Garlic

By gaachan

507K 46.9K 7.7K

Pernah tahu cerita "Bawang Putih dan Bawang Merah"? Bagaimana seandainya si Garlic yang selalu ditindas itu m... More

Kulik
Bab 1. Namaku Aneh Karena Seleraku Sama Anehnya
Bab 3. Jangan Ngatur Kayak yang Kenal Aja!
Bab 4. Korban Kekejaman Cowok Ambigay
Bab 5. Cowok Lemah Lembut Pasrah Adalah Masokis
Bab 6. Tidak Usah Tubir, Jaga Itu Mulutnya!
Bab 7. Aku Keren Sendiri (Part 2)
Bab 8. Jangan Senggol, Ntar Kubacok!
Bab 9. Hukum Karma itu Ada, Balas Dendam Juga Berlaku!
Bab 10. Aku Mau Belajar Santet Memasukkan Becak dalam Perutmu!
Bab 11. Cinta Itu Apa, Sih?
Bab 12. Pendekatan yang Tidak Mau Deket
Bab 13. Aku Tidak Mau Dekat Sama Kamu!
Bab 14. Selamat Mencintaiku Meski Aku Lebih Cinta Diriku Sendiri
Bab 15. Bawang Merah Akhirnya Digoreng
Bab 16. Bawang Daun Bersatu dengan Bawang Putih
Pengumuman Sedikit
Sequel : Prins dan Segala Bentuk Kekejaman yang Menyiksa Putee

Bab 2. Aku Keren Sendiri dan Tidak Doyan Diganggu

30.1K 2.7K 300
By gaachan

 "Secupak tak akan jadi sesukat, yang sejengkal tak akan menjadi sehasta."

Sudah pas (tetap) tidak dapat ditambah-tambah lagi.

..........................................

Prins itu aneh.

Putee sudah bertanya banyak hal pada Prins tentang identitasnya, namun Prins lagi-lagi hanya bungkam dengan raut enggan. Putee penasaran, namun dia tidak bisa mengulik cerita itu lebih jauh lagi. Lagipula, Prins seolah menebar aura permusuhan di sekitarnya. Prins seolah punya papan peringatan di sekitarnya semacam: "Awas, anjing galak!". Begitu... Jadi Putee harus siap sedia dan bersikap sabar.

Putee sudah menduga kalau cowok itu pasti akan membawa masalah yang besar untuknya di kemudian hari. Putee sendiri sudah lelah dengan segala macam masalah di hidupnya. Mungkin kalau otaknya tidak sebagus ini, sekolah manapun juga enggan menerimanya. Putee bersyukur karena ada bu kepsek yang menemukan bakat terpendam dan otak encernya hingga dia sampai di sekolah mentereng ini. Berada di kelas unggulan, pula!

Kembali pada permasalahan kenapa Putee harus mengatakan kalau Prins itu aneh. Prins yang tiba-tiba jadi terkenal karena wajah tampan dan badan menawannya itu ternyata sama sekali bukan tipikal orang yang haus ketenaran. Belum lagi sifatnya yang cuek dengan komponen tajam dan pedas itu. Putee sendiri tidak ada minat untuk dekat dengannya. Kemarin dia hanya sekedar partner in crime, yang senasib dan selesai begitu jam kedua dimulai.

"Ahay, ada murid baru!" Guru bahasa indonesianya, bu Nawang tersenyum ketika melihat wajah asing di kelasnya. Prins sudah duduk di bangku paling ujung, sendirian. Dia malas harus duduk bersama dengan yang lain, meski cewek-cewek mulai bergenit ria padanya.

"Belum kenalan, ya?" Lagi-lagi bu Nawang bertanya. Prins mengangguk cuek. Seisi kelas belum ada yang tahu namanya kecuali Putee. Iya, Putee hanya tahu sekilas saja. Lagipula tadi saat bolos jam pertama, Prins hanya sibuk mengagumi tembok lapuk itu. Bahkan ketika Putee bertanya padanya, Prins tidak menanggapi. Prins hanya bungkam dan ternganga dengan lukisan random milik Putee.

"Saya kira semua yang di kelas ini sudah tahu.." Suara bass seksi milik Prins menggema dalam kelas. Seluruh cewek di sana histeris seketika. Putee mendengus tak suka. Dia makin iri.

