[2] BAHASA RASA

Door Miftastevadit

45.8K 2.8K 619

SEKUEL : [1] LUKA SEMESTA Blurb : Akhirnya, setelah melewati perjuangan yang panjang Rio bisa berdamai den... Meer

1 - Status Baru
2 - Quality Love
3 - Sekali-Kali jadi Suporter
4 - Sakit itu Mulai Naik Satu Level
5 - Berdamai dengan Masa Lalu
6 - Kembali Menjadi Keluarga
7 - Mengukir Kenangan Bahagia
8 - Kejutan
9 - Duet Romantis
10 - Demi Kebaikan, Katanya
12 - Youre My Best Brother
13 - Ayo Bangun, Bocah Nakal!
14 - Usaha Seorang Kakak untuk Melindungi Adiknya
15 - Sebut Saja ini, Ikatan Batin
16 - Hidup ini Seperti Roller Coaster
17 - Perihal Ku Ingin Hidup
18 - Ayah Mau Jemput Rio ya?
19 - Menjadi Egois
20 - Strategi Dadakan Cakrawala
21 - Pesona Kapten Basket Cakrawala
22 - Menciptakan Kesan Bahagia
23 - Pedih yang Tak Terucap
24 - Ketika Sepi Mengusik Rindu
25 - Lo Bukan Sahabat Gue Lagi
26 - Menanggung Konsekuensi
27 - Menolak Lupa
28 - Tentang Sebuah Kehilangan
29 - Hilang
30 - Jangan Jadi Manusia Sok Kuat
31 - Sebuah Salam Perpisahan
32 - Demi Seseorang yang Dicintai
33 - Biarkan Semesta Bekerja
34 - Tidak Lagi Bisa Sembunyi
35 - Persahabatan Kita Taruhannya!
36 - Akhirnya Bertemu
37 - Ketika Sahabatmu Rapuh
38 - Meninggalkan Atau Ditinggalkan
39 - Brother Talk
40 - Nanti Kita Cerita Tentang Hari ini

11 - Kolaps

1K 71 5
Door Miftastevadit

Kamar ocean blue milik keluarga Nuraga menampakkan penghuninya yang kini sedang tiduran diatas ranjang sambil sesekali melirik rumah sebelah yang tampaknya masih gelap, sepertinya Agni sedang keluar mengingat sejak siang tadi mereka tidak saling berkabar.

Cakka memejamkan mata saat dirasa pandangannya berbayang, wajar jika tubuhnya mulai berprotes ria pasca latihan super tadi. sebenarnya sejak tadi dia sudah ingin tidur, tapi obrolannya dengan Rio sepanjang perjalanan pulang terus berputar seperti kaset rusak.

Flashback on

Cakka mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan Jakarta yang cukup ramai sore ini. Sesekali dia melirik pejalan kaki atau kumpulan pedagang di bahu jalan, mengomentari aktifitas mereka dengan gaya kritisitas anak seusianya sampai gaya bicara bussnisman kelas berat. Disampingnya, Rio tampak pasrah menjadi pendengar dengan sesekali menimpali celotehnya sampai tiba - tiba anak itu membuka obrolan.

"Eee... menurut lo, siapa ya kapten basket yang paling cocok buat Cakra?"

Hah?
Cakka menampakkan wajah bingungnya sambil mengamati wajah lawan bicaranya yang kini berubah serius. Niatnya bercanda dan mengatakan ini april mop tertelan begitu saja.
"Ya elo lah, Sob! Siapa lagi coba!"

Rio mencebik, "Ya, maksud gue, siapa gitu kira-kira yang cocok gantiin gue di Tim, abisnya nggak mungkin kalau gue nyalonin Lo atau Debo, udah pada kelas tiga masalahnya..."

Cakka menoyor kepala sohibnya keras - keras, "Ebuseeeeet! Lo sehat? Jabatan lo masa aktifnya masih lama keles, pikiran lo kejauhan!" Ujarnya mengingatkan.

Agendanya, baru minggu depan mereka resmi naik kelas yang artinya jabatan Rio sebagai kapten basket Cakrawala baru dimulai, masih ada waktu satu tahun sebelum purna tugas dan parahnya kenapa harus memikirkan itu sekarang?

