Forever Mine

By 23gwen

4.7M 208K 10.8K

"Apa kau selalu seperti ini?, memerintah orang untuk melakukan apa yang kau mau?" lanjutku sambil menatapnya... More

prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Tolonggg yaaa
Chapter 51
Chapter 52

Chapter 46

90.7K 3.3K 478
By 23gwen

"Pagi sayang" Sean membisikkan kata-kata itu pada telingaku dan hal itu langsung membuatku terkejut dan memaksakan diriku untuk duduk.

"Oh sial!" aku mendengar Sean mengumpat kemudian dia melingkarkan lengan kokohnya di sekitar tubuhku, dia terlihat sangat menyesal karena telah mengganggu tidurku.

"Maafkan aku sayang, oh tuhan... aku tidak tahu akan mengejutkanmu seperti ini" Sean mengusap kepalaku dan berulang kali menanamkan ciuman di puncak kepalaku.

"Ada apa?" tanyaku sambil mengelus lengan atasnya dan mengecupnya penuh kelembutan, berusaha untuk meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja.

"Aku harus mengurusmu" Sean berkata kemudian menyingkirkan selimut satin yang melilit tubuhku dengan satu sentakan, aku merona karena ketelanjanganku tapi kemudian aku menguburkan wajahku di dadanya.

"Beri aku beberapa waktu lagi untuk tidur, pelase" aku memohon padanya dengan menahan rasa kantukku, aku tidak mendapatkan banyak waktu tidur semalam.

"Tidak untuk pagi ini baby, ayolah aku akan membawamu ke kamar mandi, kau bisa tetap memejamkan matamu" dia berkata dan itu sangat jarang terjadi, ketika Sean menolak permintaanku itu sangatlah mengganggu.

"Tidak, aku ingin tidur" aku menggerutu sambil melepaskan diri dari pelukannya, aku tahu itu akan membuatnya marah tapi rasa kantukku benar-benar tidak bisa berkompromi.

"Ashley, aku tidak suka dengan hal ini" Sean berkata dengan nada memperingatkan seolah aku sudah melampaui batasku, apakah dia bercanda denganku, aku hanya inginkan waktu tidurku sedikit lebih lama, dia bertingkah sedikit berlebihan pagi ini.

"Baiklah, kalau begitu kita bisa lupakan saja, dan kembali tidur" aku berkata dan mengulurkan tanganku padanya agar dia bergabung bersamaku, tapi dia tidak bergeming, dia memandangku sekilas lalu meninggalkanku untuk pergi ke dalam kamar mandi, tanpa sepatah katapun, tanpa apapun. Aku mendengus karena sikap kekanak-kanakannya dan kembali menenggelamkan diriku dalam selimut tebal.

***

Aku membuka pintu kamar mandi dan mendapati Sean mengatur air hangat di bathtub, dia terlihat rapi dan menggoda, aku melihat kilat kemenangan dan gairah saat dia melihatku menggeser pintu dengan rambut berantakan dan telanjang, sepenuhnya telanjang, mataku masih mengantuk tapi aku menyerah untuk kembali tidur. Sean tetap diam di tempatnya dan hanya menatapku dengan keinginan mendalam untuk membawaku dan merengkuhku, tapi dia tidak melakukannya.

"Aku membutuhkanmu, please" aku berkata sambil mengulurkan lenganku kearahnya, aku melihat seringai kemenangan di wajahnya dan dia berjalan cepat untuk membungkusku di pelukannya.

"Aku disini cantik" Sean berbisik di telingaku.

"Tempat tidurnya terasa dingin saat kau pergi, aku mau kau memelukku"

"Kalau begitu aku akan memelukmu sayang"

"Aku boleh memejamkan mataku?" aku bertanya, saat dia mengikat rambutku menjadi satu ikatan diatas tengkukku, dan menuntunku untuk masuk ke dalam bathtub.

"Ya, kau boleh" dia berkata sambil mencium bibirku sebelum kemudian memandikanku.

***

Aku duduk di tepi tempat tidur dan melihat pantulan diriku di kaca, aku terbungkus dengan jubah mandi halus berwarna putih. Aku melihat Sean yang bahkan masih mengawasiku ketika dia memilihkan pakaian untukku, dia kembali dan menempatkanku dalam pangkuannya.

"T-shirt?"Sean bertanya dan aku mengangguk pasrah ketika dia memakaikanku kaus polos berwarna putih, dia mengambil jeans pendek milikku dan berlutut untuk memakaikannya padaku, aku terjatuh kembali dalam pelukannya dan dia menangkapku sambil tertawa.

"Kau benar-benar mengantuk, hmm?" dia mengendus rambutku sebelum membawaku kedapur untuk sarapan, aku mencium bau susu, jus jeruk, roti panggang dan mentega dan beberapa makanan lain.

"Apa yang kau inginkan sayangku?" Sean mengambil tempat duduk dengan aku yang masih ada di pangkuannya, aku melihat kearah meja dan aku melihat sup kental dan krim itu lagi, oh... kenapa makanan sialan itu masih ada disana.

"Ada apa hmm?" Sean mengangkat daguku dan menciumnya tepat disana.

"Aku mau jus jeruk, please" aku berkata sambil mencium pipinya dan dia mengambilkannya untukku, aku mengambil tiga teguk dan rasanya sungguh luar biasa segar. Aku melihat Sean yang mengoleskan roti panggang dengan mentega dengan pandangan antusias.

"Apakah istriku sangat lapar pagi ini?" Sean berkata dan mendekatkan roti menggiurkan itu di mulutku, aku langsung memakannya kemudian memejamkan mataku lagi sambil bersandar padanya.

"Dan mengantuk" Sean menambahkan sambil tersenyum sebelum memakan roti panggang untuk dirinya sendiri.

Setelah kami menyelesaikan sarapan kami, aku bahkan tidak sadar jika aku masih menempel di dada Sean, aku hampir tidak bisa membuka mataku sampai akhirnya aku mendengar Sean berbisik.

"Kita akan berangkat sayang" Sean berkata lembut, aku merasakan telapak tangannya merapikan anak rambutku.

"Kemana?" aku menggerutu dan Sean tertawa lirih terhibur dengan pertanyaanku setengah sadarku.

"Aku akan membawamu ke surga" dia kembali bicara dan itu berhasil membuatku tersenyum geli, kami berdua begitu konyol pagi ini dan itu baik untuk kami setelah semua ketegangan yang terjadi sebelum pernikahan terjadi.

"Tunggu, aku perlu membawanya" aku berjuang untuk membuka mataku dan turun dari pelukannya tapi itu sia-sia saja.

"Shh, semua yang kau butuhkan ada padaku sayang, aku juga membawa Canon-mu" dia berkata sambil menunjuk tas satu lengan model sporty didominasi warna hitam dan abu-abu yang ada di bahunya. Dia terlihat begitu menggiurkan ketika dia berpenampilan santai, meskipun dia juga terlihat menggoda saat dia mengenakan jas dan kemeja, ohh tuhan dia selalu terlihat menggiurkan ketika menggunakan apapun di tubuhnya.

***

Kami berkendara dengan mobil atap terbuka, udara pagi hari terasa sangat segar meskipun sedikit dingin, Sean yang mengemudi di sampingku dengan satu tangan, satu tangannya lagi dia gunakan untuk menggenggam tanganku, aku meringkuk di sampingnya dengan jaket kulit berwarna hitamku. Aku mengangkat tanganku yang digenggam erat oleh Sean ke arah dadaku dan aku sangat bersyukur karena itu memberiku kehangatan. Sean membungkuk untuk mendorong bibirnya di pelipisku dan menahannya disana sedikit lebih lama. Aku tersenyum saat dia kembali memfokuskan dirinya pada jalanan yang ada di depannya, dia adalah suamiku sekarang, milikku seutuhnya. Sean Blackstone yang sialan sexy, menawan dan pencemburu ini adalah milikku seorang, ini adalah kenyataan yang sangat manis. Aku menarik kaca mata hitam dari wajahku ketika aku melihat penunjuk jalan yang baru saja kami lewati.

"Sean?, kita ada di Buñol?" aku bertanya sambil melihat pemandangan yang terpampang di sekelilingku, perkotaan yang sempurna, gang-gang sederhana yang tersebar di seluruh penjuru, aku hanya berpikir betapa sempurnanya negara ini.

"Ya sayang, kita ada di Buñol, kau menyukainya?" dia bertanya dengan suuara seraknya yang membuatku merinding memikirkan betapa obsesifnya dia akan diriku.

"Sangat, disini sangat indah, ohh tunggu" aku mempertajam kembali ingatanku pagi ini dan segera mencari tas Sean yang ada di bagian belakang tempat duduk kami, aku membukanya dan menemukan Canon-ku di bagian paling atas. Aku mendesah bahagia dan mulai mengarahkan Canon-ku ke objek yang menurutku sangat menarik dan indah. Aku melihat Sean tersenyum bahagia di sudut mataku, aku diam-diam mengarahkan kamera ke arah Sean, dia dengan kaus berwarna putih dilapisi jaket kulitnya dan celana khaki mahalnya, kaca mata hitamnya bertengger di wajahnya, dia terlihat begitu sialan sempurna. Kini aku menyukai kenyataan bahwa sekarang dia adalah suamiku. Aku mengambil bagian dari dirinya yang begitu bahagia dan santai agar aku bisa menyimpannya untuk diriku sendiri, aku tidak ingin membaginya pada siapapun juga.

Mobil berhenti di sebuah perkampungan yang asing bagiku, aku melihat beberepa truk besar berhenti tak jauh dari kami, aku mengerutkan dahiku berpikir apa yang dilakukan truk sebesar itu ditengah perkampungan ini, perkampungan ini bukan perkampungan yang kecil, tapi rasanya sangat aneh ketika melihat truk besar itu terparkir disini.

"Tinggalkan kameramu di mobil" Sean berkata sambil melepas jaketnya dan melemparkannya di jok belakang sebelum meraihku di depannya dan membuka resleting jaket kulitku dan meletakkannya di tempat yang sama dimana di meletakkan jaketnya.

