Little Mother

By Tehseduh

383K 25.7K 2.1K

[ REPOST ] Menjadi seorang ibu merupakan impian setiap wanita. Tapi itu jika kehidupan wanita itu normal. Nam... More

DUA
TIGA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
SEBELAS
DUABELAS
EKSTRAPART Zu and Priko
TIGABELAS

SATU

54.1K 2K 89
By Tehseduh


Suara kicauan burung membuat desa itu terasa sangat asri. Gunung-gunung menjulang tinggi menambah ketenangan serta keindahan bumi ciptaanNya. Tidak banyak orang yang berlalulalang karena banyak warga yang masih sibuk mencari nafkah di sawah walau matahari sangat terik namun udara sejuk masih dapat terasa cukup untuk mengeringkan keringat. Semilir angin membuat padi yang masih hijau bergerak bagai ombak lautan mengikuti gerakan angin yang berhembus.

Tetapi panas matahari sepertinya tak mempengaruhi tawa dan canda seorang gadis kecil. Rambutnya yang dikuncir dua bergoyang seirama dengan gerakan tubuh mungilnya. Kaki kecilnya terkena percikan lumpur dan gadis kecil itu terus berlarian di sepanjang setapak diantara sawah-sawah itu.

"Bunga!" Sebuah suara renta meneriakkan namanya, membuatnya menghentikan langkah cepatnya.

Senyum dibibirnya terukir begitu sempurna, menambah kesan manis pada wajah mungil-nya. Tubuhnya berbalik, berlari kecil kearah wanita tua yang memanggil namanya tadi.

"Ndok, alon-alon toh, engkok awakmu jatuh piye(Nak, pelan-pelan, nanti kamu jatuh gimana)?"suara renta itu melukiskan ke- khawatiran dihatinya.

Tapi Bunga hanya memamerkan deretan gigi putihnya. "Mbah ayo cepet! nanti ketinggalan tumpangan ke kota. Bunga dah nggak sabar beli buku tulis. Bulan depankan Bunga mau sekolah lagi toh mbah ...." rengeknya manja.

"Iyo ndok, mbah ngerti tapi mbah-kan udah tua. Mana bisa mbah lari-larian kayak kamu ndok."

Bunga terkekeh.

Dengan gerakan cepat Bunga langsung melingkarkan tangannya pada lengan neneknya. "Ayo, Bunga bantu biar cepet!" ucapnya seraya menuntun neneknya.

Nenek Sharmi hanya menggeleng melihat kelakuan cucu satu-satunya yang masih berusia 12 tahun itu. Seharusnya Bunga Melati sekarang duduk di kelas VII SMP. Namun karena ketiadaan biaya, Bunga terpaksa berhenti setahun dan harus mengulang dibangku kelas VI SD. Padahal cucunya termasuk anak yang cepat tanggap dan cerdas.

Kini setelah tabungannya sudah cukup, Nenek Sharmi berniat mendaftarkannya kembali. Dan hari ini mereka akan ke kota terdekat untuk membeli segala keperluan sekolah Bunga. Mereka sudah lama hidup berdua, kedua orang tua Bunga sudah lama meninggal. Bunga memang tumbuh hanya dengan neneknya namun itu tak membuatnya kekurangan kasih sayang. Nenek Sharmi memberinya kasih sayang yang begitu lengkap.

***

Suara khas binatang malam menambah ketenangan malam di desa itu. Bahkan langit pun memberikan penampilan terbaiknya dengan taburan bintang-bintang yang begitu mempesona. Namun keindahan malam itu tak selaras dengan kesehatan Nenek Sharmi. Wanita tua berusia enam puluh tahunan itu akhir-akhir ini kesehatannya tidak begitu baik. Suara batuknya sedikit mengacaukan nyanyian merdu para binatang malam.

"Ndok, mbah sendiri saja yang beli obat-uhuk!"

"Rak usah(Jangan)mbah, biar Bunga saja yang beli ke warung Bi Fatimah.