Bu Nawang tersenyum. Bu Nawang adalah guru favorit Putee. Beliau orang yang lucu dan sabar, jadi awas saja kalau nanti Prins berani melawan bu Nawang. Putee sudah pernah menghajar kakak kelas karena mengemposi ban motor bu Nawang. Orang tua kakak kelas itu bahkan sudah datang untuk mengadu ke kepsek. Putee dipanggil dan akhirnya dia menjelaskan banyak hal. Setelah dilakukan vonis atas kesalahan kakak kelas itu, Putee sempat melayangkan pukulan terakhirnya pada kakak kelas itu. Keesokan harinya kakak kelas itu pindah sekolah. Menakutkan, bukan?

Prins berdiri, lalu melangkah ke depan kelas. Seluruh siswa terpesona dan terhipnotis padanya. Putee memalingkan wajahnya tidak minat. Putee ingin sekali mengeluarkan sumpah serapahnya pada Prins, namun dia batal melakukannya. Takut terseret masalah baru. Sebisa mungkin jangan pernah terseret dalam alur pertemanan dengan Prins. Putee keren sendirian, tak perlu diganggu dengan yang namanya teman.

"Nama saya Prins. Saya murid baru di sini!"

Putee tersedak kaget. Cewek-cewek di kelasnya menjerit histeris tanpa makna yang berarti. Putee melongo dengan wajah bego, menandakan kalau dia sedang kaget. Sedang shock. Hanya itu saja semua orang juga tahu!

Bu Nawang tersenyum pias, lantas memerintahkan Prins untuk kembali duduk. Abaikan, Putee! Abaikan saja cowok itu. Kamu punya urusan sendiri. Seperti mencari kerja paruh waktu misalnya, atau nanti kamu harus mengerjakan PR bahasa Inggris, atau apa saja!

Kali ini Putee salah.

Jiwa badung dan isengnya kembali memberontak. Prins itu ibarat sasaran empuk untuk jiwa bebasnya. Putee ingin memberitahu Prins bagaimana seharusnya murid baru bersikap. Jiwa preman Putee kembali lagi. Tidak, tidak!

"Hei!" Putee punya niat buruk untuk ini. Dia ingin memberi pelajaran sebentar pada Prins, memberitahunya sedikit aturan bagaimana menjadi murid baru yang patuh pada senior.

Prins mengabaikannya.

"Prins! Sttt... Sttt...." Putee menaikkan sudut bibirnya, tersenyum licik. Bu Nawang masih sibuk menjelaskan tentang paragraf dan lain-lain. Putee benci diabaikan. Ketika dia sudah lelah menunggu, maka muncul ide sedikit gila dalam otaknya. Pertama...

Melempar kertas pada Prins.

Puk! Tepat mengenai kepala Prins.

"Bu, maaf.. saya kurang bisa melihat papan tulis dengan jelas. Boleh saya pindah ke depan?" Prins mengangkat tangan tiba-tiba. Putee melongo, apalagi saat Prins dengan badan besarnya itu berdiri dan melangkah ke depan. Dia segera duduk di kursi paling depan, bertukar tempat dengan salah satu temannya.

Kejahilan dan kebadungan Putee tidak akan pernah bisa menaklukkan Prins. Putee sudah gagal hanya di rencana pertama. Ini sama sekali bukan rencananya. Kini Putee sadar, dia lebih baik sendiri saja. Tidak perlu sok mencari teman dekat, dia sudah keren sendiri dan tidak perlu diganggu.

***

Bagi seorang Putee Garlicio, bel pulang adalah penjara lain untuknya. Dia tidak ingin pulang ke rumah kalau hanya untuk diadili oleh mucikari itu. Dia malas pulang, namun juga tidak punya tujuan. Dia masih belum menemukan informasi soal kerja paruh waktu yang dia butuhkan. Apa mungkin bu kepsek akan membantunya?

Putee menggeleng kencang. Dia tidak boleh memanfaatkan posisi seseorang sekarang. Dia hanya harus bekerja paruh waktu, mendapatkan uang, membeli alat lukis baru, melukis, lalu menjual lukisannya. Dia ingin punya sepeda, agar tidak perlu naik angkot ke sekolah.

Ketika Putee melihat punggung Prins, sebuah ide tiba-tiba terlintas di benaknya.

Kakinya melangkah cepat dengan semangat, lalu menepuk punggung Prins dengan sok akrab. Prins tidak terjungkal atau kesakitan. Cowok itu hanya menghentikan langkah, lalu menoleh dengan wajah datar.