"Kenapa" alisku mengkerut karena ketidaksetujuanku, aku masih mencengkeram Canon-ku dengan erat, dia terdengar aneh pagi ini, kenapa dia melarang semua yang aku inginkan pagi ini.

"Tinggalkan saja" dia mengecup puncak kepalaku berkali-kali sebelum kemudian mengambil Canon-ku dari genggamanku dan menempatkannya ke dalam tas sporty-nya.

"Kau menyebalkan!" aku menggerutu dan dia meluncurkan lengannya di pinggangku untuk menarikku lebih erat padanya.

"Hanya karena aku tergila-gila padamu Mrs Blackstone" dia membuatku kembali tersenyum ketika dia mengucapkan kata-kata sialan itu padaku. Dia memiliki efek itu padaku, efek memabukkan, efek yang kubenci sekaligus kucintai darinya

"Aku mencintaimu" aku berkata sambil menanamkan ciuman cepat di bibirnya, dia berbalik ke arahku dan memperlihatkan padaku seringai berbahayanya.

"Aku tahu" dia berbisik di telingaku dan menggigitnya pelan untuk meninggalkan efek untukku, aku tersenyum dan melingkarkan lenganku di sekeliling lehernya, sedikit berjinjit untuk memeluknya dengan keseluruhan jiwa dan ragaku, ohh Tuhan... aku sangat mencintai pria ini, sedikit menakutkan untukku menyadari bahwa aku sangat bergantung padanya, menakutkan juga untuk membayangkan jika nantinya aku akan kehilangannya, kehilangan cinta tanpa batasnya untukku juga kehilangan kehangatannya untukku, seluruh kehidupanku pastilah sangat hampa dan dingin.

Beberapa orang yang melintas di sekitar kami tersenyum padaku dan aku membalas senyuman ramah mereka dengan senyuman tipis lalu aku kembali memejamkan mataku untuk meresapi semua perasaan yang terlalu berharga bagiku untuk kubagi bersama siapapun, bahkan Sean tidak tahu seberapa besar perasaanku padanya, tidak... aku bahkan takut untuk memberitahunya. Lengan Sean di pinggangku terasa semakin ketat, hingga kemudian aku menyadari bahwa aku tidak lagi berjinjit untuk memeluknya, Sean menahan berat badanku sepenuhnya ketika dia memelukku, menghirup aroma rambutku kuat-kuat seperti yang selalu dia lakukan saat pagi hari atau saat dia sedang bersamaku.

"Aku adalah lelaki yang paling beruntung didunia ini Ashley, kau memberikan kebahagiaan terbesar untukku" dia berkata dengan suara serak dan penuh cintanya padaku.

"Aku akan terus memberikan kebahagiaan itu, aku berjanji" aku mengecup lehernya dan kembali mengubur diriku dalam pelukannya.

"Berjanjilah untuk terus bersamaku meskipun segalanya semakin buruk" dia menggeram dan aku mengecup dada kerasnya untuk menenangkannya.

"Aku berjanji" aku mendesah dan dia mengecup puncak kepalaku dengan sapuan ringan bibirnya.

"Berjanjilah tetap bersamaku meski suatu saat nanti aku kehilangan setiap sen uang yang kumiliki" dia kembali berkata dengan suara kasar dan gemetar.

"Sean!, aku akan tetap bersamamu bahkan jika saat ini kau adalah seorang gelandangan!, apakah kau akan membuatku mengucapkan janji pernikahan untuk yang kedua kalinya?" aku mengerutu sambil menanamkan ciuman di seluruh wajahnya.

"Apa yang kau takutkan?" aku menekankan bibirku pada bibirnya sangat lama, hanya seperti itu, tidak ada reaksi lebih lanjut lagi, hanya kemurnian dari kedua bibir kami yang saling menekan satu sama lain.

"Aku sangat sialan mencintaimu, aku akan benar-benar mati jika kau meninggalkanku Ashley" dia kembali gemetar saat mengatakan kata-kata itu dan aku senang ada disana untuk memeluknya dan menenangkannya.

"Kau terjebak bersamaku selamanya sayang" aku berbisik dan merasakan bibirnya melengkungkan senyuman manisnya.

***

Sean berjalan sambil menggenggam tanganku melewati beberapa remaja dan turis yang berdesakan diperkampungan itu, bendera berwarna-warni ada di atas kepala kami juga beberapa hiasan yang melengkapinya. Awalnya aku sedikit panik ketika semua orang berkumpul di tempat ini, ada beberapa yang hanya menggenakan bikini, para lelaki bertelanjang dada, banyak dari mereka juga yang memakai kaca mata selam, ini terlihat sangat menggelikan di tengah keramaian dan hiruk –pikuk ini. Sean tidak suka keramaian, jadi dia juga tidak pernah suka untuk membawaku ke tempat ramai kecuali pesta kalangan kelas atasnya yang menurutku sangat tidak masuk akal, jika kita bicara tentang biaya yang dihabiskan untuk menyelenggarakan satu pesta yang aku berani bertaruh hanya berlangsung selama empat jam saja.

Aku masih berjalan menembus kerumunan orang dan hanya tuhan yang tahu kemana Sean akan membawaku saat ini, seorang pria dengan sengaja mendesakku hingga aku kehilangan peganganku pada Sean dan dia dengan seringai kurang ajarnya menggumamkan ucapan maaf yang tidak tulus karena aku tahu dia sama sekali tidak terlihat menyesal.

"Kehilangan sesuatu manis?" dia berkata dan itu hampir membuatku mengeluarkan sarapanku pagi ini.

Dasar kerbau bodoh!, aku mengumpat dalam hatiku. Gambaran yang kulihat selanjutnya yang membuatku sedikit ketakutan, Sean menyeruak maju untuk mendorong pria kurang ajar itu menjauh dariku.

"Whoa bung, apa masalahmu!" pria bodoh itu menggerutu saat dia nyaris jatuh tersungkur.

"Tidakkah kau lihat cincin di tangannya?, dia sudah menikah dan milikku, itu masalahnya" Sean mendesis diantara giginya, rahangnya mengeras matanya penuh dengan ancaman, aku melihat di mata pria dungu itu, tersirat kekhawatiran yang nyata pada dirinya. Aku maju untuk memeluk lengan kuatnya dan menciumnya di dekat bahunya, dia menoleh padaku.

"Bawa aku pergi" aku berkata dan mencium ujung bibirnya untuk mengalihkan emosinya, matanya terpaku padaku dan kini ekspresinya melembut, aku bersyukur dalam hatiku.

"Ayo baby, jangan biarkan dia merusak hari ini" aku meneruskan sambil meluncurkan tanganku untuk menggenggam telapak tangan hangatnya dan membawanya ke bibirku untuk mengecupnya. Sean berbalik kearah pria itu, masih memancarkan amarah, terlihat jelas dimatanya.

"Kumohon bawa aku" aku mendekapnya dan memaksanya untuk melihatku, melihat ketidak berdayaaanku yang tampak jelas saat dia mengacuhkanku, dia meraih pinggangku dan membawaku pergi dari tempat itu sambil menatap pria itu dengan tatapan mematikan.

Aku beruntung karena tak lama kemudian perhatian Sean mulai teralihkan dengan desakan para pengunjung yang semakin menjadi-jadi, dia menempatkan diriku di depannya sementara dia di belakangku mendekap tubuhku dan menyilangkan lengannya di depan dadaku, beberapa saat kemudian aku sadar jika Richard telah berada di depan kami, memimpin langkah kami sekaligus untuk melindungiku dari beberapa orang yang berbicara satu sama lain dengan bahasa negara mereka yang tidak ku pahami.

"Selamat datang di Plaza Del Pueblo, sayang" ujar Sean secara tiba-tiba ketika kami telah berada di tempat yang lebih lenggang, sebenarnya tidak bisa dikatakan lenggang karena tetap saja ramai dengan orang, hanya saja tidak segila sebelumnya. Aku tersenyum dan mengecup lehernya sebagai tanda sayangku padanya. Dia tertawa kecil penuh kebahagiaan seperti anak kecil lalu menyandarkan kepalanya di cekungan antara bahu dan leherku.

"Aku juga sangat mengantuk pagi ini, tapi festival ini terlalu menarik untuk di lewatkan, aku tahu kau akan menyukainya jadi aku membawamu kemari" suaranya kasar dan serak menunjukkan bahwa dia juga sedang mengantuk saat ini, aku merasakan kehangatan di hatiku ketika aku mendengarnya, aku tahu dia kadang bisa jadi sangat menyebalkan dan tidak masuk akal tapi aku juga tahu dia bersikap seperti itu hanya ketika bersamaku, hanya untukku, dan dia hanya ingin membuatku bahagia saat bersamanya. Andaikan dia tahu bahwa tanpa semua inipun aku tetap nyaman bersamanya dan kupikir tidak ada satu hal pun yang bisa membuatku membencinya, setidaknya untuk saat ini.

"La Tomatina, harusnya aku sudah menebaknya ketika kau membawaku ke Bunol, tapi tetap saja ini kejutan untukku, terima kasih Sean" aku memeluknya dan tepat saat itu juga seseorang sudah mulai melempar tomat kearah kami. Aku bisa merasakan tubuh Sean menegang saat dia membungkusku kedalam pelukannya ketika semuanya semakin menggila saling melempar tomat satu sama lain.

"Kau baik-baik saja?" Aku menganggukkan kepalaku saat aku mendengar Sean berkata dengan cemas.

"Jangan angkat kepalamu, mengerti?" Sean bersuara lagi di tengah-tengah keramaian ini.

"Kenapa?" Aku bertanya tidak mengerti.

"Aku tidak ingin kau terluka" Sean mengatakannya dengan cukup keras, hal itu membuatku geli, dia mengajakku ke festival La Tomatina tapi dia tidak ingin aku di lempari tomat oleh siapapun. Dia kembali tidak masuk akal untuk kesekian kalinya.

