AIR (Ketika dua air yang berb...

By Rex_delmora

135K 15.9K 2.2K

Bagaimana bisa? Apa yang akan terjadi? Pria yang berprofesi sebagai penerbang bertemu dengan wanita yang beke... More

AIR*1
AIR*2
AIR*3
AIR*4
AIR*5
AIR*6
AIR*7
AIR*8
AIR*9
AIR*10
AIR*11
AIR*12
AIR*13
AIR*14
AIR*16
AIR*17
AIR*18
AIR*19
AIR*20
AIR*19 (Back to the Semarang)
AIR*20 (Jurang pemisah)
AIR*21 (Pacarku Koplitot)
AIR*22 (Musibah membawa berkah)
AIR*23 (ENDING)

AIR*15

6.6K 830 99
By Rex_delmora

Cinta diam-diam gejalanya hampir selalu sama. Berawal dari pandangan pertama, lalu merasakan getaran-getaran aneh yang menyejukkan. Ingin menyapa, tapi apa daya nyali tak sebesar rasa penasaran. Mungkin itu dulu yang Ali rasakan terhadap Prilly. Namun apa jadinya ketika tekat dan nyali menghampiri Ali. Semua akan ia lakukan demi mendapatkan cintanya. Hal senekat apa pun dia rela taruhkan untuk Prilly.

Setelah bongkar muat selesai hingga dini hari membuat Ali harus ekstra sabar menunggu Prilly.

"Sudah selesai?" tanya Ali saat melihat Prilly baru saja masuk ke dalam kamarnya.

"Sudah," jawab Prilly mengambil remot kontrol AC yang ada di atas meja. Dia mengatur suhu di dalam kamarnya. Kapal yang terbuat dari plat-plat besi dan daerah pelabuhan yang panas membuat Prilly merasa gerah setiap saat. Untung saja kapalnya sudah dilengkapi alat-alat yang membuat dia nyaman di dalamnya.

"Mau turun sekarang apa besok pagi?" tanya Ali yang setia duduk menunggu Prilly di sofa bed sejak tadi.

"Besok pagi aja ya? Kamu nginep di sini dulu. Aku habis ini harus bikin laporan dan sekalian mau ngontrol semua alat navigasi sebelum aku meninggalkan kapal," seru Prilly duduk di tepi ranjang sambil melepas sepatunya.

Prilly melepas wearpack begitu saja di depan Ali, karena dia memakai baju santai di dalamnya. Jadi tidak masalah Prilly membuka di depan Ali.

"Jangan begitu di depan orang lain, kalau di depan aku terserah kamu," tegur Ali saat Prilly melepas wearpack-nya.

Prilly menoleh melihat Ali yang fokus menatap televisi.

"Aku kan masih pakai baju di dalamnya. Nggak papa dong?" bantah Prilly menggantung wearpack-nya di samping lemari.

"Tapi, pikiran cowok itu beda-beda. Apa lagi kamu di sini cewek sendiri. Jangan aneh-aneh dan jangan sembarangan bertindak. Mereka semua cowok yang memiliki hasrat terpendam dan memiliki rindu dengan pasangannya." Ali mendekati Prilly dan merengkuh pinggangnya.

"Aku tahu, Li. Aku paham, makanya aku selalu di dalam kamar dan nggak keluar kalau nggak lagi jaga. Aku menghabiskan waktu di dalam kamar. Nggak pernah neko-neko." Prilly berusaha meyakinkan Ali.

"Nggak pernah neko-neko tapi suka mendaki gunung setiap kapal sandar lama." Ali berucap tak acuh membuat Prilly menatapnya tak.

"Kamu tahu dari mana kalau aku sering mendaki gunung?" tanya Prilly was-was karena takut kejadian di Makassar jangan-jangan Ali tahu juga.

"Dari Captain kamu. Tadi aku sempat ngobrol sama dia di anjungan. Aku tanya tentang kelakuan kamu selama ini bagaimana jauh dari aku." Ali menggiring Prilly ke panjangnya dan mendirikan pelan lalu Ali menindih badannya.

"Terus apa lagi yang dikatakan Captain Wiranto?" tanya Prilly takut jika Wiranto menceritakan tentang pertemuannya dengan Dedy di Makassar lalu.

"Nggak cerita apa-apa. Cuma ngomong gitu aja." Ali mengelus pipi Prilly lembut sambil mereka mengobrol.

"Oh ... itu salah satu hobby-ku dan penghilang penat aja. Lama di tengah laut pengen sekali-kali lama di darat menikmati alam." Sepertinya Ali tak fokus dengan penjelasan Prilly tadi.

Pandangan Ali justru tertuju ke bibir ranum Prilly. Detak jantung Prilly semakin kencang saat menyadari hal itu. Mata Ali semakin sayu dan wajahnya semakin mendekatinya.

