My Crazy Professor (Profesor...

By JessicaLayantara

82.1K 5.2K 102

Velino adalah sosok dambaan Riri, meskipun ia hanya mengenal Velino lewat novel-novel yang ditulisnya. Velino... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12

Part 13

8.7K 495 47
By JessicaLayantara

"Eeh, kita mau ke mana sih?" Tanyaku heran ketika esoknya Velino mendorong aku masuk mobil mewahnya

"Yaa ikut aja kali, namanya juga perintah," jawab velino, yang berkaus pink bergambar tokoh Pokemon.

Satu setengah jam kemudian, kami tiba di tempat yang dituju, sebuah villa mewah di wilayah puncak.

"Ini..." bisikku.

"Ini villa pribadiku," jawab Velino, "di sini aku menyimpan banyak mainan."

"Mainan?"

Velino mengangguk. Ia menarik tanganku masuk ke bagian belakang villa besar itu. Benar saja, ada ayunan, jungkat-jungkit, bola berputar, prosotan. Seperti taman kanak2 saja. Dengan norak Velino menaiki ayunan dengan antusias, lalu naik prosotan dan lain2 sampai puas. Aku hanya nungguin seperti baby sitter.

"Kamu nggak main?" Tanyanya. Aku menggeleng. Melihat Velino seperti itu lucu juga. Aku jadi berasa punya anak. Anak kecil yang aktif dan nakal.

"Kalau gitu kita masuk yuk," ajaknya. Ia membimbingku duduk di sofa yang menghadap ke kaca jendela yang super besar dan transparan, dari situ kita bisa melihat pemandangan yang indah.

"Indah," bisikku. Velino tersenyum. Dia agak tenang sekarang.

"Kamu nggak nanya mengapa aku seperti ini?" Tanya Velino memulai pembicaraan.

"Kalau kamu mau cerita, pasti kamu cerita. Falsafah itu yang terdapat dalam buku2mu kan? Bahwa dipaksa itu nggak enak," jawabku. Velino tertawa kecil sambil mengacak rambutku

"Memang aku paling benci dipaksa... Waktu aku kecil, aku selalu dipaksa belajar oleh orangtuaku," kisahnya, "walaupun aku nggak suka. Akibatnya aku kehilangan banyak waktu bermainku. Positifnya, aku bisa menjadi orang pintar seperti sekarang. Tapi bagaimanapun, aku masih merindukan saat2 masa kecilku yang hilang. Makanya kadang aku merefleksikannya sekarang, di masa dewasaku."

Aku mengangguk2. Ah, ternyata menjadi seperti ini juga bukan kemauan Velino...

"Orangtuaku bilang aku harus menjadi ilmuwan," lanjutnya, "tapi aku justru suka menulis. Mereka bilang aku harus berhenti. Tapi aku tidak mau. Menulis adalah satu2nya yang masih kumiliki sementara semua kesenanganku direnggut oleh mereka. Hm,... kamu ingat karyaku yang pertama kan? Rendezvouz?" Aku spontan mengangguk.

"Kalau kamu tau, itu buku tdk seberapa laris di pasaran. Saat itu aku berpikir, aku akan berhenti menulis, dan mati saja."

"Apaa??" Seruku heran. Velino mengangguk.

"Aku juga pernah ingin bunuh diri. Tapi..." Velino berhenti dan tersenyum, "ada seseorang yang gemar sekali menyuratiku. Dia bilang hidupnya berubah karena membaca karyaku. Dia bilang aku penyelamatnya. Dia bilang aku harus terus menulis..." Velino menoleh dan menatapku, "dia... gadis itu... adalah penyelamatku."

Wajahku langsung memerah bak kepiting rebus. Berarti selama ini... Velino tau bahwa akulah si penulis surat itu? Aduh... malunya!

"Tapi sampai sekarang aku tidak tau siapa gadis itu. Soalnya surat2 itu tdk pernah mencantumkan nama. Hanya inisial R yang ditulisnya," sambung Velino.

Ya ampun... untunglah dia belum ngeh, bisikku dalam hati. Tapi apa salahnya jika dia tau?

