Somewhere Only We know

By NengUtie

429K 45.4K 2.1K

When your some kind of Brother fall in love with you, now you are in a serious trouble!!! ketika Rein menyada... More

Part 1 - Family
Part 2 - Connard
Part 3 - Kid
Part 4 - Strawberry
Part 5 - Sky
Part 6 - You!!
Part 7 - Curiosity
Part 8 - Love??
Part 9 - Jealousy
Part 10 - Cuteness
Part 11 - Gravity
Part 12 - Brother
Part 13 - Fever
Part 14 - Risky
Part 15 - Rival
Part 16 - Pride
Part 17 - Problem
Part 18 - Conversation
Part 19 - Anger
Part 20 - Confession
Part 21 - Game
Part 22 - Kiss!!
Part 23 - Jane
Part 24 - Miserable
Part 25 - Perfect??
Part 26 - Lie
Part 27 - Torn
Part 28 - Reckless
Part 29 - Trace
Part 31 - Argue
Part 32 - Chance
Part 33 - Dance
Part 34 - Dirty
Part 35 - Bless
Part 36 - Try
Part 37 - Friction
Part 38 - Impact
Part 39 - Fool
Part 40 - Tree
Part 41- Goodbye??

Part 30 - Secret

11.6K 1.1K 47
By NengUtie

Rein mengancam Ken untuk tidak pernah memberitahukan hubungan mereka ke publik atau Rein akan marah dan tidak mau bicara lagi dengan Ken sampai akhir hayatnya.

Ken cemberut tapi menyanggupi permintaan Rein dengan menggerutu panjang-pendek sepanjang hari, merasa kesal karena dia tak diizinkan untuk mengklaim Rein sebagai kekasihnya. "I'm not your lover, I'm too complicated," ujar Rein yang membuat Ken semakin kesal tapi tak punya kuasa untuk menentangnya. Hanya Rein yang mampu menjatuhkan egonya ke level terendah.

Dia menghabiskan waktu sepanjang weekend dengan menemani Rein di rumahnya. Rein mengomeli Ken karena cara menggunakan sumpitnya salah ketika mereka mengorder chinese food dan mengajari Ken yang ogah-ogahan kerena menurut dia tak masalah, yang penting bisa ambil makanan dan memakannya sampai habis membuat Rein mendelik sebal dan menghujani Ken dengan cubitan mematikan sampai Ken mau belajar dengan benar.

Ken tidur di kamar Rein lagi malam berikutnya tanpa sex, walau dia sudah mati-matian membujuk Rein. Mereka hanya saling mencumbu dan memeluknya sepanjang malam. Ken mencium Rein lembut, berlama-lama mengulum bibirnya yang terasa seperti permen yang manis di mulut Ken. Merasa sangat bahagia ketika dia merasakan Rein membalas setiap ciumannya.

Ken menjemput dan mengantar Rein setiap hari ke sekolah sekarang. Syarat yang dia ajukan kalau Rein ingin merahasiakan hubungan mereka yang entah harus dibilang apa. Seperti sepasang kekasih kalau mereka hanya berdua tapi harus tampak seperti orang asing ketika mereka berhadapan dengan orang lain, sesuai dengan permintaan Rein yang sangat tidak masuk akal di mata Ken. 

Rein mengingatkan Ken kalau dia masih tidak siap untuk menjalin hubungan serius, dan lebih tidak siap lagi kalau keluarga mereka mengetahui hubungan keduanya, membuat Ken hanya bisa tersenyum masam karena tidak bisa bebas menggenggam tangan Rein kemana-mana.

----------

Rein merasakan kepalanya digetok oleh sesuatu ketika dia duduk di kantin bersama teman-temannya pada jam istirahat. Rein mendongak dan melihat Ken yang nyengir dengan sebatang coklat silverqueen di tangannya.

"Ih, sakit tau!" keluh Rein.

"Beuhhh... gitu doang aja langsung ngambek. Ga asyik ih," ledek Ken sambil mengusap-usap kepala Rein.

"Mau??" tanya Ken sambil mengulurkan coklat tersebut.

Rein merengut, tapi cepat mengambil coklat tersebut.

