Garlic

gaachan

507K 46.9K 7.7K

Pernah tahu cerita "Bawang Putih dan Bawang Merah"? Bagaimana seandainya si Garlic yang selalu ditindas itu m... Еще

Kulik
Bab 1. Namaku Aneh Karena Seleraku Sama Anehnya
Bab 2. Aku Keren Sendiri dan Tidak Doyan Diganggu
Bab 3. Jangan Ngatur Kayak yang Kenal Aja!
Bab 4. Korban Kekejaman Cowok Ambigay
Bab 5. Cowok Lemah Lembut Pasrah Adalah Masokis
Bab 7. Aku Keren Sendiri (Part 2)
Bab 8. Jangan Senggol, Ntar Kubacok!
Bab 9. Hukum Karma itu Ada, Balas Dendam Juga Berlaku!
Bab 10. Aku Mau Belajar Santet Memasukkan Becak dalam Perutmu!
Bab 11. Cinta Itu Apa, Sih?
Bab 12. Pendekatan yang Tidak Mau Deket
Bab 13. Aku Tidak Mau Dekat Sama Kamu!
Bab 14. Selamat Mencintaiku Meski Aku Lebih Cinta Diriku Sendiri
Bab 15. Bawang Merah Akhirnya Digoreng
Bab 16. Bawang Daun Bersatu dengan Bawang Putih
Pengumuman Sedikit
Sequel : Prins dan Segala Bentuk Kekejaman yang Menyiksa Putee

Bab 6. Tidak Usah Tubir, Jaga Itu Mulutnya!

23.1K 2.4K 272
gaachan

"Orang yang menunggui perigi, itu mungkinkah mati dahaga?"

Orang yang hidup bersama dengan orang yang mampu, tentu tidak usah bersusah hati karena tidak mungkin akan kekurangan.

..........................................

Hidup Putee di rumah Prins benar-benar seru, hingga dia tidak ingat dimana rumah aslinya. Ketika melihat Mir dan juga geng aneh itu Putee juga cuek-cuek saja, meski Camo masih saja mencoba membullynya. Camo masih saja belum kapok sudah Putee hajar kemarin. Mungkin Camo adalah masokis sejati. Mungkin saja....

Putee juga jadi part timer paling rajin. Dia disayang bossnya, jadi favorit pelanggannya. Bahkan adik-adik SMP mulai hobi menyantroni tempat kerjanya walau hanya untuk menyapa. Putee tidak pernah menjadikan itu masalah. Ayahnya juga tetap mengirimkan uang bulanan. Pundi-pundi rupiah di rekening Putee sepertinya sudah mulai gemuk. Putee benar-benar kolektor uang sejati.

"Kayaknya lo udah banyak duit dan kaya. Jadi kapan lo mau beli alat lukis yang baru?" Prins iseng bertanya ketika Putee sedang melihat buku tabungannya dengan raut bahagia. Putee tersentak seolah sedang teringat sesuatu yang jadi tujuannya. Tujuan kerjanya.

"Sekarang gue udah ada duit, tapi... gue nggak ada waktu, Prins..." Putee mengerjap dengan wajah polos. Prins menggeleng cuek.

"Bukannya lo bisa jual lukisan lo?" Prins bertanya cepat. Putee menggeleng kali ini.

"Gue nggak bisa jualan lukisan di pinggir jalan, Prins. Gue kan harus kerja. Juga... kalo mau jualan lukisan yang hasilnya lumayan ya kudu di pameran. Pameran ada masih sebulan lagi..."

"Kalo gitu kenapa lo nggak mulai bikin sekarang aja? Sebelum lo sibuk..."

Putee mengerjap. Entah sejak kapan Prins sepertinya mulai doyan mencemaskannya. Bukan hanya itu, Prins juga sering bertanya ini itu sekarang. Putee senang karena Prins akhirnya mulai membuka hatinya. Niatan jahat dalam pikiran Putee kini berganti dengan niat tulus. Putee benar-benar ingin menjadikan Prins sebagai temannya. Putee sudah menganggap Prins sebagai salah satu dari dirinya. Hm.. apa ya sebutannya? Soul mate?