"Jika aku bertemu dengan gadis itu maka... aku pasti akan mengajaknya hidup bersamaku. Asal dia bisa menerima aku apa adanya... yang seperti ini," tambahnya. Aku makin salah tingkah, tak tau apa yang harus kukatakan lagi.

"Menurutmu, apa dia bisa menerimaku apa adanya?" Tanya Velino, "cowok yang jorok, kekanakan, agak gila, sableng, suka pipis dan eek, minum air mentah, suka makan kodok, pelihara boneka, main ayunan?"

Aku nyengir, "entahlah," jawabku. Velino tertawa lalu mengeluarkan lolipop dari kantongnya dan segera mengulumnya, "nih buat kamu," ia menyodorkan satu lolipop lain padaku, tapi aku hanya menggenggamnya.

"Ehm..." bisikku, "sekarang, apa aku boleh bertanya?"

"Tentu."

"Jika... jika kau bertemu wanita itu... dan dia memintamu untuk berubah, apa kau akan mengiyakannya?" Tanyaku sambil gemetaran, karena jujur itulah yang ingin kutanyakan padanya.

"Kenapa aku harus berubah? Jika dia mencintaiku maka dia akan menerimaku apa adanya," jawab Velino, "kalau dia memintaku berubah, maka dia tidak mencintaiku."

"Tapi tapi," aku membela diri, "wanita itu kan hanya mengenalmu lewat buku, bagaimana jika selama ini ia menyukai sosok Velino dalam buku, maksudku... Dia... tidak tau kau yang sebenarnya."

"Akan kupastikan dia tau, baru kuijinkan dia memutuskan. Apakah akan tetap menyukaiku atau tidak. Kalau dia tidak menerimaku apa adanya, ya sudah... aku akan mundur. Tapi aku berharap, dia menerimaku apa adanya," jawab Velino lagi, "ngomong2 kenapa wajahmu merah? Dan kenapa kamu gemetaran?"

"Nggak apa apa!" Seruku, "pulang yuk!"

"Aduh jangan buru2 dong, aku ingin sampai malam di sini. Kalau malam, dari sini bisa melihat kembang api, bagus banget.. aku udah lama ga liat kembang api, pleaseee??"

"Ah baiklah, tapi sekarang aku ingin istirahat, ke kamar. Oke?" Pamitku. Velino mengangguk dan memanggil pelayannya supaya mengantarku ke kamar.

Di kamar
"Haruskah aku memberitahu Velino bahwa aku adalah gadis yang menulis surat itu? Tapi... bukankah akan lebih menyakitkan bahwa nantinya aku akan menyuruhnya untuk berubah?" Jujur aku belum bisa mengenyahkan keinginanku untuk mencintai dan memiliki Velino, seperti yang kubayangkan. Ganteng, pintar... dan normal. Bisakah?
Dalam lamunanku akupun jatuh tertidur.

"Hohooiii banguun," bisikan di telingaku langsung membuat aku terlonjak

"VELINO!! kenapa kamu di kamarku!!" Jeritku

"Yah sori deh sori," ujarnya sambil terkekeh, "soalnya aku memutuskan kita liat kembang apinya dari sini aja."

"Dari sini?" Tanyaku heran. Velino mengambil remote di sebelah kasurku dan memencetnya. Entah keajaiban dari mana, tirai yang tadi memenuhi kamar itu terbuka, dan ternyata itu adalah jendela. Tirai itu menyibakkan jendela kaca besar sama seperti di ruang tamu, dan di luar terdengar letupan2 kembang api yang memancarkan warna2 indah ke udara.

"Waah... indah..." bisikku. Velino tersenyum, lalu menatapku dalam2. Beberapa saat kemudian ia memecah keheningan

"Riri, kamukah wanita itu?" Bisiknya. Aku menoleh, "apa?"

"Kamu.. wanita yang menulis surat2 itu kan?" Tanyanya lagi.

Aku terdiam, kok dia bisa tau ya?? Dari mana??

"Bu..bukan kok," bohongku. Tiba2 Velino mendekatkan wajahnya ke arahku, aku spontan mundur dan tubuhku jatuh ke kasur, jadi posisi tiduran menghadap Velino. Aku hendak buru2 berdiri tapi Velino mencegahku dengan kedua tangannya di samping kiri dan kananku, ia mendekatkan wajahnya ke wajahku.

