Melodies

By temilladwenty

295K 21.6K 1.5K

[ TELAH TERBIT ] ====Sudah diterbitkan olehBukune Publisher | Tersedia di seluruh Gramedia Indonesia dan toko... More

TELAH TERBIT
Prolog
Melodies 1: "Angel"
Melodies 2: "Boomerang."
Melodies 3: "Cosmic Railway."
Melodies 5 : "Eldorado"
Melodies 6 : "For Life"
Melodies 7 : "Good Night."
Melodies 8: "Hurt"
Melodies 9 : "I Like You"
Melodies 10 : "Juliet."
Melodies 11 : "King and Queen"
DO KYUNGSOO
Melodies 12 : "Lights Out"
Melodies 13 : "Moonlight"
Melodies 14 : "Never Know (They)"
Melodies 15 : "One and Only (유리어항)"
Melodies 16 : "Promise."
Melodies 17 : "Rhythm After Summer."
Melodies 18 : "Stronger."
Melodies 19 : "The One."
The Question

Melodies 4: "Diamond"

12K 1.1K 28
By temilladwenty

Mungkin terselip di bebatuan, bercampur bongkahan lainnya, tertutupi kelabu. Yang orang lain belum tentu bisa melihatnya. Hanya jika kau memperhatikannya, ia bersinar. Dia berbeda, dengan caranya memancarkan kilau. Perlu banyak liku untuk mendapatkan dirinya yang bersinar, aku tau. Seperti berlian yang perlu dipotong dan diasah terlebih dulu, juga berlian yang membutuhkan polesan untuk membuatnya terlihat lebih berkilau. Dirinya juga, perlu melalui kehidupan yang mungkin tidak mudah. Dirinya juga, yang terlihat kasar dan tidak perduli. Namun kembali, aku bisa melihat cahayanya.

Terlebih dengan jarak sedekat ini, saat ia mendekatkan wajahnya. Saat ia bertanya dengan kasarnya apakah aku berbohong, saat mata tajam nya seperti menusuk saat bertanya. Aku tetap tidak takut, aku terpesona.

Pintu rumah yang aku masuki itu tiba-tiba saja terbuka bercampur suara hujan dan angin yang menerobos masuk ke dalam. Dalam ritme yang sangat cepat seorang pria sudah masuk kedalam ruang tamu.

   "Dio maaf, aku kehuja−" suara itu.

Aku menoleh memperhatikan dirinya yang kebingungan membuka mulutnya lebar-lebar. Sepertinya aku pernah melihat ekspresi seperti itu, entah kapan.

   "Kim sunbae?" tanyaku yang kini dengan refleks mendorong bahu Dio dengan kencangnya sembari berdiri. Maaf, aku benar tak sengaja.

   "Hyak! Kau membuat lantaiku basah!" teriak Dio kesal sama sekali tidak menghiraukan seranganku barusan.

"Melodi?" sekarang Kim sunbae menerobos masuk mendekati kami, menghiraukan ocehan Dio.

"Hyung, kau ingin menginap lagi?" tanya Dio membuatku membesarkan kedua bola mata. Dia suka menginap disini?

Pria tinggi dengan rambut setengah basah itu hanya mengangguk, sembari perlahan mendekatiku memberikan raut wajah penuh tanya.

Aku segera berdiri, kemudian membungkuk memberi salam, "Kim sunbae, k-kau kehujanan?"

Dia mengangguk tiga kali, kemudian menatapku dan Dio bergantian.

"Kenapa Kim sunbae bisa kesini?" tanyaku sangat pelan. Namun sepertinya dengan jelas mereka bisa mendengar suara kecilku, sekalipun hujan diluar sana sudah semakin deras.

"Apa?" Kim sunbae yang pertama kali memberikan reaksi. Ia tertawa sembari mengacak rambutku dengan cepat, "Harusnya aku yang bertanya, apa yang kau lakukan disini?" kemudian ia menoleh menatap Dio, "Apa kau mengajaknya latihan di rumahmu? It's not your style."

"Ck," Dio berdecak mengangkat sebelah alisnya membalas.

"Jadi kenapa?" tanya Kim sunbae penasaran.