"Li, kamu mau ngapain?" tanya Prilly takut.

Ali diam dan mengunci kedua tangan Prilly di atas kepala dengan tangan kanannya. Walau hanya menggunakan satu tangan, ternyata tenaga Ali lebih kuat sehingga Prilly tak bisa melepaskan tangannya dari Ali.

Ali semakin lama memajukan wajahnya, sehingga Prilly dapat merasakan hembusan hangat nafas Ali dan semakin lama bibir Ali mendarat di bibir Prilly, membuat Prilly melebarkan matanya. Perlahan Ali mulai melumat lembut bibir kenyal Prilly, membuat Prilly reflek memejamkan matanya.

Tangan Ali menggelirya keseluruh tubuh Prilly, hingga Prilly merasa tangan Ali tepat di dadanya membuat Prilly membuka mata dan menahan tangan Ali agar tidak mengemasnya. Ali membuka matanya yang terlihat sayu, mereka berbicara dari mata.

Ali memandang Prilly dengan memohon, namun Prilly menolaknya. Perlahan Ali melepas tangannya dari dada Prilly, namun bibirnya masih menaut di bibir Prilly. Mungkin dengan perasaan kecewa Ali meneruskan ciuman mereka hingga bersilat lidah tak terhindar di dalam masing-masing rongga mulut mereka. Decapan yang mereka hasilkan dari ciuman semakin memanas menguasai kamar di kapal itu, hingga sebuah ketukan pintu menghentikan mereka.

Tok ... tok ... tok ....

"Chief, ditunggu Captain di anjungan." Suara dari balik pintu menghentikan ciuman yang sebenarnya sudah menuntut lebih.

Ali beranjak dari atas tubuh Prilly dan membantu Prilly berdiri. Ali menghapus sisa salivanya dan Prilly yang sudah tercampur menjadi satu di bibir Prilly. Ali mencium singkat bibir Prilly lalu duduk santai di sofa bed. Sedangkan Prilly membuka pintu.

"Iya, tolong bilangin Captain, 10 menit lagi aku naik ke anjungan." Prilly membuka pintunya lebar, Yusuf yang tadi mengetuk pintu masuk ke dalam kamar melihat Ali duduk di sofa bed.

"Oh, sorry Chief, nggak tahu." Yusuf tersenyum penuh arti kepada Prilly.

Sudah menjadi pemandangan biasa bagi seorang pelaut seperti itu. Melepas rindu dengan cara mereka sendiri, sudah menjadi hal yang tabu.

"Jangan mikir macem-macem. Kita nggak ngapa-ngapain. Emang aku kalian? Membuang benih di sembarang tempat," sahut Prilly cepat agar Yusuf tidak semakin salah paham.

"Macem-macem juga nggak papa. Kan Chief nanti yang nanggung, bukan aku. Wajarlah Chief kalau aku menyebar benih di mana-mana. Efek jauh istri, ya ... begini." Yusuf tertawa lepas.

"Iya, tapi kasihan istri di rumah kalau sampai tahu kamu begitu."

"Chief, istri kalau di dalam rumah. Kalau aku di luar rumah, bujang lagi," sahut Yusuf membuat Ali menatapnya dengan pandangan tak suka.

"Udah sana keluar, aku mau ganti baju dulu." Prilly menarik tangan Yusuf agar keluar dari kamarnya.

Prilly kembali menutup pintu lalu berjalan mengambil wearpack yang tadi dia gantung. Prilly melirik Ali yang fokus menatap televisi. Entah apa yang Ali pikirkan sekarang, tapi raut wajahnya berubah menjadi dingin dan tak acuh. Seperti dulu saat pertama kali Prilly melihat Ali.

"Aku ke anjungan dulu ya?" pamit Prilly sudah di depan pintu.

"Hmmmm." Ali hanya bergumam menjawab Prilly.

Prilly menghela nafas dalam melihat perubahan Ali yang cepat membuat dia semakin tak mengerti.

***

Goyangan kapal tak mengurangi aktifitas di kapal itu. Gelombang pada dini hari memang terasa lebih kencang dari pada siang hari. Prilly yang baru saja selesai membuat laporan dan mengecek peralatan navigasi sekaligus melakukan dinas jaga, masuk ke dalam kamar. Prilly tersenyum melihat Ali yang tertidur tengkurap menyabotase ranjangnya.

"Kamu sabar banget sih, Li nungguin aku." Prilly berjalan mendekati Ali. Melihat wajah damainya yang tertidur sangat polos. Kedua sudut bibirnya tertarik membentuk bulan sabit.

