Wanting My Brother

By nates392

331K 17K 1.5K

Savannah Parker sudah mengatur hidupnya dengan rapi dan sempurna. Menikah pada umur 26 tahun dengan pacarnya... More

Section 1 - Childhood Memory
Section 2 - Years Passed
Section 3 - Problem From DC
Section 4 - Look, Just Don't Touch
Section 5 - Sweet Jayden
Section 6 - Doctor Jayden
Section 8 - Give You What You Like
Section 9 - Big Family Time
Section 10 - You Know What?
Section 11 - Fuck It List

Section 7 - Naked Jayden

24.3K 1.2K 81
By nates392

Section 7 â Naked Jayden

Aku membuka mataku dalam sekejap, merasakan sinar matahari menyilaukan mataku. Aku mengerang pelan. Rasanya perutku mual, dan kepalaku pusing. Aku benar-benar ingin muntah sekarang. Aku berdiri dari tempat tidurku dengan susah payah. Damn. Seharusnya aku tidak mabuk gila-gilaan kemarin malam. Aku bisa sampai kekamarku sendiri saja aku tidak ingat bagaimana kejadiannya.

Ya Tuhan, Sev. Belajarlah dari kesalahanmu dan jangan lakukan hal bodoh lagi. Ingat. Catat dalam otakmu baik-baik, tidak boleh mabuk lagi. Ingat batasan! Aku menggeleng kepalaku kesal. Untung saja aku masih bisa bangun pagi ini.

Pagi ini?

Aku segera menoleh melihat jam baru disampingku. Rasanya jam ini belum berdering dari tadi, dan aku sangat beryukur melihat jam yang masih menunjukkan jam 5 pagi. Aku menghela nafas panjang. Aku segera berjalan menuju kamar mandi untuk melihat penampilanku. Rambut pirangku lusuh dan make up-ku belepotan. Terusan yang kupakai kemarin sudah terlihat berantakan. Great. Aku memutar mata kesal, dan merasakan isi perutku ingin keluar sekali lagi.

Aku buru-buru keluar dari kamar mandi, meraih ponselku dan keluar dari kamar. Aku harus membuat kopi segera kalau pagi ini ingin sampai ke tempat kerja dengan selamat. Aku sampai dikounter dapur, mengambil gelas dan mengisinya dengan air dan bubuk kopi. Aku mengadukkan kopiku sambil mengecek ponselku.

Alisku terangkat ketika melihat sebuah pesan terkirim tadi pagi. Jam 1 pagi. Kemana aku mengirim pesan itu? Aku menyesap kopiku yang masih panas, dan melihat pesan yang terkirim ke . Oh aku mengirim pesan ke Jayden. Aku mengangguk pelan dan menaruh cangkir diatas meja kounter.

Mataku melebar, dan aku hampir menyemprotkan kopi didalam mulutku. Jayden!? Jayden Wilson? Apa yang kukirim padanya jam 1 pagi? Aku segera membuka isi pesan tersebut. Sebuah gambar! Aku membuka gambarnya dan melihat diriku difoto dari belakang, dan bokongku yang jadi fokus gambar itu. Wajahku menoleh kearah kamera, dan aku mengacungkan jari tengahku.

Ya Tuhan. Aku pasti sangat mabuk saat itu! Dan ada yang masalah yang lebih gawat! Aku mengirimkannya ke Jayden! Buat apa aku mengirim hal semacam itu padanya? Aku segera mengedarkan pandanganku kesekeliling. Seharusnya Jay masih tidur sekarang. Yang perlu kulakukan sekarang hanyalah masuk kedalam kamar Jay, dan mengambil ponselnya. Lalu menghapus pesan itu! Aku langsung menoleh kearah pintu kamar Jay, dan menyipitkan mataku. Aku tidak boleh gagal kali ini. Aku sudah sampai didepan pintu kamar Jay, dan menghela nafas panjang. Mulai!

Aku membuka pintu kamarnya perlahan, hingga tidak menimbulkan suara. Aku memasukkan kepalaku terlebih dahulu kedalam kamarnya, dan melihat Jay masih tidur. Aku segera masuk kedalam kamarnya, mengendap-endap berjalan menghampirinya. Ponsel. Kalau ponsel seharusnya berada di meja nakas, atau di tempat tidur. Aku menyipitkan mataku, berusaha membiasakan diri dengan kamar Jay yang gelap.