"Cieee... yang mulai perhatian... cieee...." Putee nyengir, melirik Prins dengan raut jahil. Prins menelan ludahnya gugup, tersadar dengan ucapannya sendiri. Prins berdiri, lalu berbalik dengan wajah kesal. Prins hanya salah tingkah saja, kok!

"Dasar cengeng!" Prins menghujat sebelum masuk ke kamarnya.

Putee melongo. Ah... Putee pernah menangis di pelukan Prins waktu itu kalau tidak salah. Jadi Prins sudah punya julukan sayang padanya, ya? Hem... hem... Putee, jangan terlalu percaya diri, nak! Ingat soal posisimu sekarang.

Putee mengemasi barang-barangnya yang berserakan di meja. Dia sedang senang hari ini, jadi tidak ada waktu untuk malas-malasan. Diam-diam Prins juga mengintip anak itu. Putee sudah mulai masuk dalam celah hatinya. Ada sebuah tempat tersendiri untuk anak itu. Prins sadar. Bahkan ketika Putee sedang sibuk dengan kerjanya, Prins hanya sibuk melihat jam. Waktu terasa lama sekali...

Prins merebahkan tubuhnya di atas bed-nya. Ada hal yang mulai mengusiknya akhir-akhir ini. Banyak hal, bukan hanya satu meski karena satu hal. Karena Putee.

Pertama....

Suara Putee selalu dia rindukan.

Terbayang hari-hari ketika ada Putee di sampingnya. Cowok itu awalnya memang pendiam, namun akhir-akhir ini dia makin cerewet. Putee sering sekali berteriak sok akrab padanya di sekolah.

"Prins... makan bareng, yuk!"

Seisi kantin pasti akan menatap mereka dengan raut kaget. Prins tidak cukup gila untuk melayani panggilannya, namun pada akhirnya Prins duduk juga di depan Putee. Prins sudah mulai jadi tsundere yang beradab. Dia mulai jadi orang yang malu-malu mau. Toh, pada akhirnya tidak akan ada orang yang bisa menghindari Putee. Semua orang tahu anak itu. Putee lumayan terkenal di sekolah, terutama ketika murid-murid lain membahas soal lukisan di belakang sekolah. Tapi sampai sekarang belum ada orang yang sanggup mendekati Putee. Itu karena anak itu seperti sedang membangun tembok di sekelilingnya. Hanya Prins yang sanggup membuat Putee jadi seperti itu. Sok akrab.

Bukan hanya itu, namun suara jeritan Putee ketika pulang dari bekerja itu membuat Prins jadi salah tingkah.

"Gue pulang, teman...!" Putee muncul di ambang pintu, melambai sambil nyengir. Kadang di tangannya sudah ada beberapa kantong belanjaan. Prins kadang jadi salah tingkah hingga pura-pura membaca majalah di depannya. Hingga suara Putee kembali menginterupsi pikirannya dan membuatnya mengumpati diri sendiri.

"Prins, ada gambar apa sih di majalah itu kok lihatnya sampe terbalik gitu...?"

Prins harus belajar untuk menyadari posisi buku yang benar dulu!

Kedua...

Wajah Putee kadang membuatnya panas dingin tak karuan.

Prins juga punya wajah khas yang tajam sebenarnya. Prins juga lebih ganteng daripada Putee. Badan Prins juga sangat proporsional, selalu dikagumi orang dan juga mirip tubuh artis iklan celana dalam. Meski masih SMA namun Prins sudah punya bakat untuk jadi gigolo. Itu yang dulu pernah Putee ucapkan.

"Badan lo bagus." Itu yang Putee ucapkan kala itu, saat Prins sedang latihan fisik. Prins sedang sit up waktu itu. Putee yang baru saja sampai di rumah langsung bengong melihat tubuh Prins. Iri juga.

Wajah Putee kadang membuat Prins gemas, apalagi saat mulutnya manyun-manyun karena kesal dan bete.