"Tapi ndok-" Nenek Sharmi masih menolak.

Pokoknya Bunga yang beli obatnya, biar mbah istirahat saja. Ucap Bunga sok tegas. Neneknya bermaksud tetap menolak namun Bunga segera berlari keluar rumah tepat setelah gadis mungil itu mencium paksa punggung tangan neneknya.

Ada yang Nenek Sharmi khawatirkan malam ini. Sejujurnya perasaannya benar-benar tidak enak. Sedangkan Bunga masih terkekeh dengan kelakuannya tadi. Sebenarnya dia tak akan kabur seperti itu kalau saja neneknya itu tak mengkhawatirkan dirinya secara berlebihan seperti tadi. Seharusnya malah dirinya yang harusnya lebih mengkhawatirkan kesehatan neneknya. Sejenak Bunga merasa sedih. Namun dengan terpaksa dia harus menutupi segala kesedihannya demi menghilangkan kekhawatiran neneknya.

Senyum dibibirnya kembali mengembang saat mata mungilnya menatap langit malam yang begitu indah. Dirinya tak sabar menunggu esok hari datang. Segala perlengkapan sekolahnya sudah siap semua. Sudah satu tahun lamanya dirinya harus bersabar melihat teman-temannya bersekolah. Esok, akhirnya dirinya bisa melanjutkan impian kecilnya. Pergi bersekolah dan belajar bersama teman-temannya.

Lamunannya membuat dirinya tak sadar telah sampai di warung Bi Fatimah. Wanita berusia empat puluh tahunan itu memberi Bunga senyuman yang sangat ramah.

"Cah ayu ..., malem-melem ngene(gini) kok kemari? Pasti mau beli obat buat Mbah Sharmi," tebak Bi Fatimah.

"Iya bi, obat koyok(seperti) biasanya." jawabnya seraya tersenyum.

Bi Fatimah mengangguk paham, ini memang bukan pertama kalinya Bunga membeli obat batuk tengah malam begini. Sudah hampir dua bulan ini kesehatan Neneknya memang tak baik. Tanpa menunggu Bunga mengucapkan merek obat batuknya, Bu Fatimah sudah cekatan mengambil obat batuk yang biasa Bunga beli di warungnya.

"Cah ayu pulangnya hati-hati yo, suwon ndok.(makasih nak)" Pesan Bi Fatimah setelah menerima uang obatnya.

"Enggeh, sami-sami (sama-sama)bu." Jawabnya seraya tersenyum manis seperti biasanya.

Setelah berpamitan kepada Bu Fatimah Bunga melangkah dengan tangan kanan yang menggenggam dua tablet obat untuk neneknya. Bulan purnama dengan taburan bintang di langit malam mampu mempesona mata siapapun yang melihatnya. Keindahan malam ciptaan Tuhan itu pun membuat setiap langkah Bunga terasa sangat menyenangkan. Bahkan kemisteriusan malam yang mencekam serasa sirna oleh keindahan perpaduan bintang-bintang dan bulan.

Senyuman terus terukir dibibir Bunga. Setidaknya keindahan malam ini sedikit menghibur hatinya yang sedih melihat neneknya yang sakit. Walau bersedih Bunga sejak kecil memang terbiasa tetap ceria. Namun dibalik segala keindahan malam, gadis kecil itu tak pernah tahu kalau ada hal yang tetap gelap didalamnya.

Prank!

Suara benda pecah-seperti kaca-membuat Bunga menoleh. Keningnya berkerut. Namun sebuah seringaian didalam cahaya remang bulan membuat dirinya bergidik ngeri. Sebuah tubuh yang menjulang tinggi nan tegap kini berdiri tepat dihadapannya, Bunga sadar itu sosok seorang laki-laki. Jarak keduanya tak sampai lima centi, dengan insting alaminya Bunga sadar akan ada hal bahaya yang sedang mengancam dirinya. Bibir mungilnya membuka untuk berteriak namun tangan besar laki-laki itu mencengkram bahunya menarik Bunga mendekat padanya dan laki-laki itu langsung membungkam bibir mungil Bunga dengan bibirnya . Tidak ada kelembutan dalam perbuatan bejadnya. Ada bau yang sangat tak enak merasuk dalam hidung mungilnya. Gadis itu tak tahu kalau lelaki itu berada dibawah pengaruh alkohol.

