.

Berbanding terbalik denganku. Saat itu aku merupakan satu dari sekian banyak anak yang tidak mampu menggunakan sihir. Sekeras apa pun kami mencoba, hasilnya tidak pernah berubah. Kami tidak dikucilkan, hanya saja dengan menyadari fakta bahwa kami tidak bisa menggunakan sihir merupakan alasan utama kami dibuang ke panti asuhan.

Saat bayi penyihir lahir, tabib yang berperan dalam proses kelahiran juga bertugas untuk memeriksa apakah bayi itu sehat atau memiliki cacat pada tubuhnya. Cacat tidak hanya dari fisik luar bayi itu saja, tapi juga dari dalam tubuh bayi itu juga.

Tabib itu akan memeriksa apakah aliran mana yang berada dalam tubuh bayi itu dalam keadaan lancar atau terganggu. Bila bayi itu tidak memiliki cacat baik di dalam maupun di luar tubuhnya, maka orang tua bayi itu akan mengakui si bayi sebagai anak dan membesarkannya. Tetapi bila bayi itu memiliki cacat, walau hanya sedikit saja, maka orang tuanya akan membunuh si bayi yang dianggap merupakan sebuah aib dan tidak layak untuk diakui sebagai anak mereka.

Atau, bila mereka tidak membunuh bayi itu, maka si bayi akan dibuang ke panti asuhan. Dan itulah yang terjadi pada kami, anak-anak yang tidak mampu menguasai kemampuan yang sudah mendarah daging dalam diri kami.

Untungnya ada Jade yang selalu peduli padaku. Dia sudah menjadi figur seorang kakak yang selalu melindungiku. Dan memang itulah yang dikatakannya. Keinginan Jade untuk memperdalam ilmu sihir tidak lain agar dia bisa menjadi seorang tabib yang dapat menyembuhkan kecacatan yang dialami oleh kami yang kemampuan sihirnya tidak berfungsi, merupakan keinginannya yang kedua setelah menjadi pelindungku yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri.

Aku masih mengikuti Jade dan memperhatikannya bagaimana dia dengan konsentrasinya mampu mempercepat pertumbuhan tunas tanaman yang baru berumur beberapa hari. Sesekali aku bertanya pada Jade, nama tumbuhan yang ada ditaman itu. Beberapa bisa dijawab dan yang lainnya hanya mendapat gelengan tanda laki-laki itu tidak tahu. Kami begitu asyik dengan kegiatan kami, sampai harus terhenti oleh ledakan dibelakang kami.

Dengab tergesa-gesa, aku dan Jade menuju taman tempat ledakan tersebut berasal, dan apa yang kulihat disana masih membuatku ngeri hingga saat ini. Bahkan hanya dengan membayangkannya.

Di sana, berdiri seorang anak perempuan dengan rambut kusut berwarna hitam karena tertiup angin dan mata yang membeliak ketakutan dan rona pipi yang pias. Bau gosong tercium dengan kuat, berasal dari tubuh kecil yang tidak dapat dikenali karena sudah hangus terbakar.  

Suasana menjadi begitu sunyi. Mata semua orang membeliak syok dengan apa yang terlihat dalam indra penglihatan mereka. Semua orang membeku, tidak ada yang bergerak. Sampai terdengar suara langkah kaki dan teriakan seorang wanita.

Wanita itu langsung berlari menghampiri tubuh yang sudah rusak itu. Tidak peduli dengan gaun sutra berwarna gading yang kotor karena terkena tanah dan sangkar gaun yang miring. Wanita itu langsung meratap pilu menyentak tubuh yang terbakar itu walaupun tangannya menjadi merah karena melepuh. Tapi wanita itu tidak peduli. Bahkan pada riasannya yang luntur karena air mata yang mengalir deras. Membuat rupa wanita itu terlihat mengerikan.

Setelah tangisan yang menyayat hati, wanita itu langsung bangkit dan mengarahkan pandangannya kebelakang, ke arah gadis berambut hitam yang menatap wanita itu seperti menatap kematian yang telah menunggunya.

Wanita itu melangkah mendekati gadis itu, dan bahkan di umurku yang masih delapan tahun, keinginan wanita itu tampak jelas dari tatapannya. Wanita itu akan membunuh gadis itu. 

