[2]Between of Shadow (MxBxB)...

By aonpayne

161K 10K 1.7K

squel book no 2 from "i and you in your past" jangan salahkan aku yang telah mencintaimu. karena cinta akan... More

1%
2%
3%
4%
5%
6%
8%
9%
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
17%
18%
19%
20%
21%
22%
23%
24%
25% (END)
ekstra part

7%

5.5K 419 60
By aonpayne

hai! hehehe. maafkan saya yang beru up date. sumpah stuck banget idenya. pake banget malah. berkali-kali nulis, berkali-kali juga menghapus. eeerrrr...

thanks to Nur yang dah bantu. ^^

create Idea Story by  NurEdMelAsWan

happy reading~~

><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><

Mirror cafe. Di sinilah diriku sekarang. Bunyi bel yang berbunyi saat aku mendorong pintu masuk kafe. Serta sambutan 'selamat datang' dari pelayannya, kini memenuhi kafe yang sekarang aku masuki. Aku berjalan menuju meja tang baru saja di tinggalkan oleh pengunjung sebelumnya. Tempat duduk yang pas untukku. Di pojok ruangan. Akupun segera mungkin duduk dan salah satu pelayan mendatangiku.

"Tuan, ada yang ingin anda pesan?" ucap seorang lelaki yang sangat manis menurutku. Dia menyodorkanku buku menu. Aku menatap seluruh menu yang ada di sana.

"Milk Chococinno latte satu saja."

"Baik. Milk Chococinno Latte satu. Ada lagi?" aku menggeleng untuk menjawabnya. Setelah itu dia pergi dari hadapanku. Aku terpaku menatap jalanan.

Aku menatap langit-langit kafe ini. Berbagai kaca kecil yang di gantung menyerupai tirai-tirai kecil yang berjajar dengan rapi di atas, mengelilingi lampu tengah kecil. Lalu di sekeliing lampu terdapat bola-bola kristal yang memantulkan cahaya dari lampu yang ada di tengahnya, memberi kesan sangat indah. Dekorasinyapun semua terbilang terbuatdari kaca atau cermin. Sangat indah. Karena sebagian besar dekorasi terbuat dari kaca atau cermin, lampu yang di kenakan jugalah lampu yang penerangannya sangat minim, atau sekisar 7 watt. Kerlap-kerlip yang di hasilkan dari bandul-bandul kristal, serta cermin-cermin kecil bergantungan itu membuat kafe ini terkesan seperti berada di planetarium. Indah.

Aku menyangga daguku menatap keramaian kota Jakarta di luaran. Karena tempatku bersebelahan dengan kaca pembatas kafe atau dinding kaca kafe yang menghadap langsung menuju jalanan Jakarta. Walau ini sudah malam, Jakarta masih tergolong kota yang tak akan tidur. Masih saja terasa ramai. Terlebih pada saat malam minggu ini.

Aku merogoh hpku yang sedari tadi bergetar panjang. Memang aku sengaja menonactivekan suaraku. Aku hanya sedang malas. Aku ingin menyendiri. Aku menatap layar hp yang menampilkan puluan misscall atau panggilan tak terjawab. Saat aku membukanya nama yang tertera adalah nama Tasya dan juga Mom. Ada juga Dad. Lalu Reo, Kanesa, gabriel hanya beberapa kali. Tapi aku mengabaikannya. Aku paham betul aku akan membuat orang sekitarku khawatir dan cemas. Dan jangan salah aku juga tau, kalau pulang nanti aku akan siap di omeli oleh mom.

Aku menaruh Hpku di atas meja. Aku terlampau malas. Dan beberapa saat pesananku pun tiba. Aku menyeruput pesanan minumanku. Rasanya segar. Alunan musik yang lembut kini mengalun di penjuru Kafe. Terasa sudah roma romantis di sini. Dengan penerangan yang indah serta redup, di temani beberapa lagu yang mengalun lembut, membuat semakin sempurna dengan suasana romantisnya. Sayang aku datang kemari hanya sendiri.

"Vano?" aku menolehkan kepalaku ke arah sampingku dan melihat seorang gadis cantik di sana. Aku menyerengit bingung dengan gadis itu. Mencoba mengenali wajahnya itu. "Astaga. Lo lupa ma gue? Gue Fany, Van." Fany? Kayaknya pernah dengar. "Van, lo bohong kagak kenal gue? Gue Fania, Van! Temen SMP elo."

Aku membulatkan mataku saat berhasil mengingat namanya. Astaga! Fany?! Fany yang dulu jelek banget itu? Yang sering gue jahili itu? Demi apa? "Fany? Fany yang sering gue jahili itu?!"

Dia mengangguk dan tersenyum manis. Akupun berdiri mensejajarkan tinggiku padnya. "Lo...." aku menatapnya dari atas hingga bawah. "Lo cantik banget sekarang."