"Sean, kau harus melepaskanku" aku berkata padanya sambil tertawa kecil karena dia masih saja membungkusku dalam pelukannya, dia melindungi kepalaku dengan kedua lengannya yang melingkupi kepalaku, dia selalu saja berlebihan.

Aku menjerit kecil saat aku merasakan sesuatu memukul punggungku, diikuti umpatan Sean setelahnya, aku merasakah tubuhku berputar dan itu kesempatanku untuk melepaskan diri dari Sean, aku menunduk dan aku terbebas dari Sean, meskipun tidak sepenuhnya karena dia berhasil meraih tanganku dan melihatku dengan tatapan terkejutnya, aku melihat ekspresi marah bercampur terkejut yang tidak berusaha untuk dia tutup-tutupi.

"Ashley, kembali kemari!" Sean berteriak diantara keramaian, aku tertawa dan semakin menjauhkan diriku meskipun tidak seberapa jauh karna Sean masih mencengkeram lenganku.

"Sean kau harus membiarkanku bersenang-senang" aku berteriak padanya lalu tertawa kecil.

"Ashley, kita akan kembali ke hotel jika kau tidak membawa dirimu padaku sekarang juga!" dia berkata dengan tegas dan aku tahu jika aku tidak punya pilihan lain lagi, dengan perjalanan sejauh ini, aku tidak ingin kembali ke hotel tanpa bersenang-senang terlebih dahulu.

"Kalau begitu jangan menyembunyikanku seperti cangkang kura-kura!"

"Ashley Blackstone, kemarilah!"

"Tidak, kau tidak mendapatkan apapun itu hanya dengan menyebutkan nama belakang baruku, kau perlu berjanji padaku" Sean menggeram lalu mengangguk kaku sebelum menarikku kembali ke dekapannya, dia melingkarkan kedua lengannya di pinggulku.

"Begini lebih baik, lihatkan, tidak ada yang bisa menyakitiku saat kau ada di dekatku" aku membelai rambutnya yang sudah berlumuran cairan tomat lalu tertawa geli. Dia mengangkat kepalanya dan menatapku dengan dahi berkerut, sekarang dia adalah seorang remaja.

"Apa?" tanyanya ketika mendengarku tertawa semakin keras.

"Rambutmu, semuanya terasa lengket di jariku" aku kembali tertawa lalu menanamkan kecupan ringan di dahinya.

"Kau harus bertanggung jawab untuk itu" dia berkata sambil menyandarkan kepalanya di puncak kepalaku, aku mendengus ketika dia kembali mengurungku dalam pelukannya.

"Baiklah, apa yang suamiku inginkan?" aku menggigit lehernya dan dia kembali tertawa bebas karenanya, aku merasakannya menarik diri dariku, tapi tidak melepaskan lengannya yang melingkari pinggulku.

"Aku ingin rambutku beraroma seperti rambutmu" aku mendengarnya berkata dengan malu-malu, aku tertawa sebentar lalu kembali menenggelamkan diriku dalam pelukannya, aku memeluk punggung kerasnya dan menahannya tepat disana, aku tidak ingin terlepas dari pelukannya.

"Baiklah, kita akan melakukannya nanti" aku berkata dan kembali tenggelam dalam cintanya.

***

Kami kembali ke The W, dengan masih berlumuran tomat, bahkan Richard-pun juga berlumuran tomat saat dia membukakan pintu untukku, aku tersenyum pada Richard yang juga tersenyum sopan padaku. Aku kembali dalam rengkuhan lengan Sean ketika kami masuk kedalam hotel, beberapa orang memandang kami yang tampak sangat kacau, tapi aku dan Sean hanya tertawa geli satu sama lain, karena penampilan kami yang sungguh sangat kacau dan lengket?.

Sean membukakan pintu suite kami dan aku bergegas masuk kedalam mendahuluinya, dia tertawa sebentar karena tingkahku kemudian menutup pintunya. sedangkan aku langsung menuju ke arah kamar kami.

"Ayolah" aku berkata dengan tidak sabar sambil menarik lengannya menuju ke arah kamar mandi, dia melepas kausku saat kami sampai di bawah shower, aku tersenyum padanya kemudian melakukan hal yang sama pada kausnya.

"Kapan rambutku bisa beraroma sepertimu?" dia bertanya dengan wajah polosnya yang membuatku tertawa karena geli.

"Tak lama lagi sayang"

Kami menghabiskan sekitar satu jam di kamar mandi, kami saling membersihkan satu sama lain, aku juga mencuci rambut Sean dengan shampoo milikku dan dia terlihat sangat menyukainya, sekarang kami berdua berbaring di ranjang, telanjang dan harum.

"Tadi sangat menyenangkan" aku berkata sambil menelusuri dadanya dengan ujung jari telunjukku, dia mendesah sebentar lalu mengalihkan telapak tangan hangatnya pada punggung telanjangku dan membelainya keatas dan kebawah secara perlahan.

"Itu bisa jadi sangat menyenangkan dan cukup membahayakan" dia berkata dengan suara seraknya dan aku memutar mataku karena jawabannya yang begitu diplomatis.

"Kau tidak akan pernah membiarkanku bersenang-senang bukan?" aku mendengus saat aku mengatakannya, tidak perduli jika nantinya dia akan marah padaku atau merantaiku dalam kamar, tapi diluar dugaan, dia menghela nafas panjang lalu meraih daguku dan menariknya agar aku benar-benar mengahadapnya.

"Aku akan membuatmu bersenang-senang dengan cara yang aman sayang, itu adalah caraku" dia berkata.

"Dan caramu selalu sangat membosankan"

"Tapi itu aman, dan itu sepadan untuk keselamatanmu"

Aku memutar mataku dan kembali mengubur wajahku pada dadanya dan dia mengecup puncak kepalaku dengan lembut, dan hanya sampai disitu, perdebatan kami selesai dengan aku yang selalu kalah melawannya, aku pikir itu tak apa, karena dia selalu melakukan segala sesuatunya penuh dengan pertimbangan dan langkah yang matang, terutama jika itu menyangkut diriku, dia akan berpikir ribuan kali sebelum melakukannya.

"Aku mengantuk" aku berbisik dengan suara serak padanya, dia menghela nafas perlahan lalu mengangguk.

"Kita habiskan sore ini untuk tidur, kemudian kita akan ke club bersama beberapa keluarga" Sean berkata dan itu membuatku sesegera mungkin mendongakkan kepalaku untuk melihatnya, dia tidak berkata padaku bahwa kita berdua akan ke club malam ini. jika saja aku tahu, maka aku akan memilih untuk tidur lebih lama agar aku bisa bersenang-senang malam ini, ohh apakah dia segaja melakukan hal ini padaku.

"Kau membuat rencana tanpaku?" aku bertanya dan dia hanya mengangkat bahunya dan meraihku kembali untuk bersandar padanya tapi aku menolak.

"Tidak Blackstone!, tidak ada pelukan sampai kau menjawabku" aku mengangkat jari telunjukku ke arahnya dan dia menyerah tapi tetap melingkarkan dua lengannya di pinggangku hingga tubuhku condong padanya tapi tidak sampai menyentuh dadanya.

"Semuanya tiba-tiba, Fancy menelponku pagi ini dan dia ingin berpesta untuk merayakan semuanya, aku tidak bisa menolaknya, dia terdengar sangat manis ketika memohon" dia berkata dan aku berpikir.

"Lalu kenapa kau tidak memberitahuku?"

"Aku baru saja memberitahumu" dia mengangkat lengannya ke udara untuk sesaat kemudian menempatkannya pada pinggulku lagi, aku memutar mataku mendengar jawabannya dan aku mmengalihkan pandanganku kearah lain.

"Bisakah aku memelukmu sekarang?" dia bertanya sambil memainkan tangannya yang ada di pinggulku seperti anak kecil yang gugup, aku menatapnya kembaali dan melihat suamiku menatapku dengan tatapan memohonnya, aku mendengus karena aku luluh melihat tatapannya polosnya, aku membelai rambut gelapnya yang masih tercukur rapi karena hari pernikahan kita, dia terlihat sexy ketika rambutnya lebih pendek.

"Aku ingin memelukmu sekarang, bisakah aku melakukannya" dia berkata lagi dan aku mengangguk pelan sebelum aku terhempas ke atas dadanya.

"Kau sengaja melakukannya agar kau bisa membawaku pergi dari club lebih awal bukan?" aku menggerutu padanya.

"Ini pernikahanku, aku tidak ingin membagi istriku dengan orang lain" dia berkata dengan polosnya, astaga... aku teringat kembali betapa aku sangat mencintainya hanya karena dia mengatakan hal sepele seperti itu, itu seperti membuatku terbang keatas awan.

"Hmm, terkadang kau berpikir terlalu keras Sean, kau tidak bisa terus mengurungku dalam zona amanmu, aku adalah wanita bebas yang..."

"Tidak kau tidak!, kau wanita yang sudah menikah dan aku..."

"Ya!!, yang kumaksudkan adalah aku bisa menjaga diriku sendiri untukmu, hanya untukmu" aku menyelanya dengan suara lebih tinggi dari sebelumnya dan dia terlihat gugup dan entahlah... dia seperti mengantisipasi kata-kata yang selanjutnya akan kuucapkan padanya

"Aku tahu, aku tidak ingin bertengkar denganmu" dia berujar sambil kembali menenggelamkan kepalanya di rambutku dan menghirup aroma rambutku yang baru saja kucuci sedikit lebih lama. Aku menghela nafas menyerah atas perlakuan manis dan hangatnya padaku, aku meraihnya dan menyandarkan kepalaku padanya dan hanya semudah itu semuanya terasa lebih mudah dan nyaman.

"Mari kita hanya tidur, aku tidak ingin kau merasa lelah untuk malam ini" dia berkata dan aku menggumam menyetujui.

