[2] BAHASA RASA

By Miftastevadit

45.8K 2.8K 619

SEKUEL : [1] LUKA SEMESTA Blurb : Akhirnya, setelah melewati perjuangan yang panjang Rio bisa berdamai den... More

1 - Status Baru
2 - Quality Love
3 - Sekali-Kali jadi Suporter
4 - Sakit itu Mulai Naik Satu Level
5 - Berdamai dengan Masa Lalu
7 - Mengukir Kenangan Bahagia
8 - Kejutan
9 - Duet Romantis
10 - Demi Kebaikan, Katanya
11 - Kolaps
12 - Youre My Best Brother
13 - Ayo Bangun, Bocah Nakal!
14 - Usaha Seorang Kakak untuk Melindungi Adiknya
15 - Sebut Saja ini, Ikatan Batin
16 - Hidup ini Seperti Roller Coaster
17 - Perihal Ku Ingin Hidup
18 - Ayah Mau Jemput Rio ya?
19 - Menjadi Egois
20 - Strategi Dadakan Cakrawala
21 - Pesona Kapten Basket Cakrawala
22 - Menciptakan Kesan Bahagia
23 - Pedih yang Tak Terucap
24 - Ketika Sepi Mengusik Rindu
25 - Lo Bukan Sahabat Gue Lagi
26 - Menanggung Konsekuensi
27 - Menolak Lupa
28 - Tentang Sebuah Kehilangan
29 - Hilang
30 - Jangan Jadi Manusia Sok Kuat
31 - Sebuah Salam Perpisahan
32 - Demi Seseorang yang Dicintai
33 - Biarkan Semesta Bekerja
34 - Tidak Lagi Bisa Sembunyi
35 - Persahabatan Kita Taruhannya!
36 - Akhirnya Bertemu
37 - Ketika Sahabatmu Rapuh
38 - Meninggalkan Atau Ditinggalkan
39 - Brother Talk
40 - Nanti Kita Cerita Tentang Hari ini

6 - Kembali Menjadi Keluarga

1.3K 83 2
By Miftastevadit

"Ketika kehidupan terasa lengkap, mungkinkah itu artinya tugas kita di dunia sudah selesai?"

***

Sinar mentari menerobos masuk melalui ventilasi kamar bernuansa Green Latte dengan aksen block di setengah dindingnya terasa begitu menenangkan. Bu Manda memandangi ketiga putranya yang masih terlelap diatas ranjang, saling tumpang tindih sebagaimana saudara pada umumnya.

Bu Manda tidak bisa menahan haru melihat kedekatan mereka meski Beliau tahu luka itu pasti masih ada, segala ketidakrelaan atas kejadian di masa lalu yang tidak akan pernah bisa hilang. Sungguh, tidak ada kata lain yang mampu Ia panjatkan selain bersyukur atas nikmat Tuhan, tanpa campur tangannya tentu semua keindahan ini tidak akan terjadi dengan mudah.

Salah satu nikmat tuhan yang sering dilewatkan oleh sebagian orang adalah memandangi sang buah hati ketika mereka sedang tidur, wajah polosnya mampu menjadi obat dari kelelahan sebanyak apapun, Beliau membuktikan itu sekarang. Melihat mereka tidur adalah nikmat luar biasa yang sensasinya tidak bisa digantikan dengan momen apapun di dunia ini.

Bu Manda menatap jam weker yang menunjukkan pukul 3 dinihari, masih sangat pagi untuk membangunkan mereka. Tidak lama beliau mengambil langkah untuk mundur dan keluar dari ruangan, membiarkan mereka melanjutkan lelap sementara beliau menyiapkan sarapan.

___

"Euunggh..."

Gabriel mengerjap cepat bersamaan dengan jam weker yang berdering nyaring di atas nakas, netranya bergerak melirik jam besar di dinding kamar, pukul setengah enam.

Ia menoleh, rupanya Rio sudah bangun dan sepertinya adiknya itu sengaja membiarkannya tidur tanpa berniat membangunkan. dasar, adik durhaka!

Gabriel beranjak bangun dari ranjang, menyisakan Ray yang masih bergelung di dalam selimut yang setengahnya sudah jatuh di lantai. Ah, entahlah Ia tidak ingat serusuh apa cara mereka tidur semalam tapi yang jelas Ia tidak akan melupakan setiap detiknya, detik dimana Tuhan mengembalikan keluarganya dengan cara yang tidak pernah Ia duga. Berjuta kali Ia mengucapkan terima kasih rasanya tidak akan cukup untuk membayar kebesaran hati Rio dan Pak Tama yang pada akhirnya memilih langkah ini.

Pukk...

Pukk...

Pukk...

