Unfinished Fate [TERBIT]

Από liarasati

4.4M 265K 3.2K

Judul lama Gorgeous Stepmother Ibnu Anggoro-seorang duda anak dua-terpaksa menikahi Marsha Amalia Adinata kar... Περισσότερα

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 23
Part 24
Part 26
Part 27
Part 27-2
Part 30-2
Part 31
Part 31-2
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35 (End)
OPEN PO [5-9 OKTOBER]
Daftar Kontak Olshop

Part 25

112K 7.9K 70
Από liarasati

Kepalaku sangat pusing, mataku masih terpejam namun aku bisa merasakan ada tangan seseorang yang mengenggam tanganku erat.

Kubuka mataku perlahan, pandanganku masih mengabur. Aku mengeryitkan dahiku menangkap sinaran yang memasuki retina mataku. Mataku mengerjab-ngerjab beberapa kali berusaha mengembalikan fokusku.

Aku melirik ke sisi sebelah kananku. Mas Ibnu? tatapan kami bertemu, ada yang berubah dari tatapannya, kilatan panik, aku bisa melihatnya. Air mata menggenang dipelupuk mataku, tahukah dia kalau aku sangat merindukannya?

"Jangan bergerak dulu, aku akan memanggil dokter."

Tatapanku lekat memerhatikan Mas Ibnu menghilang dari balik pintu. Semenit kemudian dokter Karina datang, namun tak kulihat mas Ibnu bersamanya.

"Suamimu menunggu diluar," sahut dokter Karina yang memerhatikan raut mukaku.

"Anakku," kataku lirih. Dokter Karina masih diam tidak menjawab dia terus memeriksa bagian tubuhku.

"Dok."

Dokter Karina menghentikan aktifitasnya lalu tersenyum tipis, "Dok, anakku mana?" tanyaku tak sabaran.

"Selamat Marsha kamu berhasil melahirkan bayi laki-laki. Anakmu masih berada di inkubator, tenang saja kondisinya mulai stabil, bayimu terpaksa harus lahir premature.”

"Mmm.. berapa lama... aku berbaring di sini?"

"Hampir empat hari. Ibnu terus menerorku menanyakan kapan kamu akan bangun? apa kondisimu baik? Kenapa tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun, dan sebagainya, telingaku sampai tak kuat lagi mendengarnya beragam pertanyaannya."

Benarkah mas Ibnu begitu mengkhawatirkanku?

"Apakah dia selalu menungguiku?"

"Menurutmu?"

"Mama...!" Aira masuk dan langsung menyerbuku, dia memelukku sangat erat.

"Aira! Mama masih dalam masa pemulihan." Arya melerai pelukan Aira.

Namun, Aira seperti tak menghiraukan dia tetap menangis tersedu di sebelahku. "Ma... Maafin Aira... karena do'a Aira mama jadi disini... Aira janji ngak bakal do'ain mama yang nggak baik lagi."

Aku tersenyum memandang Aira dan mengelus pipinya, "bukan Aira yang salah, Mama yang nggak hati-hati makanya jatuh."

"Tapi kalau nggak karena do'a Aira kan kejadiannya bisa aja berubah. Tuhan pasti nggak kabulin apa yang Aira minta." Aira meringis saat Arya menjitak kepalanya. "Bang Arya, sakit tau!"

"Mama baru sadar kamu udah ngomong ngaco. Ayo kita keluar, dokter Karina masih mau periksa mama, iya kan dok?"

Dokter Karina mengangguk seraya mengulas senyum.

"Dokter dedenya kok kecil banget, mukanya mirip banget sama mama." Aira begitu antusias saat menceritakan adiknya, aku sangat ingin bertemu dengan anakku.

"Dok, aku mau bertemu dengan anakku."

"Kamu baru sadar Marsha, kondisimu juga belum stabil."

"Tapi aku ingin bertemu sekarang, Dok. Aku mohon," kataku mengiba.

"Masih ada hari esok, Ma." Arya menanggapi ucapanku.

"Bagaimana jika nggak pernah ada hari esok."

"Ma!" tegur Arya.

Dokter Karina berusaha meredakan ketegangan. "Hmm... ya sudah. Tak apa Arya,  Mamamu bisa bertemu sama bayinya, tapi sebentar saja ya Marsha, setelah itu kamu harus istirahat kembali untuk pemulihan.”

Selanjutnya, mereka membantuku bangkit. Arya mendorong kursi roda, sementara Aira dan Dokter Karina berjalan mendampingi. Tak kulihat batang hidung Mas Ibnu, padahal tadi dia yang melihatku tersadar, kemana perginya dia? Apa dia tak ingin melihatku? tapi kenapa dia menungguiku?

"Itu lihatlah, anakmu masih sangat kecil, tapi beberapa bulan lagi tubuhnya akan normal seperti bayi lainnya, kamu nggak usah khawatir, jangan dibawa pikiran." Dokter Karina menunjuk ke arah box bayi yang dikelilingi oleh alat inkubator.

