Return Fall [1] : R and D

By itsfiyawn

516K 48.2K 6.4K

Bertemu Dru merupakan takdir yang tidak pernah disangka-sangka oleh Rafa. Bermula dari hukuman Papa yang meng... More

[2] Rafa dan Kejutan
[3] Tragedi Memalukan
This Story Full About Rafa
[4] Zisha dan Dru Padi
[5] Bianka dan Naren
[6] Rasa dan Rahasia
[7] Friendzone
[8]Tumbuh dan Pudar
[9] Yang Tak Menentu
[10] Ungkapan
[11] Tentang Kita (Zee POV)
[12] Sadar Diri (Dru POV)
[13] Terpaksa Kembali
[14] (Rafa POV)
[15] Pernyataan
[16]Bukan Aku
[17] Jawaban [Dru POV]
[18] Maaf, Zee (Rafa POV)
[19] Rafa dan Rafly
20. Cukup Sampai Sini
21. Selesaikan Semuanya
[22] End
NOVEL KEEMPAT

[1] Salah Sendiri

77.5K 4K 848
By itsfiyawn

Pukul sembilan malam. Di sebuah grup LINE berisikan orang-orang jahanam yang otaknya gesrek semua. Grup tersebut bernama 'FoodShal '14'.

-----------------------

Mpi: HOOOYYY!! ADA PENGUMUMAN PENTING! GILA! SIDER-SIDER KELUAR LO COY!

cing Ahmad: Ape sih, tad?

Panggil aja Abi: Seribik dehhh

Babing: Bicik deh. Langsung ke inti, bro.

Mpi: ADA YANG BAKAL BALIK KE SEKOLAH KITA!!

Haikal: Maksudnye ape nih?

Babing: Caps jebol

Panggil aja Abi: Apanya tuh yang jebol? Siapa yang jebolin? XD 

Mpi: GUE BAKAL UNDANG DIA KE GRUP INI! DIA BARU BALIK DARI LONDON! LU GAK KANGEN AMA DIA?! KETUA KITA BRO! KAPTEN SUBASAH!!

Haikal: Demi Dewaaa?! Kan harusnya dia ampe lulus di London. Ngapa balik lagi tuh orang.

Panggil aja Abi: Woyy anak kelas 1 ama 2 keluar wey. Bikin sambutan buat kapten kita.

Babing: Yaelah, orang nekat kayak dia mah bebas. 

Babing: Wey sider keluar lo! Absen dulu. Yang gak hadir besok kerjaannya ngambilin bola

M. Fahri: Hadir!

Odama Rasengan: Chiko haderr! Mana si legenda?

cing Ahmad: Nama lu pada jan alay-alay kek, ngebingungin deh

*Rafa ditambahkan ke grup*

Babing: Siap-siap master bergabung ke obrolan sob, baris yang rapihhh

Zidan. L: Pemain gelandang tengah terbaik sedunia sudah hadir

Panggil aja Abi: Lu mah gelandangan

Rafa bergabung ke obrolan

Odama Rasengan: Rafa senpaii welcomeback

M. Fahri: Jailaaahhh balik juga lu, kak :D

Mpi: Selamat bergabung kembali, Tuan Muda

cing Ahmad: Nyok kite syukuran besok

Mpi: Awas dia datang-datang rusuh

Panggil aja Abi: Heleh, palingan Rafa balik buat jenguk Zisha doang. Kita mah apa tuh. Cuma segelintir upilnya Hulk. 

Rafa: Gue sekarang lagi otw ke rumah dan gue gak tau gimana masuk rumah sendiri. Gue pasti kena omel bokap! Argh! Bantuin gue dong!

cing Ahmad: Dateng-dateng gila

cing Ahmad: Tinggal masuk gerbang, ketuk pintu, salam ke bonyok. Selesai kan?

Rafa: Masalahnya bonyok gak tau kalo gue nekat pulang! Oke kasih saran ke gue cepetan bagaimana gue ngadep ke bokap. Cepet. Cepet. Gue tau iq lo semua di atas Einsten

Babing: Wey jangan ada yang nolongin wey. Kacangin kacangin

Yopi: Masuk lewat jendela aja. Biar kayak maling

Rafa: Saran ditolak.

Mpi: Nginep dulu aja di humz w. Ada film terbaru.

Rafa: APAH?! FILM TERBIRU?!

Haikal: Rafa senpai, di London banyak cewek seksi ya?

Rafa: Buanyak. Dari yang masih kenceng ampe yang udah kempot, ada. Pilih aja. Kalau minat ping.

Babing: Pokoknya masuk-masuk nanti, Rafa harus kita cek

Yopi: Emangnya kenapa?