Sesuatu berkedip merah diatas meja nakas Jay, dan aku langsung tersenyum senang. Aku meraih ponselnya, dan langsung membuka pesannya. Aku melihat pesan dariku masih belum dibuka! Thanks God! Aku segera menghapus pesan terkutuk itu dan menaruh ponselnya kembali diatas meja nakas.

Aku menghela nafas lega dan pandanganku beralih pada Jay yang masih tertidur. Aku tertarik ketika melihat wajah polos Jay yang tertidur. Entah bagaimana, dia terlihat murni dan inosen didalam tidurnya. Sama seperti Jay-ku yang dulu. Aku tidak sadar betapa lama melihatnya tertidur, melihat dadanya naik dan turun bernafas. Bagaimana bulu matanya bergetar pelan, dan bibirnya bergerak didalam tidur. Aku tersenyum hanya melihat hal sederhana seperti itu.

"Berapa lama lagi kau akan melihatiku tidur, Sev? Sudah berganti porfesi jadi stlaker?" tanya Jay tenang dengan mata masih tertutup.

Mataku melotot menatapnya tidak percaya. Jadi dari tadi dia sadar aku melihatinya? Oke, Sev. Cari alasan. Berpikir. Berpikir. "Eh â aku lagi mencari kunci mobilku. Aku tidak berani membangunkanmu, jadi aku hanya, ya, melihatmu," jawabku. Oke. Awkward. Tidak berani membangunkan, jadi hanya melihatimu seperti seorang stalker? Bravo, Sev. Kau tidak pintar berbohong.

"Diatas meja belajarku," jawab Jayden tanpa bertanya lebih lanjut, dan membalik tubuhnya kesamping.

Aku menghela nafas panjang, dan segera mengambil kunci mobilku dan keluar dari kamar Jayden. Untung saja dia tidak bertanya apa-apa, dan menuduhku yang tidak-tidak. Aku sangat beruntung pagi ini.

Aku melihat jam didinding ruang tamu, sudah jam setengah enam. Aku segera menggedor pintu kamar Blake untuk membangunkannya, dan berjalan menuju kamarku untuk bersiap-siap.

Lima belas menit kemudian aku sudah keluar dengan pakaian rapi dengan santai. Wow. Sepertinya ini pertama kalinya aku bangun pagi dan tidak terburu-buru pergi kekantor. Aku melihat pintu kamar Blake yang belum dibuka. Aku menggedornya sekali lagi untuk membangunkannya. Setelah itu aku bergerak ke dapur untuk menyiapkan makan pagi, dan karena hari ini aku sedang baik hati, maka aku akan membuatkan sarapan untuk Jay juga, tanpa racun tikus tentu saja.

Aku membuat sandwich pagi ini, menggoreng scramble egg dan seledri, serta tomat. Setelah itu aku menyiapkan roti tawar dan mentega. Aku melihat Jayden keluar dari kamarnya dengan kaos dan celana jins hitam. Aku menyapanya dengan senyuman lebar, dan dia hanya menaikkan alisnya tidak mengerti.

Aku menyiapkan sandwich untuk Jayden dan menaruhnya diatas kounter. "Untukmu," kataku sambil tersenyum manis. Entah kenapa mood-ku hari ini sangat baik. Jay tidak berbicara apa-apa, dan hanya memakannya.

Dia terlalu mempercayaiku setelah banyak keisengan yang kulakukan padanya. Aku salut padanya. "Tumben sekali kau membuatkanku sarapan? Tidak kau masukkan racun tikus kedalamnya kan?" tanyanya sambil mengunyah sarapan buatanku itu.

Aku memicingkan mataku kesal. Baru saja kupuji. "Perasaanku hanya sedang baik," jawabku sambil menyiapkan sandwich untukku dan Blake. "Dan kenapa anak pemalas itu belum bangun," gerutuku kesal dan menggedor pintu Blake sekali lagi. "Cepat bangun Blake! Kau tidak mau terlambat kan?"

"Aku sedang mandi!" jawab Blake tidak kalah kesalnya.

"Oh, oke," jawabku santai dan kembali kedalam dapur. Aku melihat Jay sudah menyelesaikan sarapannya dan memasukkan piring kotornya kedalam dishwasher. "Kau mau pergi?" tanyaku padanya.