Dia tertawa kecil mendengarku. "Biasa aja, Van. Btw, lo ma sapa di sini?" dia melongokan kepalanya menatap ke sampingku. "Gue sendiri aja."

"Ho? Bagaimana kalau gue temani?" aku mengangguk setuju. Lumayan, dari pada aku ngegalau sendiri. "Tunggu ya, gue pamit ke temen-temen gue."

"Lo ma temen-temen elo? Mending gak usah aja. Biar aja, gue juga pengen nyendiri kok."

Dia tertawa kecil mendengarnya. "Santai ajalah, Van. Lagian gue Cuma ngehang out bareng aja. Tunggu ya." Aku pun mau tak mau hanya mengangguk pelan. Aku menatap Fany yang pergi menuju beberapa meja di belakangku. Dia terlihat meminta maaf pada teman-temannya. Lalu setelah itu dia berjalan kembali ke arahku.

Aku duduk dan dia duduk di hadapanku. "Gak apa lo bareng gue?"

"Aduh gak apa lagi Van. Santai aja." Aku mengangguk mengerti.

Aku menatap sosok Fany yang ada di hadapanku sekarang. Dia terlihat sangat cantik sekarang. Tidak seperti dia saat dulu SMP. Dulu dia terlihat sangat dekil, dan culun. Sekarang dia seperti bertransformasi bagaikan kupu-kupu. Kulitnya terlihat putih pucat, dia juga ramping, dan tinggi sekarang bagaikan model. Lalu rambutnya di kerli dan di biarkan menjuntai kebawah. Sangat cantik. Aku bahkan terpesona.

"Van? Ngapain lo ngeliatin gue? Gue malu elo liatin." Aku tergagap kaku karena ketahuan memandangi wajahnya.

"Eh? Ahaha. Sorry. Lo...cantik banget soalnya."

"Halah, rayuan lo masih aja kayak SMP. Lo masih aja seperti cassanova cilik." Aku terkekeh mendengar perkataannya. "Btw, lo masih sama, Kanesa ma Reo? Sama Dio dan Zion kagak?" aku tersenyum tipis mendengar pertanyaannya.

"Yeah, gue masih sama curut-curut itu." Aku dan Fany pun tertawa. Mungkin mengenang masa SMP kami yang...sedikit menyenangkan.

"Lo dirian aja, emang lo kagak ada pacar apa?" aku menatapnya dengan senyuman jahil.

"Kenapa? Lo pengen daftar?"

"Idih! Lo pede banget." Kilahnya padahal wajahnya sudah ada semburat merahnya.

"Hoo. Lo bisa aja. Ngomong pede tapi gak sejalan ma muka lo." Reflek dia memegang kedua pipinya malu, karena ketahuan merona. "Lo masih aja malu-malu kucing."

"Van! Gak lucu banget!" aku terkekeh melihatnya yang salah tingkah itu.

Setelah beberapa menit, akupun mengajaknya keluar kafe, dan jalan-jalan menuju alun-alun kota. Kafe tadi dan alun-alun kota lumayan dekat. Di sana kami mengobrol dengan canda tawa. Fany yang dulunya pendiam menjelma menjadi wanita yang paling cerewet sekarang. Bukan. Bukan cerewet, dia hanya anggun.

"Van, gue dengar lo ada pacar ya?"

Aku menolehkan kepalau, dia terlihat sedikit antusias? Aku hanya tertawa. Lalu menggidikkan bahuku. "Entahlah. Lo boleh nebak aja."

"Hem. Udah. Mungkin sudah. Lo kan playboy cap kadal."

"He? Yakin lo?" kata-kataku terpotong saat aku kembali merasakan getar di saku celanaku. Aku memutarkan bola mataku malas, lalu mengambil hpku. Dan nama yang tertera membuat jantungku berdetak 2x lipatnya. Pak Andre calling...

Aku menelan air ludahku dengan gugup. Sedangkan Fany mencoba melihat layar hpku. "Dari siapa?" tanya Fany penasaran.

"Erm. Gak ada. Bukan hal penting." Aku lalu mematikan panggilan itu. Dan mencoba menaruhnya ke saku kembali.

"Erm. Gue...gue nggak tau..tapi ada orang natap lo serem banget di belakang lo, Van." Aku menyerengit mendengar perkataan Fany. Lalu aku membalikkan badanku, alangkah kagetnya aku di hadapanku sudah ada sosok Pak Andre yang menatapku dengan tajam, dengan nafasnya yang ngos-ngosan.

"Eh? Bapak. Sedang—"

"Apa yang sedang kamu lakukan di sini?! Kami mencarimu kemana-mana!!" aku tertegun mendengar bentakan pak Andre. Tidak biasanya pak Andre membentakku. Lalu tatapan pak Andre kini tertuju pada sosok Fany. Sungguh, baru kali ini aku melihat pak Andre semarah ini. Terlebih pada seorang perempuan. Tatapannya penuh amarah dan emosi. Sangat jelas terlihat.