"Aku hanya tidak sengaja bertemu diluar dan menumpang berteduh sekarang." Jelasku, "Kim sunbae, kau sering ke sini?"

Ia segera mengangguk, "Ah, jangan panggil aku Kim sunbae jika bukan diruang latihan. Aku sudah bilang padamu panggil namaku saja."

"Ohya, tapi mungkin aku tidak bisa." Aku segera menggaruk belakang kepalaku dengan malu-malu, rasanya agak sedikit tidak sopan. Walaupun kami sudah lama kenal, entah aku masih menganggapnya senior panutanku.

"Yeol Oppa. Panggil aku itu mulai sekarang." Tawanya sembari mengangkat kedua alisnya.

"Dio Oppa. Haruskah dia memanggilku Dio oppa?" tepat sedetik setelah Kim sunbae berhenti bicara, Dio segera ikut meledek namun dihadiahi tatapan sinis oleh Kim sunbae. "Aku ada di tingkat 4, sedang dia baru di tingkat 3." Lanjutnya.

Oh aku baru saja mendengar kalimat yang cukup panjang dari seorang Dio.

"Pft.." suara tawaku tak bisa disembunyikan, dan ya.. hadiah untuk tawaku adalah tatapan sinis dua orang di hadapanku."Oh, maaf. Jika aku tidak mengenal kalian, pasti sudah ku duga kalian adalah saudara kandung." mereka benar-benar terlihat seperti adik dan kakak yang sedang bertengkar.

"Aku akan menyiapkan minuman hangat, Hyung kau bisa mengenakan celana ku jika mau." Dio berjalan menjauh.

"Dan aku akan terlihat seperti anak SMA yang mengenakan seragam TK? Yang benar saja, lebih baik aku kebasahan." Wajah Kim sunbae dibuat semenyedihkan mungkin membuatku ingin sekali mencubit pipinya, sayangnya itu hanya hayalanku.

"Terserah." ketus Dio berjalan ke sebuah ruangan yang ku tebak itu pasti dapurnya.

Kini suara sunyi saat Dio meninggalkan kami. Aku dan Kim sunbae. Aku meliriknya malu-malu, sungguh aku tak tau harus berkata apa.

"Duduk," kini Kim sunbae sudah terduduk di sofa panjang. Dan aku memilih duduk disebelahnya. "Bagaimana latihannya?"

"Tak sebaik jika bersamamu sunbae." Kataku berbisik.

"Hahaha... kalau itu aku tau," Kim sunbae terdiam sebentar, "Kau baik-baik saja kan?"

"Eh-ya, baik." jawabku seadanya. Aku jarang berbicara diluar dunia musik bersamanya. Karena memang meskipun sudah dua tahun saling mengenal, kami hanya bertemu saat latihan. "Sunbae... bajumu," kataku saat kemeja panjangnya terus meneteskan air, dia basah hampir kuyup.

"Ah, tidak apa-apa, nanti aku akan menggantinya." katanya.

"Dengan baju Dio sunbae?" tanyaku, dan dia mengangkat kedua bahunya sembari membuat wajah enggan tapi mau bagaimana lagi. Dia ingin menginap tapi tidak membawa baju, juga tidak mau meminjam baju? Lalu... eng, aku tak ingin memikirkannya.

"Aku bisa melihatmu." Kata Dio berjalan mendekat. Ia segera menyeruput minuman yang dibawanya di sebelah kanan.

"Hyak! Kau harusnya menyuruh tamu minum terlebih dulu!" Kim sunbae berjalan menghampirinya, namun Dio menjauh, berjalan menghindar dan meletakkan satu cangkir di tangan kirinya di meja.

"Bukan untukmu," kata Dio sembari memberikan wajah menyebalkannya itu pada Kim sunbae.

"Oh kau begitu pada hyungmu, sini sini ku peluk," senyum Kim sunbae berjalan menghampiri Dio. Ia sengaja berjalan dengan menyiprat kan sisa-sisa air di celananya ke lantai, juga membuka tangannya lebar-lebar.

"Sini hyung kalau kau ingin ku siram dengan teh panas," tanpa berpindah posisi sedikitpun Dio membalas candaan itu dengan wajah super seriusnya.