"Benarkah, itu bukan kamu? Jawab jujur pliss..."

Aku terdiam, kemudian mengangguk pelan, "iya... itu aku..."

"Tapi kenapa kamu nggak ngaku?" Tanyanya lagi, sambil tetap berposisi seperti tadi sehingga aku tak bisa bergerak.

"Karena..."

"Karena ternyata kamu nggak bisa menerima aku kan?" Sambungnya sedih, "aku mengerti... ada baiknya kalau kita tidak pernah bertemu... kan?"

Perlahan aku menarik bahu Velino, sehingga ia lebih dekat kepadaku. Lalu kumajukan kepalaku dan menciumnya lembut. Aduh, Riri kamu ngapain sih!!

"Ri..." bisik Velino kaget, "kamu..."

"Aku menyukaimu, Vel. Walaupun kamu jauh dari bayanganku selama ini. Jujur... memang pertamanya aku bimbang karena kamu jauh dari bayanganku selama ini... Tapi makin hari aku makin menyadari... aku masih suka kamu. Masih dan akan terus menyukaimu..."

Velino tersenyum. Ia mendorongku sehingga aku tertidur lagi dan berbisik, "Aku mencintaimu..." Lalu ia menciumku mesra. Di bibir. Aku membalas ciumannya, mesra dan dalam. Lembut. Persis seperti salah satu adegan di novel karangannya. Di tengah kembang api, tokoh utama itu mencium wanitanya, di atas tempat tidur, sepanjang malam... sampai keduanya tertidur.

***

"Pagiii," jerit Velino, membuatku lagi2 terlonjak dari tempat tidur.

"Apa yang kau lakukan," umpatku marah. Sepertinya adegan tadi malam seperti mimpi. Apakah itu mimpi?

"Ayo kita pulang," ajaknya sambil menyodorkan sebatang coklat padaku, "kekasihku."

Wajahku langsung memerah lagi, ternyata tadi malam bukan mimpi! Aku yang berciuman dengan Velino di tengah riuhnya pesta kembang api... Suara lembut Velino yanh mengatakan "aku mencintaimu," itu semua bukan mimpi!

Aku tersenyum dan meraih tangan Velino. Ia kekasihku sekarang. Kekasihku yang gila, yang sableng, yang suka eek dan pipis, yang suka minum air mentah, yang sahabatnya adalah boneka! Tapi sekaligus di baliknya ada sosok pria tampan yang pintar, suka menulis dan romantis... Pria yang pernah menyelamatkan hidupku, dan diselamatkan olehku...

"Aku mencintaimu, Velino Herrard," ujarku sambil menggamit lengannya mesra, "apa adanya."

Velino menatapku kaget lalu mengelus rambutku, "aku juga... gadisku."

"Ah kalau begitu berarti tugasku di kampus ini sudah selesaiii... aku bisa kembali bekerja lagi..." ujarnya lega

"Maksudmu?"

"Oh ya aku belum cerita ya? Aku memang sengaja jadi visiting lecturer di kampusmu. Hanya untuk bertemu denganmu. Aku sudah lama menyelidikimu, tau..." Velino tertawa, "aku datang hanya supaya bisa bertemu kamu, melihat reaksimu bagaimana ketika kamu bertemu aku yang sebenarnya."

"Jadi semua sudah direncanakan??" Geramku. Ia mengangguk.

"Siaallll... dasarr profesor gilaaa!!" Jeritku. Velino langsung ambil langkah seribu ke mobilnya sebelum aku berhasil mencakarnya. Makasih, profesor gila... Makasih!

Tamat

Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 496K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
30.9M 1.8M 67
DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 3 SUDAH TAYANG di VIDIO! https://www.vidio.com/watch/7553656-ep-01-namaku-rea *** Rea men...
9.8M 886K 51
#1 In Horor #1 In Teenlit (20.05.20) Tahap Revisi! Vasilla Agatha yang dijauhi orang tuanya dan tak memiliki teman satupun. Dia menjalani setiap har...