"Ayo pulang, Adamani!" dia dengan kasar menyeretku dari tempatku duduk. Aku dengan gelagapan. Aku mengikuti langkahnya yang lebar dengan terseok-seok. Entah apa yang membuatnya semarah ini. Aku yang berniat ingin membantahnya sangat-sangat takut meliatnya yang sekarang, alhasil aku mengurungkan niatku.

Setelah sampai di mobil pak Andre. Kini dia mendorongku dan menghimpitku antara badan mobil serta tubuhnya yang atletir dan seksi itu. Dia masih menatapku dengan tajam.

"Kamu jangan pernah membuat seseorang seperti kebakaran jenggot. Tak taukah kau tingkahmu itu sangat merepotkan banyak orang?" aku membulatkan mataku mendengar kata pedasnya. "Apa kau di didik hanya untuk merepotkan banyak orang? Kalau iya lebih baik kau diamlah di rumah. Dengan begitu semua orang tak—"

"Apa urusannya dengan bapak? Bahkan saya tak pernah meminta anda untuk menjemput saya." Sakit! Dadaku rasanya sakit. Entah saat mendengar kata-kata pak Andre ada sesuatu yang seperti menusuk dengan tajam tepat di dadaku. Menyakitkan. "Taukah anda, anda bahkan sangat membuat saya muak. Jangan sekali anda adalah guru saya, tetapi seenak anda menghina saya. Apakah anda lebih baik dari saya? Kalau anda menghina saya karena waktu pacaran anda terpotong karena mencari saya. Itu masalah anda. Bukan salah saya." Aku mendorong bahu pak Andre pelan. Lalu menatapnya dengan tajam. "Jangan pernah sekali lagi anda mencampuri urusan pribadi saya."

Lalu aku pergi beranjak dari hadapannya yang memuakkan itu. Apa hanya karena dia terpotong waktu pacarannya dia seenaknya menghinaku. Memang dia siapa? Tapi tiba-tiba tanganku tercekal oleh seseorang. Membuatku mau tak mau kembali harus kembali berbalik menatap Pak Andre. Jujur aku ingin sekali marah padanya. Ada apa dengan pak Andre? Kenapa di sini seakan aku yang salah?

"Bisakah anda lepaskan tangan saya?" kataku dengan dingin.

"Pulanglah. Ayahmu sangat khawatir padamu. Aku mohon." Aku tertegun menatap raut wajah pak Andre yang menatapku sendu. "Maafkan aku bila kata-kataku menyakitimu. Tapi maukah kau pulang? Orang rumahmu sangat khawatir mencarimu. Terlebih ayahmu, dia benar-benar khawatir padamu."

Aku diam. Aku tak membalas. Mungkin otakku masih memproses apa yang baru saja di katakan oleh Pak Andre. Apa segitunya pak Andre mengawatirkanku? Akupun hanya mengangguk lalu berjalan dan melepaskan cekalan pak Andre. Berjalan menuju kafe yang tadi aku kunjungi.

Dan benar saja. Saat aku setiba di rumah, Dad memelukku dengan erat. Dia menangis karena bahuku terasa sangat basah sekarang. Sedangkan Tasya menatapku dengan sedih. Lalu mom. Dia menatapku hanya menghela nafas.

"Adan. Adan dari mana saja kamu? Kami cemas mencarimu. Kami menelponmu berkali-kali. Jangan ulangi lagi. Dad mohon!"

Aku benar-benar melakukan kesalahan. Hari ini aku sadar, aku membuat seluruh keluargaku menjadi cemas, terlebih Dad yang memiliki rasa trauma di kejadian yang lampau. Mompun menarik Dad dari pelukkanku lalu menatapku dengan tajam. Errr..

"Dari mana saja kau?"

"Emmm....ituu...maaf mom. Adan salah. Maafkan Adan. Adan nggak akan ulangi lagi."

@@@

Aku bingung. Aku benar-benar bingung. Aku bahkan tidak mengerti apa yang akan aku lakukan hari ini. Menjengkelkan memiliki sahabat-sahabat seperti mereka. Sungguh. Mungkin kalau begini jadinya aku akan menyesal berteman dengan mereka. Bagaimana tidak? Saat aku membutuhkan teman mereka tak ada yang meluangkan waktu mereka untuk menemaniku. Itu sangat menjengkelkan. Akupun hanya berguling-guling tak jelas di atas kasur. Mom maupun Dad hari ini sedang pergi ke California. Jadinya hanya ada aku dan Tasya di rumah.