Arya yang memapahku berdiri sekarang aku bisa melihatnya. Kami berada di luar ruangan yang dilapisi kaca. Seketika air mataku menetes, aku begitu terharu melihatnya yang begitu kecil tidur dengan nyaman. Benar kata Aira bayiku sangat mirip denganku.

Selamat datang my baby boy, ini mama mu nak. 

***

Aku berhasil mendorong sendiri kursi roda sampai ke depan ruang inkubator. Aku ingin bertemu kembali dengan anakku meski ini masih sangat pagi, tadi malam dokter Karina telah melepas infus ditanganku. Kuakui tubuhku masih lemah, namun entah kekuatan darimana aku mampu mengerakkan kursi roda sampai ke sini. Beruntung perawat telah menyibahkan tirai jadi, aku bisa melihatnya, meski dari kejauhan.

"Sudah kuduga kamu ada disini.”

Seketika aku menoleh ke belakang mencari asal sumber suara tersebut.

"Rangga!" pekikku.

Ketika dia mendekat. Aku segera menjatuhkan tubuhku pada pelukan Rangga, karena kakiku yang belum siap menopang tubuhku sendiri dan Rangga pun dengan tangkas menangkap tubuhku. Ini pertama kalinya kami bertemu kembali setelah kejadian tak mengenakkan dulu.

“Setelah ini aku pasti akan melapor pada perawat yang menjagamu karena memaksa keluar seperti ini,” ucapan Rangga pasti merujuk diriku yang memaksa berdiri untuk melihat bayiku, rasa kebas disekujur tubuhku tak menjadi penghalang untukku bisa kembali melihat bayiku.

Aku hanya cemberut menanggapi ucapannya.

"Selamat ya."

"Makasih."

"Yang itu bayimu."

"Iya."

"Sangat cantik," sontak aku memukul lengannya. "Dia laki-laki seharusnya kamu bilang tampan bukan cantik."

"Tapi, dia sangat mirip denganmu, jadinya cantik." Rangga kembali menempatkan diriku di atas kursi roda.

"Nggak Rangga... dia tampan." Aku memasang ekspresi cemberut tak terima dengan sebutan Rangga.

"Baiklah, dia tampan."

"Aku sudah beberapa kali ke sini, tapi kamu belum sadar, dan hari ini aku kembali ke sini tak kusangka kamu nggak ada di kamar. Jadi, aku inisiatif ke sini, ternyata benar kamu ada disini. Aku bersyukur kamu dan bayimu selamat Marsha."

"Aku juga merasa begitu, aku tak bisa berkutik saat melihat darah yang mengalir di kakiku, kukira aku nggak akan kembali terbangun setelah itu."

"Kamu sudah memberikannya nama?"

"Hm... aku belum memikirkannya."

"Mungkin kamu harus mengkompromikannya dengan suamimu."

Apakah mas Ibnu telah menyiapkan nama untuk bayiku? batinku.

Aku menarik lengan Rangga. “Aku ingin melihatnya lagi.”

Rangga tersenyum dan merengkuh pundakku. Dia mengacak rambutku, sedangkan aku masih terpana melihat bayiku. Buah hatiku.

***

Hari menjelang siang, tadi Rangga pamit ingin melihat kafenya. Rangga juga membantuku membaringkan tubuhku di atas ranjang.

Seseorang bersetelan jas yang tampak permisi masuk ke ruangan. Aku menatapnya dengan kening berkerut.

"Anda siapa?"

"Nyonya Marsha?"

Dia mendekat dan menjabat tanganku.

"Anda siapa?" tanyaku lagi.

Ada jeda sebentar, aku duduk di sofa "Begini nama saya Rivan saya pengacara pak Ibnu, saya datang ke sini karena diutus oleh pak Ibnu untuk menyerahkan ini.” Orang yang bernama Rivan itu memberikanku sebuah dokumen. Aku mengernyitkan dahiku bertanya-tanya apa ini.

"Ini adalah hitam di atas putih di mana menyatakan kalau Anda bersedia menyerahkan hak asuh anak kepada Pak Ibnu Anggoro. Jadi, ada atau tidak adanya perceraian Anda tetap menyetujui kalau apabila hal terburuk terjadi pada pernikahan kalian selanjutnya hak asuh anak tetap berada di tangan klien kami—“

Aku benar-benar ingin menutup kupingku, tak ingin mendengarkan apa pun, namun dia terus saja berbicara.

"Selain itu klien kami juga membebaskan siapa yang akan mengajukan gugatan lebih dulu, dia akan kooperatif jika Anda mengajukannya lebih dulu dengan satu syarat ini, namun jika Anda menginginkan klien kami yang menyelesaikan semuanya, saya akan mengurusnya. Mengenai harta gono-gini—“

Aku benar-benar sudah muak, aku mencampakkan dokumen yang ada ditanganku ke lantai.

