Somewhere Only We know

By NengUtie

428K 45.4K 2.1K

When your some kind of Brother fall in love with you, now you are in a serious trouble!!! ketika Rein menyada... More

Part 1 - Family
Part 2 - Connard
Part 3 - Kid
Part 4 - Strawberry
Part 6 - You!!
Part 7 - Curiosity
Part 8 - Love??
Part 9 - Jealousy
Part 10 - Cuteness
Part 11 - Gravity
Part 12 - Brother
Part 13 - Fever
Part 14 - Risky
Part 15 - Rival
Part 16 - Pride
Part 17 - Problem
Part 18 - Conversation
Part 19 - Anger
Part 20 - Confession
Part 21 - Game
Part 22 - Kiss!!
Part 23 - Jane
Part 24 - Miserable
Part 25 - Perfect??
Part 26 - Lie
Part 27 - Torn
Part 28 - Reckless
Part 29 - Trace
Part 30 - Secret
Part 31 - Argue
Part 32 - Chance
Part 33 - Dance
Part 34 - Dirty
Part 35 - Bless
Part 36 - Try
Part 37 - Friction
Part 38 - Impact
Part 39 - Fool
Part 40 - Tree
Part 41- Goodbye??

Part 5 - Sky

9.9K 1.2K 36
By NengUtie


Rein datang ke salah satu spot favoritnya untuk membaca ketika istirahat sekolah. Di dekat parkiran, menghadap ke taman yang dibentuk sesuai logo sekolah. Dia sudah membekali dirinya dengan sandwich untuk makan siang.

Rein agak terkejut mendapati pria berambut ikal agak berantakan sedang duduk dengan buku sketsa dan pensil di tangannya. Tampak asyik menggambar sesuatu.

Ragu-ragu, Rein duduk agak jauh darinya di bangku panjang tersebut dan mulai membaca sambil mengeluarkan bekalnya. Rein agak gelisah, harus menawarkan sandwich tersebut atau tidak.

"Makan aja, ga usah nawarin. Aku sudah makan kok," kata pria itu sambil tersenyum ke arah Rein.

Rein terpana melihatnya. Dia tampan dengan rambut agak kecoklatan dan mata yang sekilas terlihat biru walau saat diperhatikan lagi, ternyata berwarna abu-abu padahal warna kulitnya tidak sepucat ras kaukasia.

"Kamu Rein, kan?" tanya pria itu.

"Iya, kok kamu tau?"

Senyum pria itu semakin lebar. "Wajar kalau kamu ga kenal aku. Aku murid pindahan di kelas 12 dan anak IPS juga, kamu IPA kan?"

"Iya, tapi kok kamu kenal aku?"

"Karena aku cowok dan kamu itu kelewat cantik. Ga mungkin lah ga dikenal orang walaupun aku cuma murid baru."

Rein mengernyitkan keningnya. Biasanya dia paling sebal sama orang yang bicara gombal. Tapi nada datar dan wajah yang sama datarnya ketika dia mengucapkan kalimat itu menarik perhatian Rein.

Pemuda itu melanjutkan kegiatannya menyelesaikan sketsa sementara Rein membaca sambil mengunyah sandwich pelan-pelan.

Rein tak tahan untuk tidak melirik apa yang sedang dikerjakan oleh pria itu. Ternyata dia sedang menggambar semak-semak di depan bangku taman lengkap dengan bayangan mataharinya dengan sangat detail.

Dia menggoreskan pensilnya beberapa kali memberi sentuhan akhir pada sketsanya membuat Rein tak tahan untuk tidak berkomentar.

"Wow, gambar kamu keren banget," seru Rein kagum.

"Not really, masih banyak yang salah kok," sahutnya merendah.

"Aku ga pernah bisa gambar sedetail itu. Kamu beneran hebat loh."

"Hmmm, dipuji sama cewek yang beken di sekolah, bikin aku jadi besar kepala. Thanks Rein."

"Aku ga beken. Aku kan murid pindahan juga, setahun yang lalu sih."

"Oh ya? Dari mana?"

"Lausanne."

"Swiss?"

Rein mengangguk.