Aku meneguk ludahku, siapa yang lebih muda disini?

"Ck, kau pikir aku takut?" tawa Kim sunbae dengan menaikkan alisnya. Ia berjalan mendekati Dio, namun kemudian berbelok "Melodi silakan diminum," ia duduk kembali disampingku sembari memberikan cangkir yang tadi ada di meja.

"Ahaha, iya terimakasih sunbae." tawaku melihat tingkahnya. Jelas siapa yang takut.

"Kali ini berapa malam hyung akan menginap?" tanya Dio yang sudah duduk di sebuah kursi single armchair sebelah Kim sunbae. Ia terlihat lebih kecil saat diapit dengan sandaran kursi itu.

Perdebatan keduanya yang sedang membicarakan berapa lama Kim sunbae akan menginap membuatku mempunyai celah untuk menikmati desain interior rumah Dio. Sederharna dan manis, seperti kebanyakan desain ruangan ala korea yang menggunakan warna-warna netral seperti putih, dan coklat muda sebagai warna dinding rumah. Kombinasi furniture minimalis seperti meja dan kursi berukuran pendek, hanya ada dua kursi. Satu kursi untuk dua, dan satu kursi single.

Atapnya dibuat tinggi dengan bingkai jendela yang cukup besar, hanya ditutupi tirai tipis membuat pemandangan taman terasa sampai kedalam rumah. Selain itu, ada beberapa pot kecil yang berisi tanaman tepat diatas meja berlaci tiga disudut ruangan, sepertinya keluarga ini sungguh menyukai kedamaian. Hiasan-hiasan yang digunakan menggunakan seni kaligrafi Korea yang bertuliskan aksara Hangeul. Sayangnya tidak ada satupun foto keluarga yang terpajang di dinding.

Tiba-tiba saja aku teringat sesuatu, "Ah... Syukurlah tidak basah." Kataku sembari mengeluarkan handphone dari dalam tas.

"Ohya, kau baru membeli speaker baru bukan? Ayo kita dengarkan sembari menunggu hujan." Kim sunbae sepertinya sedang memerintah.

"Hm," Dio bergegas berjalan, tak ku sangka ia kan menurut dengan cepat. Ku kira dia akan menyuruh Kim sunbae untuk mengambilnya sendiri.

Tak perlu waktu lama sampai ia kembali dan meletakkan sebuah speaker bluetooth berwarna putih diatas meja. Biar ku tebak, dia penyuka warna putih? Sepertinya.

"Kita dengarkan daftar lagu yang ada di handphonemu," kini Kim sunbae mengambil dengan cepat handphone yang baru saja ku genggam. "Coba ku lihat, Oh! tidak di password?" tanyanya terkejut.

"Aku tidak suka memberikan password di handphoneku," tawaku.

"Takut lupa?" tebaknya, dan ku beri anggukkan. "Masih ada manusia yang tidak memberikan password di hanphone nya?" ia mengangguk sembari meringis geli.

Aku tak punya rahasia untuk disembunyikan. Dan aku tak perlu berlama-lama membuka kunci handphone jika sedang terburu-buru. Itu efisien.

"Aku-"

"Ouuu Melodi-ya," kini Kim sunbae kembali mengejutkanku, baru saja aku ingin mengatakan sesuatu, "Kau penggemar berat Do Kyungsoo?"

Aku membelalakan kedua mataku terkejut, "Maksudnya?"

"Semua lagu nya ada di daftar musikmu, recently played?" goda Kim sunbae sembari men-scroling daftar lagu di handphoneku.

"Bu-bukan begitu-"

"Kau baru-baru ini habis memikirkannya?" tambahnya lagi.

"Bukan begitu sunbae hentikan." kataku sembari menarik baju lengannya, "kemarikan."

"Kenapa? Kau kan memang penggemarnya, kau selalu merekomendasikan lagunya saat latihan, kalau saja saat itu kau tidak ujian mungkin kau akan datang ke Fanmeeting nya bukan begitu?"

