Number One (completed)

De Josephinejays

287K 16.8K 275

Apa pernah kalian menjadi nomor dua? No, kita tidak membicarakan nomor dua pada lomba lari atau peringkat di... Mais

Prolog - The Memory
Chapter One - Can't Forget
Chapter Two - Decision
Chapter Three - The Meeting
Chapter Five - Fate Again?
Chapter Six - Fluttered
Chapter Seven - One Morning
Chapter Eight - Walk to Remember
Chapter Nine - A Woman
Chapter Ten - First Mistake
Chapter Eleven - Second Mistake
Chapter Twelve - Blown Away
Chapter Thirteen - Dilemma
Chapter Fourteen - Great People
Chapter Fifteen - His Mind and Hers
Chapter Sixteen - Limit
Chapter Seventeen - Chance
Chapter Eighteen - Together
Chapter Nineteen - Help Me?
Chapter Twenty - The Unexpected
Chapter Twenty One - Spill
Chapter Twenty Two - Back Then
Chapter Twenty Three - Throwback pt. 1
Chapter Twenty Four - Throwback pt. 2
Chapter Twenty Five - Jerk
Chapter Twenty Six - Confusion
Chapter Twenty Seven - See Who's Coming
Chapter Twenty Eight - The Owl
Chapter Twenty Nine - Neverending Problem
Chapter Thirty - Cat and Dog
Chapter Thirty One - Too Soon and Too Late
Chapter Thirty Two - Face Off
Chapter Thirty Three - Defeated
Chapter Thirty Four - A Kiss
Chapter Thirty Five - Lightweight
Chapter Thirty Six- Five Years
Chapter Thirty Seven - The Dress(es)
Chapter Thirty Eight - Tears
Chapter Thirty Nine - Evil Plan
Chapter Forty - Powder Room Talk
Chapter Forty One - I do
Epilog
bonus
C H A R A C T E R (UPDATED)
INSTAGRAM POST SCRAPBOOK-part 1
instagram post scrapbook-part 2
instagram post scrapbook - part 3
instagram post scrapbook - part 4
THANKYOU

Chapter Four - Fate?

8.4K 514 6
De Josephinejays

"This is a cruel, cruel joke."

—CHAPTER FOUR—

"Let me pay for those groceries." Kata lelaki itu tiba-tiba sambil meraih pegangan mini trolly milik Jace.

Mereka sedang mengantri di salah satu kasir -tadinya Jace berencana untuk mengambil antrian yang lumayan jauh dari Sam. Namun laki-laki itu bersikeras agar mereka mengantri di satu antrian, ternyata ini alasannya.

"Em no. Nggak usah, I can pay it by myself." Jawab Jace setelah tersadar bahwa handler mini trolly-nya sudah tidak berada di tangannya, dan Jace langsung berusaha mengambil pegangan itu lagi.

"Gak apa, kamu udah bantuin saya muter-muter supermarket meskipun kamu sendiri sudah selesai belanja kan?"

Oh my sweet Jesus. Jace rasanya ingin pingsan melihat pandangan mata laki-laki itu. Menatap langsung ke arah matanya. He has a deep brown eyes,while Stef has lighter color- stop comparing them, damnit!

Snap! Ambil trolly-nya Jace! Lanjut batinnya.

"Gak usah, please. Gue gak keberatan kok, jadi ini semua gak perlu. Gue mau bayar sendiri, please." Pinta Jace setengah memohon sekarang.

Laki-laki itu hanya terdiam sambil memandang Jace, wajahnya jelas menunjukan bahwa ia sedang berpikir keras. Akhirnya laki-laki itu memberikan handler mini trolly Jace namun tidak melepasnya saat Jace sudah menyentuh ujung yang lain.

"Sebagai gantinya, biarin saya bayarin kamu makan setelah ini. Kamu belum makan kan? Pilihannya saya bayarin belanjaan kamu atau bayarin kamu makan, gimana?"

Jujur, kalau Jace tidak tahu siapa laki-laki yang ada dihadapannya ini dan apabila wajah laki-laki ini tidak sama persis dengan Stef, Jace pasti sudah akan mengiyakan dengan cepat dan dengan wajah yang memerah karena malu dan bahagia.

Tapi ini Sam, kakak laki-laki Stef. Kakak dari orang yang selama satu tahun terakhir menghantui pikirannya, orang yang selama satu tahun ini membuat hatinya seperti akan hancur berkeping-keping setiap saat.

Jadi alih-alih merona merah, wajah Jace benar-benar pucat total dengan mulut yang terbuka lebar dan mata yang melotot tidak kalah lebarnya.

