The Lady Killer (After Marria...

By zennyarieffka

259K 18.2K 1K

**** REPOST SAMPAI TAMAT**** Pernikahan bukan menghentikannya menjadi sosok Lady Killer, Sosok yang banyak di... More

Prolog
Chapter 1 - Kembali Bertemu
Chapter 2 - Bertemu Dia
Chapter 3 - Siapa Jonathan?
Chapter 4 - Tak dapat Jujur
Chapter 5 - "Dia Mantanku"
Chapter 6 - Hanya Kamu
Chapter 7 - Pilihan yang sulit
Chapter 8 - Saat Dia Pergi
Chapter 9 - Marah
Chapter 10 - "Genggamlah tangannya"
Chapter 11 - Merelakan
Epilog

Chapter 12 (End) - Kebahagiaan Baru

14.3K 1.2K 137
By zennyarieffka

Chapter 12 (End)

-Kebahagiaan Baru-


Nessa merasakan jemari Dhanni menggenggam telapak tangannya. Lelaki itu mengemudikan mobilnya hanya dengan sebelah tangannya, sedangkan sebelahnya lagi sibuk menggenggam tangan Nessa. Nessa sendiri bukannya risih, tapi malah senang karena suaminya itu begitu perhatian kepadanya. Brandon sendiri kini sudah tertidur pulas di atas pangkuannya, sesekali Nessa mengecup kening putera pertamanya tersebut penuh dengan kasih sayang.

"Kamu capek?" Tanya Dhanni yang pandangannya masih lurus ke depan.

"Enggak, aku baik-baik saja kak."

"Kita mampir cari minum dulu, ya?"

Nessa hanya menganggukkan kepalanya. Akhirnya Dhanni mengemudikan mobilnya menuju ke sebuah kafe.

Sesampainya, dengan cepat Dhanni keluar dari dalam mobilnya, kemudian menuju ke arah Nessa lalu mengambil alih Brandon hingg kini dalam gendongannya.

Mereka berdua masuk ke dalam sebuah Kafe tersebut, tapi ketika sampai di dalamnya, keduanya melihat sepasang kekasih yang tengah asik berbicara di sudut ruangan kafe tersebut.

Itu Renno dan Allea.

Nessa dan Dhanni memang sudah mengenal Allea sejak beberapa bulan yang lalu. Ahh, ternyata wanita itu yang mampu membuat Renno bertekuk lutut di hadapannya. Nessa sendiri sangat mengenal Allea dengan baik, karena keduanya beberapa kali bertemu bersama. Bahkan saat itu, ketika Allea memiliki masalah dengaan Renno, wanita itu memilih kabur ke apartemennya.

"Kalian di sini?" Tanya Dhanni yang kini sudah berdiri tepat di sebelah Renno.

"Hai, kalian juga di sini?" Renno tampak sedikit terkejut dengan kedatangan keduanya.

"Tadi kami dari bandara." Jelas Dhanni.

"Ayo, duduk di sini saja." ajak Allea, akhirnya Dhanni dan Nessa sepakat untuk duduk di sana dan mengobrol bersama.

Renno dan Allea ternyata sedang sibuk menyebarkan undangan pernikahan mereka yang akan mereka laksanakan minggu depan. Nessa menyambut baik pernikahan Renno dan Allea, Nessa pikir, Allea memang orang yang sangat pantas mendapatkan Renno mengingat Renno sudah pernah setengah gila ketika Allea meninggalkannya saat itu.

"Bagaimana persiapan pernikahanya?" tanya Nessa.

"Hampir selesai." Allea menjawab dengan lembut. "Kalian benar-benar akan datang, bukan?"

"Ya, tentu saat aku akan datang." Janji Nessa.

"Aku senang punya teman baik seperti kamu."