"Apa kita akan lebih lama disana jika aku tidak lelah?" aku masih mencoba keberuntunganku, dia menghela nafas sebentar dan saat itulah aku tahu bahwa neraka akan datang, apakah dia akan marah padaku karena aku menjadi sangat keras kepala, tapi aku hanya ingin bersenang-senang, dia bisa mengatakan padaku jika ada yang salah dengan hal itu.

"Baiklah, kita akan pulang saat kau ingin untuk pulang" dia menyerah dan aku hampir memekik karena bahagia, dia adalah suami terbaik di dunia, dan saat itu aku sadar dia benar-benar akan memberikan apa yang aku mau, jika saja aku berusaha lebih keras, dia akan menyerah dan menerimanya.

"Sekarang tidurlah!, atau rencana kita malam ini akan batal dan kita akan melewatkan sepanjang malam di tempat tidur, yang mana lebih aku sukai daripada membawamu ke tempat antah berantah dengan laki-laki berengsek di segala penjuru"

"Itu bukan tempat antah berantah baby, itu adalah surga" aku menggumam serak sambil menahan kantukku, aku mulai memejamkan mataku dan mulai merasakan sapuan lembut telapak tangan hangat Sean di punggung telanjangku.

"Aku mencintaimu" aku bisa mendengarnya ketika aku hampir terlelap meninggalkan perasaan hangat di hatiku.

***

Aku meringkuk dalam pelukan Sean di dalam limo ketika kami dalam perjalanan menuju Razzmatazz, rambutku terurai bergelombang sempurna berkat penata rias yang dikirim Melisa untukku malam ini, gaun sexy berwarna champagne melekat sempurna di tubuhku dengan mantel hangat Sean yang mengelilingi bahuku, aku merasa aneh saat ini memikirkan bagaimana perasaanku, bagaimana bisa seseorang merasakan rasa bersemangat sekaligus lelah di saat yang sama seperti yang saat ini kurasakan. Aku mengerutkan dahiku berpikir tentang hari ini dengan segala kejutan manis Sean untukku, akankah ini bertahan selamanya. Aku melihat Stiletto yang terpasang sempurna di kakiku, itu adalah Stiletto sama yang kuinginkan saat aku melewatkan hari bersama Melisa yang tanpa sengaja melihat Gabriella Maxwell berdiri memandangku dengan tatapan anehnya. Stiletto sexy ini jadi milikku sekarang, aku baru menyadarinya saat Sean memasangkannya untukku beberapa waktu lalu, dia tersenyum sambil mengecup pergelangan kakiku sebagai tanda cintanya dan seperti yang selalu dia lakukan untuk menunjukkan betapa dia memujaku. Sebelumnya aku tidak berpikir bahwa akan semuda ini untuk mendapatkan apa yang kau inginkan tanpa mengatakannya kepada orang lain tentang keinginanmu, tapi sekarang semuanya menjadi mungkin dan Sean bisa mewujudkannya untukku, segalanya yang aku inginkan. Dan itu terasa asing dan tidak nyaman setidaknya untukku, tentang segalanya yang datang terlalu cepat dan terlalu mudah, benarkah ini hidup yang kujalani?, benarkah semua bisa semudah ini untuk di dapatkan?, apakah aku akan menjalani hidup seperti ini selama sisa hidupku?, bersama Sean?.

Sean mencuri ciuman kecil dipelipisku ketika aku menatap jalanan dengan pandangan kosong, aku tersenyum tipis padanya dan membalas ciumannya di bibir, melumatnya secara lembut dan dia membalasnya dengan cara yang amat manis.

"Kau tidak mendapatkan cukup tidur sore ini" dia berkata dengan cemas sambil meraih wajahku dengan telapak tangannya dan menangkupnya untuk melihatku

"Katakan padaku jika kau merasa lelah dan aku akan membawamu kembali ke hotel, mengerti?" dia menegaskan dan aku mengangguk patuh mendengarnya. Dia mengecup dahiku dengan bangga dan berbisik sambil menggigit kecil telingaku dan menariknya pelan.

"Gadis baik" dan aku mengangguk lagi sebagai jawabanku dan kembali meringkuk padanya tidak perduli dengan gaun yang kukenakan.

***

Sean membantuku keluar dari Limo ketika akuhirnya kami telah sampai di tempat yang kami tuju, aku melangkahkan kakiku keluar dari Limo dengan bantuan Sean yang segera merangkul pinggangku untuk mengamankanku dari beberapa orang yang akan masuk ke dalam night club. Aku melihat bagunan unik di depanku, kali pertama aku melihatnya aku telah disambut dengan huruf capital yang ada di atas bangunan, terlihat seperti lambang kejayaan.

"Razzmatazz" aku berbisik saat mengatakannya yang kemudian disambut dengan senyuman menawan dari Sean, dia mengecup pipiku dan tertawa lirih, dia merasa sangat terhibur ketika aku bertingkah seperti orang bodoh yang norak.

"Ya baby, Razzmatazz" dia mengatakannya lagi sambil membimbingku masuk kedalam lift. Aku memandangi club ini selama beberapa saat dan cukup terpesona dengan bangunan bergaya gudang besar dengan lima ruang club yang berbeda. Razzmatazz berisi dua ruang besar dan tiga ruang club intim, semua memiliki lantai dansa mereka sendiri dan tentu saja banyak bar. Terdengar jenis musik elektropop dan banyak orang yang menari di bawah kami, aku tersenyum pada Sean dan dia semakin mendekatkan tubuh kami untuk melumat bibirku.

"Aku bahagia jika bibir ini tersenyum untukku" aku balas melumat bibirnya dan kami berpelukan sampai pintu lift terbuka, beberapa pria bersiul ketika Sean membawaku keluar dari lift dan melingkarkan lengannya di sekitar bahuku untuk memperlihatkan kepemilikannya, aku balas melingkarkan lenganku di pinggangnya dan dia terlihat senang akan hal itu. Sean membawaku kedalam ruangan besar dengan tiga ruang yang sangat intim, semuanya berhiaskan warna hitam dan emas yang aku sendiri tidak tahu akan menjadi perpaduan yang sangat sempurna, terlihat klasik dan mewah di saat yang sama.

Sean membuka tirai dan mempersilahkanku masuk terlebih dahulu dan disana sudah ada Fancy dan kerabat lain, tampaknya mereka telah memulai pestanya karena mereka tampak sedikit mabuk, Sean menjatuhkan dirinya dengan nyaman di sofa beludru berwarna merah maroon dan mengulurkan lengannya padaku, memintaku untuk datang kepadanya.

"Duduk disini" dia berkata sambil menarik uluran tanganku dan menjatuhkanku di pangkuannya.

"Whoa, ini dia pengantinnya" mereka berseru ramai kepada kami, membuatku pipiku merona dan Sean tertawa lepas sambil mengangguk bangga pada mereka, aku tidak menyangka Sean akan berubah sesantai ini didepan mereka, mengingat seberapa kakunya dia.

"Hei, bagaimana malam pertamanya, apakah itu luar biasa?, berapa lama kalian melakukannya?" aku mengangga ketika mendengar kata-kata Fancy yang sangat berani, karena yang kupikirkan saat pertama kali aku melihatnya adalah betapa manis dirinya.

"Berapa gelas yang sudah di minumnya?" Sean bertanya sambil menempatkan telapak tangannya pada punggungku dan mengelusnya ke atas dan kebawah membuatku merasa nyaman dengan seluruh hiruk pikuk ini. Rose mengangkat bahunya dan kembali menegak minumannya, dia terlihat cukup mabuk.

"Aku penasaran, apakah kalian buas diranjang?" Sean melotot pada Rose dan aku kembali menganga sambil tertawa gugup, sedangkan Rose hanya mengangkat bahunya dan kembali menyesap minumannya dan Jesse sibuk mencumbu istrinya tak perduli dengan keadaan sekitar, mereka benar-benar terpengaruh dengan alkohol saat ini, itu bisa di pastikan.

"Tuhan..." aku menggumam sambil mengubur diriku di dada Sean untuk menyembunyikan rona merah di pipiku dan Sean menyambutku dengan lengannya yangmelingkar di pinggangku.

"Kulihat kalian sudah memulai pesta tanpa menunggu kami teman" Sean berkata dan mereka tertawa sambil mengangguk dan mengangkat gelas mereka untuk bersulang.

"Untuk pengantin yang paling bersinar" aku tersenyum bahagia dengan Sean yang melingkarkan lengannya terhadapku menjagaku tetap rapat padanya. Mereka semua bertepuk tangan ketika Sean menciumku di hadapan mereka semua,

Tak lama kemudian Sean membawaku ke bar, setelah kami memesan, dia duduk di kursi bar dan menarikku kepangkuannya, menenggelamkan kepalanya di leherku dan menghirup aroma rambutku dalam-dalam, seolah-olah itu adalah hal paling harum yang pernah dia hirup selama hidupnya. Pesanan kami datang dan aku memberi senyuman pada pelayan dengan senyuman manis yang membuat Sean tidak terlalu senang, aku mengangkat gelasku untuk bersulang dengannya dan dia tampak lambat menanggapinya.

"Dua gelas untukmu" Sean berbisik di telingaku dan menggigitnya lembut membuatku merinding dan membuat perutku terasa bergemuruh.

"Kau bilang kau akan membiarkanku bersenang-senang" aku menuntut padanya karena dia masih sangat khawatir dengan semua hal yang tidak masuk akal, bahkan Jesse membiarkan Rose untuk mabuk, Fancy juga mabuk dan aku tidak boleh menyentuh minuman lebih dari dua gelas, apakah dia bercanda.

"Kau akan memiliki hangover besok pagi" Sean mendesah tidak senang sambil mengelus bibir bawahku lalu menciumnya dengan kasar dan cepat.

"Dan aku punya suamiku yang hebat yang akan mengurusku, bukankah begitu?" aku bertanya padanya dan dia menatapku jauh didalam mataku, kemudian mendekapku dalam pelukannya yang hangat.