Babing: Gue takut Rafa bolong depan belakang, diena-ena sama om-om bule!

Rafa: Yah, ketahuan deh...

Mpi: NGEVET!

Haikal: Kmvrt!

Yopi: GUOOOBBLLOGG!

cing Ahmad: Astaghfirullah. Sadarlah kalian, Nak. 

-----------------------

Taksii berhenti tepat di depan sebuah rumah yang cukup besar.

"Sudah sampai, Mas," ucap si supir karena penumpangnya malah asik main hape.

"Ohh iya, Pak. Nih uangnya." Cowo itu baru sadar dari dunia digitalnya. Dia segera memberi sejumlah uang sesuai argo. Keluar dari taksi lantas membuka bagasi. Dia mengeluarkan sebuah koper besar, lalu menariknya setelah menutup bagasi terlebih dulu.

Taksi pergi mencari penumpang lagi. Cowok itu masih saja mematung di depan pagar hitam yang tertutup.

Anjirlah, umpatnya sambil membetulkan rambutnya yang agak gondrong.

Kebetulan sekali, gerbang terbuka dari dalam. Seorang pria tua menyambutnya.

"Den Rafa!!" Bapak itu berteriak histeria bahagia. Seperti melihat malaikat jatuh, padahal cuma anak majikan yang baru pulang dari London. 

Rafa belum sempat membuka mulut menyapa Mang Yanto, tapi dia sudah gemetaran duluan melihat sosok yang ada di belakang pria ini.

"Rafa Enggardion!" Bariton sang Papa bagai petir di siang bolong. 

"Assalamu'alaikum, Pa." Rafa cengar-cengir kikuk.

Mang Yanto, alias supir pribadi papanya jadi ikutan bingung. Rafa sepik salim ke Mang Yanto, lalu dia masuk dan salim ke papanya.

"Kok Papa tau Rafa pulang?" tanya Rafa kayak orang bego. Mana mungkin gak tau, pasti Tante Jane laporan lah.

"Cepat masuk. Papa mau bicara," tutur papanya dingin. Rafa mengangguk menuruti daripada harus mendengar ceramah panjang lebar. 

"Rafa!" Ibunya menyambutnya dengan girang. Rafa melepas gagang koper lantas berlari menghambur ke pelukan ibunya. Rafa kangen, satu tahun tanpa Mama bukan hal yang mudah dilalui.

"Mama apa kabar? Mama senang Rafa pulang?" tanya Rafa dalam pelukan sang ibu. 

"Seneng banget, Nak! Mama kangen!" Ibunya mengecupi Rafa seperti anak kecil. 

"Rafa!" Suara cempreng yang satu tahun berhenti Rafa dengar, kini kembali masuk menulikan telinganya. Rafa kenal betul siapa gadis yang sekarang berlarian dari arah dapur. 

"Rafa aku kangen banget sama kamu!" Gadis berambut panjang itu meloncat ke pelukan Rafa. Rafa sih tertawa aja dipeluk cewek cantik. 

"Zee lebay," gumam Rafa memeluk Zee. Gak nyangka, dia kangen juga sama Zisha Gabriel. Usut punya usut, Rafa sengaja ke London cuma buat ngehindarin Zee, tapi satu tahun tanpa Mama bikin Rafa nekat balik lagi ke Indonesia. Urusan Zee yang bakal ngebuntutin Rafa lagi, bisa dipikirin nanti. 

"Lu ngapain kemari?" tanya Rafa melepas pelukan Zee. 

"Aku kan mau sambut kedatangan kamu, Raf!" Zee nyengir. Rafa menautkan alis, kenapa orang-orang bisa tau dia balik ke Indonesia. Pantas aja si Papa langsung muncul di depan pintu kayak tadi. 

Rafa membulatkan bibir. Mata Rafa menangkap sosok yang mirip dirinya sedang turun tangga untuk menyambutnya juga. 

"Jangan sambut gue. Sambutan lo basi, Rasy," tukas Rafa jutek. 

Cowok bernama Rasya yang tak lain tak bukan adalah kembaran Rafa, cuma bisa terkekeh sambil menepuk pundak Rafa. "Gak ada celah buat ngelawan Papa." 

Rafa mendengus kesal. 

"Kalian sudah kumpul, kan? Cepat duduk. Reuniannya nanti aja." Papa datang membuyarkan suasana. 

Mereka semua duduk di sofa ruang tamu menuruti perintah tuan besar. Pria yang rambutnya sudah putih semua itu duduk di sofa tunggal dengan sang istri yang duduk di sampingnya, sedangkan anak-anaknya duduk di sofa panjang siap mendengarkan. 