"Kamu juga sangat baik." Nessa kembali memuji Allea dengan senyuman lembutnya. Ahh, ternyata Tuhan benar-benar mengbulkan do'anya saat itu. Do'a ketika Renno meninggalkannya karena dirinya lebih memilih hidup bersama dengan Dhanni. Do'a supaya lelaki itu mendapatkan wanita yang seribu kali lebih baik dari pada dirinya. Tuhan benar-benar sudah mengabulkannya.

Mereka berempat akhirnya saling mengobrol bersama sesekali melempar candaan bahagia satu dengan yang lainnya.

***

Malam itu, Dhanni terbangun dalam tidurnya. Ia mendengar seseorang yang sedang menangis terisak. Dhanni mengerutkan keningnya ketika melirik kearah Nessa yng sudah meringkuk memunggunginya dengan punggung yang bergetar. Kenaa dengan istrinya itu?

"Sayang? Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Dhanni dengan menepuk pundak Nessa.

Ternyata Nessa menangis. Secepat kilat Dhanni membalik tubuh Nessa untuk menghadapnya. Ada apa dengan istrinya tersebut? Kenapa tiba-tiba istrinya itu menangis.

"Nessa, kamu kenapa? Ada yang sakit?" Tanya Dhanni dengan khawatir.

Nessa menggelengkan kepalanya. Secepat kilat wanita itu memeluknya ert-erat.

"Aku mimpi buruk." Jawab Nessa masih sedikit terisak.

"Mimpi apa?"

"Kak Dhanni pergi meninggalkanku. Dan aku sendiri."

Dhanni tersenyum mendengar penjelasan polos dari strinya tersebut. "Aku tidak akan meninggalkanmu, sayang."

"Mimpi itu sangat nyata. Aku hanya takut."

"Hei, Dengar. Aku tidak akan meninggalkanmu, tidak akan pernah. Entah sudah berapa ribu kali aku berkata kalau aku tidak akan pernah meninggalkanmu."

"Aku tahu, tapi banyak wanita di luar sana yang begitu tergila-gila dengan kak Dhanni, aku hanya takut kak Dhanni tergoda."

"Tidak!!!" Jawab Dhanni cepat. "Kalau aku tergoda, aku akan tergoda sejak dulu. Tapi lihat, aku tidak pernah tergoda sedikitpun. Malah aku yang khawatir kalau kamu yang akan tergoda dengan lelaki yang lebih muda dariku."

Nessa akhirnya dapat tersenyum dengan pekataaan Dhanni. "aku nggak akan tergoda."

"Ya, aku percaya. Dan aku mohon. Kamu harus percaya dengan apa yang aku katakan. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu."

Nessa menganggukkan kepalanya. "Maafkan aku, aku terlalu takut. Mungkin bawaan hamil juga makanya aku jadi cengeng."

Dhanni mengusap lembut rambut Nessa. "Ya, aku mengerti sayang. Sekarang tidurlah."

Nessa menggeleng cepat. "Aku nggak mau tidur."

"Lalu?"

"Aku ngga bisa tidur. Apa kak Dhanni mau bercerita utukku?"

Dhanni terkikik geli. "Kamu mau aku membacakan cerita untukmu seperti yang kulakukaan saat menidurkan Brandon?"

Nessa mengangguk antusias.

"Oke, kamu mau aku bercerita apa?"

"Apa saja asal menarik." Nessa berkata sambil memposisikan dirinya meringku ke dalam pelukan Dhanni.

"Aku akan bercerita ketika aku bertemu denganmu pertama kali di Jogja."

Nessa mendongak, menataap ke arah Dhanni dengan mata berbinarnya. "Benarkah?"

Dhanni menganggukkan kepalanya kemudian mulai bercerita.

-Dhanni-

Aku menunggunya sepeti orang gila. Astaga, aku bahkan baru sadar jika aku menyusulnya ke Jogja. Menyusul Wanita yang bahkan belum pernah ku temui. Bagaimana jika nanti dia tidak seindah seperti yang di dalam foto? Jika seperti itu, maka aku akan membatalkan perjodohan sialan itu saat ini juga.

