AIR (Ketika dua air yang berb...

Von Rex_delmora

135K 15.9K 2.2K

Bagaimana bisa? Apa yang akan terjadi? Pria yang berprofesi sebagai penerbang bertemu dengan wanita yang beke... Mehr

AIR*1
AIR*2
AIR*3
AIR*4
AIR*5
AIR*6
AIR*7
AIR*8
AIR*9
AIR*10
AIR*11
AIR*12
AIR*13
AIR*14
AIR*15
AIR*16
AIR*18
AIR*19
AIR*20
AIR*19 (Back to the Semarang)
AIR*20 (Jurang pemisah)
AIR*21 (Pacarku Koplitot)
AIR*22 (Musibah membawa berkah)
AIR*23 (ENDING)

AIR*17

4.9K 800 146
Von Rex_delmora

Perjalanan jauh Ali dan Prilly lalui, hingga kini Ali memasukan mobil ke halaman rumah yang luas berpagar putih. Rumah bertingkat satu menyambut kedatangan mereka. Ali melepas sabuk pengamannya.

"Kita sudah hampir terlambat. Ayo ke luar!" Ali masih memaksa Prilly ikut dengannya.

Prilly masih mengamati rumah yang ada di hadapannya itu. Rasa takut dan cemas menjalar di hatinya.

"Ini bukan rumah orangtuaku. Ini rumah Mama nguda," kata Ali yang mungkin memahami pandangan Prilly.

Ali turun dari mobil bergegas membukakan pintu untuk Prilly. Tanpa menunggu Prilly berucap, Ali segera menariknya keluar dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.

"Salam wari berngi, Mami nguda." Ali menggandeng Prilly masuk ke dalam rumah.

Prilly masih menunduk tak mengerti apa maksud Ali mengajaknya ke rumah Om dan Tante Ali. Dalam panggilan adat Karo Mami itu di tunjukan untuk istri dari saudara laki-laki dari ibu, sedangkan Mama panggilan untuk saudara laki-laki dari ibu. Itu artinya Ali mengajak Prilly ke rumah saudara laki-laki dari Widya.

"Ia ise, Ali?" tanya Mami nguda Ali.

"Ia Delmora Mami," jawab Ali memperkenalkan Prilly.

"Oh, yang orang Jawa itu ya?" tanya Mami nguda Ali saat menyadari bahwa Prilly tak akan mengerti bahasa daerah mereka.

"Iya, makanya pakai bahasa nasional aja biar dia tahu apa yang sedang kita omongin."

"Mama nguda di mana,Mi?" tanya Ali mencari-cari.

"Sudah berangkat duluan sama adik-adikmu tadi. Mami nunggu kamu, ayo ajak Delmora ganti baju."

Prilly masih tidak mengerti apa maksud semua ini. Prilly hanya mengikuti langkah kaki Ali karena tangannya selalu digenggam Ali. Mereka menaiki anak tangga menuju ke lantai dua. Prilly masih saja diam begitu pun Ali.

"Mami, bantu Delmora pakai bajunya. Dia belum pernah pakai ulos." Ali berteriak dari lantai atas.

"Iya, tunggu ... Mami nanti naik, suruh dia berdandan dulu." Balas Mami nguda Ali yang tak kalah keras suaranya dengan Ali.

Ali menggandeng tangan Prilly masuk ke salah satu kamar yang ada di lantai dua.

"Kamu nginep di sini." Ali berkata sambil membukakan pintu.

"Aku nggak mau, cariin aku hotel atau wisma kalau nggak penginapan pokoknya aku nggak mau ngerepotin siapa pun dan, kamu mau ngajak aku ke mana sih? Ngapain aku harus pakai ulos segala?" Prilly bertanya dengan wajah sebalnya.

"Udah, ikut aja. Nggak usah banyak tanya. Kamu cuci muka dulu dan itu alat make up Mami nguda pakai aja." Ali menunjuk ke arah meja rias.

"Aku nggak bisa dandan." Prilly berkata jujur membuat Ali menatapnya serius.

"Serius?" tanya Ali heran.

"Iya, aku dari dulu memang nggak suka dandan." Prilly menghempaskan pantatnya di ujung ranjang.

Saat Ali ingin ke luar, ternyata Mami ngudanya masuk ke dalam sudah rapi dan cantik memakai kain ulos dan kebaya merah keemasan.

"Mami, Delmora nggak bisa dandan. Mami aja deh yang dadanin dia." Ali mengadu saat berniat ingin ke luar dari kamar memanggil maminya.

