Bab 9. Hukum Karma itu Ada, Balas Dendam Juga Berlaku!

21.2K 2.3K 353
                                    

 "Rusa masih di hutan, kancah sudah dijerangkan."

Rencana yang masih belum tentu, karena barang yang direncanakan sebenarnya belum tentu diperolehnya.

..........................................

Putee mengerjap, menatap Prins yang sedang terbujur. Kakinya diperban, lengannya juga. Kepalanya juga. Putee ingin menangis saat ini. Prins memang sempat tidak sadarkan diri, namun cowok itu ternyata sangat kuat. Setelah menerima donor dan tidak sadarkan diri selama dua hari, Prins akhirnya membuka matanya.

"Gue harus beritahu ortu lo." Itu hal pertama yang Putee ucapkan pada Prins. Prins menggeleng kencang.

"Jangan!"

"Anak mereka lagi sakit kebangetan kalo mereka nggak balik dalam keadaan kayak gini!" Putee menjerit gusar, mengabaikan dimana dia sekarang.

"Kan gue udah sadar sekarang, Garlic!"

"Tetep aja, mereka pasti cemas!" Putee menggeleng, bersiap mencari kontak ayah Prins. Ketika melihat HP Prins terkunci dengan kode pola, Putee melongo.

"Kodenya, Prins! Polanya apa?" Putee sudah sibuk mengotak-atik pola di HP Prins untuk membuka screen locknya.

Mulai dari pola bentuk P. Siapa tahu saja Prins narsis, jadi menggunakan inisial namanya. Gagal. Putee terus mencoba mencari kode itu, sementara Prins hanya terkekeh santai. Sampai kapan pun Prins tidak akan pernah memberitahu Putee apa kode pola HPnya.

Putee akhirnya terdampar dengan kepala di atas kasur Prins. Prins menepuk-nepuk kepalanya. Putee terdiam. Terpejam.

"Prins...." panggilnya pelan.

"Hm?"

"Jangan terluka!"

Prins tercekat. Dia pernah mengatakan kata serupa pada Putee sebelumnya. Prins menatap Putee dengan wajah kalut. Tangan kanannya terulur, lalu mengelus punggung cowok tengil itu. Putee mendongak, menatap Prins lagi. Air mata sudah membasahi kedua pipinya. Jadi cowok itu menangis sejak tadi?

Putee melompat ke pelukan Prins hingga cowok yang diperban itu hampir terjungkal.

"Gue lagi sakit, pelan-pelan Bawang!" Prins berdecak kesal, namun senyum geli tergambar di bibirnya. Panggilan sayang Prins berubah lagi. Jadi... Bawang? Garlic saja sudah parah, ini malah jadi lebih Indonesia? Bawang katanya!

"Nama gue bukan Bawang!" Putee bersiap menjitak kepala Prins, namun dia tersadar kalau Prins sedang terluka.

"Mungkin inspirasi ortu lo pas beri lo nama adalah bawang-bawangan. Pertama, Putee. Itu mirip sama warna bawang." Prins jadi senang meledeknya.

"Otak lo kena juga, Prins? Otak lo akhirnya jadi konslet gini pasti karena kecelakaan itu. Lo jadi suka menghujat nama orang..." Putee berkata ironis. Prins hanya tersenyum geli.

"Kedua, nama lo juga ada Garlic-garlicnya. Di kamus artinya bawang putih."

"Gue udah tahu, nggak usah lo perjelas lagi, Prins!" Putee mencebik kesal. Matanya sudah melas-melas, bibirnya juga sudah manyun-manyun begitu.

Prins tertawa, ngakak. Putee sebenarnya kesal karena Prins mengolok namanya, namun dia senang karena akhirnya Prins mau tertawa di depannya. Putee membiarkan Prins mengoloknya kali ini, biarkan saja dia senang dulu. Siapa tahu saja Prins sedang dalam masa transisi untuk sembuh.

"Gue suka kalo lo ketawa kayak gitu!" Putee menunjuk wajah Prins. Prins tersadar, lalu gelagapan. Salah tingkah setelah itu. Putee terkikik geli. Prins tetap saja tipe cowok yang gengsinya selangit.

GarlicWhere stories live. Discover now