BABY TWINS

By MilaRhiffa

165K 6.5K 79

Perjodohan mungkin dianggap tabu di zaman modern seperti saat ini. Namun itu terjadi pada Morgan Oey dan Aelk... More

(1) Elo?
(2) Sushi
(3) Cincin Kalung
(4) Tiga Bulan
(5) Kamar Gue!
(6) Status Palsu
(7) Baby Twins!
(8) Rafha dan Rifha
(9) Kutukan Konyol
(10) Nightmare
(11) Jealousy
(12) Masa Lalu
(13) Sandiwara
(14) Blood Type
(15) Pasangan Muda
(16) Buggg!
(17) Terbongkar
(18) Aku sayang kamu
(19) Nikah muda?
(20) Mommy, Daddy Minta Maaf!
(21) Mr and Mrs Winata
(22) Lulus SMA
(23) Weird Graduation
(24) You'll be Mine
(25) Baby Twins Hilang!
(27) What happened?
(28) End for start!

(26) Telling a Trap!

4.9K 204 2
By MilaRhiffa

Aelke dan Morgan memutuskan untuk ke rumah suster Hana, tapi sayang, sesampainya disana, tidak terlihat ada siapapun. Rumahnya sepi dan lampu di dalam rumahnya pun tidak hidup sama sekali.

Aelke menangis, ini sudah lewat tengah malam, tapi mereka belum menemukan sekedar pencerahan akan mencari baby twins mereka kemana.

"Arrgghh!!" Morgan memukul stir mobilnya, ia dan Aelke sudah berusaha mencari keberadaan baby twins di sekitar Jakarta tapi tidak menemukan sedikitpun tanda-tanda bayi kembar mereka.

"Kita harus gimana lagi? Aku gak akan bisa tanpa dua bayi itu... Aku sayang mereka, Gan." ujar Aelke. Morgan menoleh dan perlahan mengusap air mata yang mengalir di pipi mulus Aelke. "Sabar, sayang. Mereka milik kita, dipercayakan sama kita, pasti bakal ketemu buat kita." ujar Morgan berusaha menenangkan padahal, hatinya sendiri tengah gusar. Karena dia bukan lagi takut akan kutukan yang pernah ada saat baby twins ditemukan. Tapi, ia benar-benar menyayangi dua bayi tersebut dan sudah menganggapnya seperti anak sendiri.

"Tapi, kita mau cari dimana? Ini udah bukan malem lagi." Aelke.

"Kita pulang dulu aja ya, siapa tau mama kamu tau info soal suster Hana, atau siapa tau baby twins ada disana." usul Morgan, Aelke terdiam sejenak. Sepertinya pulang ke rumah adalah pilihan terakhir. Siapa tau disana mereka bisa lebih tenang.

"Tapi ini udah malem banget." ujar Aelke, saat ini memang sudah pukul 01.25 dinihari.

"Gak ada orang tua yang menolak kedatangan anaknya, sayang. Take it easy, lah!" Morgan. Aelke akhirnya mengangguk dan Morgan perlahan melajukan mobilnya menuju rumah Aelke. Aelke sesenggukan saja sambil memejamkan matanya. Sedangkan Morgan, berkali-kali menenangkan hatinya sendiri, berpikir positif bahwa bayi mereka akan kembali pada mereka. Meskipun, ia memikirkan sms yang Irma kirimkan. Morgan sudah berusaha menghubungi nomor Irma itu, ia juga mencari lokasi nomor ponsel Irma berada dimana, tapi nomor tersebut tidak aktif, dan Morgan belum memberitahu itu pada Aelke. Ia tak mau Aelke makin tertekan karena semua ini.

***

Alfard meraup popcorn dari toples kecil yang digenggamnya. Ia lalu mengunyahnya dan fokus menatap layar Televisi di hadapannya.

Alfard mengernyitkan dahinya saat mendengar bel dari gerbang luar rumahnya.
"Siapa malem-malem gini?" ujarnya bangkit dan menyingkapkan sedikit gorden dan melihat keadaan di luar. Alfard terdiam sesaat, ia mengingat bahwa tadi siang, Morgan mengendarai mobil berwarna merah. "Si Morgan bukan, ya?" gumamnya sambil berjalan menuju pintu dan menekan tombol khusus untuk membuka gerbang luar rumahnya, baru setelah itu ia membuka kunci pintu rumahnya.