Belum sempat Jace menjawab apapun, laki-laki itu tersenyum semakin lebar, dan melepaskan handler trolly-nya. "Deal then." Lanjutnya kemudian mengeluarkan barang-barang dari keranjang tangannya ke meja kasir kemudian menunggu saat kasir men-scan satu persatu barang miliknya.

Sesekali ia menengok ke arah Jace sambil tersenyum singkat dan kembali memperhatikan layar komputer kasir.

Jace melompat kecil ketika merasakan jari seseorang menyentuh pundaknya, kepalanya berbalik ke belakang untuk melihat orang yang menyentuh pundaknya.

"Mbak, pacarnya so sweet banget loh." Ucap seorang ibu-ibu yang mengantri di belakang Jace dan dari ucapannya, mendengar seluruh percakapan Jace dan Sam.

Jace memelototkan matanya sebelum mendengus kesal -kebiasaan yang pasti mendapatkan pukulan di pantat jika dia lakukan di depan neneknya.

"Dia bukan pacar saya!" Ucapnya tegas sebelum membalikan wajahnya ke arah depan dan mendapati Sam sedang menatapnya sambil tersenyum geli.

Jace menaikan alisnya dengan menantang sebelum Sam kembali berbalik sambil terkekeh pelan untuk menyelesaikan transaksi belanjanya. Ia kemudian bergerak dari antrian dan menuggu di sebelah meja kasir, menunggu Jace.

Jace harus berusaha keras agar tidak terjatuh ke depan saat maju dan mengeluarkan barang-barangnya dari trolly. Ia menyadari kasir di hadapannya melirik kecil ke arahnya dan Sam sebelum menahan senyumnya, mengakibatkan Jace memutar bola matanya frustasi. Saat kasir menyebutkan total belanjaannya, Jace mengeluarkan debit card dari dompet yang berada di dalam tas tangannya dengan cepat, tersenyum kaku ke arah kasir dan mengucapkan terimakasih saat transaksi selesai. Jace kemudian menggenggam kedua plastik belanjaannya dan berusaha mengangkatnya saat sebuah tangan kokoh mengambilnya duluan dari tangan Jace.

"Pizza?" Tanyanya sambil berjalan duluan dengan kantong belanjaan Jace di tangannya.

Jace hanya bisa memandang punggung laki-laki yang bergerak ke arah salah satu restoran pizza dengan mulut yang terbuka lebar sebelum akhirnya sadar dan berjalan cepat mengikuti langkah kaki Sam yang lebar.

Kantong belanjaan gue- the nerve of that guy!

Jace tidak tahu apa yang terjadi ketika tahu-tahu dia sudah duduk di salah satu bangku yang disediakan restoran Pizza itu. Jace melirik ke arah kasir dan melihat Sam sedang mengatakan sesuatu kepada kasir dan menunjuk menu yang ada di hadapannya.

Tadi laki-laki itu mengatakan sesuatu seperti "peperroni" dan "keju" yang dibalas Jace dengan anggukan cepat dan kemudian menengok ke arah luar restoran.

Memperhatikan orang-orang yang beralalu lalang di depan restoran ini -restoran Pizza ini memang berada di bagian dalam supermarket, sehingga banyak orang yang lewat membawa trolly atau kantung belanjaan mereka. Beberapa orang terlihat sibuk dengan anak-anak mereka yang mencoba membuka isi plastik di dalam trolly.

"Mikirin sesuatu?" Suara berat itu membawa Jace kembali sadar dan mendapati sebuah botol air mineral dingin di depannya.

Emm, yeah, my stupid mouth that land me in this situation with you.

Jace menggeleng pelan.

"Ah, saya lupa tadi mau tanya kamu mau minum apa. Tapi saya lihat kamu agak pucat, jadi saya belikan air mineral aja. Are you fine with it? Atau perlu saya ganti dengan yang lain?" Tanyanya sambil menghentikan niatan untuk duduk dan menunggu Jace menjawab.

"Ah nggak, it's fine. Thanks." Jawab Jace cepat membuat laki-laki itu kembali tersenyum dan duduk di hadapannya. Jace sendiri merasa perutnya sedikit sakit dan melirik ke arah jam tangannya, jam setengah tiga sore.

Terakhir Jace makan adalah jam delapan pagi sebelum berangkat ke flat Auntie, jadi pantas saja perut Jace sudah protes keras. Jace membuka tutup botol air mineral itu dan meminumnya pelan-pelan, memejamkan mata saat perutnya yang kosong tersiram air dan membuatnya jadi semakin perih.

