Bab 7. Aku Keren Sendiri (Part 2)

22K 2.3K 352
                                    

 "Esa hilang dua terbilang."

Bertindak yang berani mati.

..........................................

Nyatanya, Putee benar-benar memiliki hal yang tak pernah Prins miliki. Jiwa bebas yang tak akan pernah terikat oleh aturan dan ancaman siapapun. Putee punya itu. Ketika Prins penasaran pada tembok belakang sekolah akhirnya cowok itu melangkah seorang diri. Degub jantungnya menggila hanya karena membayangkan lukisan itu sudah menghilang.

Namun Prins salah. Degub jantungnya bukan menggila, namun malah berhenti. Tembok itu sudah putih. Benar-benar putih. Jejak lukisan abstrak yang unik milik Putee di tembok itu seolah menghilang tanpa kenangan apapun. Prins menjerit gusar, bahkan tangannya sudah meninju tembok tersebut. Sakit, sih.. namun Prins sudah terlanjut terbakar amarah.

Pagi ini Putee lebih diam dari sebelumnya karena itulah Prins enggan mengajaknya bicara. Putee mengatakan kalau dia harus piket, jadi dia berangkat lebih dulu. Prins tahu kalau anak itu sengaja menghindarinya. Prins tidak menyangka kalau tujuan Putee pergi adalah untuk menghapus lukisannya.

Prins kalap. Benar-benar kehilangan separuh logika dan kewarasannya. Dia mengusap kasar wajahnya, lalu berbalik ke kelasnya. Kelas masih agak sepi. Mungkin anak-anak pintar itu sedang sibuk belajar pagi. Hanya ada Putee di sana, yang sedang tertidur dengan kepala di atas meja.

"Lo..." Prins tergagap begitu sampai di samping Putee. Putee menegakkan kepalanya, menguap dan menatap Prins. Di sisi kiri pipi cowok itu ada sisa cat putih. Prins geram hanya dengan melihatnya.

"Kok lo pagi banget datangnya?" Putee menguap. Prins benar-benar marah saat ini. Tangannya spontan mencengkeram krah seragam Putee dan berteriak ke arahnya.

"Kenapa lo hapus lukisan itu, hah?!!" teriaknya tajam. Putee mengerjap dengan wajah tak berdosa. Tak kenal takut.

"Itu lukisan gue, Prins! Jadi gue bebas mau ngapain aja..."

Prins kesal hanya karena tahu kalau ucapan Putee benar. Prins tidak punya hak apapun untuk marah. Mungkin Prins hanya sedang kecewa karena lukisan yang benar-benar membuatnya kagum itu kini sudah tidak ada lagi. Yang lebih membuatnya miris adalah... Putee menghapusnya dengan wajah santai. Sangat santai, tidak kehilangan sama sekali.

"Lo...!!" Prins sedang emosi. Dia bahkan enggan menyentuh masakan Putee tadi. Tangannya terkepal, setelah itu satu tonjokan melayang di rahang Putee. Untuk pertama kalinya Prins melayangkan tinjunya pada seseorang.

Putee terhuyung dan terjatuh di lantai. Tatapan mata Prins benar-benar sudah kacau. Cowok itu bahkan sudah mencengkeram krah seragam Putee lagi.

"Lo nonjok gue?" Putee bertanya dengan nada santai. Dia mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Setelah itu cowok tengil itu terkekeh geli.

"Ini nggak lucu, Garlic!!" Prins menjerit marah.

"Gue nggak ketawa karena ini lucu, Prins! Tapi karena gue kagum. Ini pertama kalinya gue ditonjok orang setelah sekian lama gue nggak berantem."

Prins mencengkeram krah seragam Putee makin erat. Ngomong-ngomong soal seragam, ini seragam yang pernah Prins belikan waktu itu kan?

"Pukul gue sepuas lo, Prins! Sekencang apapun lo nonjok gue, lukisan itu nggak bakalan bisa balik lagi..."

Prins tahu akan hal itu, namun saat ini paling tidak dia bisa menyampaikan emosi terpendamnya. Putee sadar, dan cukup maklum.

"Saat semuanya udah jadi putih, itu artinya semua bakalan kembali seperti semula. Jadi baru lagi. Mungkin akan ada murid lain yang coret-coret di sana, nulis nama gebetannya pake tanda hati. Atau kirim-kirim salam dan nomer HP." Nyatanya, Putee sama sekali santai dan tidak pernah menganggap semua ini serius. Sekali lagi Prins melayangkan tinjunya ke rahang Putee. Putee terjatuh ke lantai, namun kembali menegakkan tubuhnya.

GarlicWhere stories live. Discover now