"Tiga gelas" dia kembali mencoba keberuntungannya, aku mendesah dalam pelukannya, dan membawa tanganku ke tengkuknya dan memijatnya disana, dia mengerang ketika aku mengarahkan bibirku ke telinganya dan menggigitnya dengan tatapan menggoda.

"Enam" aku mendesah padanya sebelum dia memejamkan matanya dan mengerang dengan suara kasar dan seraknya lalu tatapannya kembali padaku.

"Jangan beri aku tatapan seperti itu baby, kau tau kau akan selalu mendapatkan apa yang kau inginkan" dia berkata dan itu membuatku tersenyum manis sebelum kemudian mengecup bibir penuhnya. Aku beralih ke gelasku dan menyesapnya, menikmatti setiap caiiran manis yang melewati tenggorokanku, ini benar-benar keras dan sempurna.

"Ashley, menari!" suara Fancy terdengar cukup akrab di telingaku, aku mengenali setiap keramahan dari suaranya dan kepolosan yang masih ada pada dirinya, dia begitu sempurna. Dia berlari kecil dengan heels yang dia pakai, sedikit tehuyung karenanya, tapi sejauh ini dia menguasai keadaan dengan cukup baik, mengingat bahwa dia sedang mabuk saat ini, setidaknya dia benar-benar tahu cara untuk berpesta dengan gila-gilaan.

"Oh tidak" Sean mengerang sambil mengeratkan lengannya di pinggulku dan mencium leher belakangku dan menggigitnya kecil untuk meninggalkan efek untukku.

"Bolehkah?" aku bertanya pada suamiku sambil mengelus rahangnya yang kokoh dan menawan.

"Kau akan tinggal jika aku mengatakan tidak?" alisnya terangkat ketika dia mengatakan itu padaku.

"Aku milikmu, tentu saja aku akan melakukannya" aku menyesap minumanku lagi dan dia menyeringai padaku.

"Tapi aku akan sangat bahagia jika, aku memiliki waktu bersama Rose dan Fancy" aku menambahkan dan seringainya seketika menghilang dari wajah tampan berbahayanya. Jawabannya sudah cukup jelas ketika dia menurunkanku dari pangkuannya sebelum kemudian dia bangkit dari kursi bar dan mengurungku diantara meja bar yang tinggi dan dirinya yang kokoh dan kuat di depanku.

"Aku akan mengawasimu, sekarang bawa pantat seksimu itu ke lantai dansa" kecupan ringan mendarat di leheru kemudian berlari ke bibirku sebelum aku memekik ketika dia menampar pantatku dan memberiku jalan dimana Fancy dan Rose telah menungguku.

"Ayo kita lupakan para lelaki dan bersenang-senang" Fancy berkata dan menarik kami berdua untuk masuk ke lantai dansa diamana suara musik elektropop terdengar cukup kencang dan menyenangkan.

"Tunggu!" aku berkata dan kembali ke bar untuk meneguk habis sisa minumanku, mereka menatapku dengan tatapan nakal dan aku hanya bisa tersenyum ketika aku berjalan bersama mereka ke arah lantai dansa dan mulai menari dengan gila-gilaan.

Aku tidak perduli dengan tubuhku yang berkeringat, aku tetap menggoyangkan badanku bersama Rose dan Fancy, aku melirik ke sekeliling dan aku dibuat sangat terkejut ketika aku melihat Richard ada di sekitarku, mengawasiku dengan baju samarannya yang cukup bagus, aku bahkan tidak tahu dia masuk bersama kami ke dalam club, aku harus memujinya karena kamuflasenya yang menakjubkan. Aku menantangnya dengan menatap langsung kepadanya hanya untuk menunjukkan bahwa aku tahu dia ada disana untuk mengawasiku, aku pasti sudah gila jika aku berpikir Sean akan membiarkanku berada di lantai dansa tanpa pengamanan.

Richard tampak sedikit terkejut ketika aku melamparkan tatapan menantang itu padanya dan dia menunduk dan mengalihkan pandangan waspadanya ke sekelilingku, dia tampak cukup malu kerenanya.

"Ada apa?" Rose berteriak padaku dan aku menggeleng sambil merangkulnya dan berdansa bersamanya, kam tertawa bersama dan kini Fancy sudah berdansa bersama pemuda yang tampak seksi dan berbahaya, tangannya berada di pantat Fancy dan terkadang meremasnya dengan keras hingga beberapa kali aku melihat Fancy memejamkan matanya menikmati perlakukan pemuda itu padanya. aku menggelengkan kepalaku sambil tersenyum geli melihat tingkah mereka sampai aku merasakan pinggangku di raih oleh sebuah tangan, aku menghempaskan lengan itu dengan jijik dari pinggangku dan melihat seorang pria italia dengan brewok tipis dan tampilan yang cukup seksi di depanku. Aku mencengkeram lengan Rose dengan keras sebelum aku menyadari jika Richard telah berada di depan kami berdua dengan sikap melindunginya, aku memandang ke sekeliling mencari Sean tapi yang bisa aku lihat hanyalah keramaian yang membuat kepalaku semakin pening dibuatnya.

"Sial!!" aku samar-sama mendengar Rose mengumpat, aku tidak tahu apa yang telah terjadi, tapi kemudian aku menyadari ada kilatan kamera di depanku, Rose menyembunyikan kepalanya di punggung Richard sementara dia sedang menghadapi pria brengsek di depan kami, oh ini benar-benar mimpi buruk dimana ada pria bajingan hidung belang dan paparazzi disaat yang bersamaan. Aku merasakan tangan Rose terasa dingin dan berkeringat, sampai kemudian aku melihat sekilas ke arah Jesse yang bergegas berlari ke arah Rose.

"Jesse!" Rose hampir saja terisak di tengah keramaian ini ketika Jesse mendekapnya dan mencoba untuk menenangkannya meskipun itu terlihat sia-sia, Rose sedikit shock dengan kilatan kamera paparazzi di sekeliling kami, ini adalah club privat dengan ruangan VVIP bagaimana bisa paparazzi sialan masuk ketempat ini.

Aku sedikit tersentak ketika aku merasakan lengan hangat bersandar di pinggangku, aku panik dan mencoba untuk menepisnya sebelum sebuah sentakan memaksaku berbalik dan saat itulah aku melihat wajah Sean yang tegas menatapku, tangannya bersikeras tetap ada di pinggangku. Oh sial!.

"Ini aku" Sean berkata dan menarikku ke belakang tubuhnya sementara dia berjalan ke arah Richard dan pria italia yang ada di depan mereka berdua.

"Dia sudah menikah bung" Sean berkata dengan tenang tapi pria itu tetap saja tidak beranjak dari tempatnya, aku mengumpat dalam hatiku melihat sikap arogannya, ohh tidak, kau tidak akan ingin melihat Sean marah, dan percayalah saat kau telah melihatnya maka kau akan menyesalinya, dasar pria dungu.

"Bukan berarti dia tidak ingin bersenang-senang, iya kan manis?" aku jijik saat dia memanggilku seperti itu, oh ini sungguh memuakkan, cengkeraman Sean di lenganku semakin mengetat tapi aku bisa melirik wajahnya tetap tenang dan terkendali, seolah semua akan baik-baik saja.

"Tidak, dia tidak ingin bersenang-senang" Sean berkata lagi, sedangkan Richard sudah sangat waspada dengan keadaan sekitar , tubuhnya seketika menegang ketika pria italia itu berjalan mendakat ke arah Sean.

"Kutawarkan sesuatu padamu bung, pergi dari hadapanku sekarang juga, atau akan kubuat kau menyesal pernah melihatku disini" aku mengerutkan dahiku tidak senang ketika Sean mengatakan hal itu, aku menutup mataku bersiap untuk hal yang lebih buruk.

"Aku akan senang mengambil pilihan kedua dan bercinta dengan jalangmu" suaranya membuatku menganga tak percaya dan secepat kilat Sean telah melayangkan pukulan telaknya yang membuat pria itu terhuyung-huyung dan terjatuh di lantai dengan darah keluar dari hidung dan bibirnya.

"Sean!" Aku berteriak dan bergegas kearahnya sebelum Richard menarikku menjauhi Sean, aku mengumpat, aku tidak ingin jauh dari Sean saat ini, demi tuhan aku tidak bisa membiarkannya kehilangan kendali dan memakukan sesuatu yang bodoh malam ini.

Aku melihat Sean mengambil kerah baju pria itu dan membenturkan kepalanya ke meja sebelum kemudian membisikkan sesuatu di telinga pria itu hingga pria itu menggeram keras dan melayangkan tinju pada Sean, aku menjerit penuh kekhawatiran dan menutup mataku karena aku takut melihat sesuatu terjadi pada Sean, aku meneteskan air mataku dan memanggil nama Sean diantara hingar-bingar ini, aku hanya berharap dia mendengarkanku. Tapi dia tidak berhenti, dia tidak berhenti memukul, ada darah di tangannya tapi dia terus saja melakukannya.

"Richard tolong hentikan dia"

"Maaf Mrs Blackstone, tapi aku tidak bisa meninggalkanmu" dia tidak melepaskanku tapi semakin menjauhkanku dari Sean, aku menghempaskan tangannya dariku dan aku menantangnya.

"Jika kau tidak menghentikan dia sekarang juga maka aku akan melakukannya sendiri!" Aku membentaknya danberjalan untuk meninggalkannya tapi dia kembali mencegahku.

"Kau harus tenang Mrs Blackstone, aku hanya menjalankan pekerjaanku!" dia berkata padaku dengan tegas, dia benar-benar membuatku marah , bagaimana dia bisa diam saja melihat Sean memukuli orang seperti itu, apa dia sudah kehilangan akal sehatnya.

"Richard, bawa Ashley ke dalam mobilku, ada Rose disana, jaga mereka berdua" sebuah suara terdengar tegas dan tak terbantahkan, aku melihat ke asal suara itu dan melihat Jesse ada disana.