"Mau pulang?" Putee nyengir. Prins diam. "Mau bareng, nggak?" lanjutnya sok akrab. Dilihat dari sudut manapun, nada Putee malah terkesan maksa. Putee yang berniat nebeng padanya.

"Nggak usah, gue bawa motor."

Uhuy, lumayan kan! Putee menggosokkan telapak tangannya, lalu kembali sok akrab pada Prins. Sebelah tangannya menggamit lengan Prins. Iya, itu karena tingginya tidak cukup untuk merangkul pundak Prins.

"Gue nebeng, ya!"

Putee kembali jadi sosok yang tak tahu malu. Kemana urat malumu itu, Putee? Putee masa bodoh. Saat ini hanya satu hal yang dia pikirkan. Dia harus bisa menjadikan Prins sebagai temannya. Putee punya niatan jahat yang kini sudah terselubung cantik di otaknya, terangkai aneh begitu saja. Tinggal menunggu bagaimana Prins merespon setiap tingkah Putee.

"Rumah lo dimana?"

"Di Jalan Teuku Umar."

"Rumah gue di Jalan Diponegoro. Kita beda arah."

Hati Putee mencelos seketika.

"Boleh ya gue nebeng? Toh, jalannya juga sama-sama nama pahlawan," keluh Putee dengan antusias. Prins menatapnya dingin. Putee tahu, ada sisi manis dalam hatinya yang bisa jadi jahat sekarang. Senyum. Senyum.

Sebuah senyum polos terlihat di wajahnya. Meski terlihat polos, namun senyum itu sangat licik.

Prins menatapnya datar.

Putee masih menatap Prins dengan raut berbinar. Prins masih ogah menuruti kemauan Putee, meski senyum itu mulai mengusik hatinya. Putee mencebik, mengubah senyumannya. Kini senyuman itu menghilang. Prins bukan cowok gampangan.

Ketika badan kurus Putee berbalik dan kakinya melangkah gontai dengan kepala tertunduk, Prins goyah. Suaranya terdengar dingin, namun suara sedingin itu mampu membuat hati Putee menghangat seketika.

"Lo boleh nebeng."

Putee nyengir spontan, lalu menari-nari gembira. Anak badung itu kembali gila hanya karena tipu dayanya berhasil. Putee bisa jauh lebih gila dari ini kalau semakin diteruskan. Prins baru tahu kalau anak itu agak gila. Bahkan sepertinya hanya Putee satu-satunya orang gila di kelasnya. Ogah belajar, suka molor... dan anehnya nilai Putee tetap bagus. Apa dia nyogok? Ini bukan sinetron kan? Sama sekali bukan, bukan. Mungkin... bakat. Putee lebih mudah mengingat apa yang disampaikan padanya.

Putee yang katanya merasa keren kalau sendirian itu sepertinya mulai menemukan korban baru. Korban keisengannya.

Putee benar-benar nebeng Prins. Entah kenapa cowok badung itu agak kepo dengan rumah Prins. Dengan dalih kalau dia masih malas pulang, akhirnya Prins mengajaknya mampir. Putee sudah janji kalau dia akan pulang sendiri nanti. Dia hanya ingin tahu seperti apa kehidupan Prins.

Hingga akhirnya Putee sampai di sebuah rumah yang sangat mewah.

Putee melongo.

Prins itu ibarat seorang prince, yang charming dan juga sempurna. Oh, tidak! Kesempurnaan hanya milik Tuhan semata. Ingatkan, ya soal itu. Sejahat apapun Putee, dia tidak akan pernah menistakan Tuhan. Saat ini, satu hal yang Putee takutkan. Putee takut akan rasa iri dan dengki. Benar, rasa itu kini menelusup tajam di dalam hatinya. Putee ingin seperti Prins. Wajah dan posturnya saja membuat Putee cemburu, sekarang dia dihadapkan pada kenyataan yang lebih pahit daripada itu. Prins juga berasal dari keluarga yang sangat berada.

Kalau sampai Prins punya orang tua yang luar biasa, Putee akan segera berguling cantik di halaman Prins sekarang juga. Ini tidak adil. Oh, jangan lupa Putee... Prins juga punya kekurangan. Kekurangan Prins adalah pada kepribadiannya. Prins itu minus semangat hidup dan senyum.