"Sumpah, Prins! Gue juga pengen kali punya badan kayak lo!" Putee merengek. Biasanya orang akan marah dan juga jijik ketika melihat seorang cowok merengek, namun ketika Prins melihat Putee merengek begitu... bagian lain dari hatinya seolah menginginkan lebih. Prins ingin Putee merengek padanya lebih lama.

"Latihan!"

"Mana gue sempat, Prins! Gue kerja."

"Latihan kalo libur."

"Gue udah coba latihan fisik kayak gitu, tapi hasilnya.. gue malah sakit pinggang." Wajahnya terlihat kecewa saat Putee mengucapkannya. Prins tidak suka melihat wajah Putee yang kecewa seperti itu. Dia lebih senang melihat Putee tersenyum dan terkekeh geli. Namun Prins bisa apa?

Ketiga....

Kehadiran Putee sekarang begitu menyiksanya.

Terbayang bagaimana kesepiannya Prins selama ini, lalu Putee datang menawarkan sebuah pertemanan. Prins yang awalnya tidak percaya akan kehadiran seorang teman kini mulai bisa terbuka. Putee hanya satu-satunya orang yang sanggup membuatnya seperti ini. Perlahan, Prins sadar kalau Putee adalah temannya. Satu-satunya.

"Prins.. Prins.. kita semacam kokoro no tomo gitu, ya?" Putee mengunyah remahan biskuit lagi. Prins tidak tahu darimana Putee menemukan makanan seperti itu. Cowok preman tengil itu lebih suka memakan barang sisa dibanding mengunyah makanan sungguhan.

Mendengar kata yang masih asing di telinganya, Prins mencoba untuk browsing ke dukun modern. Mbah Google. Kokoro no tomo. Teman dekat.

Prins menggeleng. Teman dekat. Dekat. Lalu iseng, diketikkannya lagi istilah itu. Kokoro itu hati. Teman hati. Bahkan sudah ada lagunya. Prins salah pencet dan akhirnya lagu itu berputar...

Anata kara kurushimi o...

Ubaeta sono toki...

Watashi nimo ikiteyuku...

Yuuki ga waite kuru...

Putee terhenyak kaget, lalu menjerit antusias saat mendengar lagu itu. Bahkan cowok itu sudah menunjuk-nunjuk Prins.

"Nah, nah! Lagu ini, Prins! Ini judulnya kokoro no tomo. Nyanyi yuk...!" Lalu setelahnya Putee mulai bernyanyi dengan nada sumbang kebanggaannya. Prins tidak marah, namun sedikit salting. Malu. Namun perlahan senyum mulai tercipta di bibirnya....

Tentu saja Prins harus diam-diam ketika tersenyum seperti itu.

Alasan keempat, kelima dan seterusnya membuat Prins mikir. Lama. Dia harus berpikir tentang apa yang sudah dia lakukan. Kenapa harus repot-repot memikirkan Putee dan juga alasan kenapa dia harus menyukai anak itu?

Apa yang sedang kamu lakukan, Prins?

***

Hari ini Prins benar-benar shock. Jantungnya kebat-kebit karena gemas dan kesal setengah mati. Dia baru saja mendengar cewek-cewek bergosip. Coret, ya itu bukan hobinya! Namun ketika mendengar sumber gosip itu soal Putee, mau tidak mau Prins juga ikut terpengaruh.

Kabar buruknya adalah...

Putee harus mundur dari kelas unggulan. Alasannya? Sekarang Prins harus menemui anak itu untuk bicara biar lebih jelas!

Putee sedang duduk di kantin. Dia baru saja menghabiskan sepotong pisang goreng dan menyeruput es tehnya. Hari ini hari yang merepotkan baginya. Putee merasa ini akhir dari segala usahanya. Putee dipanggil oleh bu kepsek. Sebenarnya bisa saja bagian BP yang memanggilnya, namun kali ini bu kepsek yang merasa bertanggungjawab karena Putee salah satu anak didiknya. Anak asuh beasiswanya.

