The Secret Admirer

By AlanaKanaya

60.7K 1.9K 614

Antara cinta dan obsesi hanya memiliki arti yang berbeda setipis helaian rambut, seperti mata koin yang tidak... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Pengumuman
Open PO
Pengumuman Akhir PO
Cuma Ngasih Tau

Bab 3

2.9K 220 28
By AlanaKanaya

"Jadi dia telah meninggal? Ya Tuhan, bagaimana itu terjadi?" Kerelyn membelalakan mata tak percaya dengan apa yang baru saja Eddy ceritakan tentang orang yang berusaha menabraknya beberapa bulan lalu.

"Iya, aku tidak tahu detailnya seperti apa tapi polisi menemukan mayatnya di gedung parkir yang sudah tak terpakai di daerah pinggiran Brooklyn."

Kerelyn terdiam beberapa saat, ia masih terlihat kaget dengan berita yang di dengarnya siang ini, seseorang yang entah disengaja atau tidak berusaha melukainya dulu, kini telah di bunuh oleh orang lain.

"Apa polisi yakin kalau dia orang yang sama dengan yang berusaha menabrakku?"

Eddy menatap Kerelyn dari balik gelas karton kopinya sambil mengangkat alis melihat reaksi Kerelyn yang tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkannya.

"Iya, polisi sudah mengidentifikasi mayat itu, dan pria itu adalah orang yang sama yang tertangkap cctv jalanan ketika dia berusaha menabrakmu."

Kerelyn kembali terdiam, ia menyeruput kopi kental berharap kafein bisa sedikit menenangkan syaraf-syarafnya.

"Apa para polisi sudah mengetahui alasan pria itu melakukan itu?"

Dengan sangat menyesal Eddy menggelengkan kepalanya, "Belum, polisi menduga itu bisa saja murni kecelakaan. Artinya dia tak bermaksud menabrakmu, mengingat kadar alkohol yang tinggi dan dapat dipastikan kalau dia juga pengguna obat-obatan terlarang, bisa saja malam itu dia mengendari mobil dalam keadaan mabuk dan tak sengaja hampir menabrakmu," Eddy memberikan penjelasan sesuai dengan apa yang dia dengar dari para petugas polisi kemarin.

Kerelyn menghembuskan napas lega, sesak didadanya sedikit terangkat mengetahui kalau pria itu tidak sengaja ingin mencelakainya. Selama ini dia diliputi rasa khawatir bagaimana kalau pria itu berniat membunuhnya? Apalagi setelah semalam dia mendapatkan informasi kalau Simon telah bebas. Ketukan di pintu ruang istirahatnya menyadarkan perempuan itu dari lamunannya, seorang pria dengan topi baseball berwarna merah melongokkan kepalanya di ambang pintu.

"Kerelyn, sebentar lagi shooting akan dimulai, sutradara memintamu untuk bersiap-siap di lokasi."

"Baiklah, kami akan kesana sekarang," Eddy menjawab sambil bangkit berdiri dari kursinya.

"Semua sudah berakhir, kau aman sekarang, Kerelyn," ucap Eddy sambil tersenyum yang membuat perempuan dihadapannya merasa tenang, "Ok, sekarang waktunya menghasilkan dolar," lanjutnya sambil menarik Kerelyn untuk berdiri dari duduk.

"Kau benar, semua sudah berlalu, sekarang waktunya bekerja!"

Mereka berdua tertawa sambil berjalan keluar dari ruang ganti menuju lokasi shooting, tapi tanpa mereka sadari seseorang tengah mengintai mereka diantara hiruk pikuk orang-orang disana.

*****

Daniel menatap layar komputernya serius, tangannya dengan lincah menari di atas keyboard dan sesekali tangannya akan berpindah menggenggam mouse hanya untuk memindahkan tursor ketempat yang dia inginkan. Saat ini ia tengah mengedit hasil fotonya kemarin dengan Kerelyn dan Matt sebagai modelnya.