Ah?! Tasya?! Benar juga mungkin aku bisa keluar bareng Tasya. Akupun bangkit dari kasur dan sesegera mungkin keluar kamar, berjalan ringan menuju kamar Tasya yang notabene ada di sebelah kamarku. Akupun membuka kamar Tasya, tanpa mengetuk. Alangkah kagetnya aku melihat Tasya yang sudah sangat rapi dengan Dress pink softnya. Dia tampak sangat cantik dengan Dress selutut dengan hiasan kupu-kupu di sekitar pinggangnya yang ramping. Lalu dia mengikat setengah rambutnya dengan hiasan pita yang senada dengan bajunya.

Aku menyerengit menatapnya. Tasyapun berbalik dari cermin di hadapannya. Dia tersenyum manis kearahku.

"Mau kemana lo?" tanyaku yang melihatnya dari atas sampai bawah. Benar-benar sanat cantik.

"Gu-gue mau keluar sama Gabriel. Dia mengajak gue ke pesta ulang tahun tantenya." Bangsat Gabriel! Jadi karena ini dia gak bisa aku ajak keluar. Sialan! Runtukku dalam hati.

Aku hanya mendecih melihat dia yang lebih mementingkan pacarnya. Lalu Tasya berjalan kearahku dengan senyum sedihnya. Dia memeluk leherku. Wangi Vanilla kini menyeruak di indra penciumanku.

"Maaf, Adan. Aku tau lo kemari ingin ajak gue jalan. Maaf." Aku yang mendengar itu hanya mendengus. Aku tak membalas pelukkannya. Diapun melonggarkan pelukkannya, menatapku dengan sedih.

"Maaf. Akan aku batalkan janjiku dengan Gabriel. Ayo kita keluar."

Aku memalingkan wajahku dari Tasya. "Pergi saja. Gak apa."

"Ta-tapi kau terlihat marah. Tak apa. Aku bisa keluar dengannya lain kali."

Aku hanya mendengus mendengarnya seperti ini. "Tak apa, keluarlah. Gabriel sangat cemburu ketika lo deket ma gue." Akupun melepas tangan Tasya yang masih melingkar di leherku.

"Adan! Tapi...tapi aku tak ingin membuatmu sedih. Tak apa. Aku bisa membuat—"

Suara Tasya terpotong saat suara klakson berbunyi keras di luaran. "Pacar lo datang. Met senang-senang." Aku mengusap kepala Tasya. Dia masih saja menatapku sedih. Aku memberinya senyuman manis. "Gue bisa keluar dengan yang lain. Pergilah, Gabriel sudah menunggu lo."

Tasya mengangguk dengan penuh keraguan. Dia masih tetap menatapku dengan rautnya yang sedih. Lalu berjalan pergi memelukku dan mengecup pipiku. "Maafkan aku, Adan. Akan aku usahakan pulang cepat." Aku terkekeh mendengarnya. Akupun membalas memeluknya. Dan membalas ciumnya. Lalu mengangguk. Diapun melepas pelukkannya dan pergi menuju lantai bawah dan pintu keluar.

Aku menatap punggung munyil Tasya yang berjalan riang ketika ingin bertemu pacarnya, Gabriel. Membuatku merasa ikut senang. Sudah lama, Tasya tak sebahagia sekarang. Akupun memutuskan berjalan menuju kamar. Mungkin tidur-tiduran.

Sebelum itu aku berjalan menuju nakas di sebelah kasurku. Mengambil hp kesayanganku. Melihat beberapa notif permintaan maaf dari Tasya, Reo, maupun Kanesa. Aku maklum dengan Kanesa, karena memang sedari 2 hari yang lalu dia pergi ke Surabaya. Menemui neneknya yang sakit. Tapi tiba-tiba ada notif Line yang membuat jantungku berdetak tak karuan.

Rush Kiandre

Adamani. Datanglah ke rumah. Ada yang ingin saya sampaikan.

Aku memerjapkan mataku pada layar Hpku. Mungkin saja apa yang baru saja aku baca salah. Atau aku mendadak buta? Tapi setelah aku baca kembali, ternyata memang itu adalah pesan dari pak Andre. Demi tuhan?! Apa yang membuat Pak Andre memberinya pesan duluan?

Membacanya berulang-ulang membuat jantungku selalu berdetak tak karuan. Ada apa denganku? Kenapa setiap aku memikirkan Pak Andre jantungku berdetak tak karuan? Akupun bergegas menuju kamar mandi. Dan segera membersihkan badanku. Hanya butuh 10 menit aku telah rapi dengan kaos V-neck, lalu celana jean berwarna biru pudar. Dan terakhir aku memakai sepatu kesayanganku. Sepatu nike abu-abu. Setelah sekiranya sempurna, akupun segera menyambar kunci mobilku.

Dan segera mungkin aku menuju rumah pak Andre. Aku sedikit lupa-lupa ingat jalannya. Tapi aku berusaha mengingatnya, karena saat aku dulu ke rumahnya dalam keadaan kesal. Yeah seingatku ajalah.

