[MWS:1] A Werewolf Boy (New V...

By gracesar34

347K 11.6K 116

Beberapa kali Ranking #2 Werewolf Dalam proses penulisan ulang. Cerita berbeda 360° dari sebelumnya. *Mode... More

Pembuka
1 > Revisi <
1 (New Version)
2 (New Version)
3 (New Version)
4 (New Version)
5 (New Version)
6 (New Version)
7 (New Version)
8 (New Version)
9 (New Version)
10 (New Version)
12 (New Version)
KISAH HATI
13 (New Version)

11 ( New Version)

13.6K 1K 10
By gracesar34

Kutitipkan kepercayaanku pada dirimu. Karena aku percaya, ketulusan sebuah kepercayaan diberikan pada orang yang percaya sepenuhnya pada kepercayaan itu sendiri.

Berharap kedepannya, kamu bisa berubah. Setidaknya pada diriku.

- Aleyna Marelyn Holyn

****

Semoga puasanya lancar

Happy reading~

****

Seorang wanita berdiri tegap dengan setelan serba hitamnya. Disebuah kamar temaram yang tak ada satupun penerangan. Gelap gulita menyelimuti ruangan luas yang penuh akan barang-barang mewah itu. Sebuah telepon berada dalam genggamannya, wanita bersurai panjang yang memandang area sekitar tepat disebuah balkon lantai atas berada.

Rahangnya mengeras. Alis tebal itu menyatu hampir membentuk satu garis. Napasnya naik turun sampai terdengar helaan kasar. Hidungnya kempas kempis penuh tekanan. Sepadan dengan kedua tangannya yang mengepal kuat. Emosi terlihat jelas dibalik raut itu.

"Bagaimana ini semua bisa terjadi, Samuel?! Apa kalian lalai menjalankan tugas? Ataukah dirimu dan para bawahan itu sudah bosan hidup?! Kalau benar seperti itu, cukup katakan padaku. Aku sendiri yang akan membunuh kalian semua!"

Netra itu berubah. Tak ada lagi cahaya coklat madu. Keduanya berubah. Memerah, semerah darah. Hampir mendekati warna terang yang sangat menakutkan. Aura wanita itu juga turut berubah. Gelap yang terkesan hitam tanpa belas kasih. Bahkan genggaman dalam telpon itu menguat. Seakan mampu meretakkan dalam sekali genggam.

"Maafkan kami, Nona. Tuan tiba-tiba lolos dari keamanan. Selang beberapa detik saja, bahkan semua bodyguard yang saya tugaskan di berbagai sudut tempat tidak bisa menemukan jejaknya."

"Aku sudah mengatakan sebelumnya bahwa keamanan Kakakku adalah yang terpenting. Tugas ini adalah tugas yang paling utama untuk kalian semua, juga tugas yang sangat sulit untuk dilakukan. Kakakku sangat pintar mengecoh lawan. Itulah mengapa aku menugaskan kalian! Bahkan setelah bertahun-tahun bekerja untukku, hal sekecil ini saja kau tak tahu?!!"

"Sekali lagi maafkan kami. Saya berjanji selanjutnya ini tak kan terjadi lagi."

"Tentu saja kejadian serupa tak boleh terulang. Kakakku tahu bahwa selama ini kalian semua selalu mengikutinya. Ini pasti keinginannya untuk pergi meloloskan diri dari kalian, para bodyguard b*stard tak tahu diri! Tak butuh waktu lama untuk melakukannya. Ia punya banyak cara."

"Saya dan anak buah saya akan meningkatkan kewaspadaan pada tuan. Selain itu, kabar baiknya kami sudah menggenggam alamat mansion yang dituju oleh tuan. Satu-satunya alasan mengapa kejadian ini terjadi."

"Itu bagus. Tapi jangan senang dulu. Bukan berarti aku tak akan memaafkan kalian atas kelalaian ini!"

Tegas. Garang. Atau apalah itu kata yang sepadan untuk mengetahui nada suaranya yang menggelegar ditengah keheningan.

Terdengar sebuah suara di ujung sana. "Nona, sangat sulit untuk bisa menemukan informasi tentang kejadian ini."

"Apa kau baru saja mengatakan penolakan atas kemauanku, Samuel?"