"Kuja kam é?" tanya Mami nguda mencegah tangan Ali.

"Mau ganti baju juga."

"Oh, ya sudah." Mami nguda melepaskan tangannya dari lengan Ali.

Ali ke luar dari kamar tersebut, Mami nguda berjalan menghampiri Prilly.

"Ayo, Mami ajari kamu dandan sama sekalian pakai ulos." Prilly hanya mengikuti Mami nguda.

Prilly duduk di meja rias sedangkan Mami nguda mulai memoles wajahnya. Selesai menata rambut dan make up yang natural kini waktunya Mami nguda membantu Prilly mengenakan kain ulos. Mami nguda melilitkan kain ulos berwarna merah dengan tenunan dari benang emas
di pinggang Prilly.

"Kain ulos ini sangat penting di gunakan suku kami. Menurut pemikiran moyang kami dulu, salah satu unsur yang memberikan kehidupan bagi tubuh manusia adalah kehangatan. Ada 3 hal yang di yakini moyang kami dalam memberi kehidupan bagi tubuh manusia, yaitu darah, nafas dan kehangatan. Sehingga rasa hangat menjadi suatu kebutuhan yang setiap saat di dambakan." Prilly mendengarkan baik-baik penjelasan Mami nguda sambil membantu memakaikan
kain ulos siabithonon berjenis sibolang khusus dipakai ke tubuh menjadi baju atau sarung, namun kali ini Prilly menggunakan untuk sarung.

"Ada 3 sumber kehangatan yang di yakini moyang kami yaitu matahari, api dan ulos. Matahari terbit dan terbenam dengan sendirinya setiap saat. Api dapat di nyalakan setiap saat, namun tidak praktis untuk di gunakan menghangatkan tubuh, misalnya besarnya api harus di jaga setiap saat sehingga tidur pun terganggu. Namun tidak begitu halnya dengan ulos yang sangat praktis digunakan di mana saja dan kapan saja," imbuh Mami nguda.

Prilly sudah siap dengan baju kebaya berwarna merah dan bawahan ulos berwarna senada namun terlihat mewah dengan tenunan benang emas.

"Ali yang membelikan ulos ini khusus buat kamu. Mami yang mengantarnya kemarin saat tahu kamu mau datang ke Medan. Semoga suatu saat nanti kamu akan mendapatkan kain ulos dari mamanya Ali yang khusus dia berikan untuk anak menantunya." Mami nguda membelai wajah cantik Prilly membuat hati Prilly terenyuh.

"Mi, udah selesai?" tanya Ali yang baru saja datang sudah rapi dengan blazer hitam dan hem merah senada dengan baju kebaya Prilly dan di bahunya sudah terselempang kain ulos. Di tambah lagi kain ulos italitalihononhon yang berjenis mangiring di pakai khusus untuk pengikat kepala.

"Sudah, tinggal pakai sihadanghononhon." Mami nguda memasangkan kain ulos di bahu sebelah kanan Prilly.

Menggunakan kain ulos sihadanghononhon pun tak sembarangan. Sesuai dengan keperluannya, jika acara yang akan di datangi sebuah penghormatan maka kain ulos akan di kenakan di bahu sebelah kiri. Namun jika acara tersebut, sebuah pesta maka kain ulos di sampirkan di bahu kanan.

"Sempurna, nggak kelihatan gadis Jawa," seru Mami nguda membuat Prilly tersipu malu.

"Sudah, kita harus segera berangkat. Mama kamu nanti ngomel, Mami kemarin sudah menutupi kepergian kamu." Mami nguda berjalan mengambilkan high heels berwarna keemasan.

"Ini kamu pakai, kalau kamu tahu kemarin dia milih barang-barang yang kini sudah kamu pakai sekarang, huuuhhh! Darah tinggi Mami. Itu nggak cocok, ini nggak cocok, pindah ke sana, pindah toko sana. Duh pusing Mami." Mami nguda bercerita sambil membereskan alat make up.

Prilly hanya mengulum senyum saat melihat Ali menjadi salah tingkah. Akhirnya mereka pun keluar dari kamar. Saat perjalanan menuju ke suatu tempat pun Prilly masih tidak mengetahui rencana Ali. Dia hanya sibuk mendengar penjelasan Mami nguda soal adat istiadat mereka, jujur saja bagi Prilly itu hal baru dan Prilly membayangkan betapa ribetnya adat istiadat suku Karo. Hingga mobil terparkir di halaman gedung yang sudah ramai dengan tamu dari kalangan yang tak biasa, membuat Prilly terkejut.