"Aku akan membawa Sean kembali padamu" Jesse bicara lebih lembut padaku dan akhirnya aku tidak punya pilihan lain selain berjalan bersama Richard yang membawaku ke pintu keluar, aku menerima mantel hangat yang di ulurkan Richard padaku dan memakainya dengan cepat. Richard membukakan pintu mobil untukku dan aku sudah siap untuk masuk ketika seseorang meraih lenganku dengan sentakan kasar, aku menjerit kecil karena panik dan melepaskan pegangan orang itu dengan sedikit brutal, aku bahkan akan mengatakan tolong kepada siapa saja jika saja aku tidak melihat Sean dihadapanku, dengan keringat di dahinya, rambutnya yang sedikit berantakan. Dia menatapku dengan marah dan tidak sabar.

"Selamat malam Rose" dia menggumam kasar pada Rose yang menengok ke arah kami untuk melihat apa yang terjadi dengan dahi berkerut, Sean menutup pintunya dengan cepat kemudian menarikku ke arah Limo kami yang berhenti tak jauh darisana, dia membuka pintu untukku tanpa bicara sedikitpun lalu mendorongku masuk dengan sedikit kasar, aku melihatnya masuk ke dalam Limo masih dengan tangan berlumuran darah, dia menatapku dengan ekspresi yang tidak bisa kumengerti sebelum dia menarikku ke dalam pangkuannya, tangannya menekan perutku dengan keras dia tidak menyisakan sedikit jarakpun diantara kami.

Aku menyandarkan kepalaku padanya tapi dia hanya terdiam, aku kembali meneteskan air mataku hingga membasahi kemejanya, tapi dia tidak perduli, dia hanya menatap jalanan di sekitar kami dengan tatapan tenang dan terkendali.

Kami seperti orang asing bahkan saat dia membuka pintu suite kami dan menungguku untuk melangkahkan kaki masuk ke dalam, dia terdiam sepenjang perjalanan dan sekarang aku melihat dia melangkahkan kaki begitu saja ke arah kamar kami. Aku mengusap wajahku dengan perasaan yang luar biasa lelah dan mabuk tapi tetap saja tidak cukup mabuk untuk mengetahui bahwa dia mengacuhkanku, aku bahkan tidak tahu apa sialan kesalahanku padanya. aku melepas stilettoku dengan sembarangan saat aku membuka pintu kamar kami, aku melihatnya melirik ke arahku saat aku dengan langkah perlahan berjalan ke arahnya. Aku berhenti setelah aku merasa cukup dekat dengannya, tapi aku hanya terpaku disana, aku ragu dengan apa yang harus kulakukan. Aku mengawasinya ketika dia melepas mantelnya dan mengeryit ketika dia membuka kancing kemejanya.

"Aku bisa membantumu dengan itu" aku mengatakannya dengan suara termanis dan terlembut yang bisa aku buat, dia mengangkat kepalannya ke arahku lalu berjalan ke hadapanku.

"Please" dia berkata dengan singkat dan aku mulai mengulurkan tanganku membuka satu persatu kancingnya, aku melepasnya dengan hati-hati tapi saat kemeja itu meluncur diatas lantai, mataku tidak bisa berpaling dari keindahannya, aku membelai dadanya dengan lembut, Sean tidak mencegahku, aku menjalankan telapak tanganku ke kancing jeansnya, aku berhasil melepasnya dan saat aku menyelipkan tanganku didalamnya dia menangkap tanganku, menghentikannya. Aku menatapnya ketika dia juga menatapku dengan pandangan bersalah, ohh tuhan aku merasa sangat malu saat ini. Perlahan aku menganggukkan kepalaku padanya, melepas tanganku dari pegangannya dan menghindarinya dengan berjalan ke arah kamar mandi.

"Ashley..." dia memanggilku dengan putus asa, tapi aku tetap berjalan kearah kamar mandi dan mengunci pintunya dengan segera. Aku membekap mulutku dan menangis tanpa suara. Aku menghidupkan shower agar suaraku teredam oleh derasnya air yang mengalir di tubuhku.

"Ashley, please..." aku mendengar Sean bersuara di dekat pintu.

"Aku tahu Sean, aku hanya butuh waktu" aku berteriak agar dia bisa mendengarku dengan jelas, aku tidak membutuhkan kata-kata sialan darinya saat ini, aku hanya ingin menangis dan sendirian saat ini.

"Baiklah, jangan lama" dia menyerah kemudian aku mendengarnya melangkahkan kaki menjauh darinya, sejauhnya aku sadar bahwa ini adalah pilihan terbaik yang ada, tentu saja aku tidak akan dengan mudah masuk kedalam pelukannya setelah apa yang baru saja terjadi, setelah dia menolakku. Rasanya aku ingin sekali mengubur kepalaku di dalam tanah.

Aku berlama-lama di kamar mandi, berulang kali menggosok gigiku, berjalan ke sanakemari hanya untuk mengulur waktu sebelum aku harus menghadapi Sean, aku mengerang sebelum kemudian aku berjalan kearah cermin besar di dekat wastafel, aku menatap diriku yang pucat dan rambutku yang basah.

"Oh tuhan bantu aku" aku berkata sebelum kemudian membuka pintu kamar mandi dan melangkah cepat kearah walk in closet, sejauh ini aku tidak melihat Sean di dalam kamar, aku bersyukur karena itu, aku meraih gaun tidur satinku dan memakainya dengan cepat, tanpa repot-repot mengeringkan rambutku aku membuka pintu kamar untuk menuju ke arah perpustakaan, hanya itulah tempat yang bisa kutuju untuk menghindari Sean, untuk sementara.

Saat aku berjalan keruang tengah aku mendengar suara Sean yang sedang bicara di ponselnya, suaranya pelan dan rendah.

"Bagaimana dengannya?" aku samar-samar mendengarnya berbicara, aku memilih untuk meninggalkannya karena aku merasa jika pembicaraannya di ponsel bersifat pribadi, dan karena aku masih menghindarinya.

"Kau harus menjauhkannya dari milikku" aku mendengarnya berkata lagi dan aku mengerutkan dahiku mendengarkan dia mengatakan miliknya, mungkinkah itu Blackstone Company?. Aku menggelengkan kepalaku dan melanjutkan langkahku untuk membuka pintu perpustakaan dan memilih buku yang ingin kubaca setelah itu aku berbaring di kursi baca. Tak lama kemudian aku mendengar suara pintu dibuka dan aku segera melihat Sean berjalan ke arahku, dia mengambil buku dari tanganku membuatku menegakkan badanku untuk menghadapinya setelah dia meletakkan buku itu jauh dariku.

"Aku masih membacanya" aku memprotesnya dengan nada suara tenang dan terkendali seperti yang selalu dia lakukan.

"Kau menghindariku" dia berkata dan itu membuatku mendengus tak sabar dan berdiri untuk mengambil kembali bukuku. Dia meraih pinggangku dan menarikku kearahnya kemudian menguncinya disana.

"Hentikan!" rahangnya mengeras saat dia membentakku, aku berjuang untuk lepas darinya tapi yang kudapatkan adalah omong kosong, aku masih terjerat pada dirinya, sial!.

"Aku tidak suka ini Sean" aku menggumam tanpa sadar apa yang kukatakan dan ketika aku melihat wajah Sean dipenuhi dengan amarah aku tahu bahwa aku baru saja mengatakan sesuatu yang sangat bodoh.

"Kalau begitu tatap mataku dan lihatlah apa aku menyukai hal ini Ashley!" kata-katanya begitu tegas dan mengintimidasiku, aku tidak tahu lagi apa yang harus dikatakan untuk membela dirinya saat ini.

"Kau menghindariku bagaikan aku sebuah wabah sialan!" Sean berteriak di depanku dan aku hampir saja melompat karena kaget, kenapa dia begitu marah, dia baru saja menolakku, dia membuatku merasa seolah aku adalah pelacur murahan yang menawarkan tubuhku untuk dinikmatinya, kenyataan bahwa dia menolakku benar-benar memperburuk keadaan, dan sekarang dia kembali melempar kotoran padaku juga membentakku seolah aku adalah budaknya.

"Kau sedang menerima panggilan sialan!" aku balas berteriak padanya dan dia menyipitkan matanya seolah tidak senang dengan perbuatanku, persetan dengan itu!, aku tidak seharusnya memikirkan bagaimana pemikirannya tentang diriku, aku sedang benar-benar marah padanya saat ini dan aku pikir tidak ada satu hal pun dari dirinya yang bisa membuatku merasa lebih baik.

"Jaga kata-katamu, ingat kepada siapa kau berbicara" dia memperingatkanku dan itu hanya membuatku semakin marah dan muak karenanya.

"Kau bertingkah seperti seorang berengsek Sean, kau tahu itu" aku menekan kata-kataku dan melihat matanya melebar karena keterkejutannya, aku berhasil melepaskan diriku dan segera berjalan menjauh darinya, tapi aku tahu ini akan sia-sia saja, ketika aku kembali tersentak ke belakang dan menabrak dadanya yang kokoh dan keras di depanku.

"Kau tidak akan meninggalkanku, kau istriku!" dia berkata dengan nada mengancam dan aku luar biasa terkejut, dia seperti orang sakit, aku tidak tahu apa yang merasukinya saat ini.

"Aku bisa meninggalkanmu jika aku menginginkannya Sean, tapi lihat aku, aku masih sialan disini, bersamamu" aku mengatakan kata-kata yang sudah kupendam bertahun-tahun padanya, melempar kata-kata itu secara langsung, aku hanya berharap itu bisa membuatnya menyadari bahwa aku menginginkannya sebesar dia menginginkanku, mungkin saja itu juga bisa membuatnya mengerti jika aku bisa mencintainya sebesar dia mencintaiku.

"Jadi jangan buat aku menyesali pilihanku" aku melanjutkannya lagi dan aku berhasil membuka pintu untuk keluar, aku tidak bisa berada disatu ruangan bersamanya saat ini, ini benar-benar membuatku gila.

"Aku bilang aku butuh waktu" aku berkata ketika aku menyadari bahwa dia berjalan mengikutiku dikamar kami.