"Man, itu luar biasa."
Daniel tersenyum mendengar suara rekan kerjanya, Paul yang kini tengah menarik kursi lalu duduk di sebelah Daniel.

"Katakan kepadaku, apa dia secantik di foto ini atau jauh lebih cantik?"

Mata Paul tak lepas menatap layar komputer Daniel di mana terpangpang Kerelyn tengah merangkul leher Matt, kaki kirinya diangkat hingga membelit kaki kanan rekannya, belahan gaunya tersingkap memerlihatkan kaki mulus artis itu, matanya menatap kamera dengan ekspresi menggoda.

"Dia... biasa saja," jawab Daniel santai yang langsung mendapatkan tatapan tak percaya dari Paul.

"Man, kau bercandakan?" tanya Paul tak percaya, "Dia.. Kerelyn Howard, perempuan seksi dengan pistolnya di seri FBI, artis yang lagi naik daun, dan kau bilang biasa saja?"

Daniel hanya mengangkat bahunya santai yang membuat Paul membuang napas berat sambil berseru, "She's hot, Man!" Matanya membulat terlihat berapi-api, senyum lebar menghiasi wajahnya, beberapa saat ia menatap Daniel dengan semangat, detik berganti menit, kedua pria itu masih saling pandang, mata Paul masih berapi-api karena semangat tapi semangat itu perlahan mulai redup karena masih tidak ada reaksi apapun dari Daniel yang hanya menatapnya santai dengan menaikan alisnya.

"Daniel, apa kau.. normal?" Paul bertanya dengan mata berbinar penuh dengan rasa penasaran, ia sudah bisa membayangkan judul headline di kolom gosip majalahnya, dengan foto Daniel yang di blur.

Daniel kini menatap Paul dengan malas, ia sudah mengenal rekannya sejak lama dan ia bisa menebak apa yang ada di dalam kepala pria metroseksual dengan pakaian serba ketat itu saat ini. Mulutnya sudah terbuka ketika telepon genggamnya berbunyi.

"Sepertinya kau harus mencari gosip lain," ucap Daniel sambil menepuk bahu pria itu sebelum akhirnya berdiri kemudian berlalu dari hadapan Paul yang yang kini terlihat kecewa karena kehilangan berita besarnya.

"Hallo."

"Daniel, apa kau sudah memikirkan siapa yang akan menjadi pasanganmu di pernikahanku nanti?"

Daniel memutar bola matanya ketika mendengar suara milik adiknya, Emily. Hampir setiap hari gadis itu mengajukan pertanyaan yang sama tentang siapa yang akan menjadi pasangannya di hari pernikahan Emily dan Dylan. Mereka memang baru berpacaran belum lama, tapi mereka sudah saling mengenal sangat lama, dari sahabat menjadi cinta, Daniel pikir hal itu hanya terjadi di cerita-cerita novel atau film saja, tapi adiknya mengalami hal itu.

Awalnya Calista, adik Dylan yang akan menikah terlebih dahulu dengan Theo, tapi Mr. McArtur meminta Dylan untuk mulai menggantikan posisinya sebagai pemimpin Group Royal dan menetap di London. Dylan yang tak mau berpisah dari kekasihnya sempat merasa berat untuk pindah ke Inggris, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan pernikahan sederhana di New York yang hanya akan dihadiri oleh sanak saudara saja, sebelum resepsi besar yang akan digelar di London.

"Belum," jawab Daniel singkat, ia kini menyandarkan badannya di meja pantri dimana terdapat mesin pembuat espreso.

"Daniel, waktunya hanya tinggal dua minggu lagi, apa perlu aku meminta salah satu temanku untuk menjadi pasanganmu?"

"Temanmu? Dylan atau Theo?"

"Hei, temanku bukan cuma mereka saja!"

Daniel tertawa mendengar suara protes Emily, ia tahu adiknya yang satu ini hanya memiliki sahabat dua orang itu saja, ya mungkin sekarang di tambah Calista.

"Kau lupa, aku juga memiliki teman di kantor."

