A Typical (Not Typical) Love...

Par Greedybees

5.9K 631 128

Kau pernah mencintai seorang perempuan? Kau pernah punya seorang sahabat perempuan? Apa yang terjadi jika kau... Plus

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 7
Chapter 8
Special Drabble!
Chapter 9
Chapter 10
New Fanfiction!
Chapter 11

Chapter 6

381 48 7
Par Greedybees

"Sooyoung?"

Jantung Sungjae hampir jatuh ke lantai ketika mendapati seorang gadis setengah malaikat tengah berdiri di hadapannya begitu pintu terbuka. Sungjae merasakan ada letupan-letupan aneh di dadanya, Sungjae memang payah jika berurusan dengan ini. Melihat Sooyoung secantik ini dengan dress selutut dan rambut terurai bisa membuatnya gila.

"Boleh kami masuk?" Suara Paman Park, Ayah Sooyoung, menyadarkan Sungjae dari khayalan tingkat tingginya. Sungjae dengan segera membungkuk hormat kepada pria paruh baya itu dan mengangguk cepat- mempersilahkan keduanya untuk masuk ke dalam. Paman Park tersenyum padanya, tapi Sooyoung tidak sedikitpun melirik padanya. Sungjae tahu gadis ini mulai jaga jarak dengannya dan bisa dipastikan ini semua karena kelancangannya tadi pagi. Sungjae juga belum bisa memaafkan dirinya sendiri pasca kejadian itu.

Anggota keluarganya, Sungyoung, Ibu, dan Ayahnya berdiri dan tersenyum ramah begitu Paman Park dan Sooyoung memasukki area ruang makan. "Selamat malam," Ayah Sungjae berjalan mendekat kemudian bertukar salam hormat dengan Paman Park dan Sooyoung- Ibunya dan Sungyoung pun turut membungkuk hormat.

"Silahkan," Dengan ramah, Ayahnya mempersilahkan Sooyoung dan Paman Park untuk duduk dan bergabung dalam satu meja makan. Sungjae kemudian berlari kecil, kembali ke tempat duduk semulanya- di sebelah Sungyoung. Sungyoung menyenggolnya pelan untuk beberapa kali ketika Sooyoung memilih untuk menempati kursi yang berhadapan dengannya. Oh, tidak. Jangan sampai Sungyoung melakukan hal yang aneh-aneh lagi. Ia harus jaga imej baik jika ada Sooyoung.

"Dia cantik, Jae." Sungyoung berbisik padanya. Ingin rasanya Sungjae menjawab 'Ya, aku tahu. Dan dia lebih cantik darimu.' tetapi Sungjae akan mendapatkan pukulan maut dari Sungyoung jika ia berkata seperti itu- dan ia tidak tega juga, sih.

"Pacari dia saja. Buang Namjoo jauh-jauh." Sekali lagi Sungyoung berbicara seperti itu, Sungjae benar-benar akan melemparnya ke tengah laut Mokpo. Kakaknya ini benar-benar sudah tidak waras, lancang, dan berkata semaunya. Apa-apaan dia menyuruhnya untuk melupakan Namjoo dan membuangnya jauh-jauh? Hey, Namjoo itu sahabatnya. Ia tidak akan pernah mau membuang dan mengabaikan sahabatnya begitu saja sekalipun saat ia sudah punya pacar.

Sungjae kemudian menyentil dahi Sungyoung dan Sungyoung membalasnya dengan pukulan keras di lengannya. Ia sudah tidak peduli lagi dengan Sooyoung yang kini mulai memperhatikan tingkahnya dengan Sungyoung- Sungjae harus membela sahabatnya kali ini. "Jaga mulutmu, menyebalkan." Sungjae berbisik pada Sungyoung dengan nada mengancam sementara Sungyoung hanya membalasnya dengan sebuah desisan.

Sesi makan malam dimulai dan Sungjae mengambil banyak kimbap dan semangkuk penuh bulgogi. Sepanjang sesi makan malam, Ayah dan Ibunya asik mengobrol dengan Paman Park sementara dirinya sibuk mencuri pandang pada Sooyoung yang makan dengan lahap. Sungguh, Sungjae kehabisan kata-kata. Ia tidak tahu lagi bagaimana cara mendeskripsikan seorang Sooyoung yang bahkan masih sangat cantik ketika makan. Sungyoung, Namjoo, dan gadis lainnya tidak seperti ini- mereka mirip monster kelaparan saat makan.