"You okay?" Laki-laki itu ternyata memperhatikannya dari tadi, dan pertanyannya barusan hampir saja membuat Jace menyemburkan isi mulutnya ke wajah laki-laki itu.

Tapi alih-alih tersembur, air itu membuat Jace tersedak hingga ia batuk-batuk dan harus menarik napas sedalam mungkin.

"Maaf, kamu kaget ya? Saya gak seharusnya nanya tiba-tiba waktu kamu lagi minum seperti itu." Laki-laki itu terlihat panik dan menyodorkan tissue ke arah Jace -yang diterimanya dengan sukacita.

"Gak, gak apa-apa. It just went to the wrong tunnel."Jawab Jace sambil mengepalkan tissue yang ada di tangannya dan meletakannya di pinggir meja di dekat sisinya. Jace tidak berani mengangkat pandangannya dari meja, karena bila dia menegakan wajahnya, pandangannya akan langsung bertemu dengan laki-laki yang berada di depannya ini.

Tapi Jace berpikir bahwa tidak sopan kalau ia terus-terusan menunduk seperti ini, jadi Jace menarik napas panjang dan memberanikan dirinya mengangkat wajahnya. Keputusan yang saat ia sesali karena begitu Jace meluruskan pandangannya, Jace mendapati bahwa laki-laki itu sedang memandanginya sambil tersenyum tipis dengan dagu yang bertumpu di salah satu telapak tangannya.

"Apa?" Tanya Jace sedikit lebih sewot daripada yang ia rencanakan, yang membuat laki-laki itu seperti tersadar dan kemudian tertawa kecil.

"Nothing, lucu aja, saya baru aja ditemani belanja dan akan makan bersama orang yang baru saya kenal siang ini. Saya bahkan gak tahu nama kamu.. Oh well, harusnya saya perkenalkan diri saya dulu ya.." Jace ingin berteriak bahwa dia kenal orang ini.

Kenal dengan seseorang yang membuatnya secara tidak langsung mengenal laki-laki di hadapannya ini. "Nama saya.."

I know your name, batin Jace. Samuel.

"Samuel-"

James.

"James-"

Sinaga.

"Sinaga." Kemudian senyuman laki-laki itu semakin lebar, "panggil aja Sam, dan kamu?"

Jace terdiam hingga tersadar bahwa laki-laki ini sedang menunggu jawaban darinya, "Oh, Joanne Jace Wijaya. Gue dua puluh tahun di tahun ini. Ah sorry, harusnya gue gak pake gue ke orang yang lebih tua." Rutuk Jace sambil menepuk pelan dahinya.

"Kok kamu tau kalau saya lebih tua dari kamu? Apa sebegitu kelihatannya ya?"

Mati. Jawab apa nih? Batin Jace pelan, menyesali kalimat yang keluar dari mulutnya sebelum ini. Kegiatan yang sepertinya ia ulangi kesekian kalinya hari ini.

"No, just guessing. Lo keliatan dewasa aja, jadi gue nebak lo lebih tua. Sorry if I offended you." Jawab Jace cepat sambil menggaruk kepalanya yang bahkan tidak terasa gatal.

"No problem. I'm not offended, karena saya memang lebih tua. So what should I call you? Joanne?" Tanyanya lagi.

Nggak usah manggil lebih baik sebenarnya.

"Emm, Jace."

"Okay, Jace then. Hmm, dua puluh tahun ya. That makes me seven years older than you. Saya dua puluh tujuh, tahun ini." Jelasnya sambil tersenyum, kemudian meminum coke dari botolnya.

I know, batin Jace pelan.

Percakapan mereka terpotong saat mereka berdua mendengar nama Sam dipanggil oleh salah seorang kasir. Sam segera berdiri untuk mengambil pesanan pizza mereka berdua dan meletakannya di atas meja. Membuka kotak pizza dan duduk kembali di kursinya di hadapan Jace.

"Go on," Ia tersenyum kemudian mengambil satu slice pizza dengan tangannya dan mulai makan. Jace mengambil salah satu slice pizza dan menggigit ujungnya. Dan ketika potongan pizza itu masuk ke mulutnya, Jace ingat kembali akan perasaan laparnya tadi.

Jace menghabiskan total 3 slice pizza dan Sam 5 slice. Jace benar-benar lupa dia seharusnya menjaga sikap di depan laki-laki, terutama soal makanan. Tapi ia hampir saja mati karena kelaparan, jadi persetan dengan sikap.

★★★

"Jadi kamu sekarang lagi jagain flat tante kamu?" Tanya laki-laki itu dengan nada sedikit terkejut sambil menatap ke arah Jace. Jace hanya mengangguk dengan sendok yang sedang berada di mulutnya.

