Little Mother

By Tehseduh

382K 25.7K 2.1K

[ REPOST ] Menjadi seorang ibu merupakan impian setiap wanita. Tapi itu jika kehidupan wanita itu normal. Nam... More

SATU
TIGA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
SEBELAS
DUABELAS
EKSTRAPART Zu and Priko
TIGABELAS

DUA

29.3K 1.8K 80
By Tehseduh


"Mbah kepala bunga akhir-akhir ini sering pusing, Bunga juga suka mual mbah. Bunga sebenernya sakit apa toh mbah?" ujarnya manja seraya memeluk neneknya.

Mata neneknya sudah berkaca-kaca. Air matanya terus menyeruak meminta keluar. Namun demi cucunya dia harus menahannya. "Bunga nggak sakit. Bunga sekarang sedang mengandung."

Setelah satu minggu yang lalu Dokter Ratih memberitahukan kenyataan itu, baru hari ini Nenek Sharmi berani mengatakannya.

"Mengandung?" Bunga masih terlihat bingung tak mengerti.

Nenek Sharmi mengangguk. "Iya ndok. Mungkin tujuh bulanan lagi Bunga bakal punya anak." ucapnya sok tegar. Senyum itu terlihat sangat dipaksakan.

Bunga langsung menatap neneknya dengan beribu pertanyaan sewajarnya anak seusianya.

"Anak? Gimana Bunga bisa punya anak toh mbah? Bungakan belum lulus sekolahnya." Begitulah Bunga, dia cuma seorang gadis kecil yang masih berusia 12 tahun. Begitu polos dan masih penuh rasa ingin tahu yang besar.

Namun setiap pertanyaan Bunga bagai sayatan yang melukai hati Nenek Sharmi. Dengan senyum palsu dia membelai lembut wajah cucunya. Menatap wajah mungil nan manis itu.

"Allah sayang Bunga, makannya Bunga dikasih anak. Biar entar Bunga ada yang nemenin main." Tuturnya.

"Kan udah ada mbah yang nemenin Bunga main." Ucapnya jujur.

Nenek Sharmi hanya tersenyum lembut seraya membelai puncak kepala Bunga. Nenek Sharmi hanya berharap agar dirinya bisa kuat membantu Bunga hingga kelahiran cicitnya nanti.

***

Kehamilan ke 5 bulan ....

"Bunga, ojok blayu ngono toh(Jangan lari-larian)..., Entar jatuh ndok." Suaranya jelas terdengar sangat khawatir.

Dengan perut yang semakin membuncit. Bunga tetaplah seorang gadis kecil yang masih bersikap selayaknya anak seusianya. Begitu aktif dan selalu ceria. Menginjak bulan kelima morning sicknessnya sudah berkurang namun kini Bunga sering ngidam. Banyak hal yang dimintanya, tapi untung saja segala permintaannya tak ada yang diluar batas kemampuan Nenek Sharmi. Walau sebagian makanan yang dimintanya pada akhirnya tak dimakannya.

Kadang Bunga sendiri merasa heran dengan keinginan-keinginan tiba-tibanya yang menurutnya aneh. Saat dirinya bertanya apa yang sebenarnya yang membuat dia begitu kepada neneknya. Nenek Sharmi pun mencoba menjawabnya.

"Ngidam? iku opo toh mbah(itu apa nek) ?" ucap Bunga tak mengerti.

"Itu biasa terjadi sama cah wedok seng meteng koyok awakmu saiki ndok(anak perempuan yang hamil seperti kamu sekarang, nak)."

Bunga mengangguk entah paham atau tidak.

Neneknya kembali tersenyum. "Itu wajar kok ndok,"

"Emang harus diturutin yah mbah?"

Nenek Sharmi mengangguk, "Kalau nggak dituruti entar anak kamu ngileran loh."

"Ojok toh (Jangan dong) mbah! anak Bunga nggak boleh ngileran." tolaknya antusias seraya mengelus perutnya.

Neneknya terkekeh geli seraya mengelus rambut cucunya sayang.