"Baiklah, tapi para akunting bukan tipeku... aku tidak mau membicarakan soal neraca dan laporan keuangan sepanjang pesta berlangsung. Hei, mungkin kau bisa menjodohkan salah satu dari mereka dengan Gerard."

Emily tertawa mendengar ide darinya, bisa dibayangkan bagaimana mereka berdua akan menghabiskan waktu mereka dengan membicarakan masalah untung rugi dan virus komputer.

"Ya Tuhan, aku tidak bisa membayangkan akan seperti apa pesta pernikahanku nanti."

Daniel tersenyum mendengar suara putus asa adiknya.

"Apa kau sudah menanyakan kepada yang lainnya?"

Emily membuang napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Daniel.

"Alex masih sibuk dengan... penyamarannya (sambil berbisik), tapi kita tidak usah khawatirkan dia, dia bisa mendapatkan pasangannya di menit-menit terakhir, sedangkan Gerard aku berencana memasangkannya dengan Raina."

"Raina? Dia akan datang?" Daniel tersenyum mengingat sepupunya yang satu itu, Raina Anastasha, sepupu dari pihak ibunya, seorang gadis Indonesia yang cantik, periang dan tomboy, umur mereka yang tidak terlalu jauh membuat mereka memiliki hubungan lebih dekat dibandingkan dengan para sepupunya yang lain.

"Iya, tadi dia menghubungiku kalau dia akan melarikan diri ke sini, karena orangtuanya akan menjodohkannya."

"Lagi?"

"Iya.. lagi."

Mereka berdua tertawa mengingat entah sudah berapa kali gadis itu di jodohkan yang berakhir dengan orangtuanya yang sakit kepala tujuh keliling karena gadis itu selalu mengacaukannya, dan sekarang dia sampai melarikan diri berarti orangtuanya sudah tidak bisa menerima penolakan lagi.

"Dan kau akan memasangkannya dengan Gerard? Ya Tuhan, Em, aku harus memeringati Gerard agar tidak membicarakan hal-hal aneh kalau dia masih ingin selamat."

Emily kembali tertawa mendengar ucapan kakaknya itu.

"Dia tidak separah itu, D."

"Kenapa kau tidak pasangkan dia dengan Alex?"

"Oh tidak... aku tidak mau anak polos itu tercemar oleh Donjuan NYPD, satu-satunya yang tahan dengan pesona dan bisa mengendalikannya hanya Lexa."

"Kau benar, kenapa kau tidak pasangkan Alex dan Lexa?"

"Dan kita akan mendengar pertengkaran mereka selama pesta?"

Daniel tertawa mendengar nada putus asa Emily, "Tapi hanya dia yang bisa menjauhkan Alex dari para perempuan yang ada di pesta, seharusnya kau lihat bagaimana dia menjauhkan perempuan yang berusaha menggoda Alex di pesta pertunangan Theo kemarin." Daniel kembali tertawa mengingat bagaimana adiknya itu telah membuat reputasi Alex sedikit jatuh malam itu.

"Ya Tuhan, kau benar... aku sudah mendengarnya dari Gerard," ucap Emily diantara tawanya, "Baiklah kalau begitu, aku akan menghubungi Alexa supaya dia tidak usah mencari pasangan lagi... dan kau, Brother, cepat cari pasanganmu atau aku akan mengenalkanmu kepada salah satu temanku di kantor, paham?"

"Baiklah.. tidak usah khawatir," ujar Daniel sebelum memutuskan sambungan telepon.

Tanpa terasa waktu berlalu sangat cepat, Daniel terkubur dalam tugas-tugasnya sebagai producer acara berita, sebenarnya ia lebih menyukai kerja di lapangan itu sebabnya dulu ia lebih memilih sebagai kameraman acara traveler, sehingga ia bisa keliling dunia sekaligus menyalurkan hobinya dibidang fotographi, tapi kejadian yang hampir merengut nyawa kedua adiknya beberapa waktu membuatnya berpikir ulang, ia merasakan bagaimana putus asanya saat itu ketika ia tidak berada di sana untuk melindungi mereka yang merupakan tanggung jawabnya. Karena itulah akhirnya ia menerima tawaran sebagai produser acara berita yang merupakan salah satu posisi ekslusif di CBS, dia menerimanya bukan semata-mata karena gaji dan posisi yang menggiurkan, tapi lebih kepada ia bisa berada dekat dan bisa melindungi orang-orang yang ia sayangi tanpa terhalang jarak dan waktu.