Kalau saja Kim sunbae tidak lebih tua dariku, sudah ku jitak kepalanya. Seenaknya membicarakan hal itu persis didepan orangnya langsung. Mungkin sekarang wajahku sudah memerah malu.

"Ouu.. kau pasti senang saat aku mengenalkannya?" goda Kim sunbae. "Yahhhh... siapa sangka aku berteman denganmu Dio-ssi." godanya lagi menatap Dio.

"Si-siapa yang tidak suka lagunya? Semua lagunya bukan hanya puisi yang diberikan nada, tapi juga sebuah ketulusan, tidak ada satupun lagunya yang tidak memiliki arti kehidupan. Semuanya berarti." jawabku.

"Suara?" tanya Dio membuatku dan Kim sunbae menoleh segera menatapnya.

"Apa?" tanyaku lagi.

"Bagaimana suaraku? Semua orang sepertinya terlalu memuji laguku." katanya tersenyum entah aku tak mengerti, apa dia kecewa?

"Dio tentu tidak begitu-"

"Aku tau lagu-laguku memang terdengar luar biasa, bukan begitu?" Dio memutus kalimat Kim sunbae sembari menatapku meminta jawaban.

"I-iya," aku tidak tau harus menjawab apa dengan tatapannya yang seperti itu.

Aku masih diam tak mengerti, apa ada yang salah dengan perkataan ku? Atau ada yang membuatnya tak suka? Apa karena aku ketahuan memang penggemarnya?

Siapa yang tak mengenal sosok 'Do Kyungsoo'? Sosok musisi terkenal yang baru saja naik daun satu tahun ini. Ya, aku memang kehilangan jejaknya di Universitas. Tapi itu hanya satu tahun lamanya hingga ia muncul di berbagai acara televisi, debut menjadi penyanyi dengan sebuah single lagu yang memuncaki semua acara musik di Korea Selatan. Lagunya bahkan pernah menyelamatkan beberapa orang yang putus asa ingin bunuh diri, lagu-lagunya terdengar tulus dan hangat, tapi jauh dari lagu-lagunya, aku menyukai suaranya sejak pertama kali mendengarnya, tentu saja saat waktu itu. Waktu pertemuan kami yang ia lupakan.

Dirinya yang berkilau itu semakin jauh untuk bisa kutemui, semakin sulit bagiku untuk mengembalikan miliknya, karena ia saja tak mengingatku. Kini kilau dia sudah bisa dilihat banyak orang, karena ia membuka sedikit bagian dari dirinya, Dia dikenal dengan sosok dingin nya, namun aku memilih hanya melihat kehangatannya yang tersembunyi.

   "Ahya, omong-omong, kapan album kedua mu diliris?" tanya Kim sunbae teringat.

"Mungkin akhir tahun." Jawabnya singkat.

"Album? Winter Album?" Tanyaku ikut antusias.

"Apa kau akan membocorkannya?" Tanya Dio sembari mengangkat sebelah alisnya, aneh.

"Ah, itu rahasia rupanya. Aku tidak akan bertanya lagi." Kataku merasa bersalah, padahal aku tak bermaksud seperti itu.

"Do Kyungsoo, ada apa denganmu? Dia bukan orang yang seperti itu." Kim sunbae menatap Dio tak kalah heran denganku.

"Kenapa? Apa aku salah? Aku memang tak mengenalnya, dan aku tidak bisa memberikan informasi rahasia begitu saja." Jawabnya. Sisi dingin nya kembali terlihat, dengan sangat jelas.

"Sekarang kau akan mengenalnya." Kim sunbae menaikan kedua alisnya berusaha membuatku tersenyum.

"Tidak apa sunbae. Aku memang tidak bisa mendengar informasi rahasia besar seperti itu, aku juga tau diri, sungguh tidak apa-apa." Jawabku berusaha menenangkan situasi.

"Huah... kenapa suasana disini jadi sangat panas? Bukankah diluar hujan?" Kim sunbae beranjak berdiri, mungkin mencoba mendinginkan suasana kembali. "Dio!" panggilnya yang kini sudah berada di pojok ruang tamu.

Ia mengambil sebuah raket pingpong dari dalam laci.