"Gila, rumah lo keren ya..." Putee memuji, berdecak kagum karena melihat rumah Prins. Prins melangkah cuek di depannya. Begitu pintu rumahnya terbuka, Putee makin melongo. Kagum. Ada niat jahat yang tiba-tiba nongol mendadak di hatinya. Putee sebagai bawang putih versi antagonis itu mulai ada niat jahat.

Kita lihat saja nanti apa niatannya itu!

Prins melangkah tak peduli ke kamarnya. Putee masih sibuk mengagumi rumah Prins yang besar itu. Mirip rumah-rumah di sinetron-sinetron alay. Apa gunanya rumah sebesar ini kalau hanya dihuni sedikit orang? Mending dibuat kos-kosan. Tiap bulan dapat uang. Jelas.

Prins keluar dari kamarnya dengan wajah malas.

"Mau sampe kapan lo di sini?" Prins bertanya cepat ke arahnya. Putee yang entah sejak kapan jadi makin tak tahu malu itu hanya nyengir. Urat malunya putus begitu saja. Otomatis. Tentu saja akibat melihat Prins dan segala macam karunia yang diberikan Tuhan padanya.

"Lo ngusir gue?" Putee mendengus cuek. Kakinya berkeliling lagi, mengamati lukisan-lukisan yang tergantung manis di tembok rumah Prins.

"Kelihatannya?"

Putee masih tidak peduli dan terus menikmati apa yang dia lihat. Prins jengah. Cowok ini benar-benar membuatnya muak. Prins enggan melihatnya. Putee itu pengganggu. Padahal awalnya Prins kira Putee adalah orang yang tidak terlalu tertarik dengan urusan orang lain. Namun sekarang dugaannya tak seperti kenyataannya. Putee adalah tipe orang yang bisa mengenduskan hidungnya pada hal yang bukan urusannya. Kalau dia suka. Kalau dia ingin.

"Gue nebeng bentaran, lah!" Putee mengabaikan ucapan Prins yang sudah siap murka. Meski jiwanya terasa tercakar-cakar, namun Prins harus tetap stay cool dan mengabaikan cowok aneh di depannya ini.

Untuk seorang Prins, Putee itu cowok astral. Tidak bisa diprediksi dan ditebak pikirannya. Ketika melihat Putee pertama kali di depan pintu kelasnya waktu itu, hal yang paling Prins ingat adalah seorang cowok kurus tengah menatapnya sambil mengerutkan alis. Lalu bibir cowok itu melebar. Setelahnya, dia mulai mendekati Prins. Sumpah demi apapun, senyum Putee saat itu adalah senyum paling mencurigakan yang pernah Prins lihat.

Saat ini, cowok alien itu sedang berkunjung ke rumahnya dan mulai mengeksploitasi apapun yang menarik perhatiannya. Prins mulai terganggu, karena ini pertama kalinya ada orang yang dengan seenaknya mendobrak pertahanan hidupnya. Prins lebih suka sendiri, tidak suka kalau ada orang yang mendekatinya apalagi oleh orang tipikal Putee ini. Prins benci Putee. Cowok itu mulai mengusik dunia damai yang telah dia ciptakan. Belum lagi... sepertinya Putee telihat lebih menikmati hidup dibanding dirinya.

Sejujurnya... Prins iri.

Kesan pertama ketika cowok itu mengajaknya bicara, Prins tahu kalau cowok ini bukan cowok pendiam. Apalagi ketika Prins dibuat terpesona oleh bakat melukisnya. Cowok ini aneh. Alien. Dia hidup dengan dunianya sendiri, tapi dengan senang hati mengusik hidup orang lain.

"Gue pengen tinggal di tempat yang banyak lampu kayak gini..." Cowok itu kemblai berkomentar. Prins bungkam, enggan menanggapi.

Prins tahu kalau Putee berasal dari keluarga yang cukup berada.

"Rumah gue kayak kandang tikus, sih! Surem amat..."

Prins mulai membayangkan kastil-kastil besar yang dihuni oleh sekawanan kalelawar dan tikus. Nuansa gotic. Prins menggeleng kuat, mencoba mengabaikan imajinasinya. Meskipun itu sudah terlambat. Putee sedang melihatnya menggeleng.

"Lo ngapain?" Sebuah senyuman jahil perlahan terukir di bibir Putee. Prins menegang. Salah tingkah melanda, gugup mendera. Dia sudah berbuat yang tidak-tidak dan minus malu plus menjatuhkan harga dirinya sendiri di hadapan cowok ini. Prins mengeratkan rahangnya. Tegang. Reaksi spontan kalau dia sedang gugup.