"Ngambek mah ngambek, giliran coklat mah cepet bener itu tangannya"

"Diem deh! Niat ngasih ga sih?" gerutu Rein sehingga Ken tertawa.

"Kok cuma Rein doang yang dikasih sih?? Curang banget loe, Ken!" protes Chika.

"Minta aja sama, Rein, duit gue cuma kesisa buat beli bensin," jawab Ken asal.

"Hoy, ladies... gue udah ngurus akomodasi buat prom nanti ya, udah book berapa kamar buat kita sekelas," ucap Dean yang tiba-tiba saja muncul.

"Ah... Dean emang paling keren deh!" seru Ariana dan Gwen bersemangat.

"Ayo kita kasih ucapan penuh cinta ke Oppa Dean, Oppa, saranghaeyo...." Chika memberi aba-aba sehingga Rein, Gwen, Ariana dan Helena langsung memberi isyarat cinta dengan tangan mereka, membuat Dean yang orangnya super lurus, mengernyit illfeel.

Senang melihat reaksi Dean yang tak suka dengan cewek-cewek yang berlagak unyu-unyu membuat Chika semakin menjadi-jadi.

"Jangan lupa kiss-kiss ke Oppa Dean..." seru Chika lagi dan semua langsung meniupkan ciuman ke arah Dean yang berlagak menepis ciuman tersebut satu-satu.

"Ogah gue dicium kalian, kecuali Rein," sahut Dean kencang yang membuat semua orang di kantin menengok dan bersorak-sorai menggoda.

"Ciehhhhhhhh..." ledek para wanita yang duduk bersama Rein sementara wajah Rein memerah.

"Rein, kamu mau ke prom sama aku ga?" tanya Dean membuat meja mereka semakin heboh. Ketua kelas Rein itu memang selalu bicara singkat, padat, dan langsung tepat sasaran tanpa basa-basi.

"Eh... hmmm... anu...." Rein salah tingkah.

"Pikirin aja dulu deh, nanti kalau sudah punya jawabannya, kabarin aku ya," potong Dean kemudian pergi meninggalkan mereka semua.

"Ciehhhh, Rein... yang ngajak Dean gitu... si bapak ketua segala-galanya." ledek teman-temannya, Dean dulu adalah ketua OSIS, ketua majelis sekolah, ketua kelas, yang pintar, berkacamata, dan berwajah tampan.

"Ihhh..apaan sih!" Rein mencoba menghindar.

Mata Rein menatap ke arah Ken yang wajahnya berubah gelap dan terlihat sangat marah. Ken berbalik pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada Rein.

'Geezzz, I'm in trouble now,' pikir Rein dalam hati.

------------

"Dimas, Ken di mana ya? Kok ga kelihatan?" tanya Rein saat mampir ke kelas Ken. Berniat mengajak Ken pulang.

"Paling di ruang basket. Hari ini ga ada jadwal latihan sih, tapi dua minggu lagi mau sparing buat liat siapa yang cocok gantiin Ken jadi ketua basket. Lagi rapat, tungguin aja sebentar lagi," jawab Dimas.

"Kok kamu ga ikutan rapat?" tanya Rein heran karena Dimas juga anggota basket.

"Aku ada perlu, ini mau langsung pulang, duluan ya...." Dimas melambai pergi setelah berpamitan.

Rein duduk di bangku depan kelas Ken dan menunggu Ken sambil membaca buku. Ken biasanya memberi kabar kalau dia ada kegiatan usai sekolah dan meminta Rein untuk pulang duluan. Tapi dia tak memberi kabar sama sekali saat ini. Mau tak mau Rein merasa sebal juga, Ken sering bertingkah seperti anak kecil kalau sedang ngambek.

Mata Rein berkali-kali melirik ruang basket yang tertutup. Sudah satu jam dia menunggu dan tidak ada tanda-tanda dari Ken. Rein mencoba menghubungi, tapi tersambung ke voice mail. Ken pasti mematikan ponselnya. Rein mencoba menyabarkan diri, kalau dia pergi sekarang, hanya akan membuat Ken semakin marah.

Tak lama kemudian dia melihat orang-orang keluar dari ruangan tersebut tapi tak melihat Ken ikut keluar. Rein menengok ke dalam ruang basket, hanya ada Ken yang tersisa di sana, sedang duduk sambil menulis sesuatu.