"Dimana bolanya?" Tanyanya. Dio hanya menunjuk laci itu kembali dengan dagunya. "Kemari, ayo kita main." Ajaknya.

Dio menghela nafasnya panjang, memberikan sinyal penolakan. Suasana tadi benar-benar membuat diriku serba salah. Aku tak mengerti letak salahnya, namun aku tau, sepertinya aku sudah berbuat salah.

"Kau mendukungku kan Melodi?" Tanya Kim sunbae memperlihatkan giginya.

Ia berjalan menarik tangan Dio untuk ikut bergabung dengannya melebarkan meja pingpong.

"Ck, aku tak butuh dukungan." Kata Dio tersenyum menyombongkan diri.

"Aih sombongnya. Oke, kita lihat saja!"  balas Kim sunbae.

Ctak!

Permainan yang awalnya di tolak oleh Dio-pun berlangsung. Beberapa kali Kim sunbae menghasilkan poin dan ia menatapku, meminta ditepuk tangani, dan tentu ku lakukan sebagai pendukungnya. Satu dua, hingga kini aku bisa menebaknya siapa yang akan menang.

"Sambutlah pemenang sesungguhnya... Kim Yeol!" kalimat itu dibuat dengan suara besar Kim sunbae dengan membusungkan dadanya tingi-tinggi. Ku rasa bajunya sudah hampir kering.

Aku ikut bertepuk tangan memeriahkan kemenangannya. Sementara disisi lain, Dio dengan wajah datarnya tak memberikan ucapan selamat ataupun marah. Ekspresi wajah yang takterdefinisikan.

"Ayo main lagi, tadi hanya pemanasan." Katanya tiba-tiba.

Kim sunbae menggeleng segera sembari memijat tangannya, "Aish Dio, tanganku pegal. Melodi, kau saja." Ia berjalan kearahku seraya menarik tanganku dengan kencangnya.

"Kau bercanda? Dia mana mungkin bisa bermain?" Tanya Dio heran.

"Aku bisa." kataku menjawab, namun ia menatapku dengan tajamnya, "sedikit." tambahku.

"Kau takut kalah lagi?" Ledek Kim sunbae pada Dio.

"Ck! Terserah," Ia memasang kuda-kuda untuk menerima pukulan pertamanya.

Aku pandai menutupi gerogiku saat harus berhadapan dengan orang yang aku kagumi. Jadi, aku bisa berpura-pura saat ini menjadi atlit pingpong dan bersiap menyerang.

Ctak!

"Yaaaas!" teriakku senang dibarengi Kim sunbae yang tiba-tiba bersorak menepuk pundakku bak pelatih.  Pukulan pertama, baru saja pukulan pertamaku tak berhasil dikembalikan.

Ctak!

"Au!" bola yang Dio pukul tepat mengenai keningku. Aku yakin ini tidak sengaja, namun yah tepat dikeningku. Wajahku mungkin sudah memerah, bukan sakit, tapi malu.

"Melodi?" tanya Kim sunbae memegangi pundaku, berusaha menunduk melihat kening yang saat ini aku tutupi dengan kedua tanganku.

"Aku sudah bilang tidak ingin bermain dengan perempuan." Kata Dio menatap kami sembari melempar raket ke meja pingpong.

Kim sunbae berpaling dengan menggertakankan giginya, "Kau sengaja?" tanyanya.

"Ini tidak sakit sama sekali, ha-ha." Tawaku memegangi lengan kemeja Kim sunbae.

"Dia hanya berpura-pura sakit," perkataan Dio baru saja seperti menusuk jantungku. Apa begini memang sifatnya yang sebenarnya?

"Ada apa denganmu? Seharusnya kau minta maaf." Kesal Kim sunbae.

"Hujannya..." aku segera berjalan ke kursi, "...sudah reda. Aku harus pamit."

Ya begini lebih baik. Sepertinya suasana sedang tidak bagus. Aku tidak ingin merusak suasana tawa diantara keduanya dengan mengahdirkan aura yang tidak baik. Aku segera meraih tas dan juga kantung plastik belanjaanku.