Obat yang digenggamnya pun jatuh. Bunga mencoba meronta namun tubuh dan tenaganya tak sebanding dengan lelaki besar itu. Air mata yang coba ditahannya perlahan keluar. Ketakutan begitu menyelimuti dirinya. Namun lelaki itu malah menyeret Bunga ke dalam semak-semak yang rimbun. Bunga terus mencoba melepaskan diri namun semakin tubuh mungilnya berontak maka semakin kuat pula lelaki itu menahannya.

Dan indahnya malam itu tak seindah jalan hidup gadis sekecil Bunga. Lelaki itu telah merebut hal berharga yang bahkan gadis sekecil itu belum mengerti bahwa mahkotanya telah hilang. Bunga hanya terus menangis hingga sesenggukan. Bagian bawahnya terasa perih, sakit. Namun lelaki bejat itu malah terkekeh melihat tubuh Bunga yang bergetar karena perbuatan hinanya. Bunga menunduk ketakutan dengan kedua tangan yang melingkari kedua lututnya yang ditekuk menempel pada dadanya.

Lelaki itu masih terkekeh begitu memuakkan. Detik selanjutnya tangan kasar lelaki itu memaksa Bunga mendongak dengan menyentuh dagu mungilnya. Dan sebuah seringaian itu terlihat jelas saat cahaya bulan menyorotnya. Bunga juga merekam seringaian memuakkan itu dalam benaknya. Kebencian serta ketakutan benar-benar membentuk sebuah trauma dalam dirinya.

Keduanya saling menatap. Bunga dengan keadaan yang buruk dan lelaki itu dalam kesenangan yang menghancurkan.

"Ini yang terakhir, manis." dan suara serak itu pun juga terekam jelas di telinganya.

Lelaki itu mendekatkan wajahnya hingga dia kembali menikmati bibir mungil Bunga namun kini dalam tempo yang lebih pelan dan lembut. Bunga hanya terus menangis hingga lelaki jahat itu akhirnya pergi meninggalkan Bunga dalam keadaan yang sangat berantakan dan kacau. Bunga terus menangis dan menangis hingga akhirnya dia berteriak berusaha melepaskan segalanya. Namun semuanya sudah terjadi, sebuah jalan cerita Tuhan telah dituliskan untuknya. Sebuah ujian hidup yang sebenarnya akan segera dimulainya.

***

Nenek Sharmi tak hentinya menangisi cucunya yang malang. Seandainya malam itu dia tetap mencegah cucunya membeli obat untuk dirinya, pasti sekarang cucunya masih suci. Dan baik-baik saja. Mungkin pagi ini Bunga akan pergi sekolah dengan riang gembira.

"Maafin mbah ndok ..." wanita renta itu terus memeluk cucunya yang masih tertidur setelah ditemukan dalam keadaan yang sangat memalukan dan menyedihkan.

Kini seluruh desa sudah mengetahui berita ini. Berita dari mulut kemulut memang lebih cepat dari tiupan angin. Dan bagai jatuh tertimpa tangga pula, seluruh warga kota bersepakat mengucilkan Bunga dan neneknya. Sebuah mitos yang dipercaya di desa kecil itu membuat mereka harus menerima segala ketidakadilan itu. Yah, bagi desa ini alasan apapun tak akan diterima jika seorang gadis belum menikah sudah kehilangan kesuciannya sama saja gadis itu hanya akan menjadi pembawa kesialan.

Keduanya kini dikucilkan dalam sebuah gubuk kecil di tengah hutan, hanya Nenek Sharmi yang bisa keluar dari sana dengan syarat hanya untuk membeli makanan dan mencari nafkah. Sedangkan Bunga dilarang keras untuk keluar dari wilayah hutan itu. Bahkan dirinya hanya boleh melahirkan di sana.