Waktu sudah menunjukan pukul 10 malam ketika Daniel keluar dari mobilnya dan tengah berjalan menuju lift ketika ia melihat Kerelyn berjalan sambil dipapah oleh Eddy.

"Ya Tuhan, Kerelyn, apa yang terjadi?" Daniel setengah berlari ke arah mereka, dari dekat dia bisa melihat pergelangan kaki kanan perempuan itu yang dibalut perban.

"Tidak apa-apa, tadi ada sedikit kecelakaan di lokasi shooting," jawab Kerelyn sambil berusaha tersenyum.

"Bagaimana papan-papan itu ada di sana dan tiba-tiba menimpamu? Demi Tuhan, aku harus membicarakan ini dengan Steve, dan memecat siapapun yang meletakan papan sialan itu!" Seru Eddy dan Daniel bisa melihat kalau manager Kerelyn itu sangat marah melihat artisnya terluka dan itu merupakan reaksi yang wajar.

"Eddy... kau bisa pulang sekarang, Daniel bisa membantuku.. apa kau tidak keberatan mengantarku sampai atas?" Tanya Kerelyn sambil menatap Daniel memohon, bukan hanya kakinya yang sakit tapi juga telinganya karena harus mendengar omelan Eddy sepanjang jalan.

"Aku tidak keberatan... aku akan membantumu," ujar Daniel memahami arti tatapan menderita tetanganya itu.

Eddy menatap Daniel dan Kerelyn bergantian, sebelum akhirnya ia menyerahkan Kerelyn ke tangan Daniel walaupun dengan sedikit ragu.

"Dengar, kakinya keseleo, dokter bilang tidak ada yang parah tapi jangan biarkan dia berjalan sendirian, dan pastikan dia untuk istirahat."

"Tidak usah khawatir aku akan menjaganya," ujar Daniel sambil merangkul tubuh Kerelyn.

"Baiklah, aku percaya padamu... Kerelyn, Steve sudah memberi ijin beberapa hari untukmu beristirahat, aku juga sudah menghubungi Bos mengenai kejadian ini, dan dia memintamu untuk beristirahat, tidak usah khawatir mengenai jadwalmu, aku akan mengurusnya, jadi yang perlu kau lakukan hanya istirahat, jangan terlalu banyak berjalan, tetap di tempat tidur, paham?"

Eddy menatap Kerelyn dengan serius, matanya menyiratkan rasa khawatir yang dalam.

"Aku paham, Ed, sebaiknya kau pulang sekarang."

Eddy mengangguk sambil memutar tubuhnya dengan ragu, Kerelyn dan Daniel baru saja akan melangkahkan kaki mereka ketika terdengar kembali suara cemas milik Eddy.

"Apa aku perlu menghubungi Ibumu, supaya dia datang untuk menjagamu?"

Kerelyn memutar bola matanya mendengar reaksi berlebihan dari managernya itu.

"Eddy, aku cuma keseleo jadi kau tidak perlu menghubungi Ibuku dan menyuruhnya datang jauh-jauh dari Lousiana ke New York, itu hanya membuatnya khawatir."

"Baiklah aku tidak akan menghubunginya, tapi yang ini kau tidak boleh menolak, mulai besok aku akan menyuruh Maria datang kesini untuk menjaga dan membantumu."

"Baiklah... sekarang kau bisa pulang, Ed."

Eddy mengangguk puas walaupun matanya masih menyiratkan rasa khawatir.

"Ingat, jangan kemana-mana sendirian dan istirahat yang banyak ok!" Ujar Eddy sambil berjalan mundur.