"Yaaa... kan umur nggak ada yang tahu, Cakk! Gue nggak mau ninggalin tanggung jawab gitu aja kalau seandainya gue nggak sanggup ngejagain posisi ini sampai akhir"

Deg...

Cakka bungkam.

Apa-apaan sih ini! Mereka tidak sedang bermain stand up comedy, kan? Disini sedang tidak ada kamera tersembunyi, kan? Pikirnya aneh. Hatinya tertohok mendengar sanggahan itu, seperti ada jarum tak kasat mata yang berlomba menusuk jantungnya sedemikian dalam.

"Ehm... gimana kalau Kopin aja? Tapi entar anak-anak bisa nggak ya ngimbangin tuh muka tembok?"

Cakka geram, bisa-bisanya tuh anak berfikiran seperti ini disaat mereka baru saja selesai latihan dengan strategi yang benar-benar fresh, diluar ekspektasinya. "Udahlah, mulai ngaco lo! Kalau ngantuk itu tidur, bukannya ngelantur" tutupnya tidak suka.

Second berikutnya Cakka menyibukkan diri dengan memasang musik keras-keras dari recorder tape tanpa mengindahkan seseorang di sampingnya yang masih mencari pembenaran atas tindakannya tadi.

'Kalau lo tahu, gue adalah salah satu suporter paling gila yang setia nungguin aksi nekat lo dilapangan. Lo ngajarin gue banyak hal tentang gimana mimpin tim, koordinir pemain dan banyak pelajaran lain yang nggak gue temuin di buku-buku sekolah. Lo udah buat gue jadi lebih baik asal lo tahu, jadi pliiiis... jangan bawa kata-kata nggak penting itu dipersahabatan kita, gue masih yakin banget bisa ngabisin waktu sama lo lebih dari ini, gue yakin kisah kita masih sangat panjang kedepannnya. lagian, gue nggak mau ah, diomelin si Agni lagi apalagi sampai dicuekin tanpa bantuan lo, ntar baikannya jadi nggak seru' ujarnya dalam hati

Flashback Off

Arrrrgh, Sial!

Memikirkan itu membuat kepalanya seperti mau pecah. Seandainya percakapan sialan itu tidak ada, bisa dipastikan dia bisa tidur nyenyak sekarang, tapi sayang hal itu tidak terjadi.

'Tahukah lagu yang kau suka, tahukah bintang kau sapa...)))

Dering ponsel diatas nakas membawanya kembali kedunia nyata. meski agak payah, Cakka beranjak meraih benda pipih itu ada nama gadisnya disana.

Klik

"Hallo,"

"Seru banget ya latihannya sampai nggak ngabarin gue?"

Cakka terkekeh pelan, "Ah, maaf ya sayang, kamu pasti kangen banget ya sama aku? Baru juga ditinggal sehari"

"Yee... nggak usah kepedean deh lo! Siapa juga yang kangen, biasa aja kok!"

"Oh, gitu ya..."

"Yaelah, gitu aja ngambek!"

"E... enggak kok, nggak ngambek" Cakka buru-buru meralat sebelum ada salah paham, lagi.

"Terus?"

"Nggak apa-apa, Kamu dari mana aja?" baru pulang?" Cakka mengalihkan pembicaraan daripada suasananya semakin tidak karuan

"Oh, dari rumah Bibi, ada misi penting"

"Misi apa?"

"Adadeh, pokoknya mah bisa bikin lo seneng gitu"

"Wah, yang bener?" Sela Cakka antusias, meski belum tahu jelas misi seperti apa yang dimaksud gadisnya itu, nada cerah milik gadisnya saja sudah cukup untuk memberitahukan pada hatinya bahwa misi itu pasti menyenangkan.

"Iya, Cakka..."

"Yaudah, kalau gituu tidur gih, pasti capek abis ngerjain misi seharian..."

"Iya sih, Lo juga istirahat deh, paham gue gimana rasanya sparring sama Rio mah, hihi"

Cakka tertawa, meski tidak bisa diajak romantis seperti cewek kebanyakan. Agni punya cara sendiri untuk membuatnya nyaman berada disisinya, seperti saat ini.