Seperti halnya kematian yang tak mengenal waktu, usia, tempat dan derajat sosial. Seperti itu pula ujian hidup menimpa manusia. Dan keduanya sama-sama terjadi atas kehendakNya. Bedanya saat kematian menimpa maka tak akan ada kesempatan untuk memperbaiki segalanya. Sedangkan saat diberi ujian manusia masih bisa berusaha memperbaiki dan bersabar. Tujuan-nya hanya satu, yaitu menjadi lebih dekat dengan Sang Pencipta.

Hari serta bulan terus berjalan, tapi berita tentang pemerkosaan Bunga masih belum juga padam. Bunga kini sudah bisa kembali tersenyum. Namun setiap malam Bunga tak hentinya mengigau. Dibawah alam sadarnya sebenarnya Bunga telah mengalami trauma yang sangat mendalam. Dan saat malam tiba Nenek Sharmi hanya bisa meratapi penderitaan cucu satu-satunya itu.

Dirinya pernah mencoba meminta keadilan. Dia sangat ingin mencari lelaki bejat yang telah tega menodai Bunga. Namun sebagian warga desa memilih tidak peduli. Beberapa takut mengetahui kenyataan siapa pelakunya. Mereka takut pelakunya malah berasal dari keluarga mereka sendiri, sebagian lagi malah takut kasus Bunga malah menjadi aib yang mencemarkan nama baik desa mereka. Dan sebagian lagi bingung untuk berbuat apa selain berdoa yang terbaik saja.

Walau kini Bunga bisa beraktifitas dengan normal namun sebenarnya keadaan Bunga sangat memprihatinkan. Bunga sangat bingung kenapa dirinya dan neneknya harus menjauh dari desa dan beberapa pertanyaan lain yang ingin ditanyakan kepada neneknya, namun semuanya terpaksa harus dipendamnya saja. Karena Bunga takut membuat sedih neneknya. Satu-satunya keluarga yang dimiliki dan disayanginya.

Tapi bukan hanya itu, akhir-akhir ini keadaan Bunga sedikit tidak sehat. Dirinya kini sering merasa mual serta muntah. Kepalanya kadang terasa sangat berat. Dia juga merasa makin gemuk.

"Ndok, mbah hari ini buat sayur asem buat kamu. Ayo, makan dulu. Entar mainnya dilanjutin." Nenek Sharmi tersenyum seraya membawa mangkuk kecil berisi makanan kesukaan Bunga.

Bunga yang sibuk bermain boneka tiba-tiba langsung menutup hidungnya. Entah kenapa ada rasa tak nyaman ditenggorokannya saat mencium aroma sayur asem buatan neneknya. Rasanya dirinya ingin muntah hanya dengan mencium aromanya saja.

"Bunga nggak mau makan itu." Ucapnya seraya menggeleng.

Nenek Sharmi terlihat heran. Tidak biasanya cucunya menolak makanan kesukaannya itu. Nenek Sharmi mendekat seraya mencoba menyodorkan sesendok sayur asem kebibir mungil Bunga. Namun bukannya memakannya, Bunga malah muntah karena mual. Neneknya segera menaruh sendok serta mangkok itu. Nenek Sharmi segera memijat-mijat bagian belakang leher cucunya. Wajahnya begitu sangat khawatir melihat keadaan cucunya.

"Ndok kamu kenapa toh?" ujarnya khawatir.

Bunga menggeleng tak mengerti juga dengan dirinya. Akhir-akhir ini dirinya memang merasa mual hanya dengan mencium beberapa aroma atau jenis makanan tertentu. Namun kali ini dirinya sudah benar-benar tak bisa menahannya lagi. Entah kenapa kini seluruh tubuhnya terasa sangat lemas.

"Ndok, kamu sekarang tidur saja yah. Nenek mau ke kota dulu minta bantuan Dokter Ratih." Ucap nenek Sharmi khawatir.