"Dasar anak sialan!!! Kau sudah membunuh anak laki-lakiku. Pewarisku satu-satunya. Anakku yang tampan dan berbakat... Dia seharusnya bisa menjadi penyihir yang hebat dan membanggakan keluarga! Tapi semua itu musnah tanpa sisa karena ulahmu! DASAR ANAK HARAM TAK TAU DIUNTUNG. LEBIH BAIK KAU MATI DAN MUSNAH MENJADI DEBU! ANAK TIDAK TAU DIRI. AKU AKAN MEMBUNUHMU!" , perkataan wanita itu begitu menusuk bahkan sampai membuatku merinding. Semua orang menjadi senyap, bahkan angin pun seakan takut dengan amarah yang memancar dari diri wanita itu.

Begitu wanita itu menyelesaikan perkataannya, udara terasa menjadi berat. Aku mendengar Jade berbisik di sampingku, menggumamkan kata 'mana'. Wanita itu kemudian menutup matanya. Kilau energi tampak mengelegak di sekeliling wanita itu, dan di atas tanah tempat kakinya berpijak lingkaran sihir berwarna ungu dengan simbol-simbol yang tidak kuketahui mulai berpendar.

Semua orang menyaksikan dengan mata membeliak ketika wanita itu mulai merapalkan mantra. "Dengan amarah yang bersarang dalam hatiku, dan duka yang mendalam untuk anakku yang telah mati tewas dibunuh, aku memanggil badai dari kegelapan. Datang dan hancurkan orang yang membinasakan putraku hingga menjadi debu, dengan nyawaku sebagai imbalannya."

Setelah mengucapkan kata-kata itu, langit yang berwarna kemerahan akibat mentari menjadi suram tiba-tiba. Awan kelabu berkumpul dan bergulung-gulung dengan liar. Kilat berwarna merah tampak memancar dari awan itu. Dengan bertambah terangnya lingkaran sihir yang mengelilingi wanita itu, kilat yang menyambar menjadi kian ganas.

Aku beringsut ketakutan dalam dekapan Jade, menatap gadis yang berada di lapangan, terlihat ngeri dengan apa yang akan menjadi garis takdir bagi penyihir api itu. Mata gadis itu yang berwarna merah menyala bak api yang berkobar, terlihat liar saat menatap orang-orang disekitarnya dengan air mata yang terus mengalir dengan deras. Memohon untuk diselamatkan.

Tapi tidak ada siapapun yang mampu untuk menolongnya. Para penyihir bangsawan yang awalnya syok dengan perbuatan gadis itu yang membakar seorang anak dari kalangan atas menatap gadis itu dengan tatapan dingin. Terlihat menuduh karena mereka mengganggap bahwa kejadian ini merupakan kesalahan gadis itu sepenuhnya. Sedangkan penyihir biasa dan anak-anak dari panti asuhan hanya bisa terdiam ketakutan dan menangis melihat apa yang akan terjadi pada gadis itu nantinya. Kematian yang akan segera menjemputnya.

Lingkaran sihir di tempat wanita itu berpijak semakin bersinar, dan berubah menjadi cahaya yang membutakan bersamaan dengan kilat berwarna merah yang melesat kencang menuju bumi...

Ketika ledakan itu berakhir, asap memburamkan pandangan orang yang ada di taman itu. Dan saat asap telah hilang dari pandangan, pandanganku pertama kali tertuju pada wanita yang sudah tidak bernyawa itu. Rona kehidupan telah menghilang dari wajahnya dan badannya telah kaku dan berangsur-angsur berubah menjadi debu.

Dan ketika pandanganku beralih ditempat gadis yang tadi berdiri ketakutan disana, yang terlihat hanyalah abu gosong tanpa bekas. Tidak lama setelahnya terdengar teriakan dan isakan begitu keras, milik seorang gadis yang terlihat mirip dengan gadis yang telah mati untuk membalas kesalahan yang telah dibuatnya, dengan rambut berwarna coklat kemerahan, menatap dengan mata penuh dengan kesedihan dan juga sepercik kebencian di tempat penyihir muda itu mati dengan tragis.

________________________________________________________

Minggu, 29 Januari 2017















Continue Reading

You'll Also Like

269K 22.8K 21
Follow dulu sebelum baca 😖 Hanya mengisahkan seorang gadis kecil berumur 10 tahun yang begitu mengharapkan kasih sayang seorang Ayah. Satu satunya k...
3.7M 359K 95
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
1.5M 78.3K 41
(BELUM DI REVISI) Aline Putri Savira adalah seorang gadis biasa biasa saja, pecinta cogan dan maniak novel. Bagaimana jadi nya jika ia bertransmigra...
866K 75.6K 33
Ini adalah kisah seorang wanita karir yang hidup selalu serba kecukupan, Veranzha Angelidya. Vera sudah berumur 28 tahun dan belum menikah, Vera buk...