Meet In the Real Life

By trooyesivan

1.6M 199K 69.9K

[BOOK 2 OF WHEN THE BADBOY MEETS THE FANGIRL] Kata Johnny Deep, "Jika kau mencintai dua orang dalam waktu ya... More

THE CAST!
1. Wake Up
2. Meet Him
3. I Told You
4. Again
6. Same
7. Seriously?
8. Darling, Just Hold On
9. Heaven
10. Confused
11. Stupid Standing Character
12. The Other Side
13. Let Me Breath
14. Fanwar
15. Boom!
16. Middle Finger
17. Nippon Flag
18. Exhausted
19. Shut Up
20. Dying
21. What The Heck [RE-PUBLISH]
22. A Little Bit of Flashback
23. Stuck in The Elevator
Question and Answer!
24. Rules
25. V? Such A Weird Name
26. When He Can Speak Korean Language
27. Date
28. Move On, Dude.
29. Truth
30. What The Heck is Dreamisode?
31. Tell Him the Freaking Truth
32. Love You Goodbye
33. Right Now
34. Passed Out
35. Finally
36. Bad Feeling
37. Inhale-Exhale
Announcement & FunFact
SPIN OFF
OPEN PRE-ORDER!

5. Shocked

44.7K 5.5K 1.9K
By trooyesivan

Alisha telah melewati masa kritisnya. Perempuan itu kini berada diatas ranjang ditemani Oliver yang menyuapinya makanan khas rumah sakit.

"Udah Oliver, aku kenyang," kalimat itu ia lontarkan saat Oliver hendak menyuapi suapan ketiga.

"Ini baru suapan ketiga, sayang."

Alisha menggeleng dan berkata, "Enggak mau,"

Oliver menghela napasnya. Alisha semakin hari semakin kurus, karena ia kehilangan napsu makan, dan lusa, Alisha akan menjalani kemoterapi lagi, dan itu artinya rambutnya akan semakin menipis. Bahkan Alisha memutuskan, untuk menghabisi rambutnya setelah kemoterapi.

"Kemaren Olivia kesini, buat jenguk kamu," ucap Oliver membuka topik pembicaraan.

"Olivia yang ada di pernikahan Sierra?"

"Iya."

"Kok bisa?" tanya Alisha. Ia penasaran bagaimana bisa Olivia kesini dan menjenguknya.

"Ternyata, dia itu satu kelas sama aku," Alisha menatapnya dengan mata berbinar.

Alisha tahu kalau Oliver baru masuk kuliah, lelaki itu sempat memberhentikan kuliahnya dengan alasan bahwa ia ingin menjaga Alisha. Mendengar hal itu, Alisha marah, dan memaksa lelaki itu untuk melanjutkan kuliahnya, hingga akhirnya Oliver pun menyetujuinya dan mengubah jurusan yang ia pilih.

"Dia cantik ya?" tanya Alisha menatap Oliver sambil tersenyum.

"Semua perempuan itu cantik, Alisha. Kalo gak cantik, ya dia bukan perempuan," ujar Oliver memainkan jemari tangan pacarnya.

Alisha hanya tersenyum mendengarnya. Perempuan itu menyampirkan rambut tipisnya yang terurai ke telinganya. "Olivia orangnya gimana?"

"Dia baik, tapi ceroboh."

"Gak ada manusia yang sempurna, Oliver. Wajar aja kalo Olivia punya sifat yang hampir dimiliki oleh semua orang."

Oliver terdiam mendengarnya, dan tiba-tiba perempuan itu melontarkan sesuatu yang membuat Oliver kaget dibuatnya. "Kalo aku meninggal nanti, kamu mau kan, kalo Olivia ngegantiin posisi aku?"

Lelaki itu hanya menunduk dan tidak tahu harus berkata apa.

Pintu terbuka memperlihatkan Kila yang masuk ke ruangan Alisha. Lelaki itu tersenyum karena ia hendak pamit untuk pulang. "Tante, Oliver pamit dulu ya," ucapnya dan menyampirkan tasnya ke bahu.

Tante Kila mengangguk. "Hati-hati."

Oliver mengangguk. Ia memegang tangan Alisha lalu berbisik di telinganya. "Aku gak tau, karena cinta gak bisa dipaksa."

Setelah mengucapkan tiga kalimat itu, Oliver pergi dengan rasa sesak didadanya.