"Ada pekerjaan di New Jersey," jawabnya sambil mencuci tangan.

"Hati-hati," jawabku sambil melihatnya dari belakang.

Jayden membalik tubuhnya, menatapku sambil berjalan lalu. Dia tersenyum padaku. Aku melihatnya tidak percaya, mataku melebar. Dia. Jayden Wilson tersenyum padaku? Senyuman, dan bukan seringaian. Serius nih? Aku melihat Jay sudah berada didepan pintu, memakai sepatunya.

"Oh ya, Sev." Aku menoleh melihatnya, menunggunya melanjutkan kata-katanya. "By the way, nice ass," katanya sambil menyeringai menyebalkan. Mukaku memerah malu, dan dia segera keluar dari apartement.

Tunggu pembalasanku, Jay. Tunggu pembalasanku. Aku merutuknya dalam hati.

***

Aku mendengar bunyi bel apartement-ku ketika aku sedang membenarkan jendela kamarku. Aku berdecak kesal. Jayden belum pulang dari pekerjaannya, dan Blake masih ada kerja kelompok dengan teman-temannya disekolah, menyisakanku sendirian. Peluh membasahi wajahku dan aku berdiri dari tempat dudukku sambil mengelap keringatku.

"Sebentar!" teriakku pada siapapun yang mengebel pintu apartement-ku dan melihat Ellie berdiri didepan dengan wajah sebal. "Hei, Elle," sapaku sambil berjalan kembali masuk kedalam kamaku.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Ellie melihatku sedang membenarkan jendelaku. "Rusak lagi?"

Aku hanya mengedipkan mataku padanya, dan melanjutkan pekerjaanku.

"Kenapa kau tidak menyuruh tukang saja untuk membenarkan jendelamu?" tanyanya.

"Aku anti dengan yang namanya orang asing masuk kedaerah privasiku" balasku cepat. "Oh ya, si Jayden sialan itu benar-benar membuatku marah pagi. Aku sudah berbaik hati membuatkannya sandwich, tapi dia malah membuatku malu!" kataku kesal.

"Malu kenapa?" tanya Ellie tidak mengerti. "Oh!" Mulutnya melebar, dan aku langsung menoleh melihatnya. "Jangan bilang masalah foto itu ya?" tanyanya.

Aku menatapnya horor. Bagaimana dia tahu!? Ellie langsung meledak dalam tawa. "Ceritakan padaku semuanya! Aku tidak ingat apapun, Elle! Bagaimana bisa aku mengirim foto seperti itu padanya?" tanyaku.

"Kau mabuk berat saat itu," jawab Ellie sambil tersenyum lebar mengingat kejadian kemarin malam. "Lalu kau bilang padaku, ayo cepat foto aku dengan pose seksi, dan pose pertamamu adalah memperlihatkan bokongmu dan jari tengahmu terangkat. Aku tertawa terbahak-bahak saat itu, lalu kau mengutak-atik ponselmu sendiri, dan kau bilang padaku supaya si brengsek itu tahu rasa." Ellie mengangkat bahunya. "Jadi kau kirim gambar itu pada Jay," katanya sambil mengangguk pelan mengerti.

"Otakku sangat tidak beres kalau sedang mabuk," kataku sambil menggelengkan kepalaku. Aku mencoba membuka tutup jendelaku, dan mengecek hasil kerjaku sekali lagi. "Sempurna!" ujarku puas.

"Sudah selesai?"

Aku mengacungkan jempolku. "Bagaimana kalau kita pindah ke ruang tamu saja?"

"Yeah, okay," jawabnya sambil mengikutiku keluar menuju ruang tamu.

Aku menghempaskan tubuhku diatas sofa dan menyalakan TV didepanku. Aku melihat acara reality show Bachelorette didepanku. Aku melihat Ellie yang duduk disampingku. "Jadi, kau sudah pulang kerja?" tanyaku padanya.

Ellie mengangguk pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari TV. Ellie bekerja disebuah perusahaan berlian terkemuka di New York, dia adalah kepala bagian staff. Pekerjaan Ellie tidak sesulit pekerjaanku karena perusahaan itu miliknya bibinya. Dia bisa pulang dan pergi kapanpun dia mau. "Aku bosan dirumah," kata Ellie. "Kau tidak ada kerjaan rumah?" tanyanya.