"Yaudah deh, bye Agni sayang... Love you ya..."

"Iya."

Klik.

❇❇❇

Ting... Tong...

Ting... Tong...

Bu Manda menghentikan aktifitasnya membantu Bi Inah menyiapkan makan malam saat mendengar bunyi bel dari depan. Beliau melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 7 malam.

"Bibi permisi buka pintu dulu ya, Nya?"

"Biar saya saja, Bi..." Sela beliau sambil berlalu meninggalkan dapur, setelah mempersilakan Bi Inah melanjutkan pekerjaannya.

"Siapa ya, bertamu malam-malam gini..." gumam Bu Manda sepanjang jalan menuju pintu depan, dua putranya sudah dirumah, sedangkan Gabriel, si sulung tidak biasanya datang sambil mengetok pintu seperti tamu.

Cklek...

"Loh, Ify. Tante pikir siapa loh..."

"Ma... Malam Tante..." sapa Ify kikuk, pikirannya seketika blank begitu melihat Bu Manda membuka pintu, namun tidak lama kemudian dia mengulurkan tangan menjabat lengan beliau dan menciumnya.

"Masuk yuk..." Bu Manda membuka pintu lebih lebar, menggandeng Ify untuk mengikutinya.

Mereka berhenti di sofa ruang tamu, segera Ify menyerahkan kotak besar yang dibawanya pada beliau.

"Kok pake repot-repot segala sih, sayang. Padahal kamu datang aja tante udah seneng" ujar Bu Manda sambil menerima bingkisan itu dan membukanya perlahan.

"E... Enggak repot kok, Tante. Ify lagi pingin masak aja buat Rio, eh buat semuanya deh!" Ify menunduk setelahnya, tengsinlah mengutarakan maksud sejelas itu di depan Ibunda sang pacar.

"Wah, bolu kukus. Rio pasti suka nih apalagi kalau tahu kamu yang masak, Makasih ya, cantik..."

Ify mengangguk.

"Huaa, ada makanan nih. Ray mau dong, Maaa...." Ray yang tadinya hendak mengomel lantaran bobo gantengnya terganggu urung begitu tahu siapa yang datang.

"Kamu ini, jangan dikasih, Fy! Ray makannya banyak" goda Bu Manda.

Ify tersenyum melihat Ray yang kini malah mencak-mencak diatas tangga.

"Ah, mama! image ganteng Ray kan jsfi luntur di mata kakak ipar. malu tahu, maaa...."

"Hihi, Tante bisa aja"

"Oiya, Ray! mending panggilin kakak kamu sana, bilangin ada kak Ify" suruh Bu Manda daripada Ray menggoda Ify terus.

"Ah, mama mah gitu..."

"Ehmm.. maaf Tante, kalo boleh biar Ify aja yang panggil, kasian Ray baru turun eh, disuruh naik lagi" sela Ify yang diangguki oleh Ray dengan semangat '45

"Nah, ide bagus tuh, Kak Ify. Kan, biar surprisse"

Bu Manda mengangguk, "Yaudah kalau gitu, sekalian ajak turun ya, kita makan malem bareng"

Ify mengangguk patuh. "Siap, Tante..."

---

Rio merebahkan badanya setelah beres mandi, sumpah demi cintanya pada si Oren latihan hari ini sangat melelahkan, belum lagi badannya sempat drop dan lemas luar biasa.

Pandangannya bergerilya menelusuri setiap sudut kamar, dari kejauhan dia bisa melihat senyum merekah potret tim Cakrawala di dekat meja belajar.
Mengingatkannya pada momentum terlampau penting turnamen basket Jogja beberapa bulan lalu, meski tidak ikut berfoto, Cakka bilang dia sangat berhak atas kemenangan tim juga trophy penghargaan yang kini di dedikasikan pada pihak sekolah.

Dia tersenyum simpul, Basket beserta seluruh isinya seperti nyawa kedua baginya, basket selalu sanggup membuatnya merasa lebih hidup.