"Jadi kenapa? Kenapa kamu malah kerja part time?" Bu kepsek bertanya dengan nada tajam. Ini kemarahan bu kepsek yang pertama padanya. Putee diam.

"Ada di kelas unggulan nggak bikin saya banyak duit, bu!" jawabnya setelah itu. Bu kepsek melotot kaget dengan cara anak itu menjawab.

"Kamu sudah dapat beasiswa, Putee! Jadi untuk apa kamu cari uang lagi?"

"Saya juga harus memikirkan masa depan, bu!"

Bu kepsek sudah berhadapan dengan mantan preman tengil yang keras kepala saat ini. Bu kepsek duduk di depannya, lalu menghela nafas.

"Berhenti dari kerja kamu, Putee!"

Putee menunduk, memainkan jemarinya. Ini berat sekali. Lagipula bu kepsek tahu darimana, coba?

"Ibu tahu dari siapa saya kerja part time?" Putee penasaran soal itu. Bu kepsek makin melotot ke arahnya. Putee tahu, meski galak... bu kepsek ini sayang sekali padanya.

"Seseorang mengatakannya pada saya, lalu saya cek sendiri kebenarannya."

Putee diam. Sepertinya ada yang ember dan juga menceritakan semuanya.

"Kamu butuh uang untuk apa, Putee? Apa ibu tiri kamu merampas jatah bulanan dari ayah kamu?" Bu kepsek bertanya tajam. Putee menggeleng.

"Saya sudah punya rekening sendiri, bu."

"Lalu ada apa? Kamu juga masuk di kelas unggulan, Putee! Kamu harus fokus belajar, nilai kamu mulai turun akhir-akhir ini..."

Putee masih enggan menanggapi soal itu, namun akhirnya bibirnya terbuka. Sebuah permintaan muncul dari bibirnya. Untuk yang pertama kalinya Putee meminta sesuatu.

"Kalau begitu... boleh saya keluar dari kelas unggulan?"

Hari itu hari senin. Pukul setengah sebelas, ketika bel istirahat kedua berbunyi. Tidak ada petir di siang bolong, namun bu kepsek sedang mengalami itu di hatinya. Putee, salah satu anak didik berbakatnya itu meminta keluar dari kelas unggulan demi kerja paruh waktunya?

"Ibu menolak!" Bu kepsek jelas tidak setuju untuk itu. Ini bukan soal perbedaan perlakuan antara kelas unggulan dan reguler, namun ini mengenai janji Putee. Kalau Putee berada di kelas reguler, anak itu pasti akan jadi lebih santai. Bu kepsek tahu Putee anak yang cerdas. Putee lebih cepat menghafal sesuatu, ingatannya bagus. Tapi sayangnya Putee super ceroboh dan juga mudah terseret arus yang tidak baik.

"Kalau saya berada di kelas unggulan, saya tidak bisa kerja lagi bu!"

"Sebenarnya apa yang ingin kamu cari dari kerja itu, Putee? Uang juga kamu seperti tidak terlalu kekurangan."

Putee tersenyum.

"Mereka bilang saya alien dan aneh..."

Untuk yang ke sekian kalinya bu kepsek harus menahan sabar. Bu kepsek sedang menghadapi murid yang susah ditebak kali ini....

***

"Jadi kenapa lo keluar dari kelas A?" Prins sudah duduk di depan Putee, dengan nafas memburu. Putee mengernyit saat mendapai Prins juga mendengar gosip itu. Putee terkekeh ringan lalu kembali menyeruput es tehnya.

"Gue kan sibuk, Prins! Jadi part timer itu super sibuk, so gue nggak bisa rajin ntar di kelas unggulan. Masih banyak murid lain yang pengen masuk kelas itu, jadi gue beri mereka kesempatan..."

"Pasti karena ada yang ember dan bocorin masalah ini, kan?"

Putee mengibaskan tangannya.

"Lama-lama juga bakalan ketahuan, kok Prins! Hanya tunggu waktunya aja. Gue udah siap jauh-jauh hari. Gue siap kalo harus keluar demi kerjaan gue."