"Ray... bangun dah pagi, lo nggak sekolah..." katanya menepuk pipi gembul Ray gemas, menggerak-gerakkan tangan, sebisa mungkin mengirim stimulus untuk meransang kesadaran adiknya.

"Lima menit lagi..."

"Lo mau mandi sendiri apa gue mandiin sekarang juga daripada kita telat!" lanjutnya sok lembut ditelinga Ray yang sukses membuat sang empunya nama menatap Gabriel jengah, netranya menyipit tidak suka.

"Iya... iya... gue bangun" katanya sebelum beranjak keluar, kembali ke kamarnya yang hanya berbeda pintu dengan kamar sang kakak.

Sepeninggal Ray, Gabriel memilih untuk bangkit, melangkah sedikit tergesa ke kamar mandinya yang masih tertutup. "Yo, lo masih lama? udah mau jam enem nih" tanyanya memastikan.

"Hmm, Lo mandi di bawah aja!"

Gabriel mendengus pasrah.

'So, setelah merelakan kamarnya jadi korban kenistaan, sekarang dia harus merelakan kamar mandinya juga, gitu?'

"Yaudah deh, sekalian gue liatin si Alvin udah dateng apa belum."

"Hmmm..."

Rio membuka pintu kamar mandi setelah memastikan Gabriel sudah pergi, mengatur nafas yang masih terasa berat, beruntung serangan fajar tadi bisa teratasi dengan cepat. Kalau tidak, Ia tidak yakin bisa menyembunyikan itu dari sang Kakak.

Pelan, Dia menyandarkan badannya di kepala ranjang, mengembalikan tenaga yang serasa diambil paksa, golakan di lambungnya belum banyak berkurang dan itu sangat menganggu di paginya yang cerah ini.

"Yo, Alvin lansung cabut jemput shilla, kata lo ba... lah, kenapa lo?" Gabriel memutus kalimatnya sesaat setelah membuka pintu dan mendapati Rio meringkuk di atas kasur, Ia mendekat cepat, hendak bertanya apa yang sebenarnya terjadi saat Rio mengangkat tangannya di udara, membungkam tanya yang bahkan belum Ia keluarkan.

Rio mengembangkan senyum, menegakkan badannya dengan bantuan Gabriel yang masih betah diam setelah membaca kodenya meski Rio tahu wajahnya tak menghendaki untuk berkata demikian. "Udah deh, Yel. Gue baik- baik aja kok, nggak usah parnoan juga kali..." ujarnya memberitahu.

"Lo yakin?"

Rio mengangguk, "Pusing doang."

"Tapi badan lo pa..."

"Enggak, udah ah gue ganti baju dulu"

Skakmat, Gabriel menghela nafas pasrah setelahnya, netranya memandangi Rio yang beranjak dari kasurnya tanpa menoleh lagi ke belakang. Ya tuhan, hampir saja Ia lupa sekeras apa pertahanan manusia yang satu itu.

___

"Selamat pagi semuanya..." Gabriel melangkah turun dari tangga menuju meja makan yang berada di sudut kiri dekat dapur dengan Rio dibelakangnya. setelah melakukan perdebatan panjang yang sebenarnya tidak penting akhirnya mereka memutuskan untuk turun dan bergabung dengan Ray dan Pak Tama yang sudah duduk lebih dulu. Gabriel mengambil tempat duduk di samping Pak Tama bersebrangan dengan Rio yang memilih duduk di samping Ray.

"Gimana istirahatnya, Pa? Papa betah kan tinggal disini?" tanya Rio mengisi keheningan selagi menunggu, mengacuhkan Gabriel yang masih menampilkan wajah sangar karena kalah berdebat tadi.

Pak Tama mengangguk, "Pasti, dimanapun tempatnya, selama sama kalian Papa pasti betah."

Rio tersenyum cerah, kini kebahagiaannya benar-benar terasa tanpa celah.

Tidak lama, Bu Manda dan Bu Maria tampak keluar dari dapur dengan berbagai menu di dalam nampan besar, menatanya sedemikian rupa di atas meja kemudian kembali untuk duduk bersama dalam satu meja makan besar. Rio menunduk, netranya berkaca-kaca memandangi meja makan yang biasa ditempatinya sendiri hari ini terisi penuh, Dia bahkan dia sudah lupa kapan terakhir kali dia merasakan kebersamaan seperti ini dalam beberapa tahun terakhir.

"Sini, sayang..."

Rio membalik piringnya cepat, menunggu Bu Manda mendekatkan centong nasi kearahnya, mengambilkan satu porsi nasi goreng telur yang menjadi menu sarapan hari ini. setelah itu dia menarik piring Ray kehadapannya, mengantikan Bu Manda mengambilkan nasi goreng untuk Ray justru tampak terkejut di kursinya. keduanya saling tatap, Ray menatap dalam hazel gelap Rio yang tengah mengulurkan piring berisi nasi goreng ke hadapannya.