"Gue kan cuma nanya, kenapa lo malah marah?"

Prins masih bungkam. Langkah kaki Putee mendekat, lalu jarinya menyentuh kerutan di antara alis Prins.

"Lo..." Prins tergagap.

"Gue pengen jadi temen lo..." Putee nyengir. Untuk yang kesekian kalinya Putee mulai merasa nyaman. Dia ingin sekali berteman dengan Prins. Alasannya? Mungkin karena sifat dan sikap Prins yang terlihat cuek padanya.

Putee berpikir, Prins tidak akan menyebabkan masalah yang serius padanya. Putee akan merekrut seorang teman. Mulai sekarang.

Prins melotot, lalu menepis tangan Putee dari dahinya. Prins mulai merasakan bahaya atas kehadiran Putee. Pasti bahaya. Pasti bahaya. Senyum itu sangat mencurigakan. Lihat saja bagaimana cara Putee menarik kedua bibirnya, lalu matanya yang mengerling licik.

"Cari temen lain aja!"

Putee menggeleng kencang nan tegas mendengar dengusan Prins yang super pedas itu. Putee menggeleng tak kalah kencangnya. Dia harus menjadi teman Prins. Harus.

"Kenapa lo nggak mau?"

Prins menatapnya jengah.

"Merepotkan."

"Gue bukan tipe temen yang ngerepotin. Gue bisa berguna kalau lo bisa mengambil peluang. Lihat, nih!" Putee mendekat, menyentuh dagunya bangga. "Pertama, gue ganteng." Putee tersenyum senang.

Prins menatapnya malas.

"Kedua, biarpun gue nggak punya duit.. gue tipe pekerja keras!"

Prins masih tidak minat sama sekali.

"Ketiga, gue berbakat. Gue pinter. Lo tahu kan gue murid kelas A?"

Prins memalingkan wajahnya.

"Trus?" Akhirnya Prins bersuara. Putee menggeleng sesaat, lalu menghentikan pertanyaan Prins dengan meletakkan jemarinya di bibir Prins. Prins melotot kaget. Putee senang sekali menyentuhnya dengan sok akrab.

"Masih ada kebaikan-kebaikan yang menguntungkan. Lo sabar dulu, jangan menggebu!"

Prins mulai merasa Putee sangat merepotkan. Pengganggu.

"Jadi, kapan lo mau balik?" Prins menatapnya lelah. Muak. Putee menaikkan alisnya, lalu menghembuskan nafasnya.

"Gue males mau balik. Lagian rumah lo kan sepi. Boleh kan gue nebeng bentar, biar lo nggak kesepian gitu..."

"Nggak!"

Tatapan Putee yang awalnya berbinar kini berubah aneh. Tatapannya mirip anak anjing yang minta diadopsi. Putee mendekat, mengerjap. Prins merinding dan menatapnya jijik.

"Nggak usah lihat gue kayak gitu!"

"Boleh ya gue lebih lama dikit di sini? Di rumah gue serem. Nggak terang benderang kayak di sini. Di sini juga damai, nggak ada teriakan mucikari..." Putee jadi berubah melas sekarang. Kepalanya tertunduk dengan bibir melengkung ke bawah.

"Pulang!"

Putee menggeleng.

"Gue betah di sini!"

"Gue bilang pulang!"

Putee menggeleng, bahkan kakinya sudah melangkah menjauh. Siap berlari dan mengelilingi rumah Prins untuk melarikan diri. Prins jengah.

"Lo...." Prins sebenarnya malas untuk meladeni Putee, namun cowok itu sudah menguji kesabarannya. Putee mulai masuk dalam dunia damainya. Mendobrak pintunya.

"Gue masih pengen di sini." Putee mundur, lalu berbalik dan berlari mengelilingi rumah Prins. Tingkahnya mirip anak kecil yang sedang dipaksa ibunya untuk makan. Prins kesal. Lalu naik satu level menjadi muak. Naik lagi jadi amarah. Lalu tahap terakhir... murka!

Prins murka.

"Pulang lo sekarang!!" Dia menjerit kencang, menggema di rumahnya. Putee menghentikan langkah, berbalik dan melongo menatap Prins. Bibirnya melongo, matanya melebar lalu mengerjap imut. Putee shock. Prins sedang menatapnya dengan mata tajam seperti biasa, rahang mengencang dan bibir mengatup kesal.