Setelah makan, Ayah dan Ibunya masih saja mengobrol dengan Paman Park seperti tidak pernah kehabisan topik. Mereka membahas tentang halaman rumah Paman Park yang penuh bunga, tentang mobil Ibunya yang suka mogok, tentang pulau Jeju, tentang perusahaan di kantor, dan lain-lainnya yang susah diingat oleh Sungjae. Namun, hanya satu yang dapat diingat jelas oleh Sungjae, mereka membicarakan tentang kecocokannya dengan Sooyoung.

"Kalau dilihat-lihat, Sungjae mirip ya dengan Sooyoung." Paman Park memulainya lebih dulu dan diikuti tawa dari Ibu, Ayah, dan Sungyoung yang mulai kembali menggodanya.

"Sepertinya mereka berjodoh." Sungjae menghela napas ketika Ibunya membuka mulut. Jauh di dalam hatinya ia ingin sekali berjodoh dengan gadis cantik seperti Sooyoung- ia bisa punya banyak keturunan bagus jika menikah dengan Sooyoung. Tapi, ini bukan saat yang tepat untuk berbicara seperti ini- saat Sooyoung dan Sungjae sedang dalam kekalutan.

Sungjae dapat melihat gadis di hadapannya ini sedang tersenyum risih. Ia mengerti bagaimana rasanya, entahlah- ia seperti memiliki koneksi dengan Sooyoung. Sungjae sadar dirinya sudah terjatuh lebih dalam lagi. Ia jatuh cinta pada Sooyoung dan mungkin tak akan pernah berubah hingga berjuta-juta tahun lamanya. Di saat seperti ini, Sooyoung harus dilindungi.

"Paman Park, boleh aku mengajak Sooyoung keluar sebentar?" Sungjae satu langkah lebih jauh dari kata bodoh, ia jadi lebih bodoh saat jatuh cinta. Semua kaget dan Sooyoung adalah yang paling kaget. Sungjae terlalu spontan.

Paman Park tersenyum penuh arti- ada kebahagiaan tersirat disana, "Oh ya, tentu saja! Sooyoung pasti tidak akan keberatan, iya kan?" Lalu semua mata tertuju pada Sooyoung yang gelagapan, gadis itu memaksa bibirnya untuk tersenyum sedikit dan mengangguk ragu. Sungjae jadi merasa bersalah lagi.

Dan pada akhirnya, Sungjae dan Sooyoung benar-benar keluar dari rumah Sungjae dan berjalan beriringan. Keduanya berjalan tanpa suara- entah itu karena canggung atau memang tidak ingin bersuara. Yang jelas, bukan Sungjae yang tidak ingin.

Sungjae tidak peduli jika Sooyoung tidak mau berbicara dengannya, Sooyoung benar-benar terlihat cantik sekarang. Rambut cokelatnya mengkilap di bawah sinar lampu jalanan yang remang-remang, She's effortlessly beautiful. Sooyoung cantik saat makan, saat bermain basket, saat mengintipnya dari balik jendela kelas, saat canggung, saat panik, dan saat berada di bawah lampu jalanan. Sungjae sangat menikmati pemandangannya. Tapi, Sungjae lupa kalau gadis ini sedang menjauhinya.

Sebenarnya ada apa? Mereka masih baik-baik saja saat pagi hari dan Sooyoung berubah saat siang hari. Apa Sooyoung diserbu oleh fans fanatiknya? Apa karena Sooyoung tidak terima dicium olehnya? Apa karena Sooyoung sedang mengalami mood swing? Sungjae benar-benar tidak mengerti.

"Kau kenapa menjauhiku?" Sekali lagi, Sungjae bukan orang yang suka basa-basi. Sooyoung menoleh padanya dan sedikit terkejut karena ternyata Sungjae cepat sekali memahami isi hatinya.

"S-siapa yang menjauhimu?" Sooyoung balik bertanya dengan terbata. Sungjae menghentikan langkahnya tepat di bawah lampu jalanan dengan sinarnya yang berwarna kuning remang. Sooyoung tidak mengikuti Sungjae dan memilih untuk melanjutkan langkahnya, namun belum ada dua langkah, pergelangan tangannya sudah di cengkram kuat oleh Sungjae hingga ia tertarik dan kini berada di hadapan Sungjae.