"Lo..." Prins benar-benar tidak tahu harus ngomong apa sekarang. Putee itu keras kepala. Putee nyengir, kali ini dengan wajah tak bersalah. Dia sudah menjelaskan banyak hal pada bu kepsek. Bu kepsek sebenarnya melarangnya. Bahkan bu kepsek mengancam akan bicara dengan boss tempat kerja Putee. Namun lagi-lagi anak aneh preman tengil alien itu mengatakan sesuatu yang membuat bu kepsek bungkam dan menyerah.

"Kalau ibu sampai bicara pada boss saya, mungkin saya yang paling terluka."

Tentu saja bu kepsek jadi tak tega hanya karena mendengar ucapan Putee waktu itu. Jadi, Putee benar-benar ingin keluar dari kelas unggulan. Hanya tunggu waktunya saja hingga ulangan semester tiba. Sebenarnya nilainya baik-baik saja, hanya saja... sudah peraturan kalau anak kelas A harus benar-benar fokus pada belajar.

"Kenapa lo malah milih keluar?!" Lagi-lagi Prins masih belum bisa menerima alasan Putee keluar dari kelas unggulan.

"Gue kan udah bilang sama lo, Prins!" Putee kembali menyuapkan pisang goreng ke mulutnya. Prins jengah dan juga agak kesal mendengar alasan tak masuk akal Putee.

"Setahu gue nilai lo baik-baik aja."

"Sebenernya agak turun, sih! Dulu gue di atas, sekarang gue jadi di bawah..." Putee mulai senang membuat istilah.

"Lalu bu kepsek setuju soal ini?"

"Beliau akhirnya nyerah. Tapi ya gitu, beliau awalnya ancam kalau beliau bakalan cabut beasiswa gue. Gue nggak masalah kok soal itu, kok! Sungguh. Nggak apa, lah.. mungkin ada yang jauh lebih membutuhkan dibanding gue. Tapi bu kepsek cuma ngancam, nggak beneran. Padahal kan gue udah mau masuk ke kelas reguler aja..." jawab Putee dengan raut santai. Prins mengeratkan rahangnya. Tangannya bahkan sudah terkepal erat. Bagaimana mungkin Putee dengan nada sesantai ini mengatakan semuanya dengan mudah? Apa Putee tidak merasa keberatan? Bagaimana kalau murid lain bergosip dan mengatakan Putee didepak dari kelas unggulan?

Sepertinya Prins yang terlalu cemas, karenya nyatanya anak yang dia cemaskan tidak peka sama sekali. Putee hanya mengangguk-angguk sok bijak dan kembali menyuapkan pisang goreng ke mulutnya. Prins, sabar ya!

***

Gosip soal Putee yang didepak dari kelas unggulan akhirnya menyebar seantero sekolah. Murid-murid yang sedang terobsesi untuk mengisi ruang kosong bekas Putee pun mulai mengeratkan senjata. Mereka mulai les, mulai belajar keras untuk menggantikan tempat Putee.

Gosip itu bahkan menyebar dengan lebay. Dengan alay. Gosip itu sangat berlebihan. Bahkan ada yang mengatakan kalau Putee sedang mengidap penyakit mematikan hingga akhirnya harus bekerja keras untuk mendapatkan uang agar bisa berobat. Putee yang dasarnya memang cuek dan juga tengil itu hanya menanggapi gosip tersebut dengan wajah santai.

Beda ceritanya dengan perasaan Prins saat ini. Cowok itu bahkan mulai emosi, apalagi ketika melihat Putee seperti tidak tertarik dengan gosip-gosip aneh itu.

"Kenapa lo malah santai?!" Prins bertanya tajam ke arahnya. Putee mengangkat kepalanya dari bangku. Seminggu lagi ujian semester selesai. Putee sama sekali tidak belajar. Prins bahkan mati-matian memaksa anak itu membuka bukunya di pagi hari.

"Gue punya pertanyaan juga buat lo!" Putee menunjuk Prins dengan raut geli. Prins diam.