"Papaku tadinya profesor dan peneliti di Ecole Polytechnique Federale de Laussane. Kalau kamu pindahan dari mana?"

"Washington DC. Papaku kerjanya pindah-pindah."

"Oh..aku punya kakak yang papanya kerja di deplu dan sering pindah-pindah juga. Pasti berat deh jadi kamu."

"Ya begitulah. Tapi kalau pindah dan ketemu teman yang asik menyenangkan kok. Kamu contohnya."

Rein tersenyum dan kemudian meneruskan berbagi percakapan dengan pemuda yang ternyata sangat menyenangkan untuk diajak bercakap-cakap membuat Rein melupakan buku yang tadinya ingin dia selesaikan.

Bel masuk berbunyi. Rein melirik sedikit ke arah pria itu yang sudah bangkit berdiri.

"It's nice to talk with you, Rein," ucapnya sambil tersenyum lebar

"Nice to talk with you too...." Rein menggantung kalimatnya. Dia baru sadar setelah sekian lama bercakap-cakap, dia belum tahu nama pria itu!

"Oh iya, lupa ngasih tau. Namaku Angkasa."

Mata Rein membulat dan dia tersenyum lebar. "See you... Angkasa."

"See you, Rein."

Angkasa berbalik dan pergi meninggalkan Rein yang masih merapikan buku dan kotak bekal makanannya. Rein menyadari penghapus Angkasa tertinggal di bangku tersebut dan mengambilnya.

Rein menimang-nimang penghapus tersebut, berpikir untuk mengembalikannya sepulang sekolah atau besok.

Keesokan harinya pada pagi hari Rein berkeliling ke kelas IPS mencari Angkasa, bodohnya dia lupa menanyakan Angkasa itu di kelas berapa mengakibatkan dia harus mencari Angkasa secara manual. Bertanya pada tiap kelas dan herannya tak ada yang mengenal Angkasa.

Rein menyerah, berbalik arah kembali ke kelasnya dengan gusar sampai dia tak menyadari kalau dia melewati Ken yang sedang berkumpul dengan teman-temannya di depan kelas.

"Rein, ngapain nyasar lewat sini?" tanya Ken keheranan karena kelas Rein jauh dari kelasnya.

"Nyari orang," jawab Rein singkat, malas berbasa-basi dengan Ken yang menyebalkan.

"Siapa?" tanya Ken penasaran.

"Angkasa."

"Heh????"

"Iya namanya Angkasa, tapi kok dicariin ga ketemu ya?"

"Cowok?" tanya Ken penuh curiga.

"Ya kalau cowok emang kenapa? Ada anak basket yang namanya Angkasa ga Ken? Anak baru gitu, kelas 12."

"Ga ada," jawab Ken, sebal. Rein tak pernah berkeliling mencari anak cowok sebelumnya dan itu membuat Ken gusar.

Rein menatap lurus ke depan tiba-tiba melihat Angkasa berjalan selepas dari toilet pria. Rein berteriak memanggil namanya, membuat orang satu koridor menoleh ke arah Rein. Angkasa terkejut namun tersenyum ketika melihat siapa yang memanggilnya sekencang itu dan berjalan cepat menghampiri Rein.

"Aku nyariin kamu dari tadi dan kamu ibarat hantu, ga dikenal sama sekali. Bikin ngeri tau ga. Kirain aku kemarin ngobrol sama hantu," ucap Rein dengan wajah horor.

"Di kelas aku dipanggilnya Yuda. Maaf kalau bikin bingung. Kenapa, Rein?"

"Yuda??" Rein mengerutkan keningnya kebingungan.

Angkasa tertawa.

"Namaku Angkasa Yuda."

Rein merogoh saku roknya dan mengeluarkan penghapus Angkasa.

"Nih, aku mau balikin ini, kemarin ketinggalan," ucap Rein sambil mengulurkannya ke Angkasa yang menerimanya dengan keheranan.

"Ya ampun, makasih loh, Rein. Harusnya ga usah repot-repot gini. Penghapusku masih banyak kok. tapi makasih ya... I'm gonna make something untuk ucapan terimakasih deh."

"He?? Ngebalikin penghapus doang dan aku mau dikasih sesuatu gitu?" tanya Rein.