"Tentu saja bukan itu maksud saya Nona. Penjagaan di mansion itu sangat ketat. Hampir mendekati kata sempurna. Kita butuh hacker yang sangat luar biasa hebat untuk mampu menembusnya. Sementara para hacker yang kita miliki, kemampuannya masih dibawah sempurna."

"Aku tidak mau tahu, pokoknya 1 jam lagi data tentang segala informasi itu harus sudah berada diatas mejaku."

"Ta-tapi, Nona-"

"Dengar, Sam, aku tidak menerima kata tidak. Walaupun tugas ini mustahil sekalipun, kau tetap harus melakukannya untukku."

"Sa-saya mengerti, Nona. Tapi-"

"Sekali lagi kamu mengatakan tapi, aku akan menyuruh anak buahku yang lainnya untuk memusnahkan nyawamu. Samuel, kamu tahu sendiri, aku tidak pernah bermain-main dengan perkataanku. Camkan itu!"

Click!

Telpon terputus. Hanya dengan menyisahkan sebuah tatapan tajam dari si pemilik mata.

"Tenang saja, Kakak. Aku akan selalu melindungimu..."

Suara wanita itu, lirih. Sarat akan rasa sakit, namun tersimpan sejuta kasih sayang didalamnya.

******

Sementara itu di sisi barat lainnya, suara senandung ringan penuh kelembutan menghantarkan kenyamanan di sekeliling ruangan. Dengungan nada lembut bak menari-nari di sekeliling udara membuat suasana mansion mewah itu berubah. Nampak mendayu-dayu, menghilangkan segala kerisauan dan kesuraman yang sebelumnya tercipta tebal. Merontokkan tembok dingin penuh kecaman, tergantikan dengan tebaran mawar menyejukkan.

Seorang wanita tampak bergerak lincah di sebuah dapur besar yang penuh dengan perabotan mahal nan mewah. Ia memasak dengan di iringi senandung ringan dari sebuah nada lagu yang nampak familiar. Senyuman penuh itu mengembang cantik di tiap ujung mulutnya. Surai panjang itu di ikat menjadi satu tumpuan, memperlihatkan leher jenjangnya yang indah. Sebuah dress putih dengan bintik-bintik kecil menghias di sepanjang balutan kain. Sekilas, penampilan wanita itu nampak cerah dan penuh semangat.

Para maid yang sedari tadi berdiri berjejer di tiap sudut ruangan menampilkan senyuman simpul. Melihat pancaran keanggunan dari seorang wanita yang memasak dengan penuh ketulusan untuk tuan mereka, sang pemilik istana. Tanpa sadar, penghuni seluruh isi tempat itu telah dibuat terkesima olehnya. Seakan segala yang sosok itu lakukan adalah hal penuh akan kesempurnaan.

Sambil menunjuk sebuah oven mini ia berkata, "bisakah aku menggunakan ini? Aku ingin membuat kue untuk Ashton. Kuharap ia bisa cepat sembuh setelah memakan kue buatanku," suara yang wanita itu keluarkan saja sudah lebih dari cukup untuk meruntuhkan tembok hitam yang tercipta di istana ini. Singkat kata, dengan kedatangan wanita itu suasana di segala tempat berubah. Menjadi ceria dan penuh warna.

"Tentu saja, Nona. Anda bisa memakai segala peralatan di dapur ini tanpa terkecuali."

Tanpa menunggu komando selanjutnya, dengan penuh senyum ia menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan dan segera membuat kue. Nampak tiga orang lelaki berpakaian chef yang berdiri di belakang tercengang dengan kemampuannya dalam memasak. Bisa di bilang ia punya bakat dalam bidang ini. Luar biasa. Untuk ukuran seorang gadis rumahan, hasil masakannya sangat memukau dan lezat untuk disantap.

"Nona Aleyna ingin membuat kue apa untuk tuan?"

Dia, Aleyna. Tersenyum sambil memamerkan adonan kue yang setengah jadi. Nampak bangga memperlihatkannya pada maid dan chef yang ada di ruangan itu.

"Cookies coklat, caramel dan puding vanila sepertinya bisa membantu Ashton agar cepat pulih, bukankah begitu chef?" ia bertanya sambil melihat para chef yang saat ini berjalan mendekat. Lebih tepatnya melihat hasil karya luar biasa seorang Aleyna Marelyn Holyn dalam memasak yang setengahnya sudah ia tata rapi diatas meja makan.