"Tapi aku tidak membutuhkan omong kosong ini darimu!, ini pernikahan kita, aku dan kau, kau dengar aku!, jika kita memiliki masalah maka kita berdua akan menyelesaikannya, tapi kau memilih untuk lari dari masalah!" dia meraih kedua lengan atasku dan mengguncangnya beberapa kali hingga membuatku terguncang beberapa kali.

"Aku tidak pernah lari dari masalah!" aku berteriak padanya.

"Lalu kau sebut apa hal sialan ini?, pemulihan pikiran sialan?!" dia balas berteriak dan aku mengusap kepalaku mencoba menghilangkan pening di kepalaku ketika aku menghadapinya saat ini.

"Mungkin kita berdua harus mencoba untuk tenang, kita berdua perlu waktu untuk..."

"Tidak, aku tidak butuh hal sialan lain kecuali dirimu!, dalam hal ini seharusnya aku yang marah padamu, bukan sebaliknya!"

"Apa kesalahanku?, karena aku mencoba untuk bersenang-senang di club?, karena aku menari dan tiba-tiba seorang bajingan datang padaku dan menaruh tangannya ditubuhku?, apa kau pikir aku menginginkan hal itu?!"

"Aku marah padamu karena kau tidak bisa mengenali sentuhanku!, setiap kali aku menyentuhmu disana kau selalu panik dan mencoba untuk melepaskannya, itu membuatku gila!"

"Kau tidak masuk akal Sean, ada seorang bajingan yang mencoba menggerayangiku dan kau menyalahkanku untuk bersikap waspada!" aku mengambil duduk di sofa tunggal berwarna krem dan mengusap wajahku berharap bisa sedikit menyegarkanku.

"Ashley baby..."Sean berlutut padaku dan membawa tangannya untuk menangkup wajahku tapi aku meraih telapaknya dari wajahku dan menjauhkannya.

"Katakan lagi padaku apa yang membuatmu marah" aku bertanya ketika aku melihat dahinya berkerut tidak senang.

"Kau tidak membiarkanku menyentuhmu, apa itu berarti kau akan meninggalkanku setelah semua ini" tatapannya menuduhku ketika dia mengatakan hal itu, jadi aku kembali meraih kedua telapak tangannya dan membawanya ke pipiku untuk merasakan hangatnya telapak tangan Sean.

"Katakan padaku" aku kembali menuntutnya setelah melayangkan ciuman kecil pada telapak tangan kirinya.

"Hanya itu" aku mengerutkan dahiku ketika dia mengatakannya.

"Hanya itu?" aku bertanya lagi dan dia mengangguk cepat, aku menghela nafasku dan meengambil tangannya menjauhi wajahku untuk meletakkannya di payudaraku, aku mengarahkannya untuk meremasnya perlahan dan lembut, aku melihat matanya sayu dan dia tidak pernah melepaskan pandangannya dariku.

"Kau merasakannya?" aku bertanya dan dia menggumam sambil mengangguk untuk mengutarakan pendapatnya.

"Baik, itu semua milikmu, aku adalah milikmu, tubuhku bergairah hanya untukmu" aku berkata dan dia mengerang saat aku membawa jemarinya untuk menyentuh putingku yang menegang di balik bajuku.

"Aku waspada hanya karena aku tidak ingin pria lain menyentuhku selain kau, aku menjaga diriku untukmu" aku berkata dan dia mendengarkannya dengan seksama seolah tidak ingin melewatkan sepatah katapun dari mulutku.

"Kau menyukainya?, putingku mengeras hanya untuk sentuhanmu" aku menjatuhkan kepalaku ke belakang saat jemari Sean mulai menarik dan memutarnya dengan cara yang sangat intim dan nikmat.

"Hmm, kau ingin merasakannya?, menjilatnya untukku?" aku bertanya dan sekali lagi dia mengangguk patuh.

"Katakan padaku" aku menekannya.

"Please" dia menggerang dalam suaranya yang penuh gairah, aku tersenyum puas karena aku bisa menimbulkan efek itu untuk Sean.

"Kalau begitu lakukan, puaskan aku" aku berbisik dan dia dengan cepat membuka pakaianku, dan kami menghabiskan sisa malam ini dengan hal-halgila yang kita lakukan bersama, dia mencintaiku sepanjang malam dengan caranya dan aku sangat bersyukur akan hal itu

***

Aku masih bergelung di tempat tidur saat aku merasakan ciuman lembut Sean di pelipisku, aku berusaha keras untuk membuka mataku dan aku melihatnya yang masih berantakan, rambutnya kusut tapi dia tetap tampan dan telanjang, sama sepertiku, dia menyibak selimut tebal yang melilit tubuhku dan menggosok punggungku dengan lembut, lalu menciumnya di dekat bahuku.

"Kita berangkat pagi ini" Sean berbisik dengan intim sambil meraba kewanitaanku menimbulkan efek kuat untukku di pagi hari. Aku menggerutu karena dia mengganggu tidurku, aku benar-benar tidak mendapatkan cukup waktu untuk tidur semalam, dan itu karenanya.

"Aku ingin tidur" aku berkata lagi sambil menarik lengannya dan memeluknya di depat dadaku, rasanya sangat nyaman.

"Tidak baby, maafkan aku tapi kita tidak bisa" aku merasakan tubuhku terangkat dari ranjang dan sekarang aku sudah berada di lengannya, aku mengerang saat dia membawaku ke kamar mandi dan mengurusku.

Aku tidak perduli dengan gaun musim panas Chanelku yang kusut, aku tetap saja meringkuk di sofa dan memejamkan mataku, aku mendengar langkah Sean mendekat ke arahku kemudian aku merasakan kecupannya di leher dan bibirku berkali-kali. Aku menggerutu kecil karena dia menggangu tidurku dan berusaha untuk mendorongnya menjauh tapi dia menangkap kedua tanganku dengan tangannya yang kuat, secara reflek aku membuka mataku karena cengkeramannya terasa tidak nyaman untukku. Aku mendapati mata Sean yang jelas sekali mengatakan bahwa dia tidak menyukai hal ini.

"Jangan. Lakukan. Itu. Lagi!" dia menekan setiap katanya padaku dan aku hanya bisa menggigit bibirku penuh dengan perasaan bersalah, dia melepas kedua tanganku dengan kesal, nyaris menghempaskannya begitu saja dan berbalik ke arah dapur. Dengan berat hati aku berusaha mengangkat tubuh mengantukku dari sofa untuk menenangkan suami posesifku yang sedang marah saat ini. aku melangkah dengan bertelanjang kaki ke arah Sean, dan tiba-tiba saja keberanianku menciut saat dia melihat ke arahku, dia menuangkan jus jeruk dari kulkas dengan pandangan acuh padaku.

"Kau ingin mengatakan sesuatu?" suaranya bagaikan seorang malaikat dan iblis disaat yang bersamaan, aku menggigit bibir bawahku dengan keras lalu berjalan semakin menekat ke arahnya, aku menempatkan telapak tanganku di pinggangnya, mencengkeram kemeja putihnya di bawah telapak tanganku, lalu memberanikan diri untuk menatap mata Sean dengan pandangan menyesal, aku mendengar dia menghela nafasnya lalu mengangguk padaku dan menempatkan lengannya di sekitarku sebelum kemudian menarikku lebih dekat dan lebih intim padanya.

"Begitu lebih baik" dia bergumam sambil mengecup puncak kepalaku berkali-kali, aku tersenyum dan menanamkan kecupan manis di bibirnya.

***

Kami menginap di The Westin Excelsior saat kami berada di Roma untuk resepsi dan hal-hal lainnya, salah satu hotel terbaik di dunia yang terbukti menjadi berat pada kantong seseorang, bahkan jika aku mempunyai uang aku akan berpikir dua kali untuk menginap di hotel ini, terlebih jika itu adalah President Suite, aku memutar mataku menyadari semua kekonyolan ini ketika aku berjemur di pinggir kolam renang berbentuk oval yang sangat elegan dan klasik, aku melihat Sean keluar dari kolam dengan celana ranangnya yang sexy untuk menghampiriku, senyumannya yang sialan menawan membuatku menarik kaca mata hitamku karena aku tidak ingin melewatkan pemandangan menarik ini. dia mengulurkan tangannya padaku dan aku dengan malas menyambutnya, di luar dugaanku dia menarikku ke dalam gendongannya, dadanya yang keras melawan dadaku, pergelangan kakiku melilit pinggulnya dan lenganku tidak pernah lepas dari lehernya, dia membawaku masuk kedalam kolam dan aku langsung berusaha untuk melarikan diri darinya.

"Apakah itu dingin?, Oh Tuhan... Sean hentikan!" aku berteriak saat kami semakin dekat dengan air, aku mendengar Sean tertawa lepas saat dia semakin berjalan kearah air dan aku tidak punya pilihan lain selain memeluk erat dirinya mengharapkan kehangatan Sean di sekitarku. Air kolam renangnya terasa hangat, aku langsung mengurangi lilitan lenganku pada lehernya dan melihat ke sekeliling kemudian kembali ke arah Sean yang menyeringai penuh kemenangan.

"Apa?, kau mulai menyukainya" dia menggodaku dan menempatkan tangannya di pantatku untuk menyangga diriku, aku tertawa kecil dan mulai bermain-main air dengan kakiku.

"Bawa aku ke tengah Sean" aku memekik kesenangan dan dia menuruti keinginanku, berjalan ke tengah sambil membawaku di pelukannya.

"Sekarang turunkan aku" aku berkata dan aku mendengar Sean mendesah mendengarnya, dia terlihat berpikir sebentar lalu menggelengkan kepalanya dengan tegas disertai tawa yang meledak dari mulutnya.

"Tidak" dia berkata di sela-sela tawanya, dan aku masih terus berjuang untuk lepas dari pelukannya, aku hanya bertingkah seperti orang konyol saja dan aku masih tidak bisa untuk melepaskan diri darinya.