Morgan dan Aelke turun dari mobilnya. Aelke langsung mendekati kakaknya lalu memeluknya sambil menangis.

"Eh, lo ngapa? Pulang mau subuh gini kok, nangis?" tanya Alfard. Aelke tidak menjawab. Morgan mendekati Alfard dan berdiri disana.

"Gan, kenapa? Adek gue lo apain?"

"Kita bicara di dalem aja ya, kak Alfa." usul Morgan dan mereka masuk ke dalam rumah.

***

Morgan menjelaskan kronologi saat mereka tahu baby twins tidak ada di rumah. Aelke duduk di samping Morgan masih sesenggukan. Alfa terdiam mendengar cerita dari Morgan.

"Sabar dulu sipit, jangan nangis terus, itu mata makin tenggelem." ujar Alfa, dan itu membuatnya sukses mendapatkan tatapan sinis dari Aelke.

"Udah lapor polisi?" tanya Alfa, Morgan dan Aelke menggeleng bersamaan.

"Lah, kenapa? Ini kan kriminalitas, harus dilaporin biar gampang nyarinya. Bahaya kalo didiemin lama-lama." ujar Alfa.

"Aelke nolak waktu gue mau telepon polisi." ujar Morgan.

"Kenapa?"

"Katanya, baby twins kan bukan anak kandung kami, takut masalahnya makin ribet dan melebar kemana-mana, gitu." jelas Morgan, kantung matanya terlihat melebar, ia seperti menahan gejolak hatinya, apalagi mereka belum tidur sampai dinihari seperti ini.

Mama Aelke yang terbangun dari tidurnya dan hendak mengambil air minum di dapur tertegun, ia seperti mendengar suara orang yang sedang mengobrol. Dengan langkah pelan, mama Aelke menuju ruang tengah dan ia mengernyitkan dahinya saat melihat anaknya Aelke, juga Morgan berada disana dengan keadaan yang terlihat tidak baik.

"Aelke? Morgan?" tukas mama Aelke mendekati mereka dengan wajah yang khawatir, ada apa mereka datang kesini malam-malam?

Aelke dan Morgan sontak menatap mama Aelke yang sudah berdiri di hadapan mereka tengah memakai piyama.

"Mama...." Aelke langsung bangkit dan memeluk mamanya, mama Aelke yang kebingungan akan sikap Aelke langsung menatap Morgan yang menyalaminya.

"Gan, ada apa ini?" tanya mama Aelke. Aelke melepaskan pelukannya.

"Ma, baby twins hilang..."

"Iya tante, baby twins hilang, kami udah cari kemana-mana, suster Hana pun gak bisa dihubungi. Kami gak tau harus gimana lagi, makannya kesini." ujar Morgan menjelaskan sambil menunduk, ia sepertinya menyesal dan merasa gagal menjadi seorang calon ayah.

"Gak mungkin, mama gak bisa cerna," ujar mama Aelke tak percaya.

"Pagi tadi kan, mereka ada dan baik-baik aja... Kalian pulang jam berapa?"

"Udah, mama telepon polisi sekarang!" ujar mama Aelke langsung berjalan menuju telepon rumah yang berada tak jauh dari sana.

Aelke mengekor ibunya begitu juga Morgan.
"Ma, berabe kalo telepon polisi, baby twins kan jelas bukan anak kandung aku..." ujar Aelke meminta mamanya untuk tidak menghubungi polisi.

"Aelke, dari pada kita diem disini gak ngapa-ngapain? Mending dilaporin ke pihak yang berwajib, kamu yang tenang, polisi tau yang terbaik." ujar mama Aelke sambil menghubungi polisi.

"Gan, keep calm. Believe me," Alfa menepuk pundak Morgan yang terlihat muram. Ia bisa merasakan bagaimana Morgan menyimpan rasa bersalah yang besar di hatinya. Morgan menoleh dan berusaha tersenyum. Jauh dipikirannya, ia terbayang bagaimana Rafha dan Rifha yang menangis di hadapannya.