"Eddy...!!" Geram Kerelyn sambil menatapnya tajam yang langsung saja membuat managernya itu membalikkan badan lalu pergi menuju mobilnya.

"Dia pria yang baik," ujar Daniel sambil tersenyum, kini mereka berjalan ke arah lift dengn perlahan-lahan.

"Iya... tapi percayalah, dia lebih cerewet dari Ibuku," ucap Kerelyn sambil memutar bola matanya yang membuat Daniel kembali tersenyum sambil memijit tombol lift.

Setelah menunggu beberapa saat pintu liftpun akhirnya terbuka, sambil memapah Kerelyn masuk kedalam benda kotak itu Daniel memijit angka 14, lantai apartemen mereka.

"Jadi bagaimana ini bisa terjadi?"

"Entahlah, kejadiannya sangat tiba-tiba, aku dan Matt sedang beradegan di dalam sebuah gudang ketika tiba-tiba para kru berteriak, aku tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi karena Matt langsung menghadangku, kami berdua terjatuh lalu dia melindungiku dengan tubuhnya. Saat jatuh itulah kakiku keseleo, tapi ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang terjadi dengan Matt, dia harus di rawat di Rumah Sakit malam ini karena cedera di punggungnya akibat papan-papan yang jatuh menimpa tubuhnya."

"Ya Tuhan, apa lukanya serius?"

"Dokter bilang dia mengalami cedera tulang punggung tapi untung saja tidak terlalu parah, dia hanya perlu istirahat selama beberapa hari."

"Apa papan-papan itu sebelumnya memang ada di sana?"

Kerelyn mengerutkan keningnya mencoba mengingat kondisi di dalam gudang tadi.

"Aku tidak tahu, tapi semua kru menyangkal kalau mereka menaruh papan-papan itu di sana."

Daniel terdiam mencoba berpikir hal buruk dari kejadian malam ini, apakah ini hanya murni sebuah kecelakaan atau memang sudah direncakan? Memang terlalu dini untuk mengatakan kalau ini sudah direncakan, tapi peringatan Alex mengenai Simon malam tadi, cukup membuat Daniel akan berpikir ulang kalau ini hanya sebuah kecelakaan biasa.

Suara bel lift yang menandakan mereka telah sampai di lantai tujuan menyadarkan lamunan Daniel, dia kembali merangkul tubuh Kerelyn dan memapahnya menyusuri lorong menuju apartemen mereka.

Sesekali Kerelyn mencuri pandang kearah pria disampingnya, hidungnya bisa mencium sisa-sisa wangi parfum yang sudah tercampur dengan wangi feronom pria itu seolah-olah seperti aromaterapi yang menenangkan syaraf-syaraf dalam tubuhnya tapi juga memiliki zat adictive yang membuat ketagihan dan jantungnya berdebar kencang.

Kerelyn diam-diam tersenyum, dia harus berterima kasih kepada siapapun yang menaruh papan-papan itu di sana yang telah membuat kakinya terluka dan karena alasan itu ia akhirnya bisa merasakan berada dalam pelukan Daniel Winchester, pria yang ia sukai selama ini. Apa yang selalu dikatakan orang-orang memang benar, semua pasti ada hikmahnya.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Daniel sambil menatap Kerelyn dengan wajah bingung karena tiba-tiba mendengar perempuan itu cekikikan sendiri.

"I..iya, aku baik-baik saja," ucap Kerelyn dengan wajah memerah karena malu, kini dalam hati ia mengutuk diri sendiri bagaimana bisa dia bertingkah seperti remaja yang kasmaran.

"Baiklah.. kita sudah sampai," ujar Daniel, mereka kini berdiri di depan pintu 1407 yang merupakan apartemen milik Kerelyn, ia membuka pintunya dan Daniel kembali membantu gadis itu hinggu duduk di atas sofa empuk berwarna pastel yang ada di ruangan itu, sebuah TV LED 42' menempel di dinding dan vas bunga kristal berbentuk ramping yang hanya memuat satu tangkai bunga tulip putih dengan bercak-bercak merah di setiap kelopaknya yang kini terlihat sudah layu, menghiasi meja kaca sofa.