Nessa Ariana, wanita yang beberapa tahun terakhir membuat duniaku jungkir balik. Aku melihatnya pertama kali ketika usianya dua belas tahun. Dan aku melihatnya hanya dari foto yang di berikan Mami padaku. Oh, Sialnya aku tertarik dengan gadis mungil itu. Kenyataan jika dia di jodohkan denganku membuat semuanya semakin sulit. Ada sebuah rasa yang aku sendiri tak tahu itu apa yang membuatku sangat dan sangat ingin memilikinya. Ya, Nessa hanya milikku.

Kini, setelah beberapa tahun berlalu, rasa rinduku pada sosok Nessa membuatku menjadi semakin gila. Dan lihat, saat ini aku bahkan dengan bodohnya menyusul gadis itu ke Jogja. Berdoa saja jika gadis itu tidak seperti yang kubayangkan, supaya aku bisa cepat melupakannya.

Tapi ketika pintu gerbang besar itu di buka. Jantungku berpacu lebih cepat dari sebelumnya. Itu Nessa, yang baru keluar dari dalam rumah Neneknya. Dan sial!!! Tuhan tidak mengabulkan doa seorang yang brengsek sepertiku.

Dia tampak menakjubkan, bahkan lebih menakjubkan dari pada di dalam foto.

Aku hanya dapat mengamatinya dari dalam mobil. Kulihat dia dari jauh, tampak sempurna.

Sial!!! Aku semakin menginginkannya.

Nessa berdiri seperti menunggu seseorang. Lalu berhentilah seorang dengan motor sialanya tepat di hadapan Nessa. Apa itu pacarnya? Atau hanya sekedar tukang ojek?

Darahku seakan mendidih ketika mendapati Nessa naik ke atas motor tersebut. Jika itu adalah tukang ojek, maka aku akan memaafkannya, tapi jika itu kekasihnya? Maka jangan salahkan aku jika aku akan menyeretnya ke Jakarta dan menikahinyaa saat ini juga.

Hei, apa yang kau bicarakan Dhan? Menikah? Sejak kapan kau berpikir tentang menikah?

Sial!!!

Akhirnya aku kembali fokus mengemudikan mobilku dan mengikuti Nessa kemanapun dia dia pergi dengan pengemudi motor sialan tersebut. Dia ternyata berangkat ke kampusnya. Dan aku baru mampu menghela napas lega ketika mendapati jika ternyata pengemudi motor tersebut hanya seorang tukang ojek. Sial!!! Apa aku baru saja cemburu dengan tukang ojek? Oh yang benar saja.

Nessa turun, lalu tatapan matanya terarah ke padaku. Kami saling pandang cukup lama, mungkin dia merasa aneh dengan keberadaanku. Atau mungkin dia tidak merasakan apapun karena aku yakin dia pasti belum mengetahui keberadaanku yang di jodohkan dengannya.

Tak lama, beberapa teman Nessa datang, aku melihat Nessa sedikit berbicara ke arah mereka, lalu mereka ikut menatap ke arahku. Sial!! Apa mereka sedang membicarakanku? Untuk pertama kalinya aku merasa salah tingkah di hadapan wanita.

Mereka semua sedikit terkikik geli. Mungkin karena melihat tingkah bodohku? Atau mungkin hanya aku yang terlalu percayaa diri jika mereka sedang memperhatikanku. Sial!! Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Dan akhirnya peperangan batin ini berakhir ketika mereka masuk ke dalam gerbang kampus mereka.

Bukannya pergi. Aku malah memutuskan menunggu Nessa di sana seperti orang tolol. Ya, aku memang benar-benar sudah tolol. Jika Renno dan Ramma melihatku seperti ini, mungkin mereka akan menertawakanku, dan aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

***

Lama aku menunggu Nessa hingga kemudian ku lihat dia dengan beberapa temannya yang tadi keluar dari dalam kampusnya. Mata Nessa kembali terarah ke arah mobilku. Apa dia merasa aneh saat aku masih ada di sana? Tentu saja bodoh!! Rutukku pada diriku sendiri.