"Terimakasih sudah memperbolehkan ku masuk ke dalam rumah mu untuk berteduh, terimakasih banyak." Kataku membungkuk menatap Dio yang juga melihat kearahku. Aku juga membungkuk pada Kim sunbae dan segera bergegas keluar tanpa mengatakan sepatah katapun lagi.

"Biar aku antar."

Aku bisa mendengar suara Kim sunbae yang berjalan mengikutiku dibelakang. Aku hanya tertawa saat menunjuk rumah kontrakan yang ada didepan rumah ini persis adalah kontrakan baruku.

Kim sunbae mengangguk dan berkali-kali meminta maaf untuk entah kesalahan yang mana, karena seingatku ia sama sekali tak berbuat salah. Dan aku segera berlalu sebelum hujan kembali turun dan harus membuatku kembali masuk ke rumah dengan pemiliknya yang pemarah.


Aku menghela nafasku sangat panjang berbaring dikasur. Menatap langit-langit kamar yang putih pucat dengan lampunya yang redup. Kenapa sangat melelahkan hari ini? Aku membalikkan tubuhku hingga kini bisa menatap bunga-bunga buatan yang ku tempelkan di atas kepala ranjang dengan plester washi. Aku juga menyukai tanaman.

Saat perjalanan pulang kuliah sekitar bulan Oktober sampai November akan banyak bunga-bunga beremekaran, bahkan Korea memiliki 8 kali festival bunga dalam satu tahun. Aku dulu suka mengumpulkannya, terlihat indah namun daunnya cepat kering. Jadi aku memilih membeli beberapa bunga palsu dan membuat kerajinan tangan.

Ranunculi, anggrek, eukaliptus, hingga snowball hydrangea ku ikat menjadi satu dan mengantungnya. Melihat tanaman ini, aku jadi teringat kembali dengan Dio yang sepertinya juga menyukai beberapa tanaman.

Aku tidak pernah mengerti kenapa Dio bisa bersikap kasar padaku? Apakah ia juga seperti itu pada setiap orang? Tapi apa salahku? Bukankah ia tak mengenalku? Bukankah ia lupa jika kita pernah bertemu? Lalu kenapa ia seperti sangat membenciku? Karena aku penggemarnya?

   "Ada apa?" tanya Yesha ikut berbaring di kasur yang ku tiduri saat ini.

   "Aku sedang bingung." Jawabku menghela nafas lagi.

   "Kau menghela nafasmu, em.. sudah empat kali sejak masuk rumah." Tawa Yesha.

   "Benarkah?" tanyaku segera memiringkan posisiku menatapnya, ia hanya tertawa sembari mengangguk.

   "Ohiya, menurutmu mana yang bagus?" tanya Yesha menunjukkan handphonenya.

   Tunggu, handphone? "Aish! Sial!" teriakku kesal.

"Ada apa lagi?" tanya Yesha terkejut.

"Benar! Handphoneku!" aku segera terbangun meraih tas yang ku lemparkan diatas kursi belajar. "Tertinggal di rumah temanku." Aku menghela nafas frustasi. Bagaimana bisa aku benar-benar bodoh?! Pasti kini Dio mengira aku benar-benar seorang penguntit.

Bukan hanya tinggal di dekat rumahnya, bahkan lock screen handphone ku menggunakan gambar wajahnya! Padahal itu hanya karena Yesha iseng memasangnya saat aku menggambar wajah Dio di halaman belakang buku tulis karena teringat pertemuan kami setelah tiga tahun lamanya, dan aku selalu lupa menggantinya.

Ahya, Kim sunbae juga melihatnya. Namun ia tak berkomentar sama sekali. Apa sekarang handphone itu ada padanya? Atau tidak?

"Lalu?" Tanya Yesha ikut terduduk menatapku bingung.

"Pinjam handphonemu, aku akan menelepon nomorku. Ah tidak-tidak, aku akan mengiriminya pesan saja." Kataku mengambil handphone yang digenggam Yesha.

Aku berpikir keras bagaimana bahasa yang baik dan sopan untuk memintanya bertemu. Apa aku harus kerumahnya? Tapi jika tiba-tiba pasti sangat menganggu. Aku kembali membanting tubuhku ke kasur. Bagaimana.. bagaimana?