Prilly melihat jam di diding kamarnya menunjukan pukul 04.45 WIB. Jadi hampir semalaman dia tidak tidur. Inilah salah satu risiko seorang pelaut, bekerja tak mengenal waktu dan jam istirahat pun terbatas harus bergantian dengan yang lainnya.

Prilly mengambil pakaiannya di lemari dan keluar untuk membersihkan diri. Selesai berpakaian lengkap, Prilly kembali masuk ke dalam kamar melihat Ali masih tertidur dengan posisi yang sama. Prilly mengeringkan rambutnya dengan handuk, setelah itu dia jemur handuk di besi tempat dia biasa menjemur pakaian. Prilly mengambil mukenanya dan melihat kompas untuk memastikan arah kiblat karena sewaktu-waktu kapal dapat berubah posisi walau dia terikat dengan dermaga. Prilly menggelar sajadahnya dan melakukan solat subuh sendiri. Selesai melakukan kewajibannya dia kembali melipat sajadahnya dan menyimpannya di lemari.

"Aduh, badan aku kenapa berasa habis digebuki orang gini sih." Prilly menggerutu sendiri sambil memukul-mukul punggungnya yang terasa sangat pegal.

Rasanya ingin sekali dia berbaring merebahkan tubuhnya di kasur ternyamannya. Namun ada Ali di situ. HP Ali berdering mengagetkan Prilly.

"Kampret! Aku pikir apaan," umpat Prilly lalu mendekati HP Ali yang tergeletak di meja.

Prilly mengangkat HP Ali dan melihat nama peneleponnya.

"Indah Impal." Prilly mengeja nama itu, bukan kapasitas Prilly untuk menerima panggilan itu. Tak hanya sekali orang itu menelepon, hingga berkali-kali namun sepertinya Ali tak mendengarnya.

"Bangunin nggak ya ...?" Prilly merasa ragu untuk membangunkan Ali.

"Kalau aku bangunin kasihan." Prilly membawa HP Ali mendekati ranjang dan berdiri di sampingnya.

"Ah, kasihan Ali." Saat Prilly berniat mengembalikan HP Ali di meja, tiba-tiba tangannya tertarik hingga tubuhnya jatuh di atas kasur.

Ali sedikit mengangkat tubuh Prilly agar seluruh badannya naik ke atas ranjang, membuat Prilly terkejut dan diam seperti patung. Ali mendekap tubuh Prilly seperti memeluk guling, menguncinya agar tubuh Prilly tidak banyak bergerak.

"Oncoooommmm ... badan aku sakit semua, kalau kamu giniin makin sakit." Prilly memberontak dan Ali pun sedikit melonggarkan pelukannya, namun tidak dia lepas.

HP Ali masih saja terus berdering, namun Ali sepertinya tak mengacuhkannya.

"Liiiii ... orang ini dari tadi neleponin kamu mulu. Angkat gih, siapa tahu penting." Prilly membujuk Ali sambil menyodorkan HP-nya.

"Biarin, nggak penting." Ali berkata sambil menelungkupkan wajahnya di sela-sela leher Prilly dan suaranya masih parau khas orang bangun tidur.

"Tapi, ini dari Indah. Emang siapa sih dia?" tanya Prilly penasaran.

"Impal aku, kalau di adat Karo dia yang akan di jodohin sama aku." Kata Ali membuat hati Prilly terasa nyeri dan seketika hatinya merasa dingin. Darahnya berdesir, rasanya ingin marah.

"Li, lepasin aku. Aku capek mau tidur di bawah aja." Prilly berusaha menghidari Ali lagi, menahan rasa kecewanya dan entah air matanya saat ini ingin keluar namun tertahan oleh gengsi.

"Apaan sih, udah bobo di sini aja. Aku peluk biar kamu nyenyak." Ali semakin mengunci tubuh Prilly.

"Ali! Lepas nggak?!" Prilly membentak Ali karena dia merasa kecewa.

"Nggak ...." Ali menjawab pelan dan sangat lembut.

"Aku gigit nih."

Suara deringan telepon itu tak henti-hentinya mengusik. Hingga Prilly merasa sebal.

"Kamu angkat apa aku keluar dari kamar?" Prilly mengancam sambil menyodorkan HP kepada Ali.

Ali mendesah kasar dan menerima HP-nya, namun tangan dan kakinya masih mengunci tubuh Prilly, sehingga Prilly tak dapat melarikan diri.

"Hmmmm, apa?" tanya Ali dingin dan datar wajahnya tanpa ekspresi.

Prilly hanya diam memperhatikan Ali yang sedang memejamkan mata, terlihat malas menerima telepon.

"Lagi ada di suatu tempat ama calon bini. Kenapa?" Ali membuka mata menatap Prilly yang memperhatikannya.

Ali mencium kening Prilly namun justru hal itu membuat Prilly semakin ingin marah. Prilly mendengar samar-samar suara wanita di seberang sana, namun tak begitu jelas apa yang dia bicarakan.