"Ken...." sapa Rein, tapi Ken tak menyahut.

Rein menggigiti bibirnya serba salah melihat Ken yang cuek.

"Kok belum pulang? Ga pulang sama Dean emangnya?" sahut Ken sinis setelah Rein diam mematung selama lima menit di depan pintu ruang basket.

"Dean udah pulang dari tadi. Lagipula aku nunggu kamu kan," ucap Rein dengan nada membujuk.

"Kamu mau ke prom sama Dean?" tanya Ken dengan gusar, wajahnya menyiratkan kemarahan.

Rein beranjak mendekat ke meja Ken. "Aku ga minat pergi ke prom. Kalaupun pergi, paling sama Chika."

"Kamu kan bisa pergi sama aku."

"Ken, kamu kan tahu kalau kita ga bisa pergi bareng. Aku ga mau ngejelasin ke orang lain soal kita."

"Kenapa harus begitu, Rein? Kamu malu sama aku? Ga suka kalau aku ada di dekat kamu?" seru Ken marah.

"Don't be silly...."

"Bukan aku yang bertingkah konyol, tapi kamu! Kamu ga mikirin perasaan aku sama sekali yang bener-bener ga suka ngeliat kamu digodain cowok lain. You are mine, Rein! Kenapa aku ga boleh mengakui itu ke semua orang? Apa artinya semua yang sudah kita jalani bersama? Apa semua itu ga ada artinya di mata kamu?" tuding Ken tajam ke Rein yang hanya bisa menunduk.

"Aku sayang kamu, Ken," gumam Rein lirih membuat Ken langsung tertegun, melupakan rasa frustrasi yang ingin dia lontarkan ke Rein.

Selama mereka bersama, Rein tak pernah mengungkapkan perasaannya terhadap Ken. Setiap kali Ken mengungkapkan rasa cinta, Rein hanya tersenyum atau menjawab 'aku tahu, terimakasih, Ken,' kemudian menciumnya.

Rein menghela napas panjang kemudian menatap lurus ke arah Ken.

"Ketika kubilang aku sayang kamu, aku benar-benar mengucapkannya dari hati. Tapi saat ini hatiku masih terbagi. Aku tak bisa mengatakan aku mencintaimu dan aku merasa sangat bersalah karena itu, I really want to love you back with all my heart, Ken, tapi saat ini belum bisa. Maaf, tak akan adil untukmu kalau kita memamerkan kemesraan sementara pikiranku kadang masih lari ke arah lain. Aku hanya ingin mencintaimu sepenuhnya, maukah kamu menunggu sebentar lagi? Sampai hati dan tubuhku hanya milikmu seorang? Karena ternyata, mencintaimu tidaklah terlalu sulit."

Ken hanya bisa terdiam.

"Kamu boleh membenciku, Ken, aku sangat memakluminya. Maaf sudah bersikap tak adil padamu." Rein mengecup pipi Ken sekilas sebelum beranjak pergi tapi Ken lompat mendahuluinya, menutup pintu di depan Rein dan menguncinya.

Ken memeluk Rein dan menciumnya penuh nafsu, dia mengangkat Rein dan mendudukkannya di meja sambil terus menciumnya.

Pengakuan Rein membuat kepalanya yang panas karena marah berganti seketika menjadi nafsu yang menggila, Rein terlihat sangat menggairahkan di matanya, membuat Ken ingin memilikinya sekali lagi.

"Ken... kita masih di sekolah," desis Rein mengingatkan ketika ciuman Ken turun ke lehernya, sementara tangannya menarik baju seragam Rein keluar dari roknya agar tangannya bisa meraba dada Rein dengan leluasa.

Ken mengabaikan protes Rein, dan membungkamnya dengan ciuman. Ken sudah tak peduli lagi mereka sedang berada di mana, Ken hanya menginginkan Rein yang berhasil membuatnya pusing kepala dari tadi siang karena cemburu. Untung saja tadi jendela ruang basket sudah dia tutup.