"Ka...Kak R... Rio-"

Rio tersenyum, "Makan yang banyak, biar lo cepet gede!"

Ray yang semula diam ikut tersenyum, "Siap! pokoknya gue janji, gue bakal lebih keren dari lo berdua, haha!"

Rio dan Gabriel refleks tertawa, "Yaaaah, dikasih hati minta jantung,"

Pak Tama, Bu Manda dan Bu Maria hanya bisa tersenyum melihat kelakuan ketiga putranya, desiran tawa ketiga jagoan ini membuat mereka sadar bahwa ternyata Tuhan masih memberikan jatah kebahagiaan yang begitu besar setelah semua hal yang mereka lewati selama ini.

❇❇❇

"Rapatnya jadi kan, Sob?"

Rio mengangguk masih sambil melanjutkan kegiatannya merampungkan materi untuk presentasi di rapat nanti. Ujian Akhir Semester tinggal menghitung hari, siswa-siswi Cakrawala tentu mulai disibukkan dengan segala persiapan ujian demi mendapatkan nilai terbaik. hampir seluruh bagian Cakrawala tercinta sibuk mempersiapkan diri. Terlebih para anggota Osis dan beberapa seksi acara terpilih yang malah disibukkan dua hal sekaligus yakni persiapan ujian dan pergelaran acara akhir tahun yang konsepnya jauh berbeda dari tahun sebelumnya. "Lo duluan aja, koordinir yang lain, gue beresin ini dulu" balas Rio yang masih fokus dengan laptopnya.

"Okedeh!" Alvin segera keluar dan mengomandoi rekan - rekan yang berkumpul di depan kelas untuk segera ke ruang Osis. selebihnya, bangunan megah Cakrawala menunjukkan kegagahannya ditengah hiruk - pikuk siswa yang bergerak ke halaman, dan parkiran kendaraan karena bel pulang sudah berbunyi beberapa menit yang lalu.

20 menit kemudian ...

Ruang Osis sudah penuh dengan para pengurus dan seksi acara terpilih juga beberapa tenaga bantuan dan relawan dari anak - anak kelas sepuluh yang siap membantu kesuksesan acara. Rapat sudah dimulai, di depan whiteboard besar Gabriel tampak menjelaskan garis besar acara dan apa saja yang harus disiapkan panitia termasuk pembagian tugas masing - masing crew sebagaimana struktur yang sudah dibahas di pertemuan sebelumnya.

...

Oke, jadi persiapan bisa di cicil mulai hari ini ya, jangan lupa siapkan stamina lebih karena kita akan lembur dalam satu minggu terakhir. Ingat, ini kerja tim, nggak ada cari nama atau apapun di acara ini, bisa dimengerti semuanya?"

"Bisaaaa..."

"Baik, kalau begitu kita tutup rapat hari ini, kalian semua boleh pulang" tutup Gabriel setelah presentasi selesai.

Detik berikutnya, Ia melangkah mendekati Alvin dan Rio yang tengah merapikan berkas sementara Cakka memilah beberapa keperluan lainnya sebelum pulang.

"Planning ntar malem jadi kan, Vin?" Gabriel menyenggol lengan Alvin hingga lelaki itu menoleh, mengangguk tanpa mengalihkan perhatian dari berkas rapat di atas meja.

"Lo gimana, Cakk?" lanjutnya pada Cakka

"Ikutlah"

"Gue juga..." sahut Rio cepat.

Gabriel berdecak mendengarnya, "Yaudah, balik yuk! udah sore juga" tutupnya yang dibalas anggukan dari ketiganya. lagipula ngapain mau apa juga mereka lama-lama di sekolah? ngeronda?

***

Kegaduhan luar biasa terjadi di rumah Ify yang kebetulan menjadi tempat berkumpul para gadis yang memilih menghabiskan waktu penuh kegabutan ini dengan pesta bantal, bermain truth of dare, tebak lagu dan bergosip ria lantaran para pacar kompak tidak bisa di ganggu.

Banyaknya kesibukan pribadi dan aktivitas diluar sekolah membuat intensitas kencan buta disela waktu belajar hilang dalam beberapa hari terakhir, mereka hanya bertemu sekilas, saling pandang seperti pasangan abu-abu monyet dan saling sibuk setelahnya. Jangankan makan bersama di jam istirahat, bisa keluar di waktu bersamaan saja sudah syukur.

"Jadi, para most wanted ngapain aja di rumah Alvin? Iyel ada cerita enggak, Vi?" tanya Ify disela permainan monopoli mereka yang kedua. kali ini, Shillla tengah memainkan dadu sementara Agni mengawasi karena sebentar lagi gilirannya untuk main.