Mata Daniel menelusuru ruangan yang sama dengan apartemen miliknya, yang membedakan hanya interiornya saja, berbeda dengan apartemennya yang tampak maskulin dengan warna-warna coklat, putih dan nuansa kayu yang mendominasi seluruh ruangannya, ruangan milik Kerelyn sarat dengan warna lembut khas seorang perempuan.

"Baiklah, sebaiknya aku pergi sekarang supaya kau bisa beristirahat," ucap Daniel sambil berdiri menjulang di depan Kerelyn yang sudah duduk berselonjor di atas sofa, "Kalau kau perlu apa-apa kau bisa menghubungiku kapan saja," lanjutnya sambil tersenyum.

"Baiklah, terima kasih sudah membantuku," Kerelyn berkata sambil tersenyum walaupun dalam hati ia masih menginginkan pria itu untuk tinggal lebih lama.

"Tidak masalah, bukankah kemarin juga kau telah merawatku? Jadi ku pikir sekarang giliranku untuk menjagamu," ucap Daniel sambil tersenyum, tapi tiba-tiba raut wajahnya berubah ketika ia teringat sesuatu yang membuatnya menatap Kerelyn penuh selidik.

"Kerelyn, apa kau tidak ingin merawat Matt? Maksudku bukankah dia terluka karena telah melindungimu?"

Kerelyn menatap Daniel dengan pandangan bingung setelah mendengar pertanyaan pri itu.

"Tidak... maksudku, tentu saja aku berterima kasih karena dia telah menolongku dan aku telah mengatakan padanya tadi, rencananya besok aku akan meminta Eddy untuk mengirimkan karangan bunga sebagai ucapan terima kasih yang lebih formal."

Sebuah senyuman terbit menghiasi wajah Daniel ketika dia mendengar ucapan Kerelyn, dia kembali teringat prediksi Alex dan Alexa semalam tentang perasaan gadis itu, apa mungkin itu benar? Tapi seorang Kerelyn Howard menyukainya? Itu tidak mungkinkan? Tapi keraguan dari pertanyaanya itu tidak membuat senyumnya hilang bahkan sampai ia masuk ke dalam apartemennya, senyumnya pun berganti dengan siulan riang.

*****

Pria itu merapatkan jaketnya, kerahnya ditarik untuk melindungi lehernya dari terpaan hujan yang mengguyur malam itu, sebelah tangannya diangkat untuk menutupi kepalanya, sedangkan sebelah lagi digunakan untuk menggenggam telepon yang bertengger ditelinganya, ia berjalan dengan cepat ke arah lapangan parkir mobil yang tampak sepi malam itu.

"Tidak, aku tidak membunuhnya, bukankah kau bilang hanya untuk menakutinya saja... tidak, lukanya tidak parah, aku dengar hanya keseleo saja... tidak, tentu saja keseleo tidak membuatnya takut... baiklah, aku akan memastikan lain kali akan membuat luka yang cukup serius."

Ia menutup teleponnya dengan muka kesal, "Sial! Seharusnya bajingan itu tidak menolongnya!" Geramnya, kedua tangannya meninju udara kosong hanya untuk menyalurkan kekecewaannya karena telah gagal.

Ia kembali melanjutkan jalannya, lapangan parkir itu terlihat lenggang hanya ada beberapa mobil yang tersisa, pencahayaan yang remang-remang, letaknya yang jauh dari keramaian ditambah guyuran hujan membuat siapapun akan berpikir dua kali untuk berjalan sendirian di sanapada malam hari dan seharusnya pria itu melakukannya sebelum berjalan dalam kesunyian di bawah guyuran hujan.

Langkahnya semakin pelan ketika ia merasakan seseorang mengikutinya, ia berhenti melangkah, alisnya berkerut mencoba mempertajam pendengarannya, tapi ia tak mendengar suara apapun selain suara hujan, ia membalikkan badan, matanya disipitkan untuk melihat sekeliling lapangan yang terlihat sepi tapi instingnya cukup kuat dan ia yakin seseorang tengah mengintainya di suatu tempat.