Nessa dan teman-temannya memutuskan pergi. Dan lagi-lagi aku kembali menjadi pengecut tolol yang lebih memilih mengikutinya diam-diam di belakang mereka dari pada langsung menyapanya. Menyapa? Oh yang benar saja.

Mereka menuju ke sebuah mall terdekat. Yah, para gadis, mall dan belanja. Sepertinya bukan hal yang aneh. Nessa ternyata sama dengan gadis-gadis pada umumnya, tapi itu tidak mengurangi sedikitpun rasa penasaranku padanya.

Aku masih saja mengikutinya seperti orang bodoh, bahkan ketika dia berakhir di sebuah kafe dan mengobrol cukup lama dengan teman-temannya.

Aku tidak tahu apa yang dia bicarakan. Yang ku lihat saat itu adalah, gadis yang sangat ceria, tawanya begitu terdengar hangat di telingaku, senyumnya mampu menyejukkan mataku, dan ekspresinya yang berbinar bahagia mampu meluluhlantakkan hatiku.

Oh yang benar saja? Apa yang terjadi denganku? Aku memegangi dadaku yang terasa nyeri karena jantungku yang degupannya semakin kencang seakan mampu terdengar di seluruh penjuru ruangan. Nessa benar-benar membuatku gila. Dan dia adalah orang pertama yang ku yakni mampu menarikku ke dalam Zona Bahaya. Ya, aku sadar jika aku sudah jatuh ke dalam Zona sialan itu, meski sekuat tenaga aku mencoba memungkirinya.

***

Nessa terkikik geli ketika Dhanni menyelesaikan ceritanya. Ia tidak menyangka jika suaminya itu akan melakukan hal yang menggelikan sseperti membuntutinya kemanapun ia pergi saat itu.

"Kenapa kamu tertawa?" tanya Dhanni dengan tajam.

"Kak Dhanni benar-benar melakukan itu? Mengikutiku sampai di kafe saat itu?"

Dhanni menghela napas panjang. Tangannyaa terulur mengusap lembut rambut Nessa. "Bukan hanya sampai di kafe. Aku bahkan menunggumu sampai kamu pulang. Dan kalau boleh jujur, aku ketiduran di dalam mobil tepat di depan rumahmu, hingga pagi."

"Apa?"

"Ya, aku melakukannya. Gila kan?"

Nessa memeluk erat tubuh Dhanni. "Itu tidak gila."

"Ya, sangat gila. Kalau kamu tahu mungkin kamu akan lari ketautan saat melihat betapa gilanya aku saat itu."

Nessa kembali tekikik. Jemarinya terulur mengusap lembut pipi Dhanni. "Jadi suamiku ini sudah gila karena jatuh cinta padaku?"

"Ya, lebih tepatnya sangat gila. Jadi istriku, tolong. Jangan ragukan aku lagi. Seberapa banyak wanita yang menginginkanku, sedikitpun tidak akan mampu membuatku berpaling dan menginginkan mereka, karena yang ku inginkan sudah berada tepat di hadapanku. Hanya kamu sayang."

Nessa merasakan hatinya menghangat ketika mendapat lagi dan lagi pernyataan cinta dari suaminya.

"Ya, aku mengerti."

"Jangan takut, dan jangan ragu, oke?"

"Iya, sayang." Jawab Nessa dengan mencubit gemas kedua pipi Dhanni.

"Baiklah, karena kamu sudah baikan, apa boleh aku...." Dhanni menggantung kalimatnya.

"Apa?"

