Forever Mine

By 23gwen

4.7M 208K 10.8K

"Apa kau selalu seperti ini?, memerintah orang untuk melakukan apa yang kau mau?" lanjutku sambil menatapnya... More

prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Tolonggg yaaa
Chapter 51
Chapter 52

Chapter 40

90.8K 3.8K 262
By 23gwen

Sean POV

Dengan tidak sabar aku berlari ke arah mobilku dan duduk di kursi pengemudi, aku memutar mobilku dengan maneuver yang berbahaya tap aku tidak perduli, aku hanya ingin cepat-cepat menemukan Ashley dan membawanya kedalam pelukanku. Karena wanita itu semuanya jadi seperti ini, aku menarik ikatan dasiku dengan kasar dan menyingkirkannya dari leherku, aku tidak memperdulikan tim keamanan yang mengikuti di belakangku, aku bahkan tidak memperdulikan keamanan diriku sendiri.

"Sial!" aku mengumpat sambil memukul kemudi mobilku dengan keras, Ashley benar-benar sudah membuatku gila, aku tidak bisa mengungkapkan perasaanku sendiri ketika Richard mengatakan padaku bahwa Ashley pergi setelah melihat semua yang telah terjadi. Dia benar-benar salam paham akan semua ini, dan coba lihat apa yang dia lakukan, pergi begitu saja tanpa satu orangpun yang menjaganya, kenapa dia bisa begitu ceroboh dan tidak berpikr tentang keamanannya sendiri, aku melihat jarum suntik yang telah terisi dengan cairan yang telah kupelajari sebelumnya.

"Dimana kau Ash?!" aku berteriak sambil melajukan mobilku lebih cepat lagi, hampir enam jam aku mencarinya dan yang kudapati hanyalah omong kosong, dia tidak berada di penthouse ataupun tempat yang biasanya dia kunjungi. Tiba-tiba saja ponselku bergetar, aku mengumpat pelan lalu segera mengangkatnya.

"Ini aku!" suara ketus langsung terdengar di telingaku, Melisa.

"Aku punya hal yang lebih penting lagi untuk kulakukan jika kau ingin membicarakan soal beberapa pertemuan yang kutunda hari ini" aku berujar dengan tegas padanya, aku sedang tidak ingin mendengar omong kosong darinya, Ashley saja sudah cukup membuatku gila saat ini dan aku harus segera menemukannya sebelum bajingan manapun menyakitinya.

"Brooklyn bridge park" aku langsung menajamkan pendengaranku saat dia mengatakan sebuah lokasi padaku, aku memikirkan kembali semua kemungkinan yang ada, tentu saja dia akan berada disana, dia pernah mengatakan jika dia sangat suka ada disana.

"Dia ada disana?" aku

"Bawa dia kembali Sean, bawa calon menantuku kembali!" kata-katanya begitu otoriter dan aku mendengar sedikit kekhawatiran di suaranya, atau mungkin aku hanya sekedar mengigau saja.

"Aku harus pergi" aku tidak memperdulikan lagi kata-katanya, aku hanya melajukan mobilku ke taman itu.

***

Aku keluar dari dalam mobil dengan perasaan yang kacau balau, aku melihat Ashley sedang berdiri sambil menatap kearah sungai yang terlihat berkilauan karena ditimpa cahaya kota New York, aku mengantongi barang itu dengan perlahan dan berjalan ke arahnya. Seluruh duniaku saat ini sedang berada di hadapanku, terdiam dan hanya memandangi tenangnya air sungai. Rasanya aku ingin memeluknya dan membawanya untuk diriku sendiri.

"Ashley" aku memanggilnya dengan suara lembut, dia mengangkat kepalanya lalu berbalik pelan menghadapku, aku melihat bekas air mata di pipinya, hatiku hancur saat aku melihatnya, aku telah menyakitinya.

Aku berjalan dengan tergesa kearahnya, dan dia hanya terdiam disana, menatapku seolah dia tidak pernah mengenalku, hanya tatapan kosong yang dia berikan kepadaku.

"Oh sayang, tolong jangan seperti ini" aku berkata sambil meraih bahunya dan memeluknya, dan sekali lagi da hanya diam tanpa sepatah kata apapun, hanya diam tanpa balas memelukku. Sampai aku merasakan sebuah dorongan yang sangat pelan dari dirinya, dia berusaha membebaskan diri dariku dengan mendorong dadaku, tapi dia tdak memilik kekuatan yang cukup untuk melakukannya. Aku menatap ke arah jemarinya yang ada di dadaku dan aku merasa sangat bahagia ketika aku melihat cincin itu tetap melingkar di jari manisnya. Ashley menengadahkan kepalanya dan mata indahnya itu menatapku, tatapannya begitu kosong dan hampa. Oh sayang... jangan melakukan ini padaku, kau menyiksaku.

Dia mengambil beberapa langkah mundur untuk membuat jarak padaku, aku mengernyit tak menyukai tindakannya itu.

"Ashley?" aku berujar dengan lirih tapi kata-kataku segera terhenti ketika aku melihatnya mengangkat telapak tangan kanannya dimana jemarinya itu dihiasi oleh cincin, kemudian akku melihat jemari kirinya meraih cincin di jar manis tangan kanannya, dia melepaskannya. Aku bersumpah demi apapun didunia ini saat aku melihat dia melepas cincin pertunangan dadaku terasa sangat sesak, seolah aku tidak memiliki lagi udara untuk kuhirup. Dia berjalan mendekat kearahku lalu mengulurkan cincin itu padaku.