Mama Aelke terlihat berkaca-kaca, ia juga pasti sedih akan semua yang terjadi.
"Kamu tidur ya, ganti baju, masih pake baju ginian. Istirahat, polisi tadi langsung selidiki semuanya." ujar mama Aelke, Aelke menggeleng. "Gak mau, aku gak akan bisa tidur." jawabnya.

"Gan, istirahat ya, kamu bisa tidur di kamar tamu, biar Alfa yang anter... Yang tenang." Morgan mengangguk, ia berjalan mengekor langkah Alfa yang akan membawanya ke kamar tamu.

"Kita tidur, kita gak akan bisa cari baby twins kalo malam ini gak istirahat." mama Aelke langsung menarik lembut tangan Aelke berjalan menuju lantai atas, kamar Aelke memang disana.

"Mama temenin, ya..." ucap mama Aelke saat Aelke baru saja keluar dari kamar mandi dan sudah berganti pakaian dan Aelke mengangguk lemah. Aelke merasa tenang berada di dekat mamanya. Mamanya berkali-kali menguatkan hatinya. Sebelum tidur, Aelke membuka ponselnya. Morgan mengirimkannya sebuah pesan.
'Be patient, Dear.'

***

Aelke mengerjapkan matanya. Badannya terasa lemas lalu ia bangkit dari posisi tidur dan duduk sambil mengusap wajahnya. Aelke mengedarkan pandangannya, mamanya sudah tidak ada di kamarnya. Aelke berjalan lesu menuju kamar mandi. Hari ini ia merasa tak karuan, ia juga baru bisa tidur saat jam dindingnya menunjukkan pukul 02.51 dinihari dan kini ia sudah bangun padahal baru jam 05.15 WIB.

"Aelke..." Aelke membalikkan tubuhnya saat mendengar suara lembut yang memanggil namanya. Itu suara mama tercintanya yang berjalan mendekatinya. Aelke memakai blezer dan menyisir rambutnya perlahan.

"Gimana, ma? Udah ada info soal baby twins?" tanya Aelke, dan mamanya menggeleng lemah. "Belum..." ujarnya.

"Kita sarapan dulu, abis itu langsung kita cari Rafha sama Rifha, soalnya suster Hana juga ngilang gitu aja." ujar mama Aelke menjelaskan. Aelke mengangguk, mama Aelke berjalan keluar kamar Aelke, tapi sebelumnya ia memerintahkan Aelke untuk mengajak Morgan sarapan bersama.

Aelke berjalan keluar kamarnya dan menuruni anak tangga menuju kamar tamu dan Morgan berada disana.

Aelke sudah tiga kali mengetuk pintu tapi, Morgan belum juga membuka pintu kamarnya. "Gan..." panggil Aelke, tidak ada respon apa-apa.

"Kamu nyari aku?" Aelke membalikkan tubuhnya dan sudah mendapati Morgan di hadapannya.

"Kamu abis dari mana?" tanya Aelke, Morgan ternyata tidak berada di kamarnya.

"Aku abis cari udara segar di belakang..." jawab Morgan tersenyum.

"Kamu belum tidur?" selidik Aelke, ia melihat kantung mata Morgan begitu gelap dan sorot matanya tak begitu semangat.

"Jawab aku, kamu belum tidur?" Aelke kembali bertanya dan Morgan menundukkan kepalanya.

"Aku minta maaf, aku belum bisa jadi calon ayah yang baik." ucap Morgan tidak berani menatap Aelke. Aelke menarik nafasnya dan menghembuskannya perlahan.

"Aku juga belum jadi calon ibu yang baik, kan?" ujar Aelke agak menunduk dan menyentuh pundak Morgan. Morgan mendongakkan kepalanya.

"Kalo kamu kuat, aku juga kuat, kalo kamu kayak gini, yang lindungin aku siapa?" tanya Aelke lembut, Morgan tersenyum mendengar semua itu. Dia memang harus kuat, agar bisa melindungi siapapun yang berada di dekatnya, terutama Aelke, gadis yang kini berada di hatinya.