Dalam perjalanan membuatku berpikir yang tidak-tidak. Mungkin ini yang membuatku gugup. Kenapa aku merasa gugup, hanya karena aku memikirkan apa yang pak Andre bicarakan? Aku berpikir, memang pak Andre aku anggap apa? Kenapa aku begitu senang ketika aku menjahilinya? Selain Tasya dan mom, hanya Pak Andre yang paling aku suka jahili.

Entahlah, mungkin aku tertarik dengannya. Mengingat saat pertama kali aku bertemu dengannya, seorang pria yang tak dapat berbicara, namun dengan kepintarannya dia menarik seekor kupu-kupu. Terlebih aku kagum dengan wajahnya saat itu. Seorang laki-laki yang memiliki kulit putih pucat, lalu iris matanya yang gelap dengan jernih. Tatapannya yang teduh. Bibirnya yang seakan memakai lipgloss. Merah alami. Itu membuatku selalu memikirkannya. Dia selalu menolongku.

Saat aku masih SD, terjatuh dari pohon di taman depan rumah, lalu SMP saat aku hampir tertabrak. Semua, dia menolongku. Sehingga kadang aku terobsesi selalu mendambakan sosoknya. Dan sosok itu tiba-tiba menghilang saat aku SMP. Membuatku sedikit kacau. Tapi...aku kembali bertemu lagi dengannya. Yeah. Aku berniat tak akan melepasnya.

Saat sampai di depan rumah minimalis yang asri rumah pak Andre, yang syukurnya aku masih mengingat rumahnya. Akupun keluar dari mobil dan berjalan menuju pagar rumah pak Andre. Rumah pak Andre tidaklah besar. Hanya luas. Dan sangat asri dengan berbagai tanaman di halamannya. Aku melihat pagar rumah pak Andre terbuka, dan aku memutuskan masuk dan berjalan di halaman rumah pak Andre. Aku juga melihat pintu rumah pak Andre yang terbuka. Aku sedikit ragu.

"Apa aku mengeline pak Andre dulu ya? Kalau gue dah datang?" aku berperang batin di dalamnya. Karena tak menemukan jawaban dan setan dalam driku menang, aku memutuskan tak memberi pesan. Akupun berjalan menuju pintu rumah pak Andre, berniat mengetuknya walau pintu itu terbuka sangat lebar.

Tapi langkahku terhenti saat aku melihat pemandangan di hadapanku. Dadaku berdetak sakit. Rasa sesak itu seakan meremas jantungku untuk tak mengijinkan untuk berdetak. Aku mengepalkan kedua tanganku menahan emosi. Emosi dengan pemandangan di hadapanku. Pemandangan di mana Pak Andre yang sedang memeluk guru wanita itu dengan eratnya. Sedangkan guru wanita itu menangis tersedu-sedu di pelukkannya.

Ada apa ini? Apa maksudnya ini? A-jadi ini? Jadi ini yang ingin dia sampaikan? Kenapa aku merasa seperti bocah tolol yang di bodoh-bodohi oleh orang dewasa? Aku menggertakkan gigiku menahan amarah. Seketika, seperti menyadari keberadaanku, pak Andre menoleh padaku, terlihat jelas raut wajah kaget terpancar di sana.

Tapi aku sudah tak ingin mengurusinya. Akupun dengan langkah seribu berjalan menjauhi tempat terkutuk itu. Rasa emosi itu seakan-akan seperti ingin meledak dalam diriku.

"Adamani! Adamani! Tunggu! Jangan salah paham!" teriak pak Andre yang mencoba mencekalku. Tapi aku berusaha memberontak. Aku muak! Aku muak meliat wajahnya. "Adamani, dengar. Kau salah paham."

"Ini yang akan bapak picarakan iya?! Ini yang ingin bapak sampaikan pada saya?! Tapi saya tak butuh! Itu hak bapak! Permisi." Aku berusaha melepas cekalan tangan pak Andre yang terasa kuat.

"Adamani! Dengarkan dulu. Kamu salah paham. Ini tidak seperti yang kamu lihat! Dengarkan aku."

"Tolong lepaskan saya! Silahkan lanjutkan waktu anda dengan pacar anda! Lepas! Lepaskan!"

"SIAPA YANG KAU BILANG DENGAN PACAR, ADAMANI?!" teriak pak Andre. Aku terkesikap mendengar pentakan itu. "Dengar! Bu Riana bukanlah pacar saya!"

"Lalu..alu kalau bukan pacar kenapa bapak memeluknya!! Kenapa bapak seakan-akan menyikapi guru wanita itu bagaikan seorang pacar?! BAPAK INGIN BERCANDA DENGAN SAYA?! SAYA TIDAK BODOH UNTUK TAU TATAPAN BAPAK!"