Bahkan, Mario kecil yang dulu membenci Gabriel karena mengira kakaknya telah berbohong dan tidak sayang lagi padanya, Dia yang saat itu ngambek parah, sampai mogok makan untuk memprotes sang ayah, luluh saat di ajak Papanya bermain bola oren besar, melempar dan menggelindingkannya bergantian sebagaimana anak kecil lainnya.

'Ayo, Iyo tangkap...'

'Lempar ke papa, jagoan'

Huppp...

'Paa, tangkap ya Iyo lempal nih..'

'Yeeey! Iyo menang... Papa payah ah,'

'Huuuu... Papa payah, Papa payaaaah'

'Papa nggak payah kok, jagoannya Papa kan memang kuat, pasti menang...'

Klap!

Kepingan bayang-bayang masa kecil berputar di kepalanya. Jujur, Ia rindu. Ia ingin kembali pada masa dimana dia sangat bersemangat untuk hidup, masa dimana dia sangat mengagungkan mimpinya sebagai pemain basket terkenal.

"Maafin gue ya guys, kayaknya gue emang harus ambil keputusan ini. Gue nggak mau ngecewain kalian kalau akhirnya gue tetap kalah. gue nggak mau matahin semangat kalian, apalagi ngehambat jalan kalian buat nguasain lapangan bareng gue yang berdiri aja susah, Gue nggak bisa jadi kapten kalau cuma buat nambahin beban kalian doang. Gue cinta sama si oren, Cintaaa bangeeet, gue nggak mungkin biarin tim gue punya kapten yang bobrok dan lemah kayak gini" lirihnya pelan

Dia masih ingat, obrolannya dengan Cakka tadi sore tentang perekrutan kapten basket baru. Basket adalah salah satu diantara sekian banyak sisi lain yang mengajarkannya akan arti hidup sebagai perputaran nasib seseorang bersama takdir baik tuhan yang berputar sesuai porosnya, tidak melulu soal kesibukan, ibadah, juga refreshing semata, melainkan keseimbangan dari ketiga hal itu.

Rio menoleh kearah pintu saat mendengar ketukan, menebak-nebak siapa kira-kira yang berdiri diluar. mungkin Ray, Gabriel, Cakka atau--

"Yo, aku masuk ya..." sapa seseorang dibalik pintu. Sweater putih dan celana navy selutut yang dikenakannya membuat wajah babyface gadis itu semakin kentara di bawah temaram lampu tidur yang menyala.

"I... If... If... Ify!"

Ify menyunggingkan senyum sambil berjalan mendekat.

"Kok kamu bisa disini, sih?" Kata Rio lagi setelah beberapa detik meyakinkan diri jika dia tidak sedang berhalusinasi, dia merubah posisinya menjadi bersandar di tepi ranjang.

"Emangnya kenapa? Nggak boleh?" Sahut Ify lucu, tidak terpikir olehnya jika akan disambut dengan ekspresi menggemaskan seperti ini.

"Boleh, sih. tapi--"

"Tapi, kenapa aku nggak bilang dulu, biar kamu jemput, gitu?"

Rio mengangguk, Ify yang kini sudah duduk di tepian kasur memainkan rambutnya seperti anak kecil.

"Gimana aku mau bilang, sayaaaang. chat aku aja nggak ada yang kamu read, saking asyiknya main" bisik Ify telak.

Rio gelagapan, segera dia turun dari kasur mencari ponselnya, ketemu. Benda persegi super canggih itu berada di saku ransel dalam keadaan mati.

"Ternyata hapeku lowbat, Fy." cengirnya dengan wajah tanpa dosa.

Ify mendengus pasrah. Sudah biasa!

"Maaf ya, Aku nggak ngecek hape tadi, jadi nggak tahu kalau kamu Chat" lanjutnya setelah memasang charger pada daya telepon genggamnya di atas nakas

"Fy, maaf yaa..."

"Sayang..."

"Yah, kok kamu diem aja sih?"

"Aku minta maaf nih..."

"Maaf ya?"