***

Saat malam tiba tanpa sepengetahuan neneknya Bunga pergi keluar. Dia pergi ke sebuah pohon besar yang berdiri kokoh tak jauh dari gubuk mereka. Bunga duduk diayunan yang dulu pernah dibuatkan oleh teman Dokter Ratih saat berkunjung memeriksa kandungannya. Tangan kirinya memegang tali ayuanan itu, sedangkan tangan kanannya mengelus perutnya. Rambutnya kini terurai makin panjang. Terpaan cahaya bulan menambah ketenangan di hati Bunga. Bintang-bintang bertaburan seakan menghiburnya. Menghibur hatinya yang terkadang merasa sedih. Sedih karena diriya dan neneknya harus tinggal digubuk kecil di tengah hutan. Sedih karena dirinya tak pernah diperbolehkan keluar dari hutan ini. Dan sedih karena setiap malam tidurnya terasa tak nyenyak. Sebuah suara kekehan nan serak dan bayangan seringaian itu selalu membayangi disetiap malamnya. Seperti malam ini, tidurnya benar-benar terganggu. Namun sampai sekarang dirinya tak mengerti dengan semua yang terjadi. Dan yang lebih membuatnya sedih saat melihat neneknya menangis dibelakangnya.

"Auuh!" Bunga merasa sesuatu terjadi pada perutnya.

Bunga terlihat bingung, perlahan dia mengelus perutnya kembali. Dan lagi-lagi sebuah gerakan terjadi dalam perutnya. Merasa khawatir dengan keadaan bayinya, Bunga bergegas kembali ke dalam gubuk. Dia membangunkan neneknya.

"Mbah tadi perut Bunga kayak ditendang dari dalam, apa bentar lagi Bunga mau ngelahirin Mbah?" simpulnya polos.

Dengan mata yang masih mengantuk Nenek Sharmi mengelus perut Bunga. Dan saat merasakan sebuah tendangan dari perut Bunga, Nenek Sharmi tersenyum lembut, mata ngantuknya berganti dengan binar kekaguman. "Bayimu mulai menendang, dia sudah bisa menendang." Katanya antusias

"Jadi apa Bunga mau ngelahirin?" tanyanya lagi.

Kini tangan Nenek Sharmi beralih mengelus pipi Bunga, dia menggeleng. "Sekarang masih belum, tapi waktunya makin dekat ndok."

"Terus kenapa dia menendang?" Bunga masih terlihat tak mengerti arti tendangan itu.

"Mungkin dia tahu Bunga sedang sedih jadi dia mau bilang 'tidak apa-apa ada aku di sini bu' pekek cara nendang. Bayimukan belum bisa ngomong ndok." Jelasnya.

"Begitukah?" kini Bunga tersenyum

Nenek Sharmi mengangguk. "Mulai sekarang ajak saja bayimu bicara pasti dia dengerin." Saran Nenek Sharmi membuat Bunga makin tersenyum sumringah.

Bunga langsung mengelus perutnya kembali. "Iya, ibu tau kamu ada di sini." Ucapnya semangat.

Nenek Sharmi kini menatap cucunya yang sedang sangat gembira. Sudut matanya mengeluarkan butiran bening karena haru. Dan dia tetap mengucap syukur dengan segala yang terjadi.

Setelah kejadian itu Bunga sering berbicara dengan perutnya, dia kadang menceritakan hal yang lucu atau mencurahkan segala keluh kesah dihatinya. Saat dia merasa sedih maka bayinya akan menedang-nendang. Saat dia senang bayinya serasa ikut tenang di dalam sana.

Seminggu yang lalu Dokter Ratih memeriksa kandungannya seperti biasa, saat itu Dokter Ratih membawa sebuah majalah. Bunga terlihat tertarik membaca majalah itu melihat hal itu Dokter Ratih memberi majalah itu padanya. Dan ketika Bunga membaca majalah hijab Bunga menanyakan pendapat anaknya tentang keinginannya memakai baju tertutup itu. Lalu betapa gembiranya Bunga saat anaknya merespon dengan menendang-nendang seakan setuju dengan pilihan ibunya itu.