Tapi sepertinya Nessa tak membutuhkan jawabannya ketika Dhanni mulai membalik tubuhnya kemudian mendaratkan sebuah cumbuan penuh hasrat di bibirnya. Dhanni mencumbunya cukup lama sesekali jemari lelaki itu menelusup ke dalam daster yang ia kenakan.

"Aku tidak akan mengganggunya, bukan?" bisik Dhanni serak sembari mengusap lembut perut Nessa yang sudah semakin membesar.

Nessa menggelengkan kepalanya. "Kurasa tidak." Jawab Nessa dengan malu-malu.

"Baiklah, kalau begitu aku akan melakukannya selembut mungkin." Dhanni kembali mendaratkan cumbuannya pada bibir Nessa. Sedangkan jari semarinya mulai melaksanakan tugasnya untuk melucuti satu persatu kain yang melekat pada tubuhnya dan juga tubuh istrinya tersebut.

Dhanni kembali memperdalam ciumannya, bahkan kini cumbuannya bergerak turun mencicipi setiap inci dari tubuh istrinya tersebut. Ohh, Nessa masih terasa sama. Meski istrinya itu sudah memberinya seorang putera dan sedang hamil besar seperti saat ini, tapi itu tidak sedikitpun mematikan gairah primitif dari seorang Dhanni Revaldi. Gairahnya selalu tebangun, meletup-letup bagaikan kembang api yang tak pernah padam ketika menatap ke arah istrinya.

"Apa yang kamu lakukan padaku sayang? Kamu benar-benar membuatku gila." Dhanni berkata serak sembari menyentakkan tubuhnya hingga menyatu seketika dengan Nessa.

"Uugghh.." Nessa hanya mengerang panjang ketika ia menerima penyatuan sempurna dari suaminya.

Nessa merasakan Dhanni terasa begitu pas di dalam tubuhnya, begitu penuh dan terasa sesak, hingga Nessa bahkan dapat merasakan denyutan-denyutan aneh di dalam sana.

Pun dengan Dhanni yang tidak berhenti mengertakkan giginya ketika menahan seluruh gairah yang seakan ingin meledak saat itu juga. Istrinya itu begitu sempit menghimpitnya, hingga membuat Dhanni seakan ingin berteriak frustasi untuk memuaskan hasratnya sendiri.

"Sayang, kamu benar-benar membunuhku." Desis Dhanni.

"Ahhh ya, bicara saja terus, sampai kak Dhanni lupa kalau kita sudah menyatu."

"Lupa? Sialan! Aku tidak mungkin lupa saat semua yang di bawah sana mencengkeram erat seakan mencekikku dan membuatku ingin meledak saat ini juga."

"Lalu kenapa kak Dhanni tidak muai bergerak?"

"Aku hanya ingin... Astaga, lebih lama lagi. Tapi sepertinya..." Suara Dhanni terputus-putus karen menahan gelombang gairah yang datang menghantamnya lagi dan lagi.

"Bergeraklah." Desah Nessa.

Dhanni menghela napas panjang. "Baiklah, aku akan bergerak sepelan mungin." Ucap Dhanni yang kini di sertai dengan gerakan pelan mengujamnya.

Keduanya saling mengerang panjang, saling menatap dengan mata berkabut masing-masing. Bibir keduanya sesekali tebuka dan mengucapkan kalimat cinta, kalimat-kalimat memuja, hingga membuat percintaan tersebut bukan hanya terasa panas, tapi juga terasa hangat penuh dengan cinta.

***

-Dhanni-

Mataku kembali menatap ke arah Nessa. Istriku itu tampak kepayahan. Napasnya terputus-putus, sedangkan peluhnya tidak berhenti menetes dari dahinya. Keningnya mengerut, matanya sesekali terpejam karena berkaca-kaca. Aku tahu dia kesakitan. Tuhan, andai saja aku dapat menggantikannya, maka aku ingin menggantikan rasa sakitnya.