Aelke menyentuh pipi Morgan, "Kita sarapan, biar kuat dan bisa cari bayi kita." ajak Aelke dan Morgan mengangguk. Aelke dan Morgan akhirnya berjalan menuju ruang makan. Disana, mama Aelke dan keluarga lainnya sudah duduk menunggu mereka.

"Makan dulu, Gan. Tadi polisi ada yang kasih info, kalo keberadaan suster Hana udah terdeteksi, dan baby twins ada disana." ujar mama Aelke. Aelke dan Morgan terkejut antara tak percaya, senang, bahagia, sedih atau lainnya.

"Mama serius?" tanya Aelke.

"Tante gak bercanda, kan?" tanya Morgan.

"Beneran, tadi nenek yang angkat telepon dari polisinya," nenek Aelke angkat suara.

"Makannya, ayo cepet sarapan! Kita harus buru-buru kesana." titah Papa Aelke.

Aelke dengan cepat meraih 2 potong roti dan mengoleskan selai cokelat di atasnya. Ia memberikan satu potong rotinya pada Morgan dan mereka sarapan dengan perasaan yang campur aduk.

"Ma, polisi bilang, alamat lengkap persembunyian baby twins di apartemen deket bunderan HI. Suster Hana udah ditahan disana, jadi kita harus cepet-cepet." Alfa datang menghampiri meja makan sambil menggenggam ponselnya.

"Ya udah, kamu cepetan sarapan." ujar kakek Aelke.

Setelah semuanya selesai sarapan, Aelke langsung bersiap dan menunggu Morgan mengeluarkan mobilnya dari garasi. Di depan rumah Aelke, sudah ada keluarga Morgan yang juga akan berangkat bersama ke apartemen yang menjadi tempat penculikan baby twins. Pada malam itu, polisi langsung mencari keberadaan suster Hana karena, hanya suster Hana yang dicurigai membawa lari baby twins. Polisi menyelidiki lokasi operator ponsel yang dipakai suster Hana dan akhirnya, Suster Hana ditemukan bersama baby twins. Namun, polisi belum tahu apa motif dibalik penculikkan baby twins karena saat ditemukan, suster Hana tetap menutup mulutnya.

Morgan melajukan mobilnya meluncur mulus menuju bundaran HI dan mencari alamat apartemen yang tadi diberitahu Alfa.

"Nah, yang itu tuh..." ujar Aelke menunjuk sebuah apartemen yang lumayan besar dan Morgan langsung menghentikan mobilnya. Morgan menggelengkan kepalanya sambil memejamkan matanya.

"Kamu kenapa?" tanya Aelke khawatir, keadaan Morgan terlihat buruk. Setelah wisuda dan malam PenSi kemarin, Morgan belum istirahat sama sekali sedangkan Aelke sudah tidur meski hanya 2 jam lebih.

"Aku gak apa-apa." singkat Morgan sambil mengucek matanya dan membuka sabuk pengaman yang ia kenakan. Aelke melakukan hal yang sama.

"Gan, ayo cepet!" mama Morgan memerintahkan Morgan untuk berjalan cepat menuju kamar apartemen yang ditempati suster Hana.

Nenek Morgan berjalan cepat dibantu Thomas dan Eric mengekor di belakang.

Ada beberapa polisi yang berjaga di depan pintu kamar apartemen. Orang tua Morgan dan Aelke sudah masuk terlebih dahulu sedangkan Aelke dan Morgan harus memberitahu keterangan bagaimana bisa penculikan baby twins terjadi dan bagaimana kronologi singkat mengenai semua itu.

Morgan dan Aelke memasuki kamar apartemen yang lumayan luas setelah memberi keterangan pada sejumlah polisi yang berada disana.

Keluarga Aelke juga Morgan sudah berkumpul di dalam.

"Suster, mana baby twins?" tanya Morgan buru-buru saat melihat suster Hana yang sudah diborgol tangannya. Suster Hana menatap Morgan dan Aelke dengan tatapan kosong. Sangat berbeda dengan suster Hana yang mereka kenal. Biasanya suster Hana selalu tersenyum atau minimal menjawab pertanyaan mereka.