Segera saat Nenek Sharmi ke kota untuk menjual hasil kerajinan tangannya, Bunga meminta untuk dibelikan baju yang tertutup itu. Walau tak sama persis Bunga tak keberatan yang penting tertutup pikirnya. Dia mengambil uang tabungannya dari hasil menyimpan uang pemberian Dokter Ratih setiap mengunjungi dirinya dan uang dari hasil membantu neneknya membuat kerajinan dari anyaman bambu.

"Alhamdulillah. Entar mbah pasti beliin. Kamu tutup pintu dan jangan keluar rumah sampai mbah teko yoh ndok.(datang yah nak.)" pesannya.

Bunga mengangguk. Lalu dia mencium punggung tangan renta Nenek Sharmi dan melaksanakan perintah tadi tepat setelah kepergiannya.

***

Sang waktu terus berjalan, kini kehidupan mereka berdua semakin hari semakin membaik. Mungkin warga desa belum benar-benar melupakan kejadian yang menimpa Bunga tapi setidaknya api yang dulu membara kini sudah mulai padam. Sudah hampir sembilan bulan lebih mereka bersembunyi. Masih teringat jelas dalam benak Nenek Sharmi bagaimana perlakuan warga terhadapnya dan Bunga. Bagaimana sulitnya Nenek Sharmi mencari uang untuk makan mereka. Warga desa bahkan tak ada lagi yang mau membeli kerajinan anyamannya, hingga dia harus berjalan jauh ke kota terdekat agar hasil anyamannya bisa laku. Karena cuma di kota dia bisa menjualnya tanpa harus dipandang hina.

Dendam? Nenek Sharmi memiliki hati yang bijak, tenggelam dalam dendam tak membuat semua lebih baik dendam hanya bisa membuat semuanya semakin tenggelam dalam kepedihan. Biarlah semua yang terjadi menjadi sebuah pelajaran, ambil hikmahnya dan lupakan buruknya. Kini semuanya sudah mulai berjalan lancar kembali. Nenek Sharmi berharap keadaan seperti ini tetap terus bertahan.

Tapi kunjungan Dokter Ratih minggu lalu membuat Nenek Sharmi khawatir. Pasalnya Bunga yang hamil diusia sangat muda dan tubuhnya yang hanya memiliki tinggi tak lebih dari 140 cm memiliki resiko pada saat proses melahirkan nanti. Panggulnya yang sempit kemungkinan besar tidak akan bisa melahirkan dengan normal. Nenek Sharmi tahu benar perjuangan seorang ibu saat melahirkan. Sebentar lagi cucunya akan bertaruh nyawa untuk kelahiran cicitnya. Sungguh malang nasib Bunga yang harus menghadapi segala cobaan yang begitu berat untuk anak seusianya.

"Mbah, kalau Bunga udah ngelahirin. Bunga bisa sekolah lagi nggak mbah?" Tanyanya polos.

Nenek Sharmi membeku.

"Mbah?" panggil Bunga lagi.

Dengan seidikit kaku bibir rentanya menampakkan senyum. "Entar mbah tanya nang pak RT dulu yah."

"Bener mbah?!" ucapnya antusias

Dan senyumnya makin berkembang saat Nenek Sharmi mengangguk.

Sebuah butiran bening mengalir tanpa sadar dipipinya yang sudah keriput. Masih segar dalam ingatannya tentang keinginan Bunga yang belum pernah tercapai. Keinginan yang mungkin tak akan pernah bisa dicapainya lagi. Namun Nenek Sharmi tak akan pernah tega mengatakan sebenarnya terhadap cucunya itu.

"Bunga maafkan mbah ndok ...." lirihnya.

***

Perlahan Bunga melangkah. Sesekali kerudung putihnya melambai-lambai mengikuti langkahnya. Baju gamis berwarna tosca hadiah dari Ummi Salamah dua bulan lalu itu begitu pas pada tubuh mungilnya. Yah, hanya Dokter Ratih dan keluarga Ustadz Makmur yang masih peduli padanya. Dan hari ini tanpa sepengetahuan neneknya Bunga berjalan ke arah pemukiman. Sudah lama dia tidak pernah mengunjungi rumah dan desanya dulu. Sampai sekarang dia masih tak mengerti, kenapa neneknya mengajaknya pindah ke gubuk di tengah hutan itu. Padahal dia lebih suka tinggal di sini. Banyak teman sekolahnya yang dulu, juga banyak orang. Tidak seperti di hutan sepi dan sendiri. Hari ini dia ingin sekali mengunjungi kakak sekaligus sahabatnya, Zubaidah. Anak dari keluarga Ustadz Makmur dan Ummi Salamah itu adalah gadis yang sangat baik padanya. Walau dia tahu sahabatnya itu sudah satu tahun yang lalu merantau ke kota besar. Tapi Bunga berfikir 'Mungkin Kak Zu udah balik dari kota.'