"Aku sudah menyelesaikan semuanya dikantor hari ini," jawabku. "Kau mau menginap disini malam ini?" tanyaku menawarinya. Dulu saat kita masih sekolah ataupun kuliah, Ellie sering menginap dirumahku, begitu pula dengan sebaliknya.

"Sudah lama sekali kita tidak menginap bersama ya," ujar Ellie merenung, menerawang jauh melihat langit-langit ruang tamu. "Aku sudah merasa tua sekarang," katanya, dan tiba-tiba setetes air mata turun dari kelopak matanya.

"Eh? Kenapa kau menangis?" tanyaku khawatir, menatapnya bingung. "Kau tidak apa-apa kan, Elle? Kau tidak habis dipecat kan?"

Ellie menggeleng pelan sambil mengusap air matanya. "Aku tidak apa-apa, hanya merasa tua saja," jawabnya sambil tersenyum lbar padaku, senyuman yang dipaksakan.

Aku membalas senyumannya, tidak ingin mengorek informasi apapun darinya. Kalau Ellie siap, pasti dia akan memberitahuku semuanya. Mungkin dia belum siap saat ini, dan aku sebagai sahabatnya hanya bisa mendukungnya.

"Sebentar lagi umur kita seperempat abad," jawabku ngeri, lalu mengganti acara TV didepanku menjadi Grey's Anatomy. Film kesukaan Jayden. Aku melihat Meredith Grey, si pemeran utama sedang bercinta dengan suaminya atau pacarnya, atau mungkin juga selingkuhannya atau orang yang dia temui di jalanan. Aku juga tidak tahu.

Pikiranku tidak fokus saat ini.

Kami terdiam dalam keheningan, sibuk dengan masalah di pikiran kami masing-masing. Aku merasakan ponselku bergetar dan melihat pesan dari Blake. Dia akan terlambat pulang karena pekerjaan kelompoknya masih banyak.

Beberapa saat kemudian, aku mendengar pintu apartement dibuka dan Jayden masuk kedalam menggunakan jaket kulit warna hitam. Wajahnya tampak letih dan dia membawa sebuah tas kulit berwarna coklat tua. Dia tersenyum ketika melihatku dan Ellie, melambaikan tangannya pada kami, lalu masuk kedalam kamarnya.

Wow. Aku terpana melihatnya. Dia tersenyum lagi padaku. Apakah ini berarti keadaan akan kembali normal karena dia sudah tersenyum seperti biasanya padaku? Aku menggelengkan kepalaku dengan keras. Tidak, Sev! Dia baru saja menghinamu tadi. Jangan terbuai hanya dengan senyumannya!

Lalu Jayden keluar dari kamar menggunakan kaos berwarna abu-abu dan duduk disampingku santai, seolah-olah dia tidak melakukan apa-apa. Aku melotot marah menatapnya, lalu segera mengganti channel TV ke acara Bachelorette lagi, tahu bahwa dia suka melihat Grey's Anatomy.

"Kenapa kau menggantinya?"

"Itu TV-ku," jawabku berkuasa.

"Kukira TV ini sepaket dengan apartement-nya, yang berarti adalah milik Chad. Chad papaku kalau kau ingat," katanya sambil tersenyum penuh kemenangan.

Aku berusaha menahan emosiku, dan melemparkan remote TV itu kewajah Jay, namun dia berhasil menangkapnya. Dia nyengir lebar, aku berdiri dari tempatku. "Ayo, Elle! Kita masuk kamarku saja. Disini ada iblis yang suka mengganggu orang!"

Aku tidak tahu apa yang baru saja kukatakan. Iblis yang suka mengganggu orang? Sekalian saja mengatakan sweeper jangan mencuri. Bahasaku tidak karuan karena emosi. Aku segera bergerak menuju kamarku, dan Ellie mengikutiku dari belakang.

Ellie tertawa pelan ketika dia menutup pintu kamarku, dan aku menghempaskan tubuhku diatas tempat tidur. Dia tampak lebih terhibur sekarang setelah melihatku bertengkar dengan Jayden. Aku ikut tersenyum melihatnya.

Kami mengobrol, menceritakan segalanya pada satu dengan yang lain sambil berbaring diatas tempat tidur. Aku tidak tahu berapa lama kita mengobrol, sampai akhirnya Ellie memutuskan untuk berdiri. "Aku mau ke toilet dulu," katanya sambil keluar dari kamarku.