"Ah, iya tentu saja. Coklat bisa membantu meregenerasi kulit yang teruka, caramel menyegarkan pikiran, sementara vanila membuat tubuh menjadi lebih bertenaga. Semua makanan itu memang sangat dibutuhkan oleh tuan sekarang."

"Anda sangat pintar dalam mengelola porsi makanan, Nona."

"Sempat saya terkecoh, apakah mungkin bahwa Nona adalah seorang master chef yang sedang menyamar menjadi gadis biasa? Semua masakan ini... Sangat sempurna."

Berbagai pujian mampir di telinganya. Membuat kedua pipi Aleyna memerah malu. Mendengar ketiga chef di rumah-yang-lebih-mendekati-istana-ini mati-matian memuji bakat masaknya. Terlebih mendengar perkataan salah seorang pelayan yang tiba-tiba saja datang entah dari mana, seakan mampu merubahnya menjadi seekor kepiting rebus. Akibat seluruh permukaan wajahnya yang kian memerah. Malu namun juga sedikit banyak rasa keanehan terbersit dalam pikirannya. Ya, aneh. Karena membuat Aleyna menguras pikiran untuk bisa mengerti maksud perkataan itu.

"Kami bahagia tuan bisa menemukan wanita yang sangat sempurna dan baik hati seperti anda. Kami sempat terkejut karena Nona Aleyna bisa ada disini lebih cepat dari yang sebelumnya diramalkan oleh mendiang kakek. Tapi semua rasa keterkejutan itu sirna karena melihat kepribadian Nona yang sangat tulus kepada tuan." Diakhiri sebuah senyuman miring yang nampak sedikit menyeramkan.

"Becca!"

Suara Vien menggelegar ditengah keheningan ruangan yang mendadak berubah mencekam. Ketiga pengawal pribadi Aleyna yang sedari tadi berdiri tidak jauh, dedetik setelah ucapan dari seseorang yang bernama 'Becca' dengan segara mendekat hampir setengah berlari. Menghampiri Aleyna seakan melindungi Nonanya dari wanita berpakaian pelayan itu.

"Jaga ucapanmu, Becca! Jangan mengada-ada!"
Dena mendekat kearah Becca dengan mencengkram pergelangan tangan wanita itu dan menyeretnya pergi menjauh.

Terdengar suara tawa yang menggelegar. Becca. Wanita itu tertawa seakan-akan pandangan tajam dari seluruh mata yang ada di ruangan ini, plus pandangan penuh tanya Aleyna hanyalah sebuah lelucon belaka. "Mengada-ada katamu? Jangan munafik Dena! Jelas disini aku mengatakan sebuah fakta. Kasihan Luna kita, Aleyna. Terus menerus dibodohi seperti orang dungu!"

Mata Aleyna melebar. Karena mendengar pernyataan beruntun yang terselip fakta mengagetkan dari mulut pelayan Becca itu. Terlebih nada saat mengucapkan namanya yang sangat dibuat-buat. Seakan-akan hanya dengan menyebutkan nama 'Aleyna'di mulutnya, bisa menimbulkan berbagai penyakit baginya.

Sementara itu, Aleyna dibuat mematung memikirkan berbagai ucapan yang setengah mengancam hatinya. Ia tak pernah menduga bahwa keputusannya untuk berada di dapur dan memasak berbagai makanan yang akan ia berikan pada Ashton bisa berakibat fatal dengan bertemu wanita penyihir semacam Becca.

Luna...

Terus menerus dibodohi...

Seperti orang dungu...

Apa-apaan ini?

"Ayo pergi dari tempat ini Nona," Tera dengan segera melangkahkan kaki menuju pintu keluar dapur. Berharap agar Aleyna mengikutinya dari belakang. Namun tidak, pandangannya masih setia tertuju pada sosok bernama Becca yang saat ini menatap Aleyna dengan pandangan menyelidik. Licik, ia tahu betul arti tatapan itu. Menunjukkan kerendahan, seolah-olah derajatnya jauh dibawahnya.

Dan Aleyna benci akan hal itu.