Bunga kini melangkah semakin dekat dengan rumah yang dituju olehnya. Senyumnya terus terukir dan semakin mengembang.

"Kamu ..., Bunga?"

Seorang lelaki yang tak asing lagi yaitu ketua RT di kampungnya Pak Tukimin.

"Pak RT?" Ucap Bunga sumringah.

"Loh ndok kamu ngapain kemari?" tanyanya terlihat khawatir.

"Bunga pengen ketemu kak Zu."

"Zubaidah?" tebaknya.

Bunga mengangguk.

"Aduh ndok dia belum pulang dari kota. Lebih baik kamu cepet pulang. Entar bahaya kalau warga kampung ngeliat kamu." Ucapnya terlihat cemas.

"Maaf, tapi Bunga mau tanya. Kalau Bunga entar udah ngelahirin, Bunga bisa sekolah lagi nggak pak? kata mbah, bapak bisa jawab." tanyanya.

Pak Tukimin terlihat bingung. Hatinya merasa iba dengan Bunga. Dia masih polos dan terlalu kecil untuk mengerti semuanya.

"Yah nggak bisalah! kamu itu cuma bisa bawa sial! ngapain juga ke sini! mau godain suami saya hah?!"

Tiba-tiba suara melengking istri pak Tukimin terdengar lantang seakan ingin memecahkan telinga siapa saja yang mendengarnya. Bunga langsung menunduk ketakutan. Kenapa bu RT begitu marah padanya, apa salahnya?

"Bu, jangan begitulah ..., dia masih kecil toh bu." cegah Pak Tukimin.

"Kecil? semua warga udah tahu kalau Bunga itu cuma pura-pura. Paling juga yang godain itu dia, makannya dia diperkosa. Kucing dikasih ikan yah dimakanlah. Bisa apes kampung ini kalau dia masih tinggal di sini." bentaknya sinis.

Bunga akhirnya tak bisa menahan air matanya. Dan beberapa warga keluar dan mengerumuninya. Takut.

"Mbah Bunga takut ...," gumamnya.

Beberapa orang berbisik. Dan beberapa lagi menyuruhnya pergi.

"Cukup!" Suara yang paling ditunggunya membuat Bunga mendongak.

"Mbah...," ucapnya bergetar.

Dan Bunga langsung menghambur dalam pelukan neneknya. Menumpahkan segala tangisannya. "Ndok ayo kita pergi." Suara rentanya pun bergetar. Dengan tangan bergetar Nenek Sharmi menarik Bunga keluar dari kerumunan yang hanya akan menyakitkan mereka.

Dengan langkah yang gontai keduanya pergi meninggalkan kerumunan itu. Namun tepat di gerbang kampung, perut Bunga merasakan sakit luar biasa. Nenek Sharmi terlihat panik melihat Bunga yang memegangi perutnya. Sejak menginjak minggu ke 37 Bunga memang sering mengalami kontraksi namun kontraksi kali ini serasa sangat berbeda bagi Bunga. Ini sangat menyakitkan.

"Mbah ..., "rintihnya terlihat kesakitan.

"Tahan dulu ndok, tahan." Nenek Sharmi terlihat sangat amat kebingungan. Dia berteriak mencoba meminta tolong, namun kerumunan itu hanya bungkam. Mata mereka seperti buta walau sebenarnya melihat apa yang terjadi kepada Bunga. Ustadz Makmur baru saja datang karena dia mendengar bahwa Bunga masuk ke pemukiman dan saat melihat keadaan Bunga Ustadz Makmur segera berlari membantu mereka.