"Kumohon" aku berkata padanya dan dia kembali menggelengkan kepalanya dan tertawa.

"Tidak, tidak akan berhasil dengan tatapan itu sayang" aku langsung memutar mataku karena sebal, Sean kembali membawaku ke sudut lain tepi kolam yang menyuguhkan pemandangan indah dari Roma, Sean mendekapku dari belakang setelah akhirnya menurunkanku, dia menenggelamkan wajahnya di leherku dan diantara rambutku yang basah kemudian menghirupnya perlahan.

"Ini sangat indah Sean" aku berbisik sambil mengulurkan tanganku ke belakang untuk membelai rambut gelapnya.

"Tidak sebanding denganmu sayangku" bibirnya kembali menjelajahi leher dan bahuku ketika dia mengatakan kata-kata itu padaku, aku tersenyum dan meraakan kebahagiaan membuncah dalam dadaku, bisakah seseorang menjadi begitu bahagia sperti yang kurasakan saat ini?, apakah mereka semua juga merasakan apa yang kualami saat ini ketika mereka jatuh cinta?.

"Sean?" aku berbalik menghadap Sean ketika aku mengatakannya, aku melingkarkan lenganku di pinggangnya dan menariknya lebih dekat padaku, aku mengusap rambut basahnya membelai pelipisnya dan ,menarik hidungnya dantara jari telunjuk dan jari tengahku, dia tertawa lepas saat aku melakukannya dan itu membuat dadaku menghangat, aku kembali mengusap wajahnya dan memandangnya seperti dia memandangku, penuh kekeguman, gairah, dan cinta, aku ingin menunjukkan padanya bahwa aku sanggup mencntainya sebesar dan sebanyak dia mencintaiku. Aku hanya ingin menunjukkan kepada siapapun didunia ini bahwa aku mencintainya, karena itulah aku setuju untuk menikahiya, karena itulah aku setuju untuk menjadi bagian dari Blackstone, aku menginginkannya hanya untuk diriku seorang, aku tidak bisa membagi dirinya untuk siapapun didunia ini, bahkan tidak untuk keluarganya.

"Kau memberiku segalanya, aku punya kehidupan yang indah,tapi Sean.... aku sudah memiliki semua kebahagiaanku hanya ketika aku bersamamu, tanpa pesta penikahan, tanpa semua kekayaan ini, dan juga tanpa kemewahan ini, demi Tuhan aku hanya ingin bersamamu, hanya kau, aku... berulang kali aku mencoba dan menunggu saat yang tepat untuk memberitahumu bahwa aku... aku sangat mencintaimu, aku mencintaimu sebesar kau mencintaiku dan aku ingin kau menyadari bahwa dalam hatiku ini hanya ada kau dan akan selalu jadi dirimu, sekarang dan selamanya, aku pikir aku tidak bisa mencintai orang lain lagi selain dirimu dan..." aku berhenti mendesah karena nafasku terasa sangat berat saat ini, aku membelai bibir bawahnya dengan jemariku dan merasakan kelembutan disana di kulitku dan di dadaku, seolah-olah aku sedang menggenggam takdirku yang manis, aku menggelengkan kelapaku lalu menunduk menghindari tatapannya yang membuat lulutku lemas, aku merasakan beribu-ribu kupu-kupu beterbangan dalam perutku lalu aku tertawa lirih ketika aku menyadari semua kata-kata yang telah kuucapkan pada Sean, benarkan aku telah membuka hatiku?, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku benar-benar menggantungkan diriku pada seseorang, bukan karena paksaan tapi karena aku ingin melakukannya, aku sudah lelah dengan semua omong kosong yang terjadi dalam hidupku yang menyedihkan, aku bosan selalu terkurung dalam amarah dan dendam yang kupendam jauh didalam jiwaku, aku ingin bersandar karena ketika aku tidur di malam hari, aku melihat Sean berada disampingku dan memeluk tubuhku seolah aku akan mencegahku untuk pergi, aku melihatnya mengigau di malam hari menyebutkan namaku dan memoghon padaku agar aku tetap tinggal, aku melihatnya terjaga semalaman sambil menggenggam telapak tanganku di malam sebelum pernikahan kami, aku meihat hal-hal luar biasa yang telah dilakukannya untukku. Aku selalu berkata pada diriku sendiri bahwa aku telah berkorban selama hidupku, tapi dalam hatiku yang terdalam aku tau bahwa Sean lah orang yang paling banyak berkorban, dia mengorbankan semuanya untukku, dan aku tau jika dia benar-benar mencintaiku, tidak ada yang bisa mencintaiku sebaik yang dilakukannya, dia memberiku kesempurnaan saat dia ada di sampingku dan aku akan mensyukuri hal itu selama sisa umurku dengan mencintainya. Tuhan aku sungguh mencintainya.

"Kenapa kau berhenti?" jemari panjangnya membelai pipiku, matanya memandangku penuh dengan cinta dan kehangatan, sekarang tangannya terangkat untuk mengambil jemariku dan mengarahkannya ke arah bibirnya sebelum dia menciumnya berulang kali, dan disanalah kami berada dalam zona putih yang didalamnya hanya aku dan Sean, aku seakan di penuhi dengan cinta dan kasih sayangnya yang tidak terbatas.

"Itu adalah hal terindah yang pernah kudengar selama hidupku" dia kembali berkata dan menciumku tepat di kening, ciuman itu dalam dan lama, seakan dia menyalurkan segala cinta dan kasih sayangnya untukku.

"Aku mencintaimu begitu banyak hingga aku merasa takut" aku berkata lirih dan dia terlihat terpesona ketika aku mengatakan hal itu padanya, aku menunduk sebentar mengumpulkan keberanianku untuk kembali menatapnya.

"Tidakkah kau merasa takut?" aku bertanya dan dia tersenyum saat mendengarkanku mengatakannya, dia menggeram lalu kembali mengangkat tubuhku agar aku bisa kembali melingkarkan kakiku di pinggulnya dan lenganku di lehernya, dia mengendus rambut dan leherku.

"Kau akan terbiasa dengan itu" dia berkata dan aku mengerutkan dahiku tidak mengerti akan kata-katanya, dia berjalan membawaku ke tepi kolam.

"Kau tidak menjawab pertanyaanku" aku memprotesnya.

"Ya, aku merasakannya Ash, selama tujuh tahun"

***

Ballroom The Westin terlihat seperti kastil yang megah, dengan semua dekorasi dan bunga yang tertata dengan fungsi dan tujuan tertentu menjadikannya terlihat luar biasa elegan, kue pengantin enam tingkat yang berbentuk gaun pengantin terlihat luar biasa indah dan mahal, Fancy dan Rose benar-benar melakukannya dengan luar biasa, sekarang aku mengerti inilah sebabnya mengapa Cosmo Magazine menyebutkan bahwa Blackstone tidak pernah tanggung-tanggung dalam melakukan apapun, apalagi soal urusan pesta merekalah jagonya. Mereka tau bagaimana cara berpesta dengan gila tapi tetap terlihat berkelas dan elegan. Semua para tamu undangan adalah dari kerabat dan teman bisnis Sean, aku bahkan baru menyadarinya sekarang bahwa aku tidak punya seorangpun untuk bisa kuundang, satu hal lagi yang mengingatkanku tentang betapa sendiriannya aku di dunia ini, aku menggigil karena perasaan ini dan Sean menarikku lebih dekat padanya, dia mengecup leherku lalu beralih ke bibirku.

"Kau menggigil" dia berkata dan aku mengangguk dan merapatkan diriku padanya, aku harus selalu tersenyum pada setiap tamu yang datang tapi itu sangat sialan sulit untuk di lakukan ketika kau sedang tidak ingin tersenyum.

"Aku bahagia" aku berbisik di telinganya lalu mengecupnya kecil sebelum kemudian aku berbalik padanya dan melihat wajahnya di penuhi dengan kebahagiaan dan sedikit rona merah di pipinya.

"Aku juga sayang, aku juga" dia membungkusku dalam pelukannya sebelum kemudian mengatakan kata-kata manis itu untukku. Aku membalasnya dengan melingkarkan kedua lenganku di pinggangnya.

"Sean Ashley, menari!" suara Fancy terdengar sangat bersemangat ketika dia menyeret aku dan Sean ke tengah ruangan ketika tiba-tiba lampu meredup dan lagu berganti. Aku berada di hadapan Sean saat Sean mengulurkan tangannya untuk menarikku mendekat padanya, aku menyambut tangan kirinya dan kami mulai bergerak dalam langkah ringan yang di pimpin Sean, aku memejamkan mataku sesaat untuk meghilangkan sesak di dadaku yang entah mengapa tiba-tiba datang, mungkinkah karena aku terlalu bahagia?. Sean memutar tubuhku dua kali berturut-turut dan menangkapku dalam pelukannya tepat di jeda lagu, aku terkejut mendapatinya begitu santai dan rileks bahkan saat semua mata terarah pada kita berdua. Dia tertawa ringan saat melihat kecemasanku kemudian mempercepat tempo dansa kami, tiba saatnya dia memutar tubuhku dia langsung mengangkat pinggangku dan aku melayang di udara untuk beberapa saat dengan lengan Sean yang menahanku, aku tertawa kecil padanya hingga dia menurunkanku dan kembali membungkusku dalam pelukannya. Semua orang bertepuk tangan dengan meriah pada kami, Sean mengangguk pada semua orang masih dengan senyum bahagianya lalu mengecup puncak kepalaku dengan bangga.

"Aku mencintaimu" Sean berbisik padaku dan aku membalasnya dengan memeluknya lebih erat lagi, tdak perlu kata-kata untuk menggambarkan perasaanku padanya karena aku tahu Sean akan mengetahuinya hanya dengan debaran jantungku yang saat ini sedang dia rasakan, aku tahu dia akan mengerti.

***











Continue Reading

You'll Also Like

16.3M 606K 35
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
756K 9.9K 31
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
949K 46.6K 47
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
4.7M 174K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...