Terlihat tamu-tamu berpangkat dan mobil-mobil berplat merah terparkir di halaman itu. Jantung Prilly berdebar saat Ali membantunya turun dari mobil.

"Ali." Prilly mencegah tangan Ali saat mereka ingin melangkahkan kaki.

"Apa?" tanya Ali memperbaiki letak ulos yang berada di bahu Prilly.

"Kamu ngajak aku di acara apa? Kenapa tamunya pejabat semua?"

"Pejabat daerah dan bukan pejabat semua tamu yang datang, ada juga dari saudara Mama sama Papa. Udah yuk masuk, Mami udah duluan masuk tuh!" Ali menunjuk Mami nguda yang lebih dulu masuk meninggalkan mereka.

"Tapi, aku bukan siapa-siapa kamu, Li." Prilly masih tak yakin untuk ikut masuk ke dalam gedung itu.

"Kata siapa? Kamu kan calon istri aku." Ali berkata sambil mengajak Prilly melangkah masuk ke dalam gedung.

"Enak aja kalau ngomong! Kapan kamu melamar aku? Jadian aja belum. Emang aku pernah berkomitmen pacaran ama kamu?" Prilly mengomel namun Ali tak memperdulikannya. Hingga sebuah suara menghadang mereka.

"Ali." Ali menoleh melihat Widya sudah berdiri bersama seorang wanita bertubuh ramping, tinggi dan cantik.

Ali mengeratkan genggaman tangan Prilly. Jantung Prilly berdetak abnormal, ingatannya kembali satu tahun silam saat Widya berkata pedas dengannya dulu.

"Ngapain kamu bawa gadis Jawa ini, ikut acara adat kita? Apa dia tahu adat istiadat kita?" Widya berkata angkuh melihat Prilly dari atas hingga bawah, hal itu membuat nyali Prilly ciut dan tubuhnya gemetar.

"Abang, dari mana aja sih? Aku telepon nggak pernah diangkat," tanya seorang wanita yang berdiri di sebelah Widya.

"Del, kenalin ini Indah." Jantung Prilly sudah tak bisa berjalan normal lagi. Hatinya juga bergemuruh panas ingin rasanya dia saat ini juga ke luar dari tempat itu.

"Hay." Prilly berusaha ramah dan mengulurkan tangannya berniat menyapa dan berkenalan dengan wanita yang bernama Indah itu.

"Kenalin, aku impal Ali dan calon istrinya," balas Indah membuat Prilly semakin yakin bahwa kehadirannya di sini hanya ingin dipermainkan Ali.

"Iya, aku tahu. Maaf seharusnya aku nggak di sini," kata Prilly menahan perih di hatinya.

"Kata siapa, kamu calon istriku?" sahut Ali membuat Widya menatapnya tajam.

"Ayo, aku ajak kamu." Tanpa memperdulikan tatapan tajam Widya, Ali menarik Prilly menaiki sebuah panggung mini di ruang tersebut.

Ali masih setia menggenggam erat tangan Prilly, menaiki altar dan meminta microphone kepada seorang petugas sounsistem.

"Selamat malam semuanya, minta tolong perhatiannya sebentar." Suara Ali yang menggema menguasai ruang tersebut membuat mereka menjadi pusat perhatian puluhan pasang mata.

"Saya akan mengumumkan sesuatu yang sangat penting." Jantung Prilly semakin berdetak kencang, dia tak mengerti apa yang akan Ali lakukan saat ini.

"Pada kesempatan malam ini, acara yang memang di adakan untuk saya memperkenalkan calon menantu keluara Ginting dan Sembiring, saya akan memperkenalkan calon istri saya. Ini adalah Delmora, nama panjangnya Malca Prilly Delmora Rissa. Gadis dari suku Jawa dan bekerja sebagai pelaut di salah satu kapal kontainer." Prilly membulatkan matanya sempurna saat Ali dengan gentle memperkenalkannya di depan puluhan pasang mata yang kebanyakan dari keluarga besar Ginting dan Sembiring.

"Ali, kamu apa-apaan. Turun! Jangan memalukan keluarga kita!" seru Widya sedikit berbisik saat itu juga menghampiri Ali ke atas altar.