"Suster, dimana baby twins? Pak polisi, anak saya ada, kan?" tanya Morgan panik beralih menatap polisi yang berdiri di belakangnya.

"Pak, bisa percepat? Kami semua khawatir." nenek Morgan angkat suara dan memelas mendekati polisi.

Aelke berdiri dengan wajah lelahnya dan tubuhnya pun terasa lemas semua.

"Sebentar. Semua harap tenang, bayi kembar dalam keadaan baik." ujar seorang polisi yang berkumis tipis.

Dari sebuah pintu yang berada tak jauh dari ruang tengah apartemen, keluar seseorang yang tengah mendorong kereta bayi yang dulu dipesan khusus oleh Aelke.

"Rangga?" tukas Morgan dan Aelke bersamaan. Rangga tersenyum menatap Aelke dan Morgan yang ada di hadapannya.

"Kalian cari Rafha sama Rifha?" tanya Rangga. Aelke dengan ragu mendekati Rangga dan melihat baby twins tengah duduk tenang dan sorot matanya keheranan melihat banyaknya orang yang berada di tempat ini.

"Ini maksudnya apa?" tanya Morgan bingung. Rangga terkekeh.

"Siapa yang mau jelasin?" tanya Rangga menatap keluarga Morgan dan Aelke yang berada disana.

"Gue aja yang jelasin, gimana?" Aelke membolakan matanya saat melihat Dinda dan Rasya tiba-tiba saja muncul dari pintu yang tadi dilewati Rangga.

"Atau gue!" kini Morgan dan Aelke mulai bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi karena Dicky dan Bisma juga muncul bersamaan.

"Ma, ini apa?" Aelke menatap mamanya.

"Haha, Aelke Mariska, Morgan Winata. Makasih udah rawat baby twins aku selama 3 bulan terakhir ini." ucap Rangga. Morgan dan Aelke sontak terkejut mendengar semua itu. Rangga berjalan mendekati suster Hana dan membuka borgol di tangannya.

"Kenalin, ini istri aku satu-satunya, Hana Dewamoela. Dan baby twins yang kalian urus selama ini, anak kita." ujar Rangga menjelaskan. Aelke merasa tubuhnya melemas, ia memegang keningnya pusing, terlebih semalaman ia memaksa otaknya memikirkan baby twins yang hilang begitu saja.

Aelke mengerjapkan matanya, semua yang ia lihat menjadi buram, berputar, bergerak random, dan akhirnya ia lunglai tak sadarkan diri.

"Aelke!!!" pekik Morgan langsung menopang tubuh Aelke yang tiba-tiba saja limbung. Ia pingsan.

***

"Tanggung jawab lo, semua!" gertak Morgan sambil mengoleskan minyak angin di leher Aelke dan mendekatkan jarinya yang sudah diolesi minyak angin di depan hidung Aelke.

"Hehe, musti tanggung jawab begimane?" tanya Dicky cengengesan. Rasya dan Dinda duduk di samping Morgan.

"Jelasin ke gue cepetan, ini ada apaan?" tanya Morgan dingin, semua ini memang bukan hal yang seharusnya menjadi bahan bercandaan. Ia dan Aelke hampir stress karena semua yang terjadi.

"Sabar, Gan. Tunggu Aelke bangun, nanti kita jelaskan sama-sama." ujar mama Morgan yang duduk tak jauh dari tempat Morgan.

"Tau lo, kak. Emosi mulu udah gede juga!" celetuk Thomas, dan Eric mengangguk setuju.
"Diem lo, bocah!" gertak Morgan.

"Aelke, bangun, dong. Jangan buat aku khawatir..." bisik Morgan sambil memijat kening Aelke.

Tidak lama kemudian, Aelke sudah terlihat menggerakkan jemarinya. Matanya perlahan mengerjap lemah dan mulai bernafas teratur. Morgan tersenyum dan mengelus pipi Aelke.

Aelke membuka matanya sempurna. Menetralisir cahaya yang masuk ke dalam kornea matanya dan mulai memikirkan apa yang terjadi padanya. Morgan membantu Aelke bangkit dan duduk sambil menyender di penyangga sofa.