Mataku melebar saat aku merasakan rasa lembut dan juga hangat pada bibirku. Tanganku yang awalnya memberontak, kini terjatuh diam. Menikmati ciuman yang di berikan pak Andre. Rasanya sangat lembut dan membuatku terhanyut. Ada apa denganku? Apakah aku menyukainya? Yeah, aku menyukainya.

Pagutan bibir kitapun terlepas, dan pak Andre menatapku dengan lembut. "Bu Riana adalah adik saya." Aku tersentak saat mendengar perkataan pak Andre. Adik?! "Benar, dia adalah adik saya. Tadi dia menangis karena dia bertengkar dengan tunangannya. Dan aku memeluknya untuk menenangkannya."

Bagaikan urat maluku yang terputus dengan suksesnya. Demi tuhan?! Cabut nyawaku sekarang. Betapa malunya aku sekarang. Wajahku seperti terbakar oleh api yang membara. Rasanya panas. Aku menunduk menyembunyikan wajahku yang terlihat sangat memalukan. Bahkan aku marah pada pak Andre yang dia bukan siapa-siapaku, lalu terlebih adanya kesalahpahaman. Tuhaaannn!!! Cabut nyamaku sekarang!! Ini memalukan.

Aku mendengar pak Andre terkekeh, lalu mengangkat wajahku untuk menatap wajahnya. "Ada apa Adamani? Kau merasa malu?"

Mendengarnya wajahku semakin memerah. "Be-berisik! Lepas!" aku menepis tangan pak Andre yang ada di daguku. Aku membalikkan badanku. Ini terasa sangat memalukan. Tapi tangan besar dan juga hangat itu melingkar di pinggangku, membuat reflek aku berbalik menatap pak Andre. Aku menatapnya dengan wajah memerah. Dia menatapku dengan tatapannya yang sangat teduh. Tatapan yang membuatku kagum untu pertama kalinya saat aku bertemu dengannya dulu.

Dia memajukan wajahnya, dia kembali memautkan bibirnya dengan lidahnya yang mencoba menerobos pertahananku. Aku mencoba menutup mataku dan merasakan setiap ciumannya. Aku mengalungkan tanganku pada lehernya. Ini terasa sempurna. Adanya pak Andre membuat semuanya terasa sempurna. Aku menyukainya. Yeah rasa kagumku, berubah menjadi rasa sukaku padanya.

"Pak Andre, aku menyukaimu." Itulah kata-kataku yang sukses keluar dari bibir mungilku, pasca ciuman kami.

"EHEM!! Bisakah kalian menuju ke kamar? Apa tak malu kalian berciuman di halaman?" aku melepaskan pelukkanku dan menatap bu Riana yang sudah beracak pinggang di depan pintu rumahnya. "Andre! Kau menjijikkan. Ajak muridmu itu memasuki kamarmu. Jangan di halaman rumah."

Pak Andre hanya terkekeh mendengar omelan bu Riana. Sedangkan aku hanya terdunduk malu karena ketahuan berciuman dengan sesama lelaki. Terlebih guru sendiri. "Jangan iri, Riana. Mintalah pada Vabel. Dan berciumanlah panas dengannya." Godaku.

"DASAR GILA!!" maki bu Riana, dan dia memasuki dalam rumah.

@@@

Pasca kejadian kesalahpahaman tadi serta ciuman itu. Suasana di kamar pak Andre terasa sangat canggung. Tentu saja aku masih merasa malu hari ini. Double malunya. Aku menunduk sangat menunduk menyembunyikan merahnya wajahku. Ini baru kali ini aku memasuki kamar orang lain selain Tasya, Reo, Kanesa, Gabriel, serta mom dan dad. Inilah yang membuat maluku berlipat kali lipat dari yang tadi. Tapi terdengar kekehan dari arah meja kerja yang ada di sebrangku. Aku mendongak menatap pak Andre yang sedang menertawakanku.

"Ke-kenapa bapak tertawa? Tak ada yang lucu!"

"Adamani—"

"Adan! Panggil aku Adan saja. Adamani kepanjangan."

Pak Andre mengangguk mengerti. "Baiklah Adan, aku tadi mendengar sesuatu di halaman rumah tadi pasca ciuman kita. Apa kau mengingatnya?"

Aku memerjapkan mataku dengan imutnya. Memproses apa yang baru saja di katakan pak Andre. Saat setelah aku mengingatnya, wajahku kembali memerah. Astaga! Ini sangat memalukkan! Dan pak Andre lebih kencang lagi menertawakanku. Membuatku menatapnya sebal.

"Tak ada yang lucu, bapak Andre yang terhormat!"

Pak andre menatapku dengan pandangan meremehkan, itu membuatku sebal. "Oh ya? Apa perlu aku mengulangnya?"

