BABY TWINS

By MilaRhiffa

165K 6.5K 79

Perjodohan mungkin dianggap tabu di zaman modern seperti saat ini. Namun itu terjadi pada Morgan Oey dan Aelk... More

(1) Elo?
(2) Sushi
(3) Cincin Kalung
(4) Tiga Bulan
(5) Kamar Gue!
(6) Status Palsu
(7) Baby Twins!
(8) Rafha dan Rifha
(9) Kutukan Konyol
(10) Nightmare
(11) Jealousy
(12) Masa Lalu
(13) Sandiwara
(15) Pasangan Muda
(16) Buggg!
(17) Terbongkar
(18) Aku sayang kamu
(19) Nikah muda?
(20) Mommy, Daddy Minta Maaf!
(21) Mr and Mrs Winata
(22) Lulus SMA
(23) Weird Graduation
(24) You'll be Mine
(25) Baby Twins Hilang!
(26) Telling a Trap!
(27) What happened?
(28) End for start!

(14) Blood Type

4.6K 202 0
By MilaRhiffa

Aelke tersenyum saat melihat snack seawood kesukaannya. Saat tangannya hendak mengambil snack tersebut, ternyata ada tangan seseorang yang juga mau mengambil snack yang sama. Aelke menarik tangannya dan menoleh, ia diam mematung saat melihat siapa yang ada di depannya.

"Aelke?"

"Rafaell?" tukas Aelke.

Rafaell melihat Aelke dan semua belanjaan yang ada di trollinya.

"Kamu belanja semua itu buat siapa?" 6 kata yang keluar dari mulut Rafaell berhasil membuat Aelke terpaku.

Aelke memutar otaknya mencari jawaban yang pas dan tidak menimbulkan rasa curiga di benak Rafaell.

"Mama kamu gak punya little baby, kan?" tanya Rafaell lagi. Aelke menggeleng cepat dan tersenyum.

"Ini... Ini tuh belanjaan titipan. Heeh iya nih titipan dari tante aku... Aku disuruh belanja buat baby-nya tante... Terus aku sekalian deh beli makanan, hehe.." ujar Aelke agak gugup. Rafaell yang masih merasa aneh, mengangguk saja mendengar penjelasan Aelke.

"Terus, udah belanjanya?" tanya Rafaell. Aelke mengangguk "Udah, kok..." jawabnya mendorong trolli ke tempat kasir.

"Aku anter aja ya ke rumah tante kamu, kamu gak bawa kendaraan, kan, kesini?" Rafaell. Aelke berdecak di dalam hatinya, memikirkan cara untuk bisa menolak ajakan Rafaell.

"Enggak, udah... Nanti aku pulang sendiri aja..." Aelke mengelak. Rafaell terdiam sedih, sebenarnya ia selalu sedih karena Aelke tidak pernah mau pergi kemanapun bersamanya.

"Hffh.. Iya deh, kamu kan emang paling gak mau kemana-mana sama aku." Rafaell mengambil Atm di dompetnya dan membayar belanjaannya sendiri.

"Raf, aku gak maksud kayak gitu..." ujar Aelke. Rafaell tersenyum, ia mengambil semua belanjaannya dan berlalu begitu saja meninggalkan Aelke yang masih menunggu belanjaannya di kasir, sepertinya ia kecewa. Aelke menatap punggung Rafaell yang pergi, hatinya terasa sakit saat melihat wajah Rafaell yang begitu kecewa terhadapnya.

Setelah belanjaannya yang begitu banyak selesai dihitung, Aelke membayarnya dengan uang tunai. Ia dibantu 1 orang pelayan minimarket membawa barang-barangnya sampai ke depan dan menunggu taxi disana. Tak lama, taxi datang dan Aelke langsung pulang ke rumahnya.

***

Morgan menginjakkan kakinya lagi di tempat ini. Tempat pertama kalinya ia dan Irma menjadi sepasang kekasih beberapa tahun lalu. Angin berhembus menerpa wajah Morgan. Morgan menatap tempat yang dulu menjadi sejarah untuknya sudah banyak berubah. Morgan dan Irma jadian di sisi danau dekat sekolah SMP-nya dulu.

"Sekarang kamu mau ngomong apa?" tanya Morgan. Irma duduk di sisi danau dan Morgan mengikutinya.

"Indah ya tempat ini, gak berubah suasana romantisnya." ujar Irma. Morgan mengingat bagaimana dulu ia yang amat lugu dan pertama kali merasakan cinta meski saat itu Irma yang menembaknya.

Morgan sudah menyayangi Irma layaknya seorang kekasih, tapi Irma malah pergi meninggalkannya bersama lelaki lain di luar negeri sana. Sejak saat itu, Morgan tidak mau mencintai seseorang dan menjadi playboy yang seenaknya memainkan perasaan wanita.

"Kamu mau ngomong apa sampe kita harus kesini?" tanya Morgan. Irma tersenyum dan menatap Morgan.

"Aku mau cinta kita tumbuh lagi seperti dulu..." jawabnya antusias. Morgan menghela nafas panjang.

"Tumbuh lagi? Aku udah tunangan..." ujar Morgan.

"Baru tunangan, kan? Gak akan halangi apapun dari kita, aku tau kamu masih sayang sama aku." ucap Irma dengan pedenya.

"Yakin? Aku gak akan sayang sama siapapun yang udah mencampakan aku gitu aja," jawab Morgan enteng. Mendengar itu, Irma terlihat murung. Irma menatap Morgan penuh harap.

"Aku gak peduli, yang aku tau aku sayang kamu dari dulu sampai sekarang. Plis, kasih aku kesempatan buat perbaiki kesalahan aku sama kamu..." Irma menggenggam tangan Morgan, dan Morgan berusaha melepasnya tapi, Irma malah memeluk Morgan dari samping.

"Plis, Morgan...." ujar Irma parau, Morgan hampir roboh pertahanannya saat Irma menangis. Ia paling tidak mau wanita menangis seperti ini karenanya.

Dengan berat hati, Morgan membiarkan Irma memeluknya, dan menangis sampai ia puas.

***

Aelke memeluk lututnya sendiri. Bayangan Rafaell terus berputar di pikirannya. Entah kenapa, wajah Rafaell tadi di minimarket membuat hatinya tersayat. Bukankah selama ini Rafaell tidak pernah menjauhi Aelke meski ia telah menolaknya?

Baby twins sudah tertidur beberapa menit lalu dan suster Hana sudah pulang ke rumahnya. Morgan belum juga pulang. Aelke meraih tiga miniatur Sushi yang pernah Rafaell berikan padanya. Ia mengambil cat warna-warni dan membawanya keluar balkon rumah dekat kolam renang. Dengan sedih, Aelke mewarnai ulang miniatur Sushi yang terbuat dari tanah liat.

Perlahan tapi pasti, bayangan Rafaell begitu saja memenuhi otak Aelke. Aelke ingat bagaimana dulu pertama kali bertemu dengan Rafaell, dekat dengannya, selalu mengisi waktu bersama, tapi nyatanya mereka tidak juga jadi sepasang kekasih.

Tesss....
Air mata Aelke menetes begitu saja. Rasanya pedih tidak bisa bersama dengan orang yang kita cintai, dan melihat wajah orang dicintai begitu kecewa.

Aelke menaruh miniatur Sushi yang sudah ia warnai di atas meja kecil. Ia menatap bulan dan bintang yang berdampingan. Angin malam tak membuat Aelke mau beranjak dari situ.

***

Morgan mematikan mesin mobilnya lalu turun dan menutup garasi mobilnya. Ia masuk ke dalam rumah dan tidak mendapati siapa-siapa disana. Morgan masuk ke dalam kamarnya, kamar sebelahnya juga terlihat sepi.

Selesai mandi dan memakai baju, Morgan menuju box bayi, ternyata baby twins sudah tertidur lelap.

"Jagoan sama putri daddy udah bobo ternyata..." ucap Morgan. Ia mencium kening Rafha dan Rifha bergantian dengan hati-hati.

"Mommy kalian kemana? Sepi amat disini..." gumam Morgan mengedarkan pandangannya.
Morgan melihat pintu kaca yang menuju ke kolam renang terbuka lebar. Aelke pasti berada disana.

Morgan mematung saat melihat Aelke menangis sesenggukkan sambil memeluk lututnya. Dengan hati-hati, Morgan duduk di samping Aelke yang masih menangis. Sepertinya, Aelke belum sadar jika Morgan kini ada di sampingnya. Morgan menghela nafas berat. Ia hari ini sudah dua kali melihat wanita menangis di depannya.

Morgan baru mengerti mengapa Aelke menangis saat melihat miniatur Sushi yang catnya masih basah tersusun rapi di atas meja. Morgan juga masih merasa bersalah karena ia pernah merusak beberapa miniatur Sushi kesayangan Aelke.

"Nangis malem-malem begini, kuntil anak aje ampe kalah...." celetuk Morgan. Aelke terkejut dan langsung mendongakkan kepalanya menatap Morgan. Aelke menghapus kasar air matanya, hidungnya merah, mata sipitnya jadi makin tenggelam.

"Sejak kapan lo ada disini?" tanya Aelke masih terdengar isak tangisnya.

"Sejak rumah ini berdiri." jawab Morgan sambil terkekeh.

"Gak mau becanda!" tukas Aelke dingin.

"Lah, emang yang lagi becanda itu siapa?" Morgan.

"Elo, lah!" Aelke.

"Enggak, ah!" tukas Morgan.

"Lo nangisin si sipit, ya?" tanya Morgan dengan wajah keponya. Aelke tidak menjawab.

"Kenapa gak jadian aja? Yang gue tau ya, si sipit suka elo, elo suka si sipit, terus apa masalahnya lo ampe nangis begini? Gegara dia deket sama cewek beda sekolaan itu?" cerocos Morgan.

"Gak usah kepo!" sentak Aelke.

"Gue cuma gak mau lo nangisin cowok, gak sayang sama tu aer mata? Ekspresi muka lo jelek banget maksain itu aer mata keluar..." Morgan. Aelke mulai kesal, menatap Morgan dengan tatapan tajamnya.

"Serem amat!"

"Gue bukan orang yang mau menjalani hubungan dalam ketidak pastian." Aelke membuka suara. Morgan berusaha mencerna perkataan Aelke.

"Gara-gara perjodohan ini? Santai lah, lo selama ini gak suka sama gue, kan? Jadian aja sama Rafaell, toh kita tinggal 3 mingguan lagi kok, begini..." ujar Morgan sambil menekan rasa yang aneh di hatinya melihat Aelke yang begitu menyayangi Rafaell.

Aelke tersenyum. Ia menatap bintang yang berkelip.

"Gue gak mau buat siapapun di deket gue sakit. Termasuk dia, kalo gue sama lo masih begini dan gue jadian sama dia, itu sama aja nyakitin dia." ujar Aelke menjelaskan. Dalam hatinya, Morgan tersenyum, ternyata Aelke memiliki jiwa yang menyenangkan, tidak mau menyakiti siapapun.

Morgan ikut menatap bintang.
"Gak usah nangis lagi kalo gitu. Jodoh pasti bakal ketemu. Yang sayang lo banyak kok, meski lo rada aneh." ucap Morgan. Aelke sontak menatap sebal Morgan.

"Lo yang aneh..." tukas Aelke.

"Kalo gue aneh, itu gegara serumah sama lo!" Morgan menjulurkan lidahnya.

"Wah, parah!" Aelke mendengus kesal.

"Haha, intinya ya... Tanpa lo sadari, banyak yang sayang sama lo. Mau tau gak itu siapa?" tanya Morgan dengan mimik wajah yang serius.

Aelke mendelik penasaran. "Siapa?" tanyanya.

"Tuh, liat! Pak dokter ngintipin kita, mungkin aje dia udah stay disitu dari tadi lo disini!" ujar Morgan menunjuk rumah Rangga yang bersebelahan dengan mereka. Karena memang, Rangga mengintip Aelke dari jendelanya yang berada di lantai 2 dan kolam renang serta taman belakang rumah Aelke keliatan dari sana. Aelke mengikuti arah tunjuk Morgan. Dan Rangga terlihat cepat-cepat menutup gorden rumahnya.

"Eh, parah dokternya ngintip!" ujar Aelke, ia tertawa dan Morgan tersenyum saat melihat Aelke mulai tertawa lagi.

"Dokternya suka sama lo...." ucap Morgan. Aelke membolakan matanya.

"Weewww, lo juga suka sama gue kan?" tanya Aelke menaik-turunkan alisnya. Morgan menautkan alisnya, "Suka sama lo?" tanya Morgan, Aelke mengangguk. "Mmm, enggak ah.. Galak kan lo mah..." ledek Morgan.

Aelke mencubit Morgan keras. Morgan mengerang kesakitan.

Dari dalam, terdengar tangisan Rafha, Aelke menghentikan cubitannya dan berlari ke dalam melihat Rafha.
***

Aelke menimang-nimang tubuh Rifha yang belum tidur juga. Gara-gara tadi Aelke dan Morgan berisik dan mengganggu mereka tidur, akhirnya baby twins tak mau memejamkan matanya meski sudah diberi susu dan bubur. Morgan mengajak Rafha belajar merangkak di karpet rumah.

"Ayo, sini deket daddy..." ucap Morgan. Rafha dengan susah payah merangkak mendekati Morgan. Morgan tertawa melihat Rafha yang berkali-kali gagal merangkak ke dekatnya.

"Jagoan pasti bisaaaaa..." ujar Morgan menyemangati Rafha. Rafha tertawa riang mendekati Morgan, dan ia berhasil. Morgan memeluk Rafha dan mencium pipinya.

"Jagoan daddy emang hebat." Morgan menempelkan hidungnya pada hidung Rafha lalu menggesekkannya pelan sampai Rafha tertawa keras. Aelke masih menimang-nimang Rifha yang menangis, diam, lalu menangis lagi.

"Gan, hp lo tuh berisik!" teriak Aelke dari dalam kamarnya, Morgan dan Rafha berada di luar kamar.

Morgan menurunkan tubuh Rafha dan membaringkannya di atas kasur lantai. Ia menuju kamarnya karena ada panggilan masuk dari handphone-nya.

Rafha merangkak, ia terjatuh lalu merangkak lagi. Di sudut ruangan, ada bola kecil milik Rafha. Rafha sambil tertawa antusias mendekati bolanya meski jatuh bangun merangkak untuk sampai disana.

Rafha hampir sampai. Ia sendirian berusaha meraih bola. Tapi di sudut ruangan itu ada dua anak tangga. Kaki mungil Rafha masih berusaha bergerak, tangan Rafha meraih-raih bola berwarna biru miliknya. Karena hilang keseimbangan, tubuh mungil Rafha terjembab dan kakinya terpeleset keras. Ia langsung menangis.

Aelke menautkan alisnya mendengar tangisan Rafha, ia langsung berlari sambil menggendong Rifha yang juga menangis.

"Rafha!!!!!!" pekik Aelke saat melihat Rafha terjatuh dari tangga kecil.

Morgan yang baru selesai menerima telepon langsung berlari saat mendengar Aelke berteriak. Mulutnya menganga, Rafha menangis histeris dan Morgan langsung mengangkat tubuh mungil Rafha panik. Rafha terjatuh, darah mengalir deras dari kening bagian kanannya. Sepertinya kepalanya terbentur ujung tangga yang lancip.

Aelke menangis melihat Rafha, Morgan membopong Rafha kebingungan.

"Kita ke rumah sakit!" ucap Morgan berlari membawa Rafha yang menangis histeris.

"Rafha bisa kehabisan darah kalo ke rumah sakit!!! Kita ke rumah Rangga aja!" usul Aelke panik. Morgan tanpa pikir panjang langsung berlari keluar rumah tanpa alas kaki dan menuju rumah Rangga.

Berkali-kali menekan bel, Rangga akhirnya membuka pintu dan kaget melihat Rafha yang berlumuran darah. Tangisannya membuat Aelke yang tengah menggendong Rifha ikut menangis.

"Rangga, tolong anak saya!" ujar Morgan panik.

Rangga langsung menyuruh Morgan masuk ke dalam rumahnya. Morgan memasuki satu ruangan khusus yang Rangga sediakan untuk pasien yang mendadak perlu bantuannya. Dengan gesit, sebagai dokter anak, Rangga sigap memberikan pertolongan pertama pada Rafha yang menangis keras.

"Anda bisa tunggu di luar!" titah Rangga, Morgan mengangguk pasrah. Ia membasuh tangannya yang berlumuran darah terlebih dulu sebelum keluar dari ruangan.

Di luar, Aelke terlihat takut. Ia menggendong Rifha yang menangis sambil bersimpuh di atas lantai rumah Rangga. Morgan menjambak rambutnya sendiri.

"Ini salah gue. Tuhan, selamatkan Rafha...." ujar Morgan sendu. Jika saja ia tidak meninggalkan Rafha sendirian karena telepon tadi, Rafha pasti baik-baik saja.

Dengan gusar, Morgan meraih Rifha dan menggendongnya. Aelke terlihat shock.

"Cup cup cup, sayang.... Jangan nangis Rifha cantik..." Morgan mengayun-ayun tubuh Rifha hati-hati.

Dua perawat laki-laki dan perempuan tergesa-gesa masuk ke dalam ruangan yang tadi dimasuki Morgan. Di rumahnya, Rangga memang sedang menyiapkan segala sesuatu untuk membuka klinik sendiri. Morgan menatap ruangan itu sendu dan tak tenang.

"Keadaan Rafha akan membaik. Tenang saja, tapi dia perlu donor darah karena darah yang keluar tadi cukup banyak. Keadaannya akan melemah jika terlambat mendapatkan donor darah." Rangga, ia menjelaskan keadaan Rafha. Tanpa pikir panjang, Morgan dan Aelke langsung bersedia untuk mendorokan darah mereka demi Rafha yang sudah seperti anak sendiri.

***

Rifha tertidur pulas di pangkuan salah satu perawat wanita yang bekerja pada Rangga. Meski klinik baru akan dibuka minggu depan, Rangga sudah menyiapkan perawat dan segala sesuatunya.

Aelke dan Morgan terlihat lemas menunggu di kursi tunggu setelah keduanya mendonorkan darah. Dengan cemas, Aelke terisak menunggu hasil test darahnya. Morgan mendekati Aelke dan memeluk tubuhnya, Aelke sedang lemah. Aelke menangis dalam pelukan Morgan, dan Morgan berkali-kali minta maaf karena dia sudah membuat Rafha seperti itu.

Rangga keluar dari ruangan Rafha. Seorang perawat laki-laki mendampinginya dengan sebuah map di tangannya.

"Maaf, Morgan, Aelke. Ini ada kesalahan atau bagaimana? Dari hasil test yang dilakukan tiga kali oleh perawat saya, darah kalian tidak ada yang cocok sama sekali dengan Rafha." ucap Rangga. Aelke dan Morgan diam seketika. Mereka baru sadar, bahwa baby twins bukanlah anak kandung mereka.

Rangga menatap Morgan dan Aelke bingung.
"Rafha butuh darah yang cocok dengan dirinya kurang dari 1 jam terkahir." ucap Rangga.

TBC.......

Continue Reading

You'll Also Like

1M 106K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
368K 20K 28
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...
525K 2.9K 24
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.
782K 50.4K 33
Semua orang mengira Saka Aryaatmaja mencintai Juni Rania Tanaka, namun nyatanya itu kekeliruan besar. Saka tidak pernah mencintai Rania, namun menola...