Setelah menghabiskan beberapa potong pizza, Jace memutuskan bahwa ia belum kenyang, jadi ia memesan sepiring chocolate molten lava cake -begitu juga dengan Sam.

"Dan kamu cuma sendirian?" Tanyanya lagi sambil menyendok cake-nya dan memasukannya ke mulut tanpa mengalihkan pandangannya dari Jace. Jace kembali mengangguk dan menurunkan sendoknya untuk menyendok cake-nya lagi.

"Apa kamu gak takut?" Lanjutnya setelah menelan cake yang tadi ada di mulutnya.

Jace baru saja akan membuka mulutnya ketika ia menurunkan sendok dan menatap ke arah laki-laki itu dengan heran, "but it's not haunted." Ucap Jace bingung.

Sam tertawa, "Bukan, maksud saya kamu kan perempuan, tinggal sendirian di flat yang letaknya di perumahan yang terbilang masih sepi. That's quite dangerous, you know?" Balasnya sambil mengangkat pundak.

Jace meletakan sendoknya di piring dan menjawab sambil bertopang dagu dengan tangan kanannya, "Lo juga tinggal di flat di dalam perumahan sepi yang sama kayak gue, kalo lo gak sadar." Jawabnya sambil menaikan salah satu alisnya.

"Itu beda."

"Because you're a man?"

"Well, that and the fact that I'm older?" Jawab Sam sambil tersenyum kecil.

Jace memicingkan matanya, "continue talking about that dan gue gak akan tanggung jawab kalau sendok ini melayang ke kepala lo."

Sam menaikan sebelah alisnya sebelum dibalas Jace dengan helaan napas pelan.

"We're not weak. You know, women. We can do whatever it is you men can do."

"No, no. Itu bukan maksud saya sama sekali." Sam terdiam pelan sebelum melanjutkan, "I guess, saya cuma khawatir." Jace hampir saja menelan sendoknya bersama dengan cake-nya ketika mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulut laki-laki itu.

"Why?? We barely know each other.That's weird." Balas Jace cepat kemudian menambahkan, "Maksudnya bukan lo aneh, tapi kekhawatiran lo. Toh kalo gue kenapa-napa, lo gak dirugikan kan?" tanya Jace.

"Ah, tapi saya merasa kaya udah kenal kamu dari lama." Jawabnya pelan dengan senyuman manis dan pandangan yang tetap melekat ke mata Jace.

Jace mengerutkan dahinya, "does that pick up line really worked before? Because that's just lame."

Sam tertawa keras sebelum kembali memakan cake di depannya.

"You are weird." Bisik Jace pelan tanpa menatap Sam, ia mendengar laki-laki itu tertawa pelan kemudian melanjutkan makannya.

Mereka berdua terdiam selama sisa acara makan mereka, diam dengan pikiran masing-masing. Namun apa yang Jace pikirkan jauh lebih dalam dari apa yang dipikirkan laki-laki itu.

Kenapa laki-laki ini harus bersikap seperti ini terhadapnya?
Apa ini balasan dari Tuhan?
Takdir?
Karma?
Benang merah?
Kenapa harus dia?
Kenapa harus kakak laki-laki Stef yang datang ke kehidupannya?
Dan apa barusan yang dia rasakan?
Perasaan menyakitkan di dada itu lagi.
Perasaan saat pertama kali bersama Stef.
Oh Tuhan, tidak.
Jangan sekarang.
Jangan dengan laki-laki ini.
Jangan dia.
Oh my sweet Jesus. Not him.

⬇️⬇️⬇️
if you don't mind, please Vote and Comment to support me! ❤
Thanks for reading till now!

Love, Jays.

Continue lendo

Você também vai gostar

14.2K 1K 50
Bagi Diana kemunculan kembali Keano adalah bentuk kesialan sekaligus keberuntungan dalam hidupnya. Rasa bersalah karena sudah menorehkan luka dan mem...
670K 39.2K 45
Beberapa part di PRIVATE! Follow akun saya dulu baru bisa baca secara keseluruhan :) Arna Argani tidak pernah mengira dirinya akan menikah di usia y...
3.9M 255K 32
Orang bilang, seseorang yang dilangkahi menikah oleh adiknya akan lama sekali mendapatkan pasangan. Bagi Iskandar Muda, semua itu tidak masalah. Ia a...
127K 19.2K 38
Diralova pikir bekerja di butik Yesi adalah awal dari mimpinya tapi semua itu harus ia relakan karena butik terpaksa tutup setelah merasa penjualan s...