"Jawabannya adalah, kau." Sungjae mendesah pelan, "Kenapa menjauhiku? Ada sesuatu yang menggangumu? Demi tuhan, Sooyoung-ah, jangan menyimpannya sendiri. Kalau ada masalah aku bisa ban-"

"Memang kau siapa?" Wajah cantik Sooyoung menegas tetapi ada satu sisi yang tidak terbaca oleh Sungjae, ada yang disembunyikan. "Kau bukan siapa-siapa, Sungjae." Sooyoung menunjuk kearahnya. Sungjae tidak tahu kalau Sooyoung bisa seseram ini jika sedang menghardik seseorang.

"Aku bukan siapa-siapa? Jadi selama ini kau menganggapku apa?" Sungjae membalas dan memasang raut wajah yang bisa membuat siapa saja kesal dan ingin menamparnya. Sungjae bisa melihat kedua manik mata Sooyoung mulai berkaca-kaca dan mulai memerah. Tidak, Sooyoung tidak boleh menangis.

"Dengarkan aku, Yook Sungjae." Sooyoung bergumam lirih, "Aku baru mengenalmu 2 hari dan kau sudah membuatku nyaman. Aku tahu kalau kau juga nyaman denganku, tapi kau terlalu nyaman." Benda bening itu mulai mengaliri pipi Sooyoung. Sungjae panik bukan main, tapi ia tidak berani untuk bertindak apa-apa. Air mata Sooyoung benar-benar sudah jadi kelemahannya.

"Jangan terlalu nyaman denganku Sungjae-ya, kau sudah menyakiti orang lain yang betul-betul menyayangimu." Sooyoung menyeka air matanya dan menghela napas, "Mulai sekarang, jangan dekat-dekat lagi denganku." Sooyoung tersenyum tipis. Sungjae benar-benar panik sekarang. Bagaimana bisa ia jauh-jauh dari gadis yang ia suka? Ia bahkan belum melakukan usaha apa-apa untuk Sooyoung. Ini namanya menyerah sebelum berperang. Tidak tidak, lebih tepatnya Sooyoung yang memaksanya untuk menyerah.

"Sooyoung-ah, tapi-"

"Namjoo lebih membutuhkanmu. Kau tega jika membuang sahabatmu begitu saja karena berteman denganku."

Namjoo. Kini nama itu berputar-putar di kepala Sungjae. Inikah yang membuat Namjoo marah padanya? Karena berteman dengan Sooyoung? Jika itu jawabannya, maka Sungjae bisa menyimpulkan kalau Namjoo belum sepenuhnya dewasa. Selama ini Namjoo yang selalu meledeknya karena berlaku seperti anak balita, tetapi ternyata Namjoo jauh lebih childish darinya. Seharusnya, Namjoo ikut senang karena ternyata Sungjae bisa berteman dengan gadis selain dirinya.

Sungjae bisa merasakan tangan Sooyoung menyentuh punggung tangannya- mencoba melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Sooyoung. Tetapi sebelum tangannya benar-benar lepas dari pergelangan tangan Sooyoung, Sungjae segera menarik gadis itu kedalam pelukannya. Entah sudah berapa kali ia melakukan hal-hal spontan dan lancang seperti ini pada Sooyoung, ia tidak lagi peduli. Ia tidak ingin jauh-jauh dari Sooyoung dan siapapun tidak ada yang boleh menghalanginya- tak terkecuali Namjoo. Sungjae itu laki-laki dan ia punya hak untuk menyukai seorang perempuan dan Sungjae tahu tidak ada laki-laki yang ingin dijauhkan atau dipaksa menjauh dari perempuan yang disuka, itu hanya jadi penyakit.

"Aku tidak mau jauh darimu." Sungjae berbisik, deru napasnya menyentuh leher Sooyoung. "Dan, tolong jangan menjauhiku juga." Sungjae merengkuh punggung Sooyoung dan memperdalam pelukannya. Sungjae tidak pernah merasa senyaman ini memeluk seseorang yang bukan Ibunya. Sungjae bersyukur karena orang itu adalah Sooyoung. Masa bodoh, jika ia terlalu nyaman dengan Sooyoung karena Sooyoung itu memang nyaman.

***

"Sooyoung aku minta maaf atas kejadian kemarin, aku harap kita bisa berteman? Ah tidak, tidak bagus." Sudah sekitar 15 menit lamanya Namjoo terus mengulang kata-kata yang sama, permintaan maafnya pada Sooyoung. Ia perfeksionis dan semua harus sesuai dengan rencananya. Kali ini Namjoo yakin, Sooyoung pasti memaafkannya.