"Prins, kenapa lo yang ribut? Lo maksa gue belajar tiap pagi, bahkan lo rela bangun subuh buat itu. Kenapa? Gue kan bukannya mau diusir dari sekolah..." Putee terkekeh santai. Wajah Prins sudah merah padam karena emosi. Prins marah bukan karena dia kecewa terhadap keputusan Putee, meskipun itu salah satunya. Namun lebih dari itu, Prins benar-benar murka karena reaksi Putee yang sepertinya tidak masalah itu.

"Iya, kenapa gue yang harus marah?!!" Prins balas berteriak ke arah Putee. Putee bungkam. Prins sedang emosi saat ini. Putee tidak boleh menjawab kemarahan itu dengan ucapan santainya. Prins bahaya sekali kalau marah. Bagaimana kalau Putee diusir dari rumahnya?

"Prins, maaf..."

"Kenapa lo yang harus minta maaf?!!"

Nada bicara Prins benar-benar tinggi sekarang. Putee keder melihat ekspresi Prins yang seperti itu. Prins seolah-olah ingin memakan Putee hidup-hidup. Putee diam. Bingung harus bereaksi seperti apa.

"Karena..."

"Itu bukan urusan gue!"

"Maafin gue, Prins..." Entah kenapa Putee masih merasa bersalah meski Prins mengatakan itu bukan salahnya. Putee hanya bisa bungkam, menatap Prins yang sedang mengatur nafasnya. Mata cowok itu nyalang ke sana kemari, seolah sedang menghibur dan menyabarkan hatinya. Putee tahu, Prins sedang mencoba menahan amarahnya.

Mungkin....

Mungkin Putee adalah alien paling aneh yang pernah muncul di hidup Prins, karena setelah itu Putee melangkah ke arah Prins. Lalu... memeluknya. Putee memeluk tubuh Prins dengan raut menyesal. Prins menegang di tempatnya. Putee senang sekali dengan acara sentuh-sentuh dan peluk-peluk. Mungkin karena mereka sama-sama cowok, namun sejatinya meski sama-sama jenis kelamin pun tentu agak canggung ketika berpelukan.

Putee melakukannya tanpa canggung. Bahkan cowok yang tingginya hanya sebatas telinga Prins itu malah menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Prins. Prins merinding...

"Maafin gue. Maaf..."

Prins bungkam.

"Maafin gue, Prins! Meski gue nggak tahu apa salah gue."

Prins menegang. Emosi kembali menelusup di hatinya. Apa? Tidak tahu apa salahmu, Putee? Kamu tidak peka, bodoh, atau memang bego? Apa yang kamu pikirkan sekarang? Kamu pikir kenapa Prins marah? Ah... iya, kenapa Prins marah ya? Urusan Putee sama sekali bukan urusannya. Kenapa Prins harus marah? Apa karena kini dia sudah tidak bisa bersama Putee di kelas? Apa karena Prins takut jarak Putee dan dirinya semakin jauh?

Prins, tanya pada hatimu. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kamu rasakan?

"Lo nggak sadar salah lo?!" Prins terusik. Putee menggeleng. Dia memang benar-benar tidak tahu. Kenapa Prins harus marah? Bukannya ini lebih baik? Prins jadi lebih konsentrasi di kelas. Prins juga jadi lebih santai, tidak mendengarkan acara merepetnya. Begitu banyak pertanyaan yang melintas di pikiran keduanya. Prins sedang bingung karena kekhawatirannya, sedangkan Putee juga bingung kenapa Prins harus marah.

Cerita ini tidak akan selesai kalau terus dipertanyakan. Sekarang hal paling penting adalah... bagaimana cara Putee meyakinkan Prins kalau dirinya baik-baik saja meski bukan bagian dari kelas unggulan itu.

"Gue tetep sekolah, kok meski bukan anak kelas A lagi..." Putee mengangguk meyakinkan. Prins berdecak.

"Gue bukan marah karena itu!"

"Lalu?"

"Gue cuma...." Prins terdiam. Dia harus menyusun kata-kata baru. Kenapa dia harus marah? Apa ya yang membuat dia marah?