°°°

Hal yang tidak menyenangkan bagi Olivia itu adalah, disaat ia sedang mendownload sebuah film dengan ukuran yang cukup besar, dan saat sudah mencapai 99% dimana yang artinya akan segera selesai, tiba-tiba wifi yang ia gunakan tidak tersambung. Disaat itu pula, ia ingin membanting laptopnya.

Bayangkan, Ia telah menunggu selama tiga jam!

Olivia mendengus dan mematikan laptopnya.

Perempuan itu menaruh buku yang ia pinjam di tempat semula. Kini ia sedang berada di perpustakaan kota. Sebenarnya, Olivia kesini bukan hanya untuk menumpang wifi, tetapi sekaligus mengerjakan tugas dari dosennya. Dosennya itu menyuruh murid-muridnya untuk mencari karya sastra klasik, dan harus meringkas karya tersebut dengan tulisan tangan.

Bisa dibayangkan bagaimana pegalnya tangan perempuan itu, dikarenakan menulis sebanyak 15 lembar kertas portofolio.

Meregangkan tangannya berkali-kali, sambil menekukkan lehernya yang kaku, Olivia berjalan menuju tempatnya kembali. Ia mengambil salah satu buku yang ia pinjam, dan menyampirkan tas gendongnya ke bahu.

Olivia berjalan menuju tempat peminjaman buku, lalu memberi kartu khusus.

Mengangguk sambil mengucapkan terimakasih, saat sang penjaga perpustakaan memberikan bukunya, Olivia berjalan keluar untuk mencari udara bebas.

Tujuannya saat ini adalah taman di pusat kota. Jarak antara perpustakaan dengan taman tidak terlalu jauh, kalian hanya perlu berjalan kira-kira sekitar 15 menit, dan sampailah di tempat tujuan.

Bagaikan jomblo kesepian, Olivia membeli sebuah es krim, dan setelah itu ia duduk di bangku taman, yang mana bangku itu tersedia disetiap jejeran pohon-pohon disekitarnya.

Memakan es krimnya dengan asyik, sambil melihat-lihat anak yang bermain bola membuat hati Olivia tenang. Ia sudah lama sekali tidak melihat anak-anak bermain bola dengan riang dan berlarian kesana-kesini.

Seketika itu pula ia jadi mengingat Oliver. Apakah cinta pertama lelaki itu Olivia? seperti yang ada di dalam mimpinya? Atau itu hanyalah sebuah mimpi yang hanya dibuat-buat dengan sendirinya?

Tapi, menurut Olivia, kejadian saat ia bertemu dengan Oliver waktu kecil itu benar terjadi.

Karena ia masih mengingatnya.

Olivia memakan es krimnya lagi yang hampir meleleh, semilir angin sore membelai rambut coklatnya yang tergerai, ia memejamkan matanya menikmati angin tersebut.

Olivia membuka mata saat suara perempuan memanggilnya.

Ia melihat Rina dengan pakaian santainya, sedang membawa botol plastik yang isinya tinggal setengah lagi. "Ngapain lo kesini?" tanya Olivia terkekeh.

Rina menjawabnya sambil duduk disebelahnya. "Abis jalan-jalan sore, kepala gue pusing di kantor mulu, kerjaan banyak," ucapnya memutar bola matanya, "Lo sendiri?"

"Sama, gue baru aja ngerjain tugas kampus dan itu harus di tulis tangan di 15 lembar kertas portofolio, gila kan?"

Rina tertawa mendengarnya. "Oh ya, Rin. Lo mau tau? Ternyata Oliver yang ada di mimpi gue waktu itu, beneran nyata! Lo bisa bayangin gak sih?! Dan dia satu kelas sama gue!" curcolan Olivia membuat Rina tersenyum menggoda.

"Jodoh itu gak bakal kemana, Liv."

"Gue tau, tapi sayangnya, Oliver itu udah punya pacar, dan pacarnya itu, punya penyakit leukimia."

"Ah, paling bentar lagi dia mati, selow aja," ujar Rina menimpali.

Olivia melotot dan memukul paha perempuan itu. "Gak boleh gitu ih!"

"Becanda anjir," Rina memutar bola matanya, perempuan itu membuka suaranya lagi, "Oh ya, gue kesini bareng pacar gue loh, lo gak mau kenalan gitu?"