"Katanya sih, lagi matengin konsep acara, rencananya mau ambil perform duo gitu, eh tapi nggak tahu juga deh. Coba tanyain aja pacar lo! Kan ini idenya dia!" Balas Sivia ambigu

"Ogah!" Ify mengerucutkan bibirnya kesal "Heran deh gue, punya pacar kok ya nggak ada peka-pekanya sama sekali. Chat gue dari siang kagak ada yang dibales, Setan banget kan?"

Sivia diam sambil sesekali melihat permainan yang kini diambil alih Agni, memperhatikannya karena sebentar lagi gilirannya main. "Ya tapi wajar sih menurut gue" komentarnya.

"Wajar apanya coba! logikanya mereka lagi kumpul nih. nah, si Alvin masih bisa Chat-an sama Shilla, Kak Iyel masih bisa nge line lo, Vi ... terus si Cakka, dia masih sms Agni sesekali. So, dalil dari mana Rio nyuekin gue itu wajar? sengaja yang ada!" Ify mencak - mencak

"Ya kali aja Rio beneran lagi sibuk, Fy..."

"Sesibuk apa dia sampai bales chat pacarnya aja nggak sempet?"

"Yaelah, yang udah pacaran." sindir Agni ditengah permainan.

Sivia meringis, tidak tahu harus membalas apa, lagipula akan sulit menjelaskan sesuatu pada Ify tanpa bukti, gadis itu tidak akan percaya dengan mudah.

"Ya udahlah... kayak lo nggak tahu Rio aja, doi kan emang sok sibuk. So, daripada marah-marah, mending lo tukerin duit gue nih, buat beli perusahaan air" sela Agni mengalihkan pembicaraan sambil menyerahkan uang mainan pada Ify yang merangkap jadi petugas Bank.

Ify menghela nafas berat, pasrah obrolannya diputus secara sepihak. "Okedeh, pelayanan"

---

Sementara itu...

Kegaduhan yang sama terjadi di kediaman keluarga Shindunata tepatnya dikamar Alvin yang kali ini terpilih sebagai markas buat persiapan acara akhir tahun plus balajar bareng buat Ujian yang dimulai senin besok.

"Jadi, udah pada nentuin belum guestarnya mau siapa?" Interupsi Alvin setelah membaca ulang laporan yang digarap Gabriel di layar laptopnya.

"Belum sih kayaknya, bukan bagian kita ini kan, ya?" Sahut Cakka

"Ya kali aja lo mau nyumbang, Kka..." kali ini Gabriel yang menyahut sambil sesekali melirik Rio yang sibuk dengan ponsel dan kertas yang berserakan diatas kasur. Tadi sebelum berangkat, Ia sempat mendapati Rio meringis sambil memijat kepalanya, jelas sekali kalau dia kelelahan. Tapi bagaimanapun Ia mencoba memintanya tinggal dirumah, tetap tidak bisa. Rio bersikeras untuk ikut dengan banyak alasan yang tidak bisa dibantah dengan mudah.

"Ah, enggak ah. Kasian suara gue, ntar pada demen, bahaya!"

"Ya ampuuun, serius dong!"

"Lah, ini gue serius kok" Cakka tak mau kalah. "Besok rencananya gue mau ngajak si Agni nyari vendor, sekalian malming gitu." lanjutnya memberitahu

"Kampret, lu!" sahut Alvin cepat

"Yee, sirik aja lo bambang"

Alvin melengos, meladeni tingkah konyol Cakka tidak akan ada habisnya. Ia mengalihkan pandangannya kearah Rio yang bersandar di kasurnya dengan laptop menyala, sesekali menyerngit menatap ponselnya sendirill

"Pacaran terus mentang - mentang kemanten baru" kata Alvin menggoda.

"Jangan ngaco deh, Vin" balas Rio tanpa merubah posisinya. "Proposal Bu Ira belum gue close nih" lanjutnya pelan.

"Perlu gue bantuin?" Alvin merubah mimiknya menjadi seperti semula, dengan satu gerakan dia melompat ke atas kasur, mengambil posisi duduk di samping Rio yang belum beranjak sejak mereka datang dan memulai diskusi.

"Boleh deh, tinggal review aja kok." Rio membiarkan Alvin mengambil alih laptop di pangkuannya sementara dia bermain mata dengan Gabriel yang duduk di kursi dekat meja belajar Alvin. Dari tatapannya, jelas sang kakak masih marah, tapi dia bisa apa?
Membela diri bukan saat yang tepat, tubuhnya benar - benar butuh istirahat.

Continue Reading

You'll Also Like

592K 23.3K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.4M 101K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
527K 57.2K 23
Berkisah tentang seorang Gus yang dikejar secara ugal-ugalan oleh santrinya sendiri. Semua jalur ditempuh dan bahkan jika doa itu terlihat, sudah dip...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.9M 329K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...