"Ya kamu penghapus buluk gini aja sampai nyariin aku keliling sekolah. Baik banget sih."

Rein nyengir tak tahu harus menanggapi apa. Tiba-tiba bel pelajaran berbunyi dan Ken yang dari tadi duduk memperhatikan interaksi antara Angkasa dan Rein seketika itu juga nyeletuk.

"Udah bel woi, bubar! Masuk kelas gih sono," sahutnya ketus.

Rein menjulurkan lidahnya ke arah Ken sebal sementara Angkasa tersenyum ramah.

"Istirahat nanti di tempat kemarin ya?" kata Angkasa dan Rein mengangguk.

Angkasa menaruh penghapusnya di sakunya dan melangkah pergi ke kelasnya diikuti Rein yang melangkah ke arah sebaliknya meninggalkan Ken di depan kelas menatap Rein gusar. 'Who the hell is he?' pikir Ken sebal.

Ketika jam istirahat, Rein mendatangi tempat mereka bertemu kemarin. Sudah ada angkasa yang duduk dengan selembar kertas tangannya.

"Hai...." sapa Rein sambil tersenyum.

"Nih, buat kamu. Maaf kalau kurang bagus." Angkasa menyerahkan kertas yang dilipat dua ke tangan Rein.

Rein membuka kertas itu dan terkejut melihat sketsa dirinya sedang duduk di taman sambil membaca buku. Sketsanya bagus sekali dan tampak hidup dengan detail yang luar biasa. Angkasa menggambar mata Rein tampak berbinar-binar seperti nyata.

"Oh my God! Ini bagus banget. Thank you... aku panggil kamu apa nih? Angkasa atau Yuda?"

Angkasa tertawa.

"Asa aja, keluarga ku panggil aku Asa karena kalau panggil Angkasa kelewat ribet. Dan kelasku yang paling ujung. Kalau suatu saat kamu ada perlu, kamu ga usah muterin satu sekolahan lagi."

"Kamu ga mungkin bikin sketsa ini hari ini kan?" Tuding Rein sambil masih mengagumi sketsa dirinya tersebut.

"hmmm, busted!! Aku suka lihat kamu duduk di bangku ini setiap jam istirahat and you look so... Hmmm, beautiful. Rasanya seru aja kalau aku gambar."

"Kamu kaya stalker," tuding Rein, memicingkan matanya.

"Maaf. Aku baru masuk sekolah dan bingung harus gimana. Aku nyari-nyari tempat yang oke buat nenangin pikiran aku and then I saw you yang tampak tenang, tersihir sama buku yang kamu baca and that's hit me.

Aku sengaja duduk di sini kemarin supaya bisa ngomong sama kamu dan kamu menyenangkan seperti yang aku kira sebelumnya."

"Apa kamu sengaja ninggalin penghapusnya di bangku ini?" tuding Rein lagi.

"Ga, kalau itu beneran ketinggalan. Aku kaget kamu segitu baiknya ke orang yang baru kamu kenal. Aku memang berniat ngasih sketsa kamu mungkin setelah pertemuan ke tiga supaya kamu ga mikir yang macem-macem ke aku.

Creepy misalnya. But, I owe you an apology because you're too kind and you deserve that sketch.

Dan percayalah, belum ada sketsa kamu yang lain selain itu kecuali kalau kamu ngasih izin aku untuk gambar lagi. Kamu bener-bener objek yang menarik soalnya. Maaf ya kalau aku keliatan aneh."

Rein tersenyum. Kelakuan angkasa memang agak aneh, tapi dia mengerti perasaannya sebagai sesama murid pindahan yang bingung dengan perubahan lingkungan. Rein masih  bisa memaklumi tindakannya.

"It's okay. Untung gambarnya bagus, kalau engga, aku bisa marah-marah," jawab Rein.

"Kamu ga bawa makan siang?" tanya Angkasa.

"Ga, aku berniat ke kantin sih. Mau ikut?" Ajak Rein.

"Oke."