"Aku pernah menyakitimu dan sekarang aku menerima balasannya karena kau telah menghancurkanku, kita hanya saling menyakiti, dan aku tidak bisa melakukannya lagi, aku tidak menginginkanmu lagi" dia berkata tanpa sedikitpun keraguan di matanya. Dia menatapku seolah-olah dia mengatakan hal ini kepada orang lain, bukan kepadaku, dan kata-katanya itu benar-benar racun untukku, apakah dia berpikir bahwa kata-katanya itu juga menghancurkanku.

"Apa yang kau pikir kau katakan?!" aku membentaknya dan merampas cincin itu dari tangannya lalu meraih tangan kanannya dan kembali memasangkan cincin itu di jari manisnya.

"Kau tidak akan meninggalkanku!" aku menegaskan kata-kata itu padanya dan dia hanya menggelangkan kepalanya sambil mencoba melepas cincin itu lagi, dengan sigap aku meriah kedua tangannya dan menahannya tetap didadaku.

"Hentikan!" aku membentaknya kembali.

"Aku tidak menginginkanmu lagi, temukan kebahagiaanmu sendiri!" dia membentakku sambil berusaha membebaskan tangannya dariku, aku tidak membiarkannya terlepas dari peganganku sedikitpun.

"Kau adalah kebahagiaanku Ashley!, kau adalah seluruh duniaku!, kapan kau akan mengerti hal itu!" aku membetaknya untuk kesekian kalinya

"Tapi kau bukan kebahagiaanku Sean, dan tidak akan pernah menjadi kebahagiaanku" kata-katanya kembali menghantam dadaku, aku tidak percaya dia mengatakan hal itu padaku dan dia juga terlihat kaget ketika dia mengatakan hal itu padaku, aku tahu dia berbohong padaku, tapi tetap saja rasanya sangat menyakitkan mendengarnya mengatakan hal itu padaku.

"Kau berbohong"

"Silahkan menyimpulkannya sesuka hatimu Sean"

"Apa kau bilang?!" aku berkata sambil menyentak lengannya.

"Pergilah dari hadapanku!, kau hanyalah laki-lakii berengsek!!!" dia memberontak dan meronta-ronta membebaskan diri dariku, tapi aku tidak membiarkannya, aku melihat air matanya yang semakn menderas. Aku mengambil benda itu dari dalam saku celanaku dan menyuntikkan cairan itu ke dalam tubuh Ashley, dia menjerit kecil saat merasakan rasa sakitnya tapi kemudian tubuhnya semakin lemas dan lemas, tangannya berhenti memukuliku, dia berhenti memberontak dan semakin bersandar padaku, aku sendiri memejamkan mataku merasa sangat bersalah, tapi aku harus membuatnya lebih tenang agar aku bisa membawanya kembali bersamaku.

Aku mengangkat tubuh Ashley yang tidak sadarkan diri dengan lenganku, dengan sigap aku membawanya ke mobil Richard telah berada disana dengan pintu mobil yang sudah terbuka untukku. Aku membawa diriku dan Ashley masuk kedalam mobil lalu mobilpun melaju meninggalkan tempat itu. Aku telah berada di Mansion keluarga Blackstone yang kosong, hanya ada beberapa pelayan setia keluargaku yang menyambut kami saat mobil telah sampai di depan Mansion. Tanpa memperdulikan sapaan mereka aku langsung membawa Ashley yang masih memejamkan matanya, udara dingin yang berhembus membuat pipinya merona, aku mengerutkan dahiku tidak senang lalu semakin merapatkan tubuhnya ke dadaku, aku tidak ingin dia kedinginan.

Setelah membaringkan tubuh Ashley ke dalam ranjang, aku mengunci pintunya dari dalam dan menyimpan kuncinya di tempat tersembunyi, hanya berjaga-jaga jika dia tersadar dan kembali mengamuk lagi. aku membelai rambut indahnya sekali lagi sebelum membuka pakaianku dan menuju ke kamar mandi. Aku mandi dengan cepat dan segera memakai pakaian santai aku tidak ingin meninggalkannya terlalu lama dan saat ini aku benar-benar iingin memeluknya dan tertidur bersamanya. Aku naik ke tempat tidur dan membelai rambutnya dengan gerakan pelan lalu mengecup seluruh wajahnya dengan lembut, astaga aku sangat mencintainya, aku tidak mungkin bisa hidup setelah dia meninggalkanku, itu tidak akan terjadi karena aku tidak akan pernah membiarkannya meninggalkanku. Dia tertidur dengan sangat pulas, nafasnya teratur dan raut wajahnya terlihat tenang, aku mengeratkan lenganku yang melingkari pinggangnya lalu menenggelamkan wajahnya ke dadaku, oh tuhan... ini terasa sangat benar dan sangat nyaman,bagaimana lagi aku bisa menjaganya tetap disisiku. Aku terus bergelut dengan pikiranku selama beberapa lama hingga akhirnya mataku terasa semakin berat dan akhirnya aku tertidur dengan wanitaku di pelukanku.

***

Aku terjaga saat jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, malaikatku masih bergelung di pelukanku, tubuhnya membuatku sangat hangat dan terasa nyaman ketika aku memeluknya. Aku tersenyum sambil mengecup bibirnya, efek obatnya harusnya berakhir sebentar lagi. dan saat itu terjadi maka mungkin dia