"TIDAAKK!! JANGAN!! HENTIKAN!! BAIK!! BAIK AKU MENGAKU!! JADI JANGAN MENGULANGNYA KEMBALI!!" teriakku dengan panik bercampur malu. Ini pertama kalinya aku di permalukan oleh orang. Padahal tak ada yang pernah mempermalukanku sedemikian rupa.

"Baiklah. Baiklah. Aku mengerti." Aku menatap pak andre yang tersenyum manis padaku. Membuat jantungku berdetak. Ak jamin bila seluruh kaum hawa melihat senyumnya mereka akan rela mati seketika itu juga. Sangat mempesona. "Aku akan menerimamu." Jantungku kian berdebar saat mendengar kata-katanya baru saja.

"Tapi, saat kau berhasil merayuku." Sukses 100% atau bahkan 1 miliar persen, rahangku terjatuh mendengar kata-katanya tadi.

Aku menyerengit menatapnya tak mengerti. "Cobalah rayu aku, Adan. Aku hanya ingin tau seorang Adamani Givano Pradwiga yang menjadi incaran semua murid perempuan di sekolah, sedang merayuku. Perlihatkan padaku Adan."

Aku meneguk air ludahku. Jangankan merayu, aku saja tak tau kenapa perempuan-perempuan berisik itu menyukaiku yang aku tak mengenal mereka.

"Baik, begini saja. Buat aku membalas ciumanmu saja." Membalas ciumanku? Jadi aku yang bermain? Well, itu mudah sekali. Dengan penuh rasa percaya diri, aku bangkit dari kasur pak Andre dan berjalan menghampirinya.

Aku tersenyum miring menatapnya. Jangan salahkan aku, kau bertekuk lutut padaku. Aku menaikkan satu kakiku pada kursi yang dia tempati. Tepat pada selangkangannya. Senyum miringku semakin melebar saat melihat wajahnya yang terhias senyuman manis.

"Jangan salahkan saya, bila bapak terlena."

"Baik. Little Cassanova. Perlihatkan padaku, bagaimana seorang Adamani Givano Prwdwiga menundukkan para perempuan di sana."

Aku menjambak rambut pak Andre ke belakang hingga aku dapat mendengar ringisan yang sukses keluar dari bibir tebal nan seksinya. Oh, shit! Gue kecanduan dengan bibirnya. Aku memajukan bibirku dan menempelkannya pada bibir seksinya. Aku melumat bibirnya, dengan menggoda. Dan aku masih melihat pak Andre tak menutup matanya, bisa di katakan dia masih menatapku tepat pada iris mataku. Membuatku berdetak dengan cepat.

Bukan pak Andre yang jatuh bertekuk lutut padaku. Melainkan aku yang terjatuh pada pesona ketampanan pak Andre. Sial! Tatapanku seakan terkunci oleh tatapan intens pak Andre. Sial. Siaaall!

Aku mencoba memasukan lidahku pada rongga mulutnya. Tapi akan tetapi, pak Andre sama sekali tak bergerak satupun. Jangankan membalas ciumanku, dia memeluk pinggangku saja tidak. Ini membuatku frustasi. Aku harus bagaimana untuk menggodanya? Apa yang harus...

Akupun melepas pagutan bibirku. Lalu sedikit menjauh darinya. Dia menatapku dengan menyerengitkan alisnya. Aku tersenyum kecil melihatnya sedikit protes itu. Kalau berciuman dia tak merespon, kalau begitu aku akan membuatnya horny terlebih dahulu. Membangkitkan libidonya. Aku berjalan mundur dan duduk di atas meja. Inilah yang aku dapat dari hasil aku menonton bokep. Ahahaha. Jangan munafik, karena aku anak cowok. Semua anak cowok juga akan sama.

Aku mencoba membuka bajuku dengan gerakan pelan. Memastikan pak Andre sedang manatapku. Setelah sukses aku menanggalkan kaosku. Aku melemparnya kesembarang tempat. Kini giliran aku melepas celana jean yang aku kenakan. Melepasnya masih secara pelan. Dan melemparnya kesembarang tempat. Jangan tanyakan keadaanku sekarang. Aku sangat telanjang sekarang, minus CD. Karena aku tak membukanya. Itu akan membuatku lebih malu, ini saja aku harus mati-matian menahan maluku. Benar-benar terlihat tercengang pak Andre. Dia menatapku dengan sangat intens. Kalau itu mau pak Andre akan aku lakukan.

Aku kembali mencoba menjulurkan lidahku keluar. Mencoba berwajah erotis. Mengalirkan salivaku pada tubuhku sendiri. Pak Andre adalah orang dewasa. Baginya ciuman sudahlah biasa. Jadi tak akan bisa membuat libido pak Andre naik. Kalau kau gagal membuat pasanganmu membalas ciumanmu hal yang perlu kau lakukan adalah mengodanya, untuk memancingnya bergerak duluan. Dan dengan begitu kau akan menang. Walau bukan 100%, aku hanya bertaruh 50:50. Aku bertaruh dengan perasaan pak Andre padaku.