Dari kejauhan, kini Namjoo bisa melihat seorang gadis berambut sebahu yang familiar itu tengah melangkah pelan dengan kedua tangan yang menggenggam erat tali ranselnya. Namjoo ingin segera menghampirinya dan menjalankan misinya untuk meminta maaf, tetapi cepat-cepat ia urungkan niatnya ketika ia melihat seorang lelaki yang menjadi titik kelemahannya sedang berlari kecil dan berusaha menyamakan langkahnya dengan Sooyoung, siapa lagi kalau bukan Sungjae.

Dalam sedetik, kalimat permintaan maaf yang sudah ia rangkai semalaman lenyap begitu saja setelah melihat Sungjae secara tiba-tiba menggenggam tangan mungil Sooyoung dan membiarkan tangannya yang bebas untuk mengusap puncak kepala gadis itu. Manis sekali, Namjoo belum pernah melihat pemandangan semanis drama televisi di dunia nyata- dan ia cukup terperangah saat melihatnya secara langsung. Namjoo merasakan itu lagi, dadanya sesak dan ia harus memukulnya beberapa kali untuk menghilangkan rasa sesak itu. Banyak pertanyaan terlintas di kepalanya, tapi Namjoo tidak mau menghiraukannya.

Namjoo berbalik dan mengatur napasnya. Hari ini ia sudah gagal. Mungkin, hubungannya dengan Sooyoung memang tidak ditakdirkan untuk membaik. Dan, jangan pernah menyalahkan ini semua padanya- salahkan semua ini pada Yook Sungjae.

Ia harus coba lagi besok.

***

Sungjae sadar kalau semakin hari persahabatannya dengan Namjoo semakin merenggang. Buktinya, Namjoo tidak lagi mau makan satu meja dengannya saat istirahat, menghindari bertatap muka dengannya saat berpapasan di lorong sekolah, dan tidak lagi mengingatkannya untuk menonton latihan tim pemandu sorak yang Namjoo ketuai saat istirahat kedua.

Jadi, hari ini Sungjae memutuskan untuk meminta maaf pada gadis aneh itu walaupun ia sendiri masih belum mengerti apa kesalahannya. Sungjae sudah berkonsultasi dengan Minwoo soal ini dan Minwoo bilang Sungjae harus meneraktir gadis itu sepulang sekolah di Café di seberang sekolah. Namjoo itu mudah di hasut dan mudah juga memberikan maaf- maaf dari Namjoo itu murah harganya.

Sungjae melihat jadwal hari ini dengan cekatan, dan segera berlari menuju lapangan outdoor sekolah begitu mengetahui bahwa di jam ke 6 dan 7 ada jadwal latihan tim pemandu sorak- itu berarti Namjoo ada disana.

Butuh 30 menit lamanya bagi Sungjae untuk menunggu latihan pemandu sorak selesai di pinggir lapangan. Dari jarak yang lumayan jauh, Sungjae bisa melihat kalau Namjoo beberapa kali melirik kearahnya saat latihan berlangsung. Dan begitu latihan selesai, Sungjae cepat-cepat menghampiri Namjoo sebelum gadis itu pergi menjauhinya.

"Namjoo,"

"Ada apa?"

Sungjae betul-betul ingin tertawa saat mendengar nada bicara Namjoo yang terkesan dingin. Asing bagi telinga Sungjae, mendengar cara bicara Namjoo yang seperti ini. "Maafkan aku, ya?" Sungjae mulai memelas diikuti dengan berbagai ekspresi idiot yang ia buat sedemikian rupa demi mendapatkan maaf dari Namjoo.

Namjoo memutar bola matanya malas dan mendorong dahi Sungjae dengan jemari telunjuknya, "Dalam mimpimu." dan gadis itu mendecih kesal. Namjoo melanjutkan langkahnya, Sungjae yang tidak mudah menyerah hanya mengikutinya dari belakang dan terus memelas hingga Namjoo benar-benar muak dan memilih untuk meladeni lelaki dengan kelakuannya yang mirip anak balita.

"Kau itu sudah dewasa tapi kelakuanmu tidak lebih dewasa dari bayi 6 bulan." Namjoo berkacak pinggang dan memandang Sungjae remeh. Sungjae yang tidak mau kalah hanya menaikkan sebelah alisnya dan melipat kedua tangannya di depan dada kemudian mendesah sarkastik, "Kau sendiri? Kau juga tidak lebih dewasa dariku karena kau tidak mau memaafkanku."