Putee tahu Prins marah. Tapi....

"Lalalalaa...." Putee masih ogah pulang. Putee sudah biasa melihat kemarahan orang, terutama kemarahan ala mami jahat. Namun kemarahan Prins kali ini malah membuatnya terusik. Terusik untuk terus melanjutkan. Prins sendiri juga sudah mulai merasa aneh. Dia tidak pernah berteriak sekesal dan semarah itu pada seseorang. Prins sekarang sudah menjelma jadi cowok menakutkan. Karena Putee tentu saja.

"Pulang lo, atau gue seret!"

Putee menggeleng. Putee menempel di kaki meja, tangannya terkait erat di sana. Prins melangkah, mendekat, lalu menarik tubuh Putee yang sudah berpegangan pada kaki meja dengan erat. Prins menarik kencang tubuh cowok itu.

"Nggak mau, nggak mau, nggak mau!" Putee menjerit kencang.

"Pulang!!"

"Nggak! Nggak! Nggak!"

"Balik lo!"

"Nggak akan, nggak akan, nggak akan!"

"Sana balik!"

"Ogah! Gue masih pengen di sini!"

"Pulang atau gue lempar!"

"Gue bawa meja lo sekalian!"

"Balik... Putee!" Ini pertama kalinya Prins memanggil nama Putee. Putee terdiam, lalu menoleh ke arahnya. Matanya mengerjap imut, lalu tersenyum lebar.

"Lo udah jadi temen gue sekarang!" Putee melepaskan cengkeramannya di kaki meja, lalu memeluk Prins spontan.

"Hah?!"

"Orang yang panggil nama gue adalah temen gue," ucap Putee cepat. Prins melongo, nggak percaya.

"Nggak sudi!"

"Nggak usah sungkan, lo tetep temen gue!" Putee manggut-manggut sok imut. Meski memang wajahnya manis.

"Pulang sana, lo!"

"Oke, oke..." Kali ini Putee nurut. Dia berdiri, memeluk Prins lagi.

"Ngapain lo peluk-peluk gue?"

"Ini tanda pertemanan kita..." Putee mengedikkan bahunya. Awalnya Putee kira Prins adalah tipe orang yang merepotkan, namun pada akhirnya Putee tertarik untuk rusuh di hidup Prins. Kenapa? Karena Putee iri. Prins juga iri pada Putee. Jadi... mereka semua sama-sama iri dengan hidup masing-masing.

"Lo..."

"Gue balik, ya bro!" Putee nyengir, lalu menghentikan langkahnya. "Tapi kok gue males balik ya?"

Prins tahu, anak ini tidak akan semudah itu untuk diusir. Putee bersiap untuk berbalik dan batal pulang, namun Prins lagi-lagi menarik lengannya. Bukan hanya menarik lengannya, namun cowok itu juga mengangkat Putee dalam gendongan. Menggendong ala bridal style, lalu melempar tubuh kurus itu keluar. Setelahnya Prins menutup pintu rumahnya sampai berdebum kencang.

"Sakit, babi!!" Putee menjerit kesakitan karena tubuhnya terjatuh ke lantai. Bukan hanya itu, Prins juga mengunci pintu rumahnya. Putee berdiri, melengos sekilas lalu menoleh.

"Gue tetep pengen jadi temen lo!" Putee berteriak kencang. Tubuh kurusnya berbalik dan melangkah gusar. Sementara itu Prins sedang memijat pelipisnya gemas. Bagaimana bisa cowok itu masuk ke dunia kecilnya?

Ketika suara dan gerutuan Putee mulai menghilang, Prins membuka sedikit gorden jendelanya. Dia mengintip Putee yang sedang melangkah menjauh mendekati gerbang rumahnya. Diam-diam... Prins merasa Putee – si cowok aneh itu – berhasil menerobos pertahanan dirinya.

***

Putee diam.

Mami tirinya sedang mengomel dengan nada norak. Tinggi melengking keluar dari notasi. Putee masih sibuk mengunyah. Cemilan itu dia dapat dari kulkas. Mungkin milik Mir. Putee tidak peduli. Dia seenaknya di rumah ini. Ini kan rumah ayahnya. Santai.. santai...

"Itu! Itu!" Mir berteriak dan menunjuk wajah Putee. Putee mendongak dan mendapati wajah Mir sudah kusam.

"Apa?"