Olivia melongo. Sejak kapan Rina mempunyai pacar? Padahal, saat seminggu yang lalu Rina tidak bilang apa-apa padanya. Seakan sudah mengerti ekspresi yang Olivia pasang, Rina membuka suaranya. "Gue baru jadian dua hari yang lalu,"

"AW DOAIN GUE JUGA YA, BIAR CEPET NYUSUL," jerit Olivia sambil memeluk Rina dari samping, sahabatnya itu hanya tertawa melihatnya.

"Nah, itu dia," Rina menunjuk seorang lelaki yang sedang berjalan menuju kearah mereka berdua.

Bagaikan gerakan slow motion, Olivia membuka mulutnya dengan tidak percaya. Lelaki yang memakai pakaian kantoran itu berlari-lari kecil dan tersenyum menatap Rina.

Rina beranjak dan mengamit lengan lelaki itu.

"Kenalin Liv, ini Rafa. Nah, Rafa itu temen aku dari SMA namanya Olivia."

"Rafa," kenalnya sambil tersenyum kearah Olivia.

Dengan mengangguk kaku, Olivia menjabat tangan lelaki itu. "O-Olivia," jawabnya dengan gugup dan melepas tangannya kembali.

Ia masih tidak percaya, kalau satu persatu orang yang ada di dalam mimpinya muncul di dunia nyata. Tapi, mengapa bisa?! Apakah itu berarti teman-teman Oliver juga nyata?!

Olivia tidak tahu harus berkata apa. Semua itu berkecamuk di dalam pikirannya.

"Rin, sini deh," panggil Olivia dengan tatapan yang tidak dimengerti.

"Apa?" tanya Rina.

Olivia menimbang-nimbang, apakah ia harus memberi tahu Rina atau hal ini ia simpan saja? Sungguh ia bingung.

"Ng-enggak jadi deh," Rina memutar bola mata meresponnya.

"Ya udah, gue duluan ya, Liv. Jangan balik malem-malem," ujar Rina padanya.

Olivia mengangguk, dan tersenyum kaku saat Rafa menatapnya. Rina dan Rafa pamit, kemudian pergi dari hadapannya.

Di taman ini, perempuan yang bernama Olivia itu termenung sambil memikirkan orang-orang yang ada didalam mimpinya.

°°°

Baru kemarin Alisha melontarkan pertanyaan yang sanggup membuat Oliver mati kutu. Sungguh, lelaki itu tidak habis pikir, mengapa Alisha malah menjodohkannya dengan Olivia? Apakah itu berarti Alisha tidak mencintainya? Lagipula Oliver baru mengenal Olivia kemarin.

Ah ya, satu lagi. Apakah itu berarti Alisha akan pergi dengan cepat?

Tidak, itu tidak akan terjadi. Oliver terus mengulang kalimat itu dalam pikirannya.

Terdengar suara dentingan ponselnya yang ternyata lagi-lagi itu adalah notifikasi dari grup chatnya.

Dafino : GAISSS

Dafino : BESOK KITA KE RUMAH CHANDRA KUY

Oliver : emang kenapa?

Dafino : CHANDRA MAU SYUKURAN

Chandra : syukuran apaan bngst

Dafino : DALAM RANGKA MEMPERINGATI, NAIKNYA CHANDRA KE IQRA 2 ASYIQUE

Adrian : NGAKAK HAHAHAHA

Chandra deleted Dafino from the group.

Oliver hanya menggeleng-geleng melihat tingkah laku temannya itu. Memang dari ketiga temannya, Fino lah yang paling sering ngelawak, walaupun jokes yang dilontarkan Fino terkadang receh. Oliver menghargainya, karena membuat jokes itu susah-susah gampang menurutnya.

Balik ke dunia nyata, ia melihat kertas portofolio yang ada di meja belajar. Baru saja Oliver masuk, tetapi dosennya sudah memberinya pekerjaan rumah yang cukup banyak, dan itu membuat Oliver muak mendengarnya.

10 lembar. Baru sepuluh lembar yang Oliver kerjakan. Berarti lima lembar lagi, pekerjaan itu akan segera selesai. Tetapi, tangan Oliver terlalu lelah untuk mengerjakan itu semua.

Dengan masih mengenakan kacamata belajarnya, ia beranjak dari meja belajar, untuk ke dapur. Terlihat Mamanya yang datang dari lantai atas, datang dengan baju tidurnya, berjalan menuju dapur dengan wajah mengantuk. "Kamu ngapain Oliver?"

"Bikin kopi."