"Gan, baby twins mana...?" tanya Aelke. Morgan menatap Aelke, Aelke sepertinya belum sadar dan melupakan kejadian tadi.

"dr. Rangga, baby twins anak aku, kan..." lirih Aelke menatap Rangga yang berdiri di dekat kereta bayi baby twins.

Rangga menatap Aelke dan semua yang berada disana. Kini nenek Morgan yang berjalan dan duduk di samping Aelke.

"Maafkan nenek, ya Aelke, Morgan. Ini semua usul nenek..." ujarnya. Morgan dan Aelke menatap neneknya meminta penjelasan. Setelah itu, nenek Morgan menceritakan semuanya.

Pada awalnya, keluarga Morgan dan Aelke sudah hampir putus asa, amanat yang kakek Morgan buat dulu memang mutlak harus dijalankan. Aelke adalah anak perempuan satu-satunya setelah Alfard dari pasangan Merry dan Alex. Mereka sudah mengetahui amanat yang menjadi wasiat semenjak mereka melahirkan Aelke.

Morgan dan Aelke yang terlihat tidak akur membuat mereka memutar otak. Bukan mau memaksakan, tapi kedua keluarga tersebut optimis bahwa Morgan dan Aelke akan menjadi pasangan yang baik dan mencintai satu sama lain. Sebenarnya, nenek Morgan hanya memberikan usul menyatukan Morgan dan Aelke dalam satu rumah selama 3 bulan, dan selama itu, neneknya sudah pasrah jika Morgan dan Aelke tidak bisa saling mencintai maka semuanya dibatalkan meski harus melanggar wasiat yang sudah ada.

Soal baby twins, itu usulan dari Alfard yang dulu membicarakan semua itu lewat E-mail dari Amerika dan Thomas yang merancang semuanya. Disini, mama Aelke yang mencari baby twins, dan kebetulan mama Aelke berteman dekat dengan keluarga dari pihak Hana, istri Rangga dan ia seorang dokter kandungan. Tidak heran, jika Rafha dan Rifha berkulit putih dan mirip sekali dengan Rangga.

Rangga dan Hana berpikir berhari-hari untuk merelakan kedua bayi kembarnya yang baru berusia 3 bulan harus diurus oleh dua orang yang masih pelajar, tidak akur dan belum bisa sedikitpun mengasuh seorang bayi mungil. Mama Aelke memohon pada Rangga dan Hana untuk bisa percaya dan merelakan bayi mereka diurus untuk beberapa bulan. Dan selanjutnya, Rangga kebetulan akan membuka klinik di samping rumah yang Morgan dan Aelke tempati.

Setelah beberapa hari Aelke dan Morgan kewalahan mengurus baby twins, akhirnya Hana diutus pura-pura menjadi baby sitter untuk baby twins, maka jangan heran jika Hana tidak pernah gagal mengurus baby twins karena dia adalah ibu kandung dari dua bayi yang diberi nama Rafha dan Rifha.

Soal perjodohan, keluarga Aelke yang mengetahui Dinda dan Rasya adalah sahabat Aelke, sudah memberitahu rencana perjodohan ini bahkan sebelum Morgan dan Aelke dipertemukan. Mereka tutup mulut dan bisa membuat Aelke tidak tahu sama sekali saat menceritakan soal perjodohannya. Mereka malah berlaku histeris saat Aelke menceritakan semua itu.

"Dan lo tau, Gan. Anak gue sebenernya udah punya nama, namanya Zeinifa Dewa Moela dan Zeanando Dewa Moela." jelas Rangga disela-sela ceritanya. Semua yang berada disana bergantian menceritakan semuanya pada Morgan dan Aelke yang sekarang malah lemas sendiri. Kelakuan mereka semua ini ternyata diawasi.

Tiap kali mereka sekolah, Hana sering membawa Rafha dan Rifha atau Zean dan Zein ke rumah Rangga yang bersebelahan dengan rumah mereka. Dan ingat? Mengapa Rangga rutin memberikan vitamin dan makanan sehat serta mengajak baby twins berjalan-jalan di pagi hari, karena bagaimanapun anaknya harus terkontrol meski secara tidak langsung dan Aelke tidak menyadari semua itu.

