Bab 8. Jangan Senggol, Ntar Kubacok!

20.6K 2.3K 365
                                    

 "Ingin dibuah manggis hutan, masak ranum tergantung tinggi."

Mengharapkan sesuatu, tetapi amat susah diperolehnya.

..........................................

Hal paling berat dalam hidup adalah ketika seseorang merasa baik-baik saja meski hatinya sedang sakit. Putee sudah pernah belajar tentang rasa sakit sebelumnya. Ketika ibunya bersemayam di rumah barunya. Di Sukabumi. Suka. Bumi. Nyatanya bunda tersayangnya itu lebih suka tinggal di sana.

Putee duduk dengan wajah kusut. Pengunjung pameran kali ini benar-benar di luar dugaannya. Banyak yang melirik lukisannya, sementara Putee hanya nyengir di belakang. Pura-pura jadi pengunjung juga. Prins berdiri di belakangnya, mengamati tingkah anak itu. Putee hanya menghela nafas, lalu mondar-mandir tak tentu arah.

"Gimana lukisan lo?" Prins menghampirinya. Putee tersentak kaget saat mendapati home mate sekaligus teman satu-satunya itu sudah berdiri di belakangnya. "Nggak laku?"

Putee menggeleng.

"Udah terjual sejak tadi."

"Trus lo ngapain masih di sini? Bukannya lo tinggal ke tempat panitia aja buat minta duit..."

Putee mengerutkan keningnya.

"Gue masih pengen di sini." Putee jadi irit bicara saat ini. Prins tahu kalau anak itu sedang punya banyak pikiran. Putee seperti sedang galau karena hal yang tidak diduga.

"Ngapain lo di sini?"

"Iseng aja..."

Meski Prins masih sakit hati karena Putee sudah menghapus lukisan di tembok belakang sekolah waktu itu, Prins tidak sanggup berbuat apapun. Memang benar kalau itu bukan urusannya.

Prins bahkan belum sempat memfoto hasil lukisan cowok tengil itu. Itu penyesalan terbesar saat ini, selain keputusan Putee untuk masuk kelas reguler.

"Harusnya lo seneng, udah dapat duit juga!" Prins masih setia mengomentari apa yang anak itu lakukan. Saat ini Putee sedang mencoret-coret kertas di tangannya, menggoreskan pensil di kertas itu.

"Kadang gue mikir..."

"Tumben lo mikir!" Prins berkata tajam. Reaksi normal ketika seseorang berkata seperti itu antara lain :

Satu. Marah. Orang akan marah dan bisa saja melayangkan tinjunya. Main fisik begitu. Dua. Biasanya mereka akan ngomel dan protes. Tapi Putee bukan orang biasa. Dia luar biasa. Dia makhluk abstrak.

Buktinya, preman tengil itu hanya mengerjap lalu tersenyum.

"Gue bisa mikir kali, Prins! Otak gue isinya masalah semua. Mau lihat? Mau lihat?" Putee sudah menyurukkan kepalanya ke dada Prins. Prins menepuk kepala cowok itu dengan raut gemas.

"Gue nggak minat buat tahu."

Putee merenggangkan tubuhnya, lalu melompat-lompat tanpa sebab. Bahkan cowok itu sudah ingin berlari ke sana ke mari kalau saja Prins tidak menarik bajunya. Sebelum Putee menggila karena bosan, Prins sudah menarik cowok itu pergi dari sana.

"Sana ke tempat panitia!" Prins mendorong Putee. Putee menurut. Prins sudah baik hati karena menjemputnya. Sebenarnya... tumben.

Putee kembali dari tempat panitia dengan tangan kosong. Prins mengerutkan alisnya. Harusnya kan Putee membawa amplop yang agak tebal begitu.

"Kok nggak bawa apa-apa?"

Putee tersenyum malu-malu.

"Uangnya kan udah ditransfer."

GarlicWhere stories live. Discover now