Terlihat sangat jelas wajah malu Widya dan mimik terkejut semua orang yang berada di acara tersebut. Pasalnya, hanya Ali satu-satunya harapan keluarga yang akan dinikahkan dengan impalnya dan pewaris garis keturunan untuk mempererat keluarga Ginting dari mamanya. Kakak lelaki Ali sudah menikahi wanita dari suku Jawa dan kakak perempuannya menikah dengan pria dari suku Batak.

"Kenapa malu, Ma? Ali tidak berbuat salah ...."

"Mengenalkan gadis Jawa menjadi calon istrimu itu yang memalukan."

"Bagi Mama, bukan bagi Ali. Ali bangga punya calon istri gadis Jawa ini." Ali menarik Prilly agar lebih dekat dengannya.

Prilly yang mendengar jelas perdebatan mereka di depan banyak orang, merasa tidak enak. Walau mungkin pendengaran mereka tidak begitu jelas karena microphone-nya Ali turunkan. Namun tetap saja yang duduk di depan altar dapat mendengar.

"Maaf, terganggu." Ali mendekatkan bibirnya kembali di depan microphone, merengkuh pinggang Prilly agar selalu dekat dengannya. Ali tak acuh ada Widya berdiri di dekatnya, dia tetap ingin melanjutkan pembicaraannya yang tertunda.

"Maaf untuk pihak yang keberatan atas keputusan saya ini, tapi saya sudah membuat keputusan. Hanya Delmora, gadis dari suku Jawa yang akan saya nikahi." Semua orang tercengang atas keputusan sepihak dari Ali itu.

"Bibi, Mami nguda, Kak Juwita dan yang lainnya, Ali mohon bantunya untuk mengajari Delmora tetang adat kita." Ali menyapu pandangannya ke depan, sedangkan Prilly tetap setia menahan malunya dan air mata yang sudah menumpuk di pelupuknya.

"Mami, Papi, apa yang harus Prilly lakukan?" Prilly membatin merasa bingung dengan keadaan ini. Ingin rasanya marah dengan Ali, namun situasinya tidak tepat. Ingin pergi dari situasi ini namun keadaan tidak memungkinkan.

"Untuk Indah, maafin Abang. Dari awal Abang sudah selalu memperingatkan kamu, jangan pernah menunggu Abang karena Abang sudah memiliki pilihan sendiri. Abang tidak akan menikahi impal siapa pun yang di tunjuk keluarga, karena Abang percaya, kalau Delmora adalah pilihan terakhir Abang." Perasaan Prilly semakin tak enak, hatinya gundah tidak tenang.

Prilly memainkan ujung bajunya, menahan air matanya agar tidak terjatuh. Dengan keputusan Ali yang sepihak seperti ini akan semakin membuat keluarga Ali tak menyukainya. Itu yang saat ini bergelayut di pikiran Prilly.

"Terima kasih atas perhatiannya, selamat malam." Ali menggandeng tangan Prilly menuruni altar berniat untuk mendekatkan Prilly dengan keluarga besarnya.

Namun tak sesuai dengan harapannya, sebagian keluarga besarnya tak begitu bisa menerima kehadiran Prilly di tengah-tengah mereka.

"Ali, apa yang kamu pikirkan saat ini? Kamu tahu, kalau harapan Widya untuk meneruskan marga Ginting dari keluarga kalian itu cuma kamu," cerca Bibi Ali saat Ali berniat mengenalkan Prilly kepada mereka.

Prilly menghela napas dalam mengurangi sesak di dadanya. Rasa sakit hati mendengar perkataan pedas itu menguasai rongga dadanya. Ali menyelusupkan jemarinya di sela-sela jemari Prilly. Menyalurkan kekuatan keyakinan untuk Prilly.

"Maaf Bibi, Ali sudah mantap dan yakin dengan Delmora," bantah Ali berani menatap mata bibinya.

"Kalau pilihanmu itu salah, baru tahu rasa kamu!" sahut paman Ali.

"Kalau memang pilihan Ali salah, biarkan Ali yang menanggungnya karena Delmora adalah pilihan Ali. Maaf kami permisi." Dengan wajah mengeras Ali menarik Prilly, mengajaknya keluar gedung.

Sesampainya di samping gedung yang sepi dan jauh dari hiruk-pikuk Prilly segera menepis tangan Ali kasar. Tangisannya pecah setelah mereka berhenti di bawah sinar lampu yang remang.

"Apa niat kamu, hah?! Mau mempermalukan aku di depan keluarga kamu, iya?" Prilly menumpahkan emosinya dan amarahnya kepada Ali.