Melihat Aleyna yang masih berdiri di belakang dengan tatapan kosong, Tera menggenggam tangan Aleyna dan menariknya pelan. Dera nampak berlari menembus keramaian dan menghilang dibalik pintu dapur. Ruangan nampak kacau. Puluhan maid dan chef yang sebelumnya berjejer rapi nampak berlarian tak tentu arah, kesana-kemari seakan-akan kedatangan Becca merupakan ancaman besar yang tak sepatutnya didekati.

"Nona..." Ucapan Tera selanjutnya menyadarkan Aleyna dari lamunannya. Namun perkataannya selanjutnya mampu membuat Tera mengerutkan kening, khawatir, terlebih genggamannya pada tangan Nonanya yang dilepas secara perlahan.

"Tidak, Tera. Aku ingin mendengar maksud perkataan wanita itu. Aku tidak akan pergi sebelum mendengar lebih jauh apa yang ia bicarakan." Penuh tekad. Aleyna merasa bahwa harga dirinya sedang di injak-injak oleh wanita bernama Becca ini. Terlebih wajah angkuh yang ia perlihatkan mampu membuat amarah seketika melingkupi kepala Aleyna.

"Apa maksud perkataanmu itu? Aku? Orang dungu? Dan juga, Luna? Apa arti itu semua? Jelaskan sekarang juga padaku!" Lengkap sudah. Dengan Aleyna yang telah diselimuti oleh emosi, Becca semakin bernafsu untuk mengatakan hal-hal yang semakin membingungkan.

"Sudah kubilang bukan, bahwa kamu adalah wanita dungu! Bodoh! Tidak tahu apa-apa. Dipermainkan oleh Black dan masuk dalam lingkaran permainannya, kamu diam saja. Luna yang sungguh sempurna katanya? Bukan, kamu jauh dari kata itu. Dungu lebih cocok melekat dalam diri seorang Aleyna Marelyn Holyn. Kamu..."

Ada nada jeda yang panjang dari ucapan itu, terdengar congkak. Walaupun kalau di dengar sedikit lebih pelan, terselip kesedihan yang coba wanita itu tutup-tutupi.

"Tidak cocok menjadi Luna pack ini!"

Ucapan terakhir itu sangat lirih. Bahkan hampir saja Aleyna tak dapat menangkap suara itu andai saja ia tak melihat gerakan bibirnya.

Black... Jelas ia sedang membicarakan Ashton. Ashton yang di maksudkan secara sepihak oleh Aleyna. Mereka membicarakan seorang lelaki yang sama, namun memiliki sebutan yang berbeda.

Sebelumnya Aleyna sudah pernah mendengar nama itu dari orang lain di rumah ini, namun saat Becca menyebutkannya tanpa embel-embel tuan seperti para pelayan lain, Aleyna jadi sedikit banyak merasakan keanehan dari sosok wanita bernama Becca. Siapa sebenarnya dirinya? Pelayan biasa tak mungkin bisa menimbulkan keributan besar yang menggelegar seperti halnya saat ini. Pelayan biasa tak mungkin berani melakukannya. Terlebih ekspresi para pelayan lain yang sangat ketakutan saat melihatnya, semakin menambah gejolak dalam diri Aleyna.

Lingkaran permainan Black... Tidak mungkin Ashton, ah tidak, Black mencoba mempermainkan kehidupan Aleyna. Wanita itu pasti berbohong. Iya 'kan? Luna... Entah sudah berapa kali kata itu mampir menuju indra pendengarannya. Kata yang ditujukan lagi-lagi untuk dirinya. Bukan sebuah nama, apalagi panggilan atau berupa kata ganti. Mereka jelas menghubung-hubungkan kata itu seakan Luna adalah sebuah tahta yang sedang ia sandang.

Memikirkan itu semua lebih jauh membuat kepala Aleyna pening. Matanya berkunang-kunang. Tubuhnya lemas disertai dengan suara dengungan yang hanya biaa ia dengar seorang diri. Ajaibnya, kedua kaki itu masih bisa menopang tubuh ringkih itu sendirian. Ia tak jatuh limbung mengenaskan. Seakan dengan kehadiran Becca yang menunjukkan kebencian penuh atas dirinya memberikan energi membuncah kembali.