Tangannya membuka kancing seragam Rein bagian atas sehingga pakaian dalamnya terlihat, menampakkan sebagaian isinya yang membuat pandangan Ken semakin menggelap karena nafsu. Dia menunduk dan menggigitnya, kemudian menyapukan lidahnya seakan mendinginkan rasa perih yang dihasilkan oleh gigitannya, membuat Rein mendesahkan nama Ken dan menjambak rambutnya. Rein melingkarkan kakinya di pinggang Ken, mulutnya dan lidahnya terlalu sibuk membalas semua ciuman yang diberikan oleh Ken.

Ken menyapukan tangannya sepanjang paha Rein, menyusup ke balik roknya, ingin menyentuh organ paling intim milik Rein tapi seketika itu juga Rein menghentikan tangannya.

"Ken, stop!!"

"Rein, please... I want you so bad," desak Ken tak sabaran. Nafsu sudah mencapai ubun-ubunnya dan dia butuh melampiaskannya saat ini juga.

"Not now, Ken," jawab Rein tegas dan kembali meluruskan kakinya ke posisi yang benar.

"Rein, please...." bujuk Ken lagi sambil mencium bibir Rein, putus asa.

"I can't, not now. I'm in the middle of my period," jelas Rein.

Ken bengong sebentar saat menerima informasi itu, Rein menyentuh pipinya pelan mencoba menyadarkannya.

"Tak bisa sekarang, Ken, maaf...." bujuknya.

Akhirnya Ken dapat mencerna apa yang dikatakan oleh Rein dan kemudian mengumpat kencang.

"SHIT!! Oh... why you are so mean to me??" ratap Ken putus asa.

Rein tertawa melihat ekspresi frustrasi Ken dan memeluknya erat, sementara Ken membenamkan kepalanya di dada Rein dan bersumpah serapah berulang-ulang.

Rein mengusap-usap rambut Ken, sayang.

"Bersabarlah, okay," bujuknya ke Ken yang merajuk.

"Kamu membuatku gila, Rein," keluh Ken sambil mengancingkan kembali baju seragam Rein yang terbuka separuh.

"Maaf...." Rein tertawa kecil, melompat berdiri, merapikan rambut dan seragamnya yang agak kusut.

"Ayo kita pulang... aku butuh diguyur air shower sekarang," gerutu Ken sambil membuka pintu yang tadi dia kunci.

"Okay, Captain," jawab Rein masih sambil tersenyum.

Rein memperhatikan ruangan basket sebelum dia keluar.

"Ken, aku mau tanya. Berapa banyak cewek yang kamu ajak mesra-mesraan di ruang basket?" Rein penasaran dengan status Ken yang terkenal sebagai playboy sebelumnya.

"Untuk apa kamu menanyakan itu? Aku sudah lupa, yang jelas kamu yang terakhir," sahut Ken masih dengan nada bersungut-sungut.

"Kissing, making out?" cecar Rein.

Ken mengangkat bahu. "Ga sebanyak yang kamu pikirkan. Kamu nebaknya berapa?"

"Ten."

Ken berpikir sejenak. "Close enough, it's seven."

Rein cemberut berjalan mendahului Ken namun Ken menahan tangannya. "Tapi kamu wanita pertamaku dan aku yakin akan jadi yang terakhir.

Hanya kamu satu-satunya yang akan menyentuh bibirku and little Ken mulai saat ini dan nanti. Percayalah, tak ada yang sebanding denganmu dan tak ada yang pernah kucintai selain kamu," bisik Ken di telinga Rein.

Rein tersenyum sedikit dan balas berbisik. "Ya... aku percaya." kemudian menggenggam tangan Ken erat.

------------------

Ada yang mengetuk pintu kamar Rein pada malam hari.

"Rein, Mama boleh masuk?" tanya Hana.

"Masuk aja, Ma... ga aku kunci kok," sahut Rein.

Mamanya masuk berbalut jubah tidur dan duduk di samping tempat tidur. Rein langsung meletakkan buku yang sedang dibacanya dan tersenyum ke arah ibunya.

"Kenapa, Ma?"

"Ga papa... Mama cuma mau ngasih kamu ini," kata Hana ringan sambil menyerahkan kotak obat kecil miliknya yang berisikan pil kontrasepsi.

Wajah Rein langsung pucat ketika melihatnya.