"Lo tau, sebenernya gue pengen marah waktu Zean kecelakaan dan harus menerima donor darah. Tapi gue sadar semuanya harus dijalankan sempurna. Malem itupun, gue langsung suruh suster buat ambil darah istri gue." ujar Rangga. Morgan mengingat semua itu, ia juga merasa malu karena pernah cemburu pada Rangga karena dokter muda itu begitu perhatian, ternyata, dia bapak kandung baby twins selama ini.

Morgan dan Aelke duduk termangu, di satu sisi mereka marah karena semua ternyata rekayasa. Tapi, disisi lain, mereka juga sadar, betapa keluarga mereka berbuat demikian untuk menyukseskan wasiat dari kakek. Mereka berupaya mencari jalan agar Morgan dan Aelke mau bersama-sama dengan perasaan yang saling menyayangi, tidak karena paksaan semata.

"Karena mama dapet sms dari Rasya kalo Morgan nyanyi buat Aelke diacara PenSi, makannya mama buru-buru suruh suster Hana bawa baby twins dan jalankan rencana selanjutnya. Intinya kalian udah berhasil saling sayang, kan?" tanya mama Aelke. Morgan dan Aelke saling pandang. Malu rasanya. Bisa bayangkan rasanya jadi mereka berdua.

"Sebenernya sejak kapan kalian mulai suka?" tanya nenek Morgan.

"Sebenernya Morgan sama Aelke udah jadian beneran, nek. Seminggu yang lalu. Niatnya hari ini jujur sama nenek, tapi kalian udah ngerjain duluan." ujar Morgan menunduk. Matanya sudah terasa berat.

"Terus, aku harus pisah sama baby twins?" tanya Aelke pelan. Rangga dan Hana saling pandang.

"Ya iya, ini kan anak aku." ujar Rangga.

"Buat kita aja, kalian bikin lagi." celetuk Morgan.

Rangga dan Hana tertawa keras. "Dikira adonan kue kali pake dibikin." Rangga.

"Kalian nikah aja, siapa tau nanti dapetnya kembar juga." usul Hana.

"Haha setuju!" Dicky tertawa keras disudut sana. Jika soal sahabat Aelke yang lain selain Rasya dan Dinda, baru tahu semua ini malam tadi.

"Bukan masalah itu, aku kan udah terlanjur sayang sama baby twins." ujar Aelke memelas. Seenaknya membuat Morgan dan Aelke membangun chemistry berdua tapi harus dipisahkan dengan bayi yang menggemaskan itu.

"Aku udah relain ni bayi 3 bulan, coba! Gak mau, ini anak musti kembali." ujar Rangga.

"Tenang aja, Gan, Aelke, kita kan sebelahan. Tinggal maen aja sesuka hati kalian jengukin Zean sama Zein." ujar Hana lembut.

"Eh, jangan! Aelke sama Morgan udah saling sayang, artinya udah harus dipisah rumahnya." ucap papa Aelke.

Morgan dan Aelke mengernyitkan dahinya.
"Kenapa?" tanya Morgan.

"Kan, kita udah saling sayang, kok malah dipisahin." Morgan.

"Justru karena kalian udah ada rasa, bahaya kalo disatuin." jelas mama Morgan.

"Wei, nikah dulu, barus serumah lagi!" tukas Thomas, dan Morgan melemparkan bantal kecil ke wajah Thomas.

"Aaaarggghhh!!! Parah gila lo semuanyaaa!!!!" teriak Morgan mengacak-acak rambutnya sendiri. Semua malah tertawa melihat kelakuan Morgan. Aelke hanya diam. Ia sedih harus berpisah dengan dua bayi yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri.

Dan semuanya menjadi jelas, bukan?

TBC....

Tebak, apa yang akan terjadi di depan setelah semuanya terbongkar?

Continue Reading

You'll Also Like

3.7M 39K 32
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
1.5M 136K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
3.1M 153K 62
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _π‡πžπ₯𝐞𝐧𝐚 π€ππžπ₯𝐚𝐒𝐝𝐞
343K 1.4K 16
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!