"Itu cemilan gue, anjing!!" Mir makin emosi. Maminya masih berteriak kencang, berkolaborasi dengan teriakan Mir.

"Itu kulkas bokap gue!" tunjuk Putee santai. Mulutnya masih mengunyah dengan penuh kenikmatan.

"Nyokap gue yang beli!"

"Pake uang nyokap lo sendiri? Dapat dari mana? Ngepet?" Putee masih saja bertanya dengan nada menyebalkan di mata Mir. Mir melotot kesal, tidak terima. Lalu cowok itu melangkah gusar dan berteriak kasar.

"Lihat aja besok, gue bakalan bikin perhitungan sama lo!!" Mir berteriak dengan gahar, sedikit melengking mirip maminya.

Putee menaikkan alisnya, menantang dan merendahkan.

"Gue nggak takut. Bawa aja semua temen-temen lo!" Putee mengedikkan bahu.

Mir punya geng aneh di sekolah. Mereka menamakan geng mereka adalah geng paling populer di sekolah. Meski nyatanya hanya berisi anak-anak orang kaya yang tidak punya otak untuk sekolah. Tujuan mereka sekolah hanya untuk pamer kekayaan orang tuanya.

Dalam geng Mir yang berisi tujuh orang itu, salah satu dari mereka – ketuanya – adalah salah satu orang yang dengan senang hati bergabung menjadi haters Putee. Selain Mir tentunya. Ketua geng itu punya dendam kesumat pada Putee. Entah apa yang terjadi, namun cowok yang sebenarnya ganteng itu malah tergabung dalam geng aneh bersama Mir. Oh, atau memang cowok itu pencetusnya, lalu karena ada persamaan selera akan kebencian terhadap Putee... Mir bergabung di dalamnya.

Camo namanya.

Atau Kemo ya tulisannya?

Putee yakin kalau dulu orang tuanya susah mencari nama. Nah, kalau membahas soal nama... Putee jadi baper lagi, kan?

Camo ini salah satu dari sekian haters yang selalu punya nafsu untuk membully-nya. Semua info seperti tersaring begitu saja. Seperti dimana Putee tidur, atau bagaimana cara Putee memperlakukan mami dan Mir... Camo tahu semuanya.

Tentu saja Mir yang memberikan informasi tak penting seperti itu!

"Lihat aja! Camo bakal..."

"Ha, lihat pengecut itu! Kenapa lo bawa-bawa cowok laen buat bales gue? Lo pacaran sama dia?"

Mata Mir melotot ganas. Putee meniupi kukunya. Mir aneh sekali. Sepertinya cowok itu fans berat Camo, sampai-sampai selalu memberi informasi tentang Putee padanya. Camo juga selalu mengganggu Putee tanpa hal yang berarti, seperti mengomentari apa yang Putee makan dan lain-lain.

"Gue tunggu, apapun yang mau pacar lo omongin ke gue.. silakan sampaikan besok!"

"Dia bukan pacar gue!" Mir berteriak kencang. "Gue bukan gay!"

"Tapi lo homo!" Putee mengibaskan tangannya, santai. Mir mulai emosi lagi, mencaci maki Putee lagi. Putee masih mengunyah, lalu perlahan matanya terpejam. Putee ngantuk hanya karena mendengar cacian keduanya.

Kita tunggu saja ada apa besok!

TBC

Maaf, ya guys.. Gaachan baru bisa update ini... Aku abis liburan.. Syalalalala... 

Continue Reading

You'll Also Like

Grindr By asher

Short Story

25.4K 3.5K 5
Bian yang lagi gabut mau-mau aja diajak main ke rumah Neta, sahabatnya. Terus pas lagi iseng buka Grindr .... "KOK LOKASINYA NOL KILOMETER, ANJIR???"...
581K 32K 29
[COMPLETED] Dia terdiam sejenak dan tak menjawab pertanyaanku.. Aku bingung dan terkekeh pelan.. "Kau sungguh mudah ditebak juga Reza Prawijaya.. Ak...
642K 77.1K 63
Sebuah cerita tentang kehidupan percintaan ketiga pasangan dari masing-masing My Darling Series â“’seishuu/ hagealien229 Perhatian: Mohon lihat tags ce...
296K 38K 60
Setelah lima tahun lebih hidup bersama dengan keluarga Narufumi, ada sesuatu dalam diri Reo Fearbright yang mengalami perubahan. Apa yang berubah dar...