"Keluarlah!" Teriaknya diantara guyuran hujan yang bertambah deras.

"Aku tahu kau bersembunyi di sana, dasar pengecut! Keluarlah kalau berani!" Teriaknya kembali, tapi tidak ada yang menanggapi teriakannya. Ia menatap sekeliling yang masih terlihat sepi, keningnya kembali berkerut mungkin kali ini instingnya yang salah.

Ia baru saja membalikan badan ketika tiba-tiba sebuah besi menghantam kepalanya dengan sekuat tenaga hingga terjatuh, kepalanya terasa pecah, raungan kesakitanpun keluar dari mulutnya memecah suara derai hujan, darah mengalir dari kepala membasahi wajahnya, ia mencoba membuka mata walau terasa sakit, dalam keremangan pandangannya ia melihat sesosok pria dibalik jas hujan berwana gelap berdiri menjulang di atasnya dengan sebuah tongkat baseball ditangannya, sosok itu perlahan membungkuk diatasnya, tiba-tiba matanya membelalak ketika mengenali sosok itu.

"K...kau," ujarnya tak percaya kalau orang yang ia kenal selama ini berani berbuat hal ini padanya, tapi sorot matanya berbeda dari sorot mata yang ia kenal, sorot mata orang yang kini berdiri dihadapannya bisa membuat siapapun merasakan ketakutan hingga menembus tulang, seolah mata itu milik Lucifer yang bersemayan di dalam tubuh itu.

Seringai iblis menghiasi wajah sosok berjas hujan itu sebelum akhirnya ia kembali berdiri tegak, lalu tanpa aba-aba ia menghantam tanpa ampun kepala pria itu menggunakan tongkat baseball yang ia bawa hingga akhirnya korbannya tak bergerak lagi.

Sosok itu berdiri menatap tubuh korbannya yang sudah tak bernyawa, kepalanya terluka parah mengeluarkan darah segar yang kini bercampur dengan air hujan yang menggenang di sekeliling mereka.

"Ya, ini aku," bisiknya dengan suara dingin sambil mengeluarkan satu tangkai tulip putih dari balik jas hujannya, kemudian dengan perlahan ia taruh di atas tubuh tak bernyawa itu.

Untuk terakhir kalinya ia kembali menatap tubuh itu, sebelum akhirnya berjalan menjauh. Malam itu diantara derasnya suara guyuran hujan sayup-sayup terdengar suara siulan dari melodi lagu anak-anak yang menyayat hati, membuat bulu kuduk siapapun yang mendengarnya akan berdiri.

****

Hi... maaf updayenya lama hehehe..
Udah cuma mau bilang itu aja ma selamat baca, mudah"an suka ♡♡♡

Love
Alana K

*****

Continue Reading

You'll Also Like

Mine |JESBIBLE| By cyra

Mystery / Thriller

97.8K 6.8K 29
Jespipat Tilapornputt, psikopat gila berkedok CEO. Dia lebih kejam daripada ayahnya. Tidak hanya membunuh, tapi dia lebih suka bermain-main dengan ko...
514K 32.9K 43
Berisi tentang kekejaman pria bernama Valter D'onofrio, dia dikenal sebagai Senor V. Darah, kasino, dan kegelapan adalah dunianya. Tak ada yang dapat...
3.2M 196K 72
𝐒𝐢𝐧𝐨𝐩𝐬𝐢𝐬: Baru saja Kayla memaki tokoh antagonis dalam novel 'Fall in Love' yang ia baca, Kayla tak menyangka, setelah kecelakaan, ia malah t...
Malapetaka 1980 By Y21

Mystery / Thriller

3.2K 255 8
Ada begitu banyak hal di dunia ini yang tak kita ketahui. Dunia yang luas masih menyimpan misteri, tidak sepantasnya rasa penasaran membuat diri mene...