"Ma--"

"Iyaaa, iyaaa, sayang! aduh, kamu ini kayak sama orang lain aja, sih!" Sela Ify tulus setelah beberapa detik sengaja diam demi melihat aksi panik kekasihnya.

Ditangkupnya wajah itu lembut, menariknya mendekat kemudian beranjak mengecup keningnya sebentar.

Cupp...

"Aku percaya kok, kamu nggak mungkin tega nyelingkuhin aku sama si Oren, ya meskipun akhir-akhir ini kamu lebih sering main sama dia daripada sama aku" jelasnya pelan, selembut kata yang ingin dia sampaikan walau hanya sesaat.

Rio merengkuh Ify dalam pelukannya, menikmati ketenangan yang seketika menyeruak memenuhi ruangannya saat gadis itu datang tiba-tiba, merengkuhnya dan membuat keduanya saling pandang. Dia tidak mengerti banyak filosofi tentang apa itu mencintai atau dicintai. Tapi dia tahu, untuk apa dan untuk siapa dua kata itu dia persembahkan.

"Makasih, Princess..."

---

Mereka melangkah beriringan menuruni tangga menuju meja makan, setelah beberapa waktu mencurahkan rindu dengan obrolan ringan, maka disinilah mereka sekarang, duduk rapi di meja makan keluarga Haling dengan menu sederhana ala Bi Inah yang sudah siap sebagai jamuan.

Diujung meja tampak Pak Tama tengah duduk berdampingan dengan Bu Manda, di susul Gabriel dan Ray di sebelahnya.

"Selamat malam semua..." Sapa Rio semangat, digandengnya Ify untuk duduk di kursi bersebrangan dengan Ray dan Gabriel.

"Loh, ada Ify juga?" Komentar Gabriel saat melihat adiknya turun tidak sendirian.

Ray mengangguk semangat. "Iya doooong, lumayan dapet dissert gratis" sahutnya senang. Ify tersenyum saja di goda seperti itu.

"Sudah, nggak baik berantem di depan makanan. Yel, kamu pimpin do'a" intrupsi Pak Tama menyudahi obrolan. Setelah itu mereka mulai menikmati hidangan dengan seksama.

Suasana meja makan hening di menit-menit pertama, dentingan sendok, garpu dan piring saling bersahutan diatas meja.

Ray memakan makanannya dengan lahap, sama dengan Gabriel. Sementara Rio mencoba menikmati makan malam yang terasa pahit di lidahnya, baru beberapa suap yang berhasil Ia telan namun selera makannya sudah hilang, perutnya terasa perih, seperti dililit rawa hidup yang semakin sakit saat digerakkan.

Srreeek...

Rio mendorong piring dan kursinya bersamaan, "Rio ke belakang bentar ya" pamitnya datar

Bu Manda mengangguk mewakili yang lain lalu kembali melanjutkan acara makan malam sambil sesekali bercanda sampai obrolan tentang personil yang belum juga kembali padahal semua orang hampir selesai menyantap makanan mereka.

"Kok adik kamu lama ya, yel..."

"Mules kali, Ma..." sela Ray sambil menikmati bolu kukus buatan Ify yang tersedia di meja makan sebagai dissert hari ini.

Gabriel mempercepat aktifitas makannya, "Iyel susulin deh, Ma... kelamaan emang" putusnya kemudian. Ia memundurkan kursinya lalu berjalan meninggalkan meja makan menuju kamar mandi yang masih tertutup rapat.

Tokk...

Tokk...

Tokk...

"Yo, lo masih di dalem?"

"Lo masih lama? Gue juga kebelet nih"

"Yo... Buka nggak pintunya!"

"Semedi dulu ya lo di dalem?"

Gabriel mulai kesal, dia sudah mengetuk pintu itu berkali-kali tapi tidak ada tanggapan apapun, hanya suara air yang terdengar keras dari dalam.

"Yo! Lo buka atau gue dobrak nih pintu!"

"Ah kelamaan lo!"

BRAAK...

"MAMAAAAA...."

"PAPAAAAAAA..." Gabriel berseru ketakutan.

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

561K 27.1K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
3.1M 155K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
816K 11.5K 25
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
1.6M 41K 18
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...