"Kamu kenapa balik ke Indonesia? Hukumanmu masih satu tahun lagi, kan?" tanya Papanya mengarah ke Rafa. 

"Rafa gak betah. Bukan masalah tinggal di rumah Paman Wills, tapi Rafa gak betah karena perbedaan adat budaya yang bikin Rafa pusing sendiri. Di London tuh gak enak, Pa. Rafa gak bisa beradaptasi. Lagian, Rafa gak suka deh dihukum kayak gini. Papa diskriminasi banget sih." Rafa memuntahkan semua unek-uneknya. 

Cowo begajulan macam Rafa mana bisa diatur-atur, malahan dia bakal berontak. Ya gini contohnya, berontak ke Papa yang sudah memberi hukuman di luar dugaannya. Tenggat waktu hukuman ialah sampai Rafa lulus SMA. Yang berarti masih ada satu tahun yang harus dilalui Rafa, tapi dia gak sudi satu tahun ada di negara orang, yaudah deh dia nekat pulang. 

"Papa bukan mendiskriminasi kamu, Raf. Papa cuma mau kamu dapat pelajaran yang lebih baik." Papanya pusing. 

"Halah. Bilang aja Papa gak mau ngurusin Rafa gara-gara Rafa kelewat bengal. Iya kan? Sampai Rafa dibuang ke London, biar Paman Wills yang ngurusin Rafa..." 

"RAFA ENGGARDION!" Papanya membentak keras sampai satu ruangan bergema oleh suaranya. Mama hanya bisa mengelus-elus punggung Papa. Satu sisi dia tidak tega dengan Rafa, satu sisi dia tidak bisa membantah titah sang suami.

Rafa diam, dia hanya bisa mengepalkan tangan. 

"Oke, kalau kamu masih gak mau diatur, Papa kasih kamu hukuman lagi." Papanya berdiri.

Rafa mendongak, mengangkat alisnya sebelah. Zee yang duduknya ada di samping Rafa, hanya bisa memegang tangan Rafa agar emosinya meredam. 

"Jangan tinggal di rumah ini selama satu tahun ke depan. Kamu Papa kirim ke tempat Amah, lokasinya ada di pinggir Jakarta. Kamu hidup sendiri tanpa uang di ATM, Papa gak mau dengar kamu ngumpet-ngumpet menginjakkan kaki ke rumah ini lagi. Jalani saja apa pun kondisi di sana nanti."

Rafa, Zee, Rasya, maupun Mama ingin membuka mulut membantah perintah Papa. Apalah daya, Papa sudah mengangkat tangan tanda jangan ada yang bicara. 

"Kamu tetap sekolah di SMA yang dulu. Naik kereta. Gak ada acara bawa motor. Mulai besok kamu sudah bisa melangkah pergi dari sini. Kemasi barang-barang kamu." Papa mutlak. Kehendaknya tidak bisa dibantah. 

"Tapi, Om..." Zee ingin menyela. 

"Zisha Gabriel! Jangan membantah perkataan saya. Kamu saya larang untuk membantu anak ini. Dalam segala hal. Paham, Zisha?" Papa melotot. Zee manyun. Papa Dirmaga dan Mama Dera sudah seperti orangtua kedua bagi Zisha, mereka sudah sangat dekat layaknya keluarga. 

"Kamu juga, Rasya. Dengarin Papa." Telunjuk Papa mengarah ke Rasya. Cowok yang duduk di samping Rafa, mukanya mirip banget sama Rafa. Yaiyalah kan kembar. Bedanya, Rasya pakai kacamata. 

"Hm," gumam Rasya tidak minat. 

"Kalau kamu berani membantu Rafa, Papa gak segan-segan hukum kamu."   

"Ini berlebihan, Pa." Mamanya angkat bicara. 

"Saya tahu apa yang saya lakukan, Dera," kata Papa tenang. Mama hanya bisa elus-elus dada, sabar. 

Tidak ada pilihan lain bagi Rafa. Hanya menjalani hukuman dari Papanya meskipun hatinya benar-benar muak dengan semua ini. 

"Terserah Om Bos ajalah. Susah sih kalau anak udah liar disuruh jinak mah susah." Rafa bangkit sambil menarik kopernya. Melangkah menuju tangga untuk naik ke kamar yang sudah satu tahun ia tinggal. Makin lama duduk di sini malah bikin Rafa makin gondok. 

"Rafa!" Zee cepat berlari menghampiri Rafa yang menaiki anak tangga. Rasya menghela napas berat, dia terpaksa melangkah di belakang Zee, ikut Rafa ke kamarnya. 