Akhirnya aku memutuskan untuk mengirim pesan singkat apa handphone ku ada disana.

"Yesha!" teriakku terbangun dari tempat tidur. "Ia memintaku untuk bertemu sekarang." Aku menepuk keningku dengan sangat keras, kemudian mengacak-acak rambutku bingung.

"Sekarang?" tanyanya  ikut terkejut.

"Pasti saat ini pria itu sangat tidak suka melihat wajahku!" teriakku benar-benar bingung harus bersikap seperti apa jika nanti bertemu dengannya.

"Siapa sebenarnya temanmu itu?" tanyanya sembari tertawa. Aku hanya menatap lemah Yesha tak berani mengatakannya. Ia hanya tertawa mengusap kepalaku kasar. "Sudah sana, dia menunggu." Katanya dengan tertawa.

Aku mengangguk sembari kembali merapihkan rambutku. Jika hari ini adalah kesialanku, aku akan benar-benar pasrah.

Aku berjalan perlahan, memperhatikan jalan yang benar melalui GPS dari handphone Yesha. Kenapa harus ditaman? Sedangkan rumahnya tepat disebrang tempat tinggalku? Bukankah dia seorang yang terkenal, berbahaya jika berkeliaran diluar sana.

Udara terasa semakin dingin begitu keluar rumah. Sweeter biru dongker dengan celana panjang tak berhasil menghangatkan tubuhku yang kini mengigil berjalan hampir ditengah malam.

Cuacanya semakin dingin setelah hujan yang turun sore tadi. Sialnya aku baru menyadari hilangnya handphoneku saat malam hari seperti ini, waktu cepat berlalu rupanya.

Kudapati sebuah taman kecil dengan lampu oranye diempat sudutnya. Taman itu sangat sepi, dan hanya ada dua buah ayunan serta seperangkat seluncuran dengan tangga menjulang ditengah taman. Tak ku lihat orang yang ingin ku temui didalam taman itu. Kuputuskan untuk duduk disalah satu ayunan besi yang sudah kering.

"Hallo?" kataku begitu suara tut berhenti.

"Kau sudah sampai?" Jawab suara itu disebrang telepon.

"Sudah," Kataku singkat. "Dima−" telpon sudah ditutup sepihak.

Aku mengeluh kesal. Menghentak-hentakkan kakiku ke pasir dibawah ayunan. Lima belas menit berlalu saat aku melihat jam dilayar handphone  Yesha. Akhirnya, terdengar langkah kaki seperti terburu-buru semakin mendekat.

"Maaf Melodi-ya." Katanya tersenggal kelelahan. Aku segera mendongak menatap asal suara. Wajahnya disinari sinar bulan dengan senyuman yang menghangatkan seperti biasa.

"Kim Sunbae?" kataku heran melihat kehadirannya. Ia masih mengenakan kemeja putih bergaris tipis biru mudanya. Apa dia tidak akan sakit?

"Ini," Ia memberikan minuman hangat padaku. Tangannya penuh dengan kedua minuman. Aku segera meraihnya. Ia tersenyum dan duduk di ayunan sebelahku.

"Dio-ssi?" Tanyaku heran.

"Dia menitipkan ini padaku," Ia merogoh kantungnya. "ada di sofa," Katanya menyerahkan handphoneku. Aku segera meraihnya.

"Maaf aku merepotkanmu, sunbae." Kataku tersenyum padanya, dan segera meminum minuman yang ia berikan.  "Ah.." Ternyata isinya adalah coklat hangat.

"Enak?" tanyanya.

"Enak, terimakasih banyak."  Ia menarik rantai ayunanku hinga rantai kedua ayunan bergesek menimbulkan suara mengericit.

"Berhentilah berterimakasih, ayo pulang, aku kedinginan." Katanya berbisik membuat angin yang baru saja menyerang tubuhku bertambah dingin.

Aku segera mengikuti langkahnya yang berjalan dengan terburu-buru. Kakinya sangat panjang membuat aku terhenti sebentar karena lelah, kini menyadari langkahku yang terhenti ia menoleh.

"Terlalu cepat?" tebaknya. Dan aku segera mengangguk, membuatnya tertawa dan berjalan mundur. "Ayo."