Melihat keadaan Bunga sekarang, Nenek Sharmi yakin ini waktunya Bunga melahirkan. Ustadz Makmur membantu Bunga ke rumah dukun atau bidan terdekat. Tapi semua dukun dan bidan menolaknya. Andai saja Dokter Ratih ada pasti mereka tak akan sesulit ini. Tapi sayangnya dokter cantik itu sedang pergi menjenguk ayahnya yang sakit parah di kota. Nenek Sahrmi dan Ustadz Makmur hampir putus asa. Hingga istri ustadz itu segera datang saat mendengar Bunga mengunjungi pemukiman.

"Mbah bawa ke rumah saja. Bapak gimana sih?! masak bapak lupa istrinya dulu bidan!" Tukas Salamah sedikit kesal, memang sudah lama Salamah menanggalkan statusnya sebagai bidan dia lebih memilih fokus kepada keluarganya.

"Astagfirullah! Bapak beneran lupa. Maklum kalau udah panik bu." ucapnya dan langsung menggendong Bunga ke rumahnya.

Proses persalinan berjalan sulit. Karena tubuh Bunga yang masih kecil membuat proses kelahiran normal menjadi mustahil. Bunga terus menjerit membuat Nenek Sharmi tak tega.

"Ini sangat mustahil mbah," ujar Salamah seraya terus berusaha memandu Bunga.

"Tidak, cucuku pasti baik-baik saja." Ucapnya meyakinkan.

Hingga akhirnya Nenek Sharmi berdoa dalam hatinya memohon sebuah berkah dari yang maha kuasa.

Allah yang punya hak atas segala yang terjadi pada Bunga, dan nenek pasrah dengan segala kehendakNya. Tepat setelah Nenek Sharmi selesai berdoa meminta pertolongan. Tiba-tiba hal mustahil itu terjadi. Persalinan itu menjadi lebih mudah dari sebelumnya dan tak lama itu tangisan dari bayi yang masih merah itu meramaikan kamar kecil itu. Tangis haru pun pecah. Dan pak ustadz langsung mengadzankan bayi laki-laki itu. Bunga terlihat sangat lemas namun melihat bayinya segala rasa lelah itu seakan sirna entah kemana.

"Bunga, Abah mau kasih nama buat anak kamu boleh?" tanyanya.

"Ummi boleh nyumbang toh pak?" ucap Bu Salamah tak mau kalah.

Bunga dan neneknya tersenyum. Lalu Bunga mengiyakan permintaan keduanya sebagai balas budi atas kebaikan orang tua dari sahabatnya Zubaidah.

Kedua orang itu tersenyum senang lalu saling berbisik.

"Namanya, Alif Muhammad...,"

"Akbar!" sambung pak ustadz.

Bunga hanya tersenyum karena tubuhnya masih lemas. Neneknya juga memiliki reaksi yang sama, Bunga lalu berusaha duduk dan Bu Salamah menyerahkan bayi kecil itu dalam gendongan Bunga.

"MasyaAllah, sulit dipercaya bayi kamu kurang lebih berat 3,7 kg ini bisa dilahirkan dengan normal oleh kamu Bunga." Ucap Salamah terlihat kagum.

Semuanya terus mengucap syukur. Bunga menatap bayinya dengan tatapan yang sangat lembut dan senyum penuh kasih sayang.

"Ibu sayang Alif." ucapnya seraya mengecup pipi anaknya yang masih belum dimandikan.

Tangis haru pun pecah. Walau yang menyambut senyum anaknya hanya sedikit. Tak apa asal salah satu orang itu adalah neneknya.

Ujian yang berat hanya akan diberikan Allah SWT kepada hambanya yang kuat menjalankannya. Karena Allah tidak akan memberi ujian melebihi dari kemampuan hambanya.



***
Silakan dibantai hihi

Continue Reading

You'll Also Like

629K 59.2K 46
Demi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza...
87.8K 474 5
cerita-cerita pendek tentang kehamilan dan melahirkan. wattpad by bensollo (2024).
17.2M 821K 69
Bagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan per...
401K 2.4K 4
Akurnya pas urusan Kontol sama Memek doang..