Aku hanya mengangguk melihatnya keluar dari kamar. Walaupun didalam kamarku ada kamar mandi, tetapi dia lebih memilih pergi ke toilet yang berada diluar. Aku juga tidak tahu kenapa, mungkin dia menghargai privasi-ku atau apa? Beberapa saat kemudian, Ellie masuk kembali kekamarku.

"Tidak jadi ke toilet?" tanyaku.

"Jay menggunakannya," jawab Ellie, lalu masuk kedalam kamar mandiku.

Seolah-olah lampu diatas kepalaku menyala, tiba-tiba ide bagus muncul dipikiranku. Aku keluar dari kamar, mendengar suara musik berdentum dari dalam kamar mandi. Mangsaku ada didalam kamar mandi, dan kau akan menerima akibatnya setelah ini!

Aku mengendap-endap membuka pintu kamar mandi dan melihat Jay masih berada didalam area shower. Tubuhnya ditutupi oleh embun air panas. Aku merampas pakaiannya berada digantungan pintu, dan handuknya yang berada diatas wastafel.

Biar tahu rasa kau Jay!

Aku keluar diam-diam dari kamar mandi, dan membuang benda itu ke tempat sampah. Ha! Rasakan. Aku mendengar suara ketukan pintu apartement dari luar dan aku mengerutkan keningku. Siapa lagi yang datang? Aku membuka pintu melihat Nyonya Diniz berdiri didepan pintu sambil membawa sebuah bingkisan.

"Oh, selamat sore, Nyonya Diniz," sapaku berusaha terlihat sopan.

"Selamat sore, Savannah!" jawab Nyonya Diniz. Seperitnya mood-nya lagi baik hari ini, biasanya dia hanya bisa mengomel dan memarahiku karena terlalu berisik menurutnya. "Anakku baru datang kesini, dan dia membawa bingkisan." Dia menunjukkan bingkisan yang dia bawa dari tadi padaku. "Terimalah ini, aku masih punya dua lagi di apartement-ku," katanya.

"Oh, tentu saja aku mau. Terima kasih, Nyonya Diniz," jawabku sambil menerima bingkisannya. "Kau terlihat senang sekali. Pasti karena kedatangan putra anda ya?" tanyaku.

Nyona Diniz langsung mengangguk, dan matanya melihat sesuatu dibelakangku. Aku ikut menoleh melihat pintu kamar mandi yang terbuka. Aku melihat Jayden keluar dari kamar mandi dengan mengendap-endap. Dia telanjang. Baca: telanjang bulat.

Oh yeah, aku yang mengambil pakaian dan handuknya tadi. Nyonya Diniz membuka mulutnya tidak percaya. Jayden baru sadar masih ada orang lain didalam ruangan ini, dan langsung menatap kami. Matanya melebar.

Dia masih basah. Berdiri, beku ditengah-tengah ruangan. Tangannya menutupi selangkannya. Oh God. Seharusnya aku merasa terhibur atau tertawa sekarang atau apapun itu! Tapi aku hanya berdiri ditempatku, sama-sama beku ditempatku sama dengan Jayden. Jantungku berdebar kencang dan perutku rasanya dipenuhi oleh kupu-kupu.

Karena aku mengira Jay akan telanjang, tetapi tidak terlihat mencolok seperti itu. Rambut coklat tuanya basah disisir kebelakang, dan kulitnya yang kecoklatan akibat matahari tampak tidak bercela. Apalagi ototnya. Aku bisa melihat semuanya dari sini.

Mata kami bertemu dan aku merasakan pipiku memerah dalam sekejap. Dia hanya tertawa gugup, dan berjalan lagi, tampak canggung masuk kedalam kamarnya.

Aku menoleh melihat Nyonya Diniz. "Nice catch, dear," ujarnya.[]


So yeah, new chapt againn.

thankyou for everyone who keep reading this story.

dan next chapt selanjutnya

just go vote & komen apa yang kalian pikir ttg this chapter.

thanks

Continue Reading

You'll Also Like

391K 22K 29
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...
1.1M 47.4K 37
Mereka teman baik, tapi suatu kejadian menimpa keduanya membuat Raka harus menikahi Anya mau tidak mau, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa ya...
2.1M 9.8K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...