"Ntar kan lo punya temen baru di kelas, Prins! Ntar gue rekomendasiin lo sebagai temen mereka." Putee manggut-manggut sok paham. Sayangnya Putee salah soal ini. Masalahnya bukan karena itu. Prins masih tidak terlalu tertarik untuk berteman dengan orang lain, selain Putee tentunya.

"Gue nggak tertarik buat temena sama orang lain!"

"Tapi kan lo jadi jomblo ntar di kelas. Ah, lupa! Lo kan emang jomblo." Putee tidak tahu malu, dia malah sibuk meledek Prins. Prins tentu saja masih marah.

"Lalu apa yang mau lo lakuin?"

"Emang ada masalah apa, Prins? Gue cuma pindah kelas, kali!" Putee mengedikkan bahunya. Simple.

Prins bungkam. Pada akhirnya tidak ada yagn bisa dia lakukan. Putee sudah bebas sejak awal. Dia pribadi yang tidak akan terikat oleh apapun. Diam-diam, Prins makin iri padanya. Putee punya hal yang dia tidak punya. Putee selalu menikmati hidup. Prins iri. Benar-benar iri.

Prins mendengus, lalu kembali ke kelas dengan wajah keruh. Percuma saja mengkhawatirkan Putee. Sepertinya Putee justru senang-senang saja.

***

Ketika bel pulang berbunyi, Putee bersiap-siap untuk pergi. Prins tahu kalau anak itu akan pergi ke suatu tempat. Putee nyengir ke arahnya, lalu berbisik pelan.

"Lo balik aja duluan. Ntar gue naek bis aja." Putee menepuk bahunya sekilas.

"Nggak, kita balik bareng!" Kali ini Prins jadi benar-benar posesif. Putee menggeleng kencang.

"Gue harus ke suatu tempat, Prins!"

"Kemana?"

"Sejak kapan lo kepo sama urusan orang, Prins?" Putee terkekeh, sedikit menyindirnya. Prins menelan ludahnya getir. Dia sudah dihadapkan pada kenyataan pahit soal cowok alien ini. Putee ingin pergi dari kelas A, jadi paling tidak Prins tahu apa yang akan anak itu lakukan selanjutnya.

"Lo harus balik sama gue!" Prins berteriak kasar, memaksa. Tatapan seisi kelas kini terarah padanya. Putee sadar soal ini, lalu terkekeh dan menatap teman-temannya.

"Jangan lihat, guys! Gue lagi arisan sama dia!" Putee berkata tajam. Teman-temannya bungkam dan serentak melongo saat mendengar ucapan Putee. Mereka tidak cukup kepo untuk ikut urusan Putee.

Putee mengemasi barangnya, lalu keluar lebih dulu. Anak itu melarikan diri. Prins geram, lalu berlari menyusulnya. Putee berteriak saat tahu Prins sudah berlari mengejar. Adegan itu jadi mirip adegan kejar-kejaran ala polisi dan maling sekarang. Putee harus menghindari Prins sekarang ini. Dia juga punya urusan lain.

"Lo mau kemana, Garlic?!" tanya Prins tajam. Putee masih berlari. Kaki kurusnya mungkin bisa patah kalau berlari lebih lama lagi. Prins di belakangnya masih setia mengejar, masih enggan menangkap Putee meski cowok itu bisa melakukannya.

"Nama gue bukan Garlic!" Putee menjerit tak terima. Kesal juga. Kali ini nama Putee jadi terkesan kekanakan, belum lagi ada cowok ganteng badan macho yang mengejarnya. Putee harus tahan banting sekarang. Prins menatap punggung yang sedang berlari menghindarinya itu. Prins jadi kangen tingkah Putee yang seperti biasa, yang merepet ke arahnya, yang bahkan tidak bisa lepas darinya, menempel seperti lintah. Jujur, Prins mulai kehilangan sosok Putee yang seperti itu.

Ini bahkan belum resmi, maksudnya Putee belum resmi meninggalkan kelas A. Namun kenapa ya kok Prins jadi tidak rela melepaskan cowok itu?