Berbicara tentang wanita itu... Memang sungguh aneh. Warna rambut merah mencolok itu terurai berantakan. Sangat berbanding terbalik dengan netra biru terangnya yang sedari awal terus memandang tajam ke arah satu sosok, Aleyna, dengan penuh kebencian. Bibir tipisnya di poles lipstik sewarna dengan rambutnya, merah tebal yang hampir mirip menyerupai darah. Dan yang paling aneh, ia datang ke tempat ini dengan memakai pakaian pelayan. Seragam hitam putih itu nampak sangat kacau ia gunakan. Compang camping di beberapa bagian, seakan menegaskan bahwa ia memakai pakaian itu dengan penuh terburu-buru.

Wanita itu tahu semuanya tentang diri Aleyna. Terlihat jelas dalam pancaran mata penuh kebencian yang ia lemparkan pada diri Aleyna. Seakan segala informasi yang ia terima tentang wanita itu sungguh memuakkan berupa omong kosong tak berguna. Tatapan menghunus itu seakan mampu melubangi kepala Aleyna.

Ia jelas tak berada disini hanya sebagai pelayan. Sepatu boots hitam yang melekat di kedua kakinya menunjukkan sedikit identitas aslinya.

"Becca, aku tak pernah mengenalmu sebelumnya. Tapi mengapa kamu bisa menghinaku dengan berbagai macam penghinaan seperti ini? Beberapa di antaranya bahkan gagal untuk bisa kupahami. Maafkan aku jika memang aku punya salah padamu, tapi tolong jelaskan apa maksud semua ini," Aleyna sadar dengan apa yang ia ucapkan semakin membuat Becca berada diatas angin. Wanita itu jelas bahagia jika Aleyna merendahkan diri di hadapannya.

Detik selanjutnya, tawa kembali menggelegar. Masih dengan si pemilik tawa yang sama, juga untuk satu sosok sama yang ditertawakan. Tawa itu seakan menghempaskan segala ketulusan, berganti kesuraman penuh kebencian.

Hanya ada empat orang di ruangan ini. Kalian bisa menebak sendiri siapa saja orang-orang itu. Vien, Tera, Aleyna-tentu-saja, dan wanita itu, Becca. Semua orang yang sedari awal berada disini sudah pergi tak tahu arah. Seakan mencoba menyelamatkan diri masing-masing. Keadaan sekarang sungguh mencekam. Vien yang berada dibelakang tubuh Aleyna dan Tera yang menghadang Becca tepat didepan seakan mencoba memutuskan tatapan penuh kebencian Becca pada Aleyna.

"Aku sungguh kasihan padamu, Aleyna. Ckck, wanita dungu yang bahkan lebih dungu dari hanya sekedar dungu! Sangat mudah di permainkan. Kamu sungguh tak pantas berdiri disamping Black. KAMU TAK PANTAS MENJADI SEORANG LUNA!"

"Dan pikirmu, kamu pantas menepati tempat itu?"

Dingin, bahkan tanpa intonasi. Seakan di ucapkan tanpa perasaan berarti.

Dia disana...

Ashton, atau...

Black,

Atau...

Siapapun itu

Berdiri dengan congkak walau beberapa luka masih menghias di beberapa bagian tubuhnya yang tak dapat tertutup oleh pakaian.

Tatapan itu tajam. Bagai elang memburu calon mangsanya. Buas, liar, bahaya!

"Rebecca, a bitch from the asshole, Dave! Kamu jalang tak tahu diri! Beraninya menghina milikku yang berharga! Aleyna segalanya bagiku. Mine. My Luna!"

To be continued.

Continue Reading

You'll Also Like

4.6K 239 20
warning!!!cerita ini hanya sebuah fiksi,murni dari pikiran author,jika ada kesamaan itu ketidaksengajaan. kalian percaya gak sih sama dunia fantasi...
123K 11K 50
"aku tidak mau!! hiks" "ayah ibu hiks aku mau pulang" "mereka bukan orang tua mu " "diamlah atau aku tidak akan pernah bersikap lembut omega" #bl mpr...
2K 218 15
Namjoon tidak sengaja menghamili bandmate-nya, Jin, karena rut yang tak terduga. Semua semakin rumit sebab Namjoon masih harus menyelesaikan wajib mi...
2M 104K 47
"Tidur di luar dasar anak tidak tau diuntung,dan jangan berani-beraninya kamu masuk kedalam sampai saya menyuruhya"teriak ibu angkatku sambil mendoro...