Aku melumuri tubuhku sendiri dengan saliva. Kalian pasti tau, apa yang kalian bayangkan. Saliva itu, anggap saja adalah cairan sperm. Lalu aku menggeliat dengan suksesnya. Aku malu. Aku sungguh malu. Pak Andre hanya diam melihatku, hingga aku menatapnya frustasi. Lalu aku harus bagaimana?

Tapi tiba-tiba pak andre tertawa kecil melihatku. Lalu berjalan menghampiriku yang ada di atas meja. Posisiku tak menyenangkan! Tanpa aku duga, pancinganku kena! Tatapannya menggelap dengan kabut yang menyelimutinya.

"Kau membuatku gila, kak!" aku menyerengit. Kak? Siapa?

Tapi aku terlonjak kaget saat kedua tanganku di tahan ke atas tubuhku dengan satu tangannya menahanku. Dia mulai mendekatkan wajahnya pada tubuhku, bulu romaku tiba-tiba meremang merinding. Pak Andre menjilat seluruh tubuhku yang berlumuran salivaku sendiri. Rasa geli kini dapat aku rasakan.

Dia mencoba menjilat punting kecilku, dan aku melenguh nikmat atas semua sentuhannya. Astaga! Apa ini?! Kepalaku terasa pening, dan tak dapat berpikir apa-apa. Rasanya nikmat, takut, serta senang bercampur menjadi satu.

"Lo, membuat pertahanan gue jebol. Gue benar-benar menyukai elo." Aku menatap pak Andre. Kenapa? Ada apa dengannya? Dia menatapku bagaikan aku seorang yang telah lama dia cintai dan rindukan. Tatapan itu, tatapan penuh cinta, tatapan penuh kerinduan.

Dia mencium bibirku dengan pelan. Tapi ada sengatan listrik tak terlihat yang dapat aku rasakan. Rasanya bagaikan di sengat ribuan volt listrik di sekujur tubuhku. Dan tubuhku menerimanya. Pak Andre menggesekkan miliknya padaku. Rasa nikmat ini menyelimuti dadaku. Apa pak Andre juga menyukaiku? Dia menatapku dengan tatapan penuh cintanya.

Oh! Astaga! Aku menegang!

"Pa..k Andre..."ucapku di sela-sela aku menghirup oksigen. Dan ada hal ganjal yang dapat aku lihat sekarang. Pak andre tersentak kaget mendengar panggilanku. Wajahnya terkaget-kaget menatapku. aku terkekeh melihat reaksinya yang berjalan mundur menjauhiku. Apa dia tak sadar? Dia duluan lah yang mendiumku? Kataku dalam hati.

Ada keterkagetan dalam raut wajah serta tatapan matanya. Lalu dia duduk di kursinya kembali. Dan menangkupkan wajahnya di kedua telapak tangannya. Lalu dia usap wajahnya. Diapun menatapku dan tersenyum kecil.

"Kamu menang, Adan."

Aku tersenyum girang melihat aku memenangkan taruhannya. "Yeah! Rencana gue berhasil. Gue memang hebat." Ucapku dengan penuh semangat.

Lalu pak Andre berjalan mendatangiku kembali. Dia mengusap kepalaku pelan, serta tersenyum kecil. "Kamu akan jadi pacarku. Jadi biasakan kau memakai 'aku-kamu' mengerti?" aku menatap pak Andre, lalu mengangguk paham. "Anak pintar. Mandilah dan bebersih. Kita akan keluar makan siang bersama."

Mataku berbinar dan aku segera mungkin berjalan ke kamar mandi. Baru kali ini aku merasa senang. Sangat senang! Apa ini rasanya memiliki seorang pacar? Taukah kau? Aku bahagia sekarang?

@@@

TBC >^.^<

terima kasih yang masih stay on my story. ^^ terima kasih yang sudah kasih vote maupun koment. :D

see you next chapt~

Continue Reading

You'll Also Like

36.4K 4.4K 24
Ahn hyungseob adalah seorang mahasiswa yg bekerja paruh waktu, di sebuah restoran terkenal di busan, sikapnya yg ramah, perhatian, dan ceria membuatn...
14.4K 1.5K 11
cerita antara bocah SMA- Arbanyu Seongwu Arrish dengan kekasih CEO tampannya yaitu Farendra Daniel Ilham. Dengan konflik ringan yang berbeda setiap b...
6.6M 280K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
141K 8.7K 23
Tidak pernah terfikir sebelumnya kalau aku bisa memiliki seorang kekasih laki-laki, padahal aku juga seorang laki-laki. Aku tidak terbilang 'normal'...