Nessa sudah terbaring telanjang dengan seorang dokter berada di bawahnya. Beberapa suster membantu, sedangkan aku sendiri setia berada di sebelahnya untuk menggenggam tangannya.

Ya, dia sedang berjuang untuk melahirkan putera kedua kami.

Perutku terasa ikut mulas. Mataku juga tidak berhenti berkaca-kaca ketika melihatnya kesakitan. Ketika kelahiran Brandon dulu, aku juga menemaninya. Tapi entahlah, walau ini sudah yang kedua kalinya, tapi tetap saja rasa takut itu masih datang menghampiriku.

Aku takut jika Nessa tidak bisa bertahan dan pergi meninggalkanku... apa jadinya aku tanpa dia?? Tuhan, aku tidak bisa membayangkannya.

Aku menundukkan kepalaku, mengecup lembut puncak kepalanya kemudian membisikan kata-kata di sana. "Sayang, kamu harus kuat, demi aku, demi Brandon, demi bayi kita. Aku yakin kamu bisa bertahan. Aku mencintaimu." Bisikku dengan tulus.

Nessa termangu menatap ke arahku. Aku yakin jika dia melihat ketulusan di dalam mataku, karena aku benar-benar tulus mengungkapkannya.

"Aku mencintaimu juga, Kak." Bisiknya parau. Kemudian Nessa kembali mendorong sekuat tenaga. Berteriak semampunya, sedangkan tangannya masih setia mencengkeram erat lenganku hingga buku-buku jarinya memutih.

"Ayo Bu, kepalanya sudah hampir keluar. Pak Dhanni mau melihatnya?" tanya Dokter yang kini masih berada di bawah tubuh Nessa.

Aku menatap Nessa penuh harap. "Bolehkah aku menjadi orang pertama yang melihatnya?"

Nessa menganggukkan kepalanya penuh antusian. Ku kecup lembut puncak kepalanya, kemudian pungung tangannya.

"Aku akan melihatnya, sayang. Berjanjilah kamu akan tetap kuat."

Nessa menganggukkan kepalanya. "Aku janji." Bisiknya.

Aku kemudian menuju ke arah Dokter. Dan melihat sendiri bagaimana keajaiban itu hadir. Nessa kembali mendorongnya dengan kuat, hingga aku dapat melihat dengan sangat detail bagaimana detik demi detik putera keduaku di lahirkan.

Ini memang pengalaman keduaku menemani Nessa melahirkan putera kami, tapi ini pengalaman pertama saat aku menyaksikan sendiri bagaimana seorang bayi di lahirkan dengan proses sedetail ini. Dulu ketika Brandon lahir, Nessa tidak membiarkan aku pergi darinya. Nessa selalu mencengkeram erat lenganku hingga Brandon lahir dan di berikan pada kami. Tapi kini, ketika putera kedua kami lahir, aku dapat menyaksikan dengan jelas bagaimana proses kelahirannya.

Kakiku gemetar seketika menatap pemandangan di hadapanku. Dokter menarik tubuh bayi kami, membersihkan lubang hidungnya, kemudian sesekali menepuk lembut pahanya, hingga keluarlah tangisan pertama bayi kedua kami.

Aku memejamkan mataku seketika. Rasa lega kurasakan ketika mendengar bayiku menangis serta melihat istriku tersenyum dengan air mata di pipinya.

"Laki-laki, dan sehat." Ucap sang dokter.

"Bolehkah saya.."

"Sebentar ya pak, biar di bersihkan dulu." Ucap Dokter tesebut. Dan aku hanya mampu mengangguk patuh. Aku kembali menuju ke arah Nessa mengecup bibirnya lagi dan lagi.

"Apa dia tidak memiliki kekurangan apapun?"

"Ya, dia tampak sempurna dan menakjubkan."

"Apa dia tampan?"

Aku tertawa lebar. "Tentu saja, dia tampan sepertiku."

"Oh yang benar saja, ini curang." Rengeknya.