"Bodo amet!" kata terakhir yang Prilly dengar dari Ali lalu dia melempar HP-nya di belakang tubuhnya.

Prilly diam menahan rasa yang entah apa itu, rasa kecewa, sedih dan pikiran negatif yang terbesit di otak Prilly pun memenuhi rongga kepalanya. Apa Ali hanya mempermainkannya?

"Hey, kamu kenapa?" tanya Ali lembut menarik dagu Prilly agar wajahnya berhadapan dengannya.

Namun Prilly menghindari tatapan mata dengan Ali. Air matanya tertahan di dalam pelupuk, rasanya tenggorokan Prilly ada sesuatu yang menggumpal di sana.

"Jangan cemburu, aku nggak akan pernah mau menerima dia. Aku sudah jujur sama dia kalau aku cuma maunya kamu. Dan cuma orang Jawa yang nanti aku nikahi, yaitu cuma kamu." Ali menjelaskan singkat namun hati Prilly tetap saja dingin.

"Kita beda segalanya, Li. Agama, adat istiadat, latar belakang keluarga dan lebih penting lagi pekerjaan kita yang nggak mungkin bertemu." Prilly berkata menghindari tatapan mata dengan Ali.

"Kalau aku maunya kamu gimana?"

"Kalau aku nggak mau sama kamu gimana?"

"Aku akan paksa kamu biar mau sama aku."

"Liiiiii, mengertilah. Aku yakin kalau kamu sama pilihan keluargamu, pasti itu pilihan yang terbaik."

"Terbaik untuk mereka belum tentu baik untuk aku. Yang menjalani rumah tangga emang mereka? Kan aku nanti."

"Tapi kamu nggak boleh egois, Ali."

"Aku nggak egois, Delmoraku Sayang." Ali semakin mengeratkan pelukannya pada Prilly.

"Apa sih yang kamu cari dari aku, Li?" Suara Prilly semakin meninggi karena sudah tak dapat menahan gemuruh emosi yang sudah ia tahan sejak tadi.

"Aku cuma mau bahagia sama kamu." Alasan sederhana Ali membuat hati Prilly bergetar.

"Tapi, kamu tahu kan banyak perbedaan di antara kita?" kata Prilly semakin geram karena Ali tak mau mengalah darinya.

"Justru karena banyak perbedaan yang akan membuat hidup kita lebih berwarna." Ali berucap sangat lembut dan santai berbeda dengan Prilly yang sudah ngotot.

"Li, kamu nggak bakal ngerti, kalau sampai keluarga aku tahu agama kamu kristen."

"Mereka udah tahu."

Skakmat!!! Prilly terdiam dan menatap Ali menuntut penjelasan.

"Aku sudah mengatakan sejujur-jujurnya sama keluarga kamu. Latar belakang aku, agama aku, pekerjaan aku, dan niat tulus aku ke kamu. Papi sama mamimu menyerahkan semua keputusan sama kamu. Tapi, sepertinya kita harus siap-siap karena nggak sedikit nanti yang akan menghalangi kita." Ali meyakinkan Prilly dan mencium keningnya cukup lama.

"Berjanjilah untuk berjuang dan sabar bersamaku untuk menghadapi rintangan ini. Yakinkan dirimu kalau akulah pilihan hatimu."

Prilly terdiam tak dapat berkata-kata. Ali memeluknya dan memeberikannya kenyamanan agar Prilly dapat tidur nyenyak dalam dekapannya.

############

Maaf ya nggak bisa cepet updaten-nya. Soalnya ada kerjaan lain. Makasih yang masih setia menunggu. Miss you so much. Maaf yang udah komen belum bisa balas satu per satu seperti biasanya. Masih sibuk. Doakan cepat selesai kesibukannya dan bisa fokus lagi di cerita ini. Makasih vote dan komennya. Muuuuaaaahhh

Continue Reading

You'll Also Like

93.5K 2.9K 26
Shannon , Shannon Clarista Yohana seorang perempuan berumur dua puluh delapan tahun yang tampak normal, kehidupannya biasa-biasa saja sampai suatu ke...
7.5K 550 19
WARNING! 21+ yang di bawah umur minggat dulu. _____ Vanka tak menyangka jika kebaikan hatinya pada sang sahabat bernama Rafka malah membuatnya hidup...
109K 6.1K 15
21+ dede gemes di larang membaca cerita ini yes😉 Budayakan memfollow sebelum membaca!! ---------------------------------- Kisah tentang Davira yang...
11.7K 845 11
"Na, kenalin gue dong ama berondong yang mau jadi babu gue. Termasuk babu di ranjang juga." Naomi menyemburkan kopi yang baru diminumnya. "Edan ya lo...