Rafa membuka pintu kamarnya, menaruh kopernya sembarangan, melempar tas punggungnya sembarangan, lalu menghambur di atas kasur bergambar klub bola kesayangannya, Arsenal. 

"Raf..." Zee berdiri di ambang pintu yang terbuka. Tidak tega melihat Rafa terkulai putus asa. Lagi-lagi, dia harus menjalani hukuman dari Papa. 

Di belakang Zee, Rasya sudah melongok. Dia mendorong punggung Zee agar cepat masuk. Zee gerutu sebentar, setelahnya masuk menghampiri Rafa. Rasya duduk di bangku belajar, sedangkan Zee duduk di sisi kasur. 

Angin malam masuk, mengibarkan pendek gorden yang menutupi jendela kamar. Di luar sudah sepi, hanya langit yang berbicara kepada bumi lewat bahasa alam. 

"Udah, jangan dipikirin, Raf." Rasya membuka pembicaraan. Kacamata abu-abu yang nangkring di hidungnya ia lepas. Tanpa kacamata, sekarang Rasya mirip banget sama Rafa. Bedanya, rambut Rafa agak gondrong, dia tidak potong rambut selama di London. 

"Si Papa dendam banget deh ama gue." Rafa membalikkan badannya menghadap langit-langit kamar yang putih.  

"Kita bakal selalu ngedukung kamu kok, Raf." Zee tersenyum. 

Rafa bangkit dari kasurnya. Dia membuka jendela, membiarkan udara yang dingin masuk. Rafa paling suka udara malam. Malam yang sunyi, tanpa polusi udara maupun suara. Rafa duduk di jendela. 

"Rasy, jadi orang baik tuh gimana sih?" tanya Rafa memandang langit. 

Rasya melongo, antara kaget sama bingung. Kesambet apa si Rafa nanya gitu. 

"Emang lo jahat?" Rasya nanya balik. 

"Gak tau sih. Tapi, orang-orang di deket gue bawaannya benci mulu ama gue." Rafa menopang dagu. 

"Aku enggak, Raf!" tolak Zee mentah-mentah. 

"Lo kan dari kecil ampe gede ama gue, Zee." 

"Gak semua kok. Temen-temen gesrek lo enjoy aja temenan ama lo. Gue, Zee, Mama, bahkan..." Rasya hampir saja mengucapkan satu nama yang sudah lama tidak ia keluarkan. 

"Bahkan?" Zee meminta kelanjutan. 

"Gak, abaikan." Rasya lebih memilih melupakannya. Nama yang haram ia ucapkan karena sosok itusudah  lama menghilang. Mungkin, Rasya yang masih berusaha menghilangkan.

"Hidup tanpa uang, ATM diblokir, makan apaan gue besok!" Tangan Rafa mengacak-acak rambutnya frustasi. 

"Gue ada uang, selow aja." Rasya santai. 

"Aku juga!" Zee ampe tunjuk tangan. 

Rafa memandang kedua orang itu. Rasya, berganti ke Zee. Dia tertawa. Dari kecil sampai besar, dia selalu merepotkan kedua orang itu. 

Tinggallah Rafa menunggu besok. Hari dimana semua akan berubah seratus delapan puluh derajat. Kalau di London, dia bisa tiggal di rumah cukup mewah dan tidak kesusahan bahan makanan. Namun untuk hukuman kali ini, dia tinggal di rumah yang seperti apa? Makanan jenis apa yang akan ia konsumsi? Bagaimana lingkungannya? Kumuh 'kah? Bagaimana orang-orangnya? Apakah dia bisa beradaptasi lagi? Lebih baik atau justru lebih buruk? Rafa tidak bisa membayangkannya sama sekali.  

***

To Be Continue...

Bagaimanakah kisah hidup Rafa dengan hukuman kali ini? Apasih alasan Papa sampai menghukum Rafa? Dan bagaimana hari-hari Rafa setelahnya? Dan bagaimana dengan Rasya? 

Maaf ya cerita aku rombak lagi!


Continue Reading

You'll Also Like

464 125 34
Zega dan timnya diperintahkan untuk menyelidiki sebuah kasus penting yang melibatkan seorang anggota gangster. Tidak hanya Zega, Febrian dan timnya j...
4.1M 480K 43
[available on bookstores; gramedia, etc.] Ketika kamu baru saja bahagia lagi, sesuatu mengharuskanmu berpaling dan merelakan segalanya. O S C I L L...
1.9M 107K 53
"Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan dengan saudara sendiri...
9.7M 1.2M 58
[SUDAH DITERBITKAN - TERSEDIA DI TOKO BUKU] Peristeria Elata berada diambang kematian karena diam-diam mengikuti les musik tanpa sepengetahuan orang...