Air mata sudah berlinangan membanjiri pipi Prilly.

"Kamu kenapa sih? Niat aku tulus dan aku serius pengen bersanding sama kamu," kata Ali mencoba menggapai tangan Prilly namun dengan kasar Prilly menepisnya lagi.

"Jahui aku. Harusnya kita nggak usah ketemu sekalian! Aku nggak mau sama kamu!" Prilly berkata disela sesenggukannya membuat mata Ali menatapnya tajam dengan rahang yang mengeras.

"Apa karena pertemuan kamu sama Dedy di Makassar itu? Hah?!" Ali membentak Prilly dengan suara tinggi yang membuat Prilly kaget. Tak pernah Ali meninggikan suaranya hingga seperti itu, hal yang membuat Prilly kini semakin kecewa dengan Ali.

"Lupain aku, jahui aku dan itu bukan urusan kamu!" Prilly membantah tak kalah meninggikan suaranya dan membalas tatapan tajam Ali.

"Kita nggak pernah berkomitmen apa-apa dan malam ini kamu mempermalukan aku. Kamu puas!!!" Air mata Prilly semakin deras membasahi pipinya.

Prilly menghapus air matanya kasar lalu membalikan badannya.

"Kamu mau kemana?" tanya Ali menahan lengan Prilly, kini suaranya tak setinggi tadi.

"Aku mau ambil bajuku di rumah Mami nguda," jawab Prilly tanpa membalikan badannya.

"Maaf, aku terbawa emosi dan aku sudah tahu pertemuanmu sama Dedy." Prilly menurunkan tangan Ali pelan.

"Tolong antar aku mengambil bajuku, setelah itu aku harap kita bisa menemukan kebahagian kita masing-masing." Lagi-lagi Prilly mendustai hatinya, mengucap kalimat itu justru semakin membuat hatinya nyeri dan sangat sakit.

Tanpa membalas perkataan Prilly, Ali berjalan lebih dulu ke tempat mobilnya tadi terparkir. Di sepanjang jalan menuju tempat parkir langkah Prilly terasa berat dan tangisannya tak dapat ia hentikan. Hingga mobil sedan hitam yang dikemudikan Ali berhenti menghampiri Prilly. Ali membukakan pintu dari dalam lalu tanpa berkata Prilly masuk. Hening, sepi dan sedih suasana yang menguasai ruang mobil itu. Sepanjang perjalanan ke rumah Mami ngunda mereka diam seribu bahasa. Sesampainya di rumah Mami ngunda, Ali membuka pintu dengan kunci serep yang selalu dia bawa.

"Ambil baju kamu, aku akan antar kamu ke kapal malam ini juga."

Air mata Prilly semakin deras mendengar perkataan Ali. Tinggi harapan Prilly saat mengetahui Ali masih setia menunggunya. Karena kejadian malam ini haruskah pupus harapan itu? Prilly menaiki anak tangga lalu masuk ke dalam kamar. Dia tak mampu lagi menahan tangisannya, di dalam kamar yang remang Prilly kembali memecahkan tangisannya hingga sesenggukan dan dadanya terasa sesak. Tak dipedulikan oleh Prilly lagi jika suara tangisannya hingga meraung-raung. Yang dia inginkan hanya, mengurangi sesak di dadanya. Prilly memeluk dirinya sendiri, namun tiba-tiba dari belakang dia merasakan pelukan yang membuatnya nyaman dan tenang.

"Aku sayang kamu, jangan pergi. Aku mohon."

###########

Piye jal?
Nangiso!!!
Wes ... pisah wae lah yo?
Banyak perbedaan mereka itu. Hihihihi

Makasih ya vote dan komennya.
Masih setia menunggu?

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

109K 6.1K 15
21+ dede gemes di larang membaca cerita ini yes😉 Budayakan memfollow sebelum membaca!! ---------------------------------- Kisah tentang Davira yang...
11.7K 845 11
"Na, kenalin gue dong ama berondong yang mau jadi babu gue. Termasuk babu di ranjang juga." Naomi menyemburkan kopi yang baru diminumnya. "Edan ya lo...
90.5K 2.4K 35
18+ Nauristella Bachtiar atau biasa dipanggil Ella adalah seorang mantan model profesional yang berusia 30 tahun dan telah memiliki segalanya, orang...
991K 55.8K 42
Next Generation Sequel dari : A Wedding Story Sincerity of Love Sense for You