Langkah Putee terhenti. Lututnya serasa mau hancur. Prins sudah berada di belakangnya. Putee menoleh ke arahnya, menyerah. Putee menarik lengan Prins menjauh pada akhirnya.

"Mau kemana?"

"Mungkin lo harus tahu, Prins!" Putee menarik Prins menjauh. Sekali lagi, Putee itu aneh. Awalnya cowok itu menghindarinya, sekarang malah menyeretnya. Sebelum Prins sempat bertanya kenapa Putee berubah pikiran, Putee terus menarik lengan Prins menuju ke suatu tempat. Tentu saja Prins tahu tempat apa itu. Tembok belakang sekolahnya, salah satu media lukis Putee ketika bosan.

"Ngapain kita di sini?" Prins mulai curiga. Putee tersenyum penuh misteri. Cowok itu membuka tasnya, mengeluarkan sebuah kaleng cat berwarna putih di sana. Prins melongo saat melihat cowok itu juga mengeluarkan kuas. Bukan kuas lukis, tapi kuas cat. Putee bahkan sudah membawa obeng untuk membuka kaleng catnya.

"Lo mau apa, Garlic?!" Prins curiga. Putee tersenyum.

"Gue harus menghapus semuanya dari sini!" Putee menatapnya. Saat itu ada rasa sakit yang Prins lihat dari tatapan matanya. Prins juga merasa sakit. Sangat. Sejatinya hati itu bukan komponen pelengkap jantung. Hati punya detaknya sendiri, hati punya degubnya sendiri. Hanya saja jantung yang menggerakkannya, karena itulah hati akan selalu bergantung pada detak jantung. Kalau saja hati Prins bisa dilepas saat ini, mungkin jantungnya juga akan berhenti berdetak.

"Jangan bilang kalo lo mau..." Prins curiga.

"Gue harus hapus semua ini, Prins!"

"Gila! Buat apa?!" Prins masih belum mengerti apa yang cowok ini pikirkan.

"Gue harus hapus ini biar jadi baru lagi. Dengan begitu hidup baru gue juga harus dimulai. Gue pernah bilang ke lo kalo orang-orang boleh menghapus lukisan gue. Nggak masalah, asal bukan tangan gue yang hapus. Kalau tangan gue yang hapus, itu artinya gue sampai di titik dimana gue harus berhenti. Inilah saatnya, Prins!"

"Lo mau berhenti lukis?!! Jangan gila, Garlic!"

Putee menggeleng.

"Mulai saat ini, gue nggak bakal datang ke tempat ini lagi! Ini kenangan gue sebagai anak kelas A. Gue bukan bagian dari kalian lagi..."

Saat itu hanya sakit yang Prins rasakan. Sayangnya Putee tidak cukup tanggap soal itu, hingga Prins merampas cat di tangan Putee lalu menumpahkannya. Cat itu tumpah di tanah, berceceran. Mata Prins merah. Antara amarah dan juga rasa kacau luar biasa.

"Kalo lo berani hapus lukisan ini, artinya lo nggak menghargai pertemuan pertama kita!" Prins jadi sentimentil sekarang. Putee mengerjap, lalu menatap punggung Prins yang menjauh. Putee terdiam, lalu perlahan dia berbalik.

Mungkin lain kali.

Atau, nanti.

TBC

Hal yang tak pernah kau lakukan adalah bertanya pada dirimu sendiri tentang makna hidupmu untuk dirimu.

#mbakGaachanlagibaper

Продолжить чтение

Вам также понравится

The Love That Find His Way [ 5 ] seishuu

Любовные романы

296K 38K 60
Setelah lima tahun lebih hidup bersama dengan keluarga Narufumi, ada sesuatu dalam diri Reo Fearbright yang mengalami perubahan. Apa yang berubah dar...
Alter Ego [in ed.] jay

Любовные романы

88K 9.6K 21
Yang aku tahu dari dirinya hanyalah sebuah nama: Ravendi. Orang memanggilnya Raven. Okay then, what's so interesting about him anyway. Karena dari a...
67.3K 6K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
196K 9.6K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...