"Aku seperti ini karena ada alasan."

"Cemburu karena aku mulai berteman dengan Sooyoung? Iya kan?" Sejak kapan Sungjae bisa meramal? Namjoo sudah kalah telak kali ini, lidahnya terlalu kelu untuk membalas pertanyaan atau lebih tepatnya pernyataan dari Sungjae. Sungjae sudah benar, apalagi yang harus ia elakkan?

"Kau diam dan itu artinya aku benar." Sungjae tersenyum penuh kemenangan, Namjoo ingin sekali merobek bibir Sungjae sekarang. "Itu adalah hal paling childish yang pernah kau lakukan," Sungjae menunjuk wajah Namjoo dan Namjoo menepis tangan Sungjae dari hadapannya.

"Harusnya kau ikut senang aku bisa menemukan teman perempuan selain dirimu."

"Kau suka dengannya, berarti dia bukan teman."

"Tapi, dia hanya menganggapku teman biasa dan aku setuju-setuju saja untuk saat ini." Sungjae terdiam untuk beberapa saat, "Ini hanya awal, hanya untuk saat ini, dan selanjutnya ia akan menganggapku lebih dari itu." Sungjae berusaha meyakinkan hatinya dan menatap gadis di hadapannya tegas. Sungjae tidak akan pernah tahu bagaimana keadaan hati gadis di hadapannya saat kalimat itu terlontar mudah dari mulutnya.

"Kau mulai melupakanku, Sungjae." Suara Namjoo melemah.

"Siapa bilang aku melupakanmu? Hey, kau ini amnesia atau apa? Setiap hari aku selalu meneleponmu, aku selalu ingin bercerita padamu tentang apapun yang sedang atau pernah aku alami. Tapi, kau berubah jadi seperti ini. Itu artinya, kau yang membuangku." Cercah Sungjae. Emosinya sudah mencapai ubun-ubun dan mulai meletup-letup ketika ia bicara.

Sungjae merengkuh kedua bahu Namjoo dan seketika wajah Namjoo berubah jadi warna merah. "Kau itu sahabatku, jadi jangan marah-marah lagi ya?" Jemari kelingkingnya terjulur dan menunggu Namjoo untuk merespon permintaan maafnya. Sungjae tidak tahu kalau nyawa Namjoo sedang melayang setengah dan berteriak hore karena Sungjae berada sangat dekat dengannya saat ini.

"Okay, deal." Tidak butuh 5 detik, nyawa Namjoo kembali ke tubuhnya dan merespon Sungjae yang kini ber-yes ria- menarik Namjoo ke dalam pelukannya.

"Aku akan meneraktirmu hari ini, kosongkan jadwalmu saat pulang sekolah nanti." Ujar Sungjae setelah mengakhiri sesi peluk-pelukannya dengan Namjoo. Namjoo mengangguk antusias- kapan lagi Sungjae akan meneraktirnya?

"Ngomong-ngomong, kau semakin cantik ya."

"Omong kosong kau Yook Sungjae."

Pada akhirnya keduanya saling bertukar pukulan dan kejar-kejaran di lapangan besar itu tanpa menyadari bahwa ada sepasang mata sendu yang memerhatikan mereka dari balik jendela.

To be continued

***

Oke, sekali lagi aku minta maaf karena telat banget update nya HAHAHA 😭 minggu kemaren sama minggu ini bener-bener lagi hectic banget gara-gara deadline kartul HUHUHUHU 😭 Jadi, mohon dimaklumi yaa 😊 Tapi, aku janji kalo udah selesai semuanya bakalan update lebih sering dan ceritanya juga lebih panjang 😬 makasih udah bacaaa!!

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

130K 4.8K 87
Ahsoka Velaryon. Unlike her brothers Jacaerys, Lucaerys, and Joffery. Ahsoka was born with stark white hair that was incredibly thick and coarse, eye...
9.4M 307K 52
"you're all mine; the hair, the lips, the body, it's all mine." highest previous rankings: - #1 in jimin - #1 in pjm - #1 in btsfanfic cover by: @T...
1M 42.7K 50
Being a single dad is difficult. Being a Formula 1 driver is also tricky. Charles Leclerc is living both situations and it's hard, especially since h...
303K 6.7K 35
"That better not be a sticky fingers poster." "And if it is ." "I think I'm the luckiest bloke at Hartley." Heartbreak High season 1-2 Spider x oc