"Curang? Dia bayiku, apa kamu ingin dia mirip orang lain? Renno? Atau Jonathan mungkin?"

"Kak Dhanni, bukan itu maksudku. Brandon sudah sangat mirip dengan kak Dhanni, apa tidak bisa bayi kedua kita mirip denganku?"

"Mirip denganmu? Kamu mau dia cantik? Lemah gemulai? Ayolah sayang. Itu menggelikan."

"Bukan seperti itu."

"Lalu?"

Nessa kembali meneteskan air matanya. Senyumnya kembali merekah, dia mengalungkan lengannya pada leherku. Aku merasakan bagaimana emosi bahagianya membuncah ketika memelukku.

"Aku hanya terlalu bahagia hingga tidak bisa mengekspresikannya, Kak. Entah dia mirip dengan kak Dhanni atau denganku, itu bukan masalah, aku hanya terlalu bahagia saat menyadari jika hidup kita begitu sempurna."

Aku mengangguk, lalu ku kecup singkat bibirnya dan berbisik di sana. "Aku juga sangat bahagia."

Tak lama seorang suster berjalan mendekat ke arah kami dan meletakkan bayi kami tepat di dada Nessa dengan posisi tengkurap.

"Dia akan mencari puting ibunya." Ucap suster tersebut.

Aku dan Nessa hanya mampu menatap kehidupan mungil di hadapan kami dengan tatapan takjub masing-masing.

"Dia lucu sekali." Bisik Nessa.

"Ya, Brandon akan sangat suka dengan adik barunya." Tambahku. "Ah ya, aku sudah menyiapkan nama, dan namanya adalah.."

"Aaron." Jawab Nessa cepat.

Aku mengangkat sebelaah alisku saat Nessa memotong kalimatku. "Hei, ingat, menurut kesepakatan saat awal kamu hamil anak pertama kita, kalau laki-laki, aku yang berhak menamainya, sedangkan jika perempuan, maka tugas kamu yang memberikan nama untukknya."

"Aku tidak peduli dengan kesepakatan itu. Kak Dhanni sudah memberi nama untuk Brandon, maka kali ini aku yang akan memberi nama untuk dia."

Aku menghela napas pajang. "Oke, oke, aku mengalah. Jangan lupa tambahkan nama Revaldi di belakangnya. Karena dia Puteraku."

"Ya, tentu saja. Aaron Revaldi, Putera kedua dari seorang Dhanni Revaldi, si penakhluk hati wanita."

Baiklah, kalimat Nessa yang sarat akan sindiran itu membuatku mau tak mau melemparkan tatapan membunuh ke arahnya, tapi Nessa hanya mambalasnya dengan senyuman mengejeknya.

Oh, wanita ini benar-benar, aku akan menghukumnya setelah semua ini selesai. Menghukum dengan cinta dan kasih sayang hingga dia sadar, walau aku dapat dengan mudah menakhlukkan banyak hati wanita, tapi hanya dia satu-satunya wanita yang dapat menakhlukkan hatiku, hati seorang Lady killer bernama Dhanni Revaldi.


***The End***

Kyaaaaa Akhirnya ending juga Kak Dhanniku... btw, aku mau tanya nih, kalian mau epilog ataau udah bosen ama kak Dhanni? kalau mau, aku akan buatkan sedikit epilognya. klo udah bosen yaa maap, epiognya aku simpan aja. hahahhaah okay itu aja. semoga kalian masih mau membaca ceritaaku yg lainnyaa ya.. uheheheh

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 52.3K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
24.1K 1.2K 11
Cover by @depacbs Ebook 2P Junilda Belfa Syakira sama sekali tak menyangka bahwa hidupnya akan berubah setelah mengenal Juniarka Yunantoro, gadis yan...
12.9K 169 19
Bukan cerita, cuma info soal ebook gue aja kok.
1.9M 91.9K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...