Rein menyelipkan sketsa dari Angkasa ke buku yang dibawanya kemudian berjalan beriringan menuju kantin melewati lapangan basket. Tiba-tiba ada bola nyasar mengenai tangan Rein yang membuat dia melemparkan bukunya entah kemana.

"Rein... sorry!" seru Ken sambil menghampiri Rein yang menangkap bola tersebut.

"Main bolanya yang bener, bisa kan?" gerutu Rein.

"Iya, maaf, maaf. Kutraktir makan deh buat permintaan maaf," jawab Ken, nyengir.

"Ogah!!"

Ken mengambil buku Rein dan menarik sketsa yang terselip keluar. Terdiam ketika melihat sketsa tersebut.

"Kamu yang buat?" tanya Ken dengan heran. Dia tahu Rein pintar menggambar tapi gambarnya tak pernah sehalus dan sedetail itu.

"Ya masa ngegambar diri sendiri? Narsis amat!!" sahut Rein dengan nada tinggi. Entah kenapa setiap bertemu Ken membuat dia selalu menarik uratnya karena kesal.

"Asa yang buat," lanjut Rein lagi sambil menunjuk Angkasa yang berdiri di sampingnya.

Ken menatap Angkasa dengan tatapan tajam dan tidak bersahabat.

"Oh," katanya singkat sambil menyerahkan kembali buku dan sketsa ke tangan Rein. Menahan dirinya untuk tidak meremukkan sketsa tersebut karena cemburu kemudian segera kembali ke tengah lapangan.

"Kamu akrab sama Ken?" tanya Angkasa ketika mereka sudah duduk di kantin menikmati hidangan masing-masing.

"He's my biggest enemy!!" seru Rein berapi-api membuat Angkasa tertawa melihatnya.

"Dia sahabat adikku, orangtuanya sahabat orangtuaku. Pada dasarnya kita kenal dari kecil. Too bad, soalnya dia nyebelin," kata Rein menjelaskan.

"Main basketnya hebat."

"Dia hebat hampir di semua hal sih. Olahraga apapun jago, main gitarnya jago, piano juga jago, matematika jago, main game apa lagi. Pengen sebel tapi orangnya pinter, jadi serba salah. Banyak fansnya, padahal kelakuannya kalau di luar sekolah minta dipites. Kerjanya gangguin aku terus kalau lagi main ke rumah."

"Oh, dia suka main ke rumah kamu?"

"Kan kubilang dia sahabat adikku. Adikku lagi liburan jadi dia selalu main ke rumah. Kemarin Ken nginep malah. Jadi tadi aku terpaksa berangkat sama dia dan dia nyetel musik metal kenceng-kenceng sepanjang perjalanan cuma buat bikin aku sewot!! Aghhh...he's pain in the ass!!! Apalagi nanti aku harus pulang sama dia juga karena Zain nyuruh dia nginep lagi."

"Hmmm... mau aku anter pulang aja?" Angkasa menawarkan

"Ga makasih, Ken bisa marah kalau aku pulang sama orang lain kecuali orang yang dia kenal dekat. Jadi satu-satunya cewek di tengah keluarga besar bikin semua orang agak kelewat protektif. Untung Zain balik ke Singapore lima hari lagi. Aku bisa bebas dari gangguan Ken."

"Oh, okay."

"Tapi makasih tawarannya loh."

"Sama-sama," sahut Angkasa sambil tersenyum dan kembali fokus menikmati makan siang mereka sambil berbincang-bincang dengan topik lainnya.

---------

Luv,
NengUtie





















Continue Reading

You'll Also Like

25.7K 4.3K 8
Ario dan Saskia sudah putus sejak berbulan-bulan lalu. Menurut keduanya, berpisah adalah solusi terbaik dibandingkan terus bergandengan tapi hati sal...
74.6K 9.6K 29
Cluster Permata Indah, sebuah hunian baru di pinggir kota, dikejutkan oleh ditemukannya mayat yang mati tenggelam di dalam bath tub. Orang pertama...
Satintail By Nano

Paranormal

71K 7.1K 31
Bisakah aku memohon padamu untuk tidak bertindak selayaknya angin? Jangan seperti angin yang mudah datang dan mudah pergi Karena aku takut seperti i...
1.7M 84.6K 60
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...