"Ma... maaf," ucap Rein terbata-bata, menyadari kalau mamanya tahu dia mengambil pil-pil itu diam-diam setelah malam pertamanya dengan Ken.

"Mama tahu dari mana?" cicit Rein ketakutan.

"Mama tadi membereskan laci obat Mama setelah sekian lama, Papa kamu kan selalu rewel soal obat yang disimpan lama, and I found out ketika mama ngecek pil-pil mama. Honey, I'm 45, I don't need it anymore jadi Mama tahu kalau ada yang berkurang. Lagipula sistem kalender dan kondom saat masa subur jauh lebih berfungsi buat Mama.

Sebetulnya Mama benar-benar berharap kamu tidak akan memerlukannya sampai kamu menikah nanti, but you need it anyway."

"Maaf, Ma, Mama pasti kecewa."

"I am! Sangat kecewa sebetulnya. Mama pikir kamu bisa berpikir lebih jernih soal tubuh kamu, tapi kamu mengambil pil Mama karena kamu ingin bertanggung jawab sama kami kan? Agar tidak terjadi hal yang lebih salah lagi?"

Rein mengangguk pelan, merasa bersalah karena sudah mengecewakan orangtuanya.

"Sex is a powerfull thing, Rein... lebih adiktif dari apapun. I know it very well, once you tried, it's so hard for you to stop. Makanya lebih baik dicoba setelah resmi menikah tapi ternyata kamu malah sudah mencobanya. Tak perlu menjelaskan dengan siapa, semakin sedikit Mama tahu, lebih baik untuk Mama, jadi Mama tak perlu mengebirinya dengan parang.

Mama hanya ingin kamu berpikir lebih jauh lagi kalau kamu berniat mencobanya lagi. Please, Rein... ada banyak cara untuk mencintai seseorang, yang jelas bukan dengan cara memenuhi kebutuhan fisiknya saja. Cobalah untuk tak pernah menggunakan pil ini lagi sampai kamu menikah nanti, Okay!!!"

Rein mengangguk buru-buru. Hana mencium kening putrinya kemudian beranjak pergi keluar kamar.

"Ma...." panggil Rein lagi.

"Ya...."

"Papa tahu ga??" tanya Rein takut-takut.

"I still need your dad in my life, jadi tidak. Mama tak mau dia terkena stroke kalau sampai tahu. Please be responsible, Rein, dan ingat lagi, my house, my rules. Jangan pernah melakukannya di rumah ini!" ancam Hana kemudian berbalik pergi.

Rein menghenyakkan diri di kasur sepeninggal mamanya. Merasa cemas luar biasa. Dia berniat memproklamirkan hubungannya dengan Ken tak lama lagi, tapi mamanya telah mengetahui rahasianya, dapat dipastikan, Ken akan mati di tangan mamanya kalau mereka ketahuan menjalin hubungan sekarang.

Rein tak bisa tidur sama sekali karena panik, akhirnya pada pukul satu pagi dia menghubungi Ken.

"Rein... kenapa?" tanya Ken setengah mengantuk.

"Ken, my Mom found out about her contraception pills."

"So??" tanya Ken tak mengerti karena dia baru setengah sadar.

"Ughhh... Ken... if they found out about us, you'll be dead! Soon!!!" bentak Rein.

Ken terdiam lama.

"Oh right... I'm dead now," bisik Ken ngeri.

----------

Luv,
NengUtie

Continue Reading

You'll Also Like

1K 240 10
[COMPLETED] Short Story Berpangkal dari kesalahan, berujung pada rasa serupa. _____ Gara-gara surat cintanya salah sasaran, Raden Abinanda Khalavi pu...
1.9M 248K 61
Saat Nadia hadir di undangan makan siang sahabatnya, dia tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Saka. Serpihan masa lalu memercik memori keduany...
472K 540 1
Barata itu susah ditebak isi kepalanya. Seringkali hal itu cuma membuat pertengkaran antara aku dan dia. Kalau saja aku dan Bara tidak terikat dalam...
1.3M 25.2K 23
Selamanya Raga adalah cinta pertama dan satu-satunya dihatiku...tapi kenapa tunanganku sibrengsek Wega akhir-akhir ini selalu memenuhi pikiranku memb...