"Sunbae." Panggilku. Ia kembali menoleh, "Apa Dio-ssi, marah padaku?" kataku ragu.

Ia menggulum bibirnya dan mengerutkan keningnya. "Aku tidak tau, memangnya kenapa?" katanya.

Aku mengangkat bahuku, "Hanya saja, ia pasti benar-benar membenciku." Kataku mengigit bibir bawahku.

"Kenapa?" tanyanya.

"Dia pasti mengira aku sengaja meninggalkan handphoneku. Dan kalau dia tau aku tinggal disebrang rumahnya, pasti ia akan tambah marah."

"Kenapa?" Tanya sunbae masih menoleh padaku sembari berjalan pelan.

"Karena dia mengira aku seorang penguntit." tebakku.

"Kenapa?" kali ini ia tak menatapku.

"Ditambah jika dia melihat layar lock screen-ku adalah wajahnya. Padahal itu bukan kesengajaan, maksutku.. aku memang menggambar wajahnya, namun yang memasangkan lock screen bukan aku." jelasku.

"Kenapa?"

"Karena temanku iseng saja," aku menghela nafas cukup panjang.

"Kenapa?"

"Karena temanku tahu aku mengagumi pria yang tak sengaja ku gambar wajahnya di bukuku." Aku terhenti begitu kalimat itu terucap. "Aish!" aku mengigit bibir bawahku. Sedangkan sunbae ikut berhenti dan menatapku sambil menahan tawa. "Sungguh! Aku bukan penguntit!" kataku dengan menggerakkan tanganku didepannya. Ia hanya mengangkat sebelah alisnya.

Aku berjalan cepat mendahuluinya. Pasti kini sunbae menertawaiku. Aish! Bodohnya malah mengatakan hal memalukan seperti itu!.

Ia menarik tanganku. "Aish sunbae, sungguh aku bukan penguntit!." Kataku berbalik menatapnya. Ia tertawa tanpa bersuara. "Sungguh!" ia masih tertawa. "Aku hanya mengaguminya, karena suaranya dan tentu lagunya. Hanya itu. Aku tidak bermaksut mengganggunya. Kau boleh menghentikan latihanku dengannya, aku benar-benar hanya menganguminya.  Jika kau menyuruhku untuk tidak menganggunya, akan ku lakukan." Aku mengacak rambutku frustasi karna sunbae tak berhenti tertawa. "Hyaa sunbae! Katakan sesuatu!" kesalku.

"Kau sudah sampai." Katanya akhirnya berhenti tertawa.

"Ya, aku sudah selesai. Aku akan berhenti latihan dengannya." Kataku memajukan bibirku. Ia tertawa dengan suara yang besar sekarang.

"Bukan itu," katanya masih tertawa. "Kau sudah sampai didepan rumahmu." Katanya menunjuk gerbang kontrakan tepat disebelahku.

Aku segera menengok. Astaga, bodoh.

"Ah, Oh, Ya." kataku menggaruk kepalaku. "sampai jumpa sunbae." kataku terburu-buru membuka gerbang, aku berbalik sebentar, "Terimakasih sunbae."

"Melodi," Panggilnya. "Kau tak usah berhenti latihan. Tidak apa-apa." Katanya tersenyum, kemudian melambaikan tangannya.

Kini punggungnya masih berguncang, sepertinya ia masih menertawakanku dalam pikirannya. Aku menghela nafasku panjang. Kenapa hal memalukan seperti ini bisa terjadi seperti ini?


**to be continue**

Jangan lupa Vote kalau belum, comment nya juga ya ^^

Continue Reading

You'll Also Like

28.6K 4.7K 17
Allura Christy Gadis remaja polos nan lugu yang kerap kali mendapat bullyan dari semua siswa siswi di sekolahnya. Bagaimana tidak, sekolahnya saja s...
728K 67.9K 42
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
92.2K 9.2K 37
FIKSI
88.3K 8.2K 33
Supaporn Faye Malisorn adalah CEO dan pendiri dari Malisorn Corporation yang memiliki Istri bernama Yoko Apasra Lertprasert seorang Aktris ternama di...