Bunga hanya tersenyum lemas seraya mengangguk. Sebelum berangkat Nenek Sharmi mengecup kening Bunga sembari mengelus kepalanya. Dengan tubuh rentanya, nenek Sharmi bergegas ke tempat praktek Dokter Ratih. Untung saja klinik kecil itu sedang sepi. Nenek Sharmi segera menemui Dokter Ratih dan menceritakan keadaan Bunga.

Dokter cantik itu mengangguk mengerti setelah mendengar cerita Nenek Sharmi. Keduanya bergegas pergi ke gubuk kecil tempat pengucilan Bunga. Sesampainya di sana Dokter Ratih memeriksa keadaan Bunga. Beberapa pertanyan dilontarkan oleh Dokter Ratih. Dan raut wajah Dokter Ratih kini tidak bisa ditebak setelah mendengar jawaban Bunga. Jelas itu membuat Nenek Sharmi sangat khawatir.

"Bunga mulai sekarang nggak boleh kecapean dan jaga pola makannya juga. Besok mba kasih obat buat Bunga. Sekarang Bunga istirahat yang banyak yah." Ucapnya lembut.

"Iya mba dokter, terima kasih." Katanya tulus.

"Gadis pintar. Mba pamit dulu dan jangan lupa pesan mba tadi."

Bunga mengangguk seraya menunjukkan jempolnya.

Lalu Dokter Ratih melangkah keluar ditemani Nenek Sharmi. Namun ada hal yang mengganjal di hati Ratih. Perempuan berusia 27 tahun itu sudah tahu segala peristiwa yang menimpa Bunga. Walau dirinya baru satu bulan di desa kecil itu namun berita pemerkosaan itu telah sampai ditelinganya. Dan kini sebuah fakta yang tidak bisa disebut mengembirakan dan tidak pula menyedihkan harus disampaikannya. Hati kecilnya berharap sebuah fakta yang diketahui adalah sebuah kesalahan namun sebagai seorang dokter dia tahu benar kenyataanya. Dan suka atau tidak dirinya harus menyampaikannya.

"Nenek, saya tidak tahu harus mengucapkan apa. Tapi apapun yang terjadi semua adalah kehendak yang Kuasa. Kita hanya bisa menerima dan terus bersabar." Matanya menatap mata renta itu sendu. Tangan Dokter Ratih menggenggam tangan Nenek Sharmi seakan mengisyaratkan ketabahan. Serta senyuman yang berusaha menguatkan "Saya ucapkan selamat, sebentar lagi nenek akan memiliki seorang cicit."

"Maksud dokter?" suaranya bergetar.

"Bunga sedang mengandung, perkiraan saya janinnya berusia 10 minggu nek,"

Suaranya terbungkam, tetesan air mata Nenek Sharmi sudah menjelaskan kondisi perasaannya sekarang.


***

Assalamu'alaikum
lama gk jumpa, T sekarang sibuk sama dunianyata hehe
Little mother T repost ulang tapi sampai skarang LM masih revisi hihi
T sengaja post ulang saja di repost ditempat yg dulu malah repot ada error nya
jadi updatenya 2 minggu sekali yah hehe
silahkan dibantai!
Untuk kali ini T pos 2 part yah hehe

Continue Reading

You'll Also Like

Istri Kedua By safara

General Fiction

613K 19.3K 49
Jangan lupa vote banyak-banyak yah guys,semoga suka dengan cerita ini ☆☆☆ nadilla di paksa menikah oleh suami orang untuk merawat suaminya yang menga...
KING [End] By Kim Ryu

General Fiction

4.9M 263K 53
Queenaya Rinjani harus membayar hutang sang ayah kepada seorang CEO sekaligus seorang pemimpin mafia, dengan ikut bersamanya. Apakah Naya bisa bertah...
65.2K 958 14
Menceritakan kehamilan dan kelahiran bayi Jennie, Lisa dan banyak idol-idol lainnya. Jangan salah lapak! Anak dibawah umur dilarang⚠️