"Katakan pada klienmu kalau dia memang pria jantan, datang langsung menemuiku aku tidak menerima perantara atau aku tak akan pernah menandatangani dokumen itu!" ucapku penuh emosi.

Pria itu memunguti dokumen yang berserakan dilantai dan beruntung dia permisi keluar sebelum aku usir.

Sebegitu inginkah dia berpisah denganku? bahkan dia tak menunggu waktu lama untuk menceraikanku.

Aku lelah, hatiku sangat lelah. Kenapa lagi-lagi air mataku tumpah karenanya. Dia telah menyakitiku teramat dalam. Menorehkan luka tak terperikan. Apa dia tak mengerti kesakitanku, kepedihanku, kerinduanku. Sekarang dia benar-benar menepati janjinya dengan memisahkan aku dengan satu-satunya sumber kebahagiaanku saat ini, yaitu anakku, darah dagingku.

***

"Sha kamu kenapa?"

Diana datang tepat beberapa menit pengacara sialan itu keluar dari ruanganku. Aku terus menangis histeris begitu membayangkan diriku yang akan terpisah dengan bayiku sendiri.

“Sha—“

"Mas Ibnu Na. Mas Ibnu..."

"Iya, dia kenapa Sha? Ngomong yang jelas."

"Dia jahat Na! aku benci dia!"

"Kenapa Sha? tenangin diri lo."

"Dia benar-benar mau misahin aku dari anakku!"

"Maksudnya?"

"Ta—tadi pengacaranya ke sini dan minta aku tanda tanganin berkas persetujuan hak asuh anak.”

"Jadi, apa yang mau kamu lakukan sekarang Sha? Kamu mau aku gimana? Temuin dia dan hajar dia pun gue akan lakuin jika lo mau!” sahut Diana menggebu-gebu.

"Na... bisa tinggallin aku sendiri dulu? Aku butuh sendiri."

Lama sebelum akhirnya Diana mengangguk. "Oke, kalau ada apa-apa bilang sama aku.”

Aku mengangguk.

Bermenit-menit berlalu. Siapa yang kira-kira masuk keruangan ini lagi? Aku tak ingin menoleh. Aku sedang tak ingin menemui siapapun saat ini.

"Aku sudah di sini apa yang ingin kamu katakan?"

Mas Ibnu? aku menahan napasku lalu menoleh pelan ke arahnya. Dia berdiri dengan tenang sementara aku tak mampu menahan laju air mata, aku benar-benar merutuki kebodohanku karena terlahir sebagai wanita cengeng, tak mampu terlihat tegar sepertinya.

Ketika dia mendekat aku langsung menggunakan kesempatan itu untuk menamparnya. "Sisa jahitanku belum juga mengering. Anakku juga belum diperbolehkan keluar dari inkubator, dan sekarang kamu lihat aku? Apa aku terlihat dalam kondisi baik-baik saja! Hah!"

"Aku hanya menjalankan yang telah menjadi kesepakatan kita."

"Kamu!! benar-benar kejam!" Aku mengucapkannya sambil mengacungkan jari telunjukku.

"Kamu yang menyetujuinya, tidak ada paksaan untuk itu. Dan sekarang kamu bilang aku yang kejam, aku hanya menuruti semua kemauanmu, apa itu tidak cukup?"

"Tidak! Biarkan aku pergi dengan anakku!"

"Tidak bisa." Mas Ibnu terlihat terprovokasi, tatapannya berubah menakutkan.

"Tapi, dia anakku!!"

"Dia juga anakku. Menginginkan anak artinya tidak ada perceraian—“

Aku mengambil cepat dokumen ditangannya dan menadatanganinya, aku berjanji akan kembali dan mengambil anakku. Aku berjanji!

"Inikan yang kamu inginkan? tak kusangka kamu sengaja menungguiku karena ingin melihatku terbangun dan segera mengurus perceraian. Kenapa tidak sekalian saja kamu bunuh aku agar segalanya menjadi lebih mudah!"

"Aku—“

"Jika kita bertemu lagi kelak aku tidak akan membuatnya mudah bagimu. Kamu tidak tahu rasanya mengandung dan melahirkan. Semua kulalui dengan penuh kepahitan dan kesakitan."

Dan kuharap tak ada lagi cinta yang tersisa untukmu! akan kugantikan semuanya dengan rasa benciku padamu. Luka yang kamu buat terlalu dalam. Aku tak yakin akan sembuh apalagi kembali seperti semula.

-TBC-

Συνέχεια Ανάγνωσης

Θα σας αρέσει επίσης

1.9K 87 16
Novel Terjemahan Penulis: Pembakaran Grit Judul = 快穿后,真千金成了科研大佬 Judul = Setelah melakukan perjalanan melintasi waktu, putri kandungnya menjadi bos pe...
5.5M 292K 56
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
188K 13.3K 43
Antara masa lalu dan masa depan. Siapakah yang akan menjadi pemenangnya? Highrank! #12 in segitiga 24/03/2023 #5 in segitiga 18/05/2023 #2 in realtio...
2.3M 109K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