Mamanya mengangguk, dan meminum air yang ada di kulkas. "Jangan tidur malem-malem," ujar Mamanya lagi dan pergi meninggalkan Oliver di dapur.

Oliver mengangguk mendengarnya. Setelah membuat kopi, ia kembali ke kamarnya. Menghela napasnya berkali-kali, ia meminum kopi buatannya itu, dan mulai mengerjakannya.

Mungkin malam ini, Oliver akan begadang.

°°°°

Pagi telah tiba, disaat Gina mengetuk pintu kamar anaknya untuk membangunkan Oliver. Lelaki itu terbangun dengan mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia melepas kacamata belajar yang dikenakannya dan baru tersadar bahwa ia tertidur diatas meja belajarnya sendiri.

Pukul 7 terpampang di jam bulat berwarna hitam itu. Oliver menguap sekali lagi untuk mengumpulkan semua nyawanya. Setelah itu, ia meregangkan punggungnya.

Demi apapun, Oliver tidak akan pernah tidur di meja belajar lagi. Karena badannya langsung pegal-pegal saat terbangun.

Membersihkan diri selama 15 menit, ia turun ke bawah dan terlihat Ayahnya yang sedang membaca koran di meja makan sambil meminum kopi.

"Gak kuliah, Li?" tanya Ayahnya.

Oliver mengangkat alisnya, dan mengambil roti yang tersedia di meja makan. "Ini mau pergi. Ya udah, Yah. Oli duluan,"

Setelah itu, ia pergi dan meninggalkan Ayahnya. Karena ini masih jam delapan pagi. Dimana kelasnya akan dimulai jam 9, ia memutuskan untuk ke rumah sakit.

Sampai disana, ia melihat Alisha yang sedang mengobrol dengan Tante Kila.

Oliver tersenyum saat Tante Kila menyapanya.

"Tante tinggal gak pa-pa kan? soalnya rumah lagi berantakan banget, gak ada yang ngurusin."

Pembantu Alisha sedang pulang kampung dikarenakan ada saudaranya yang meninggal, dan oleh karena itu Mama Alisha lah yang harus mengurusi rumah.

Oliver mengangguk. "Iya, gak pa-pa, Tante," 

Ibunda Alisha pun pergi meninggalkan mereka berdua, sementara Oliver mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

Bahan-bahan rajutan.

Kemarin, Alisha memintanya untuk membawakan bahan-bahan untuk membuat rajutan, karena ia merasa bosan di rumah sakit.

Alisha memang pandai dalam merajut, sewaktu kecil, Alisha penasaran melihat Mamanya yang hobi sekali merajut dikala waktu senggang, hingga ia meminta Mamanya untuk mengajarinya cara membuat rajutan. Pertama kali memang agak sulit, namun lama-kelamaan akhirnya ia bisa juga merajut.

Mata Alisha berbinar melihatnya. "Ya Tuhan! Makasih banyak, Oliver!" ucap Alisha dan mengambil bahan-bahan tersebut.

Oliver tersenyum dan memeluk perempuan yang sudah mengisi hatinya selama dua tahun itu. Lelaki itu sangat senang saat melihat Alisha yang menerima hadiah pemberiannya.

"Jangan pergi ya?" tanya Oliver tiba-tiba.

"Aku disini aja kok," jawab Alisha polos.

"Maksud aku, jangan pergi," ucap Oliver lagi dengan menekankan kata terakhir.

Alisha menghela napas dan mengeratkan pelukannya.

Aku gak bisa janji, Oliver.

°°°

gue tau chapter ini emang boring af, tapi gue lagi ngestuck, gatau mau ngelanjutin kek gimana :(

yaudahlah.

Jan lupa vomments ya.

Dadah.

-marcel

Continue Reading

You'll Also Like

100K 17.9K 31
Andreas Dayan diterima menjadi salah satu siswa baru di SMP Bomantara. Segera ia memutuskan akan menjaga jarak dari semua orang. Anak-anak di sekolah...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.5M 307K 34
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
5.9M 648K 45
Kalau anak olimpiade berantem sama anak hits gara gara masalah vlog doang.... bakal baper nggak sih? - Yena awalnya termasuk para cewek yang sering m...
985K 94.9K 35
(SUDAH SELESAI DAN MASIH TERSEDIA SECARA LENGKAP) LARA DAN SEMESTANYA YANG KEHILANGAN RASA Kisah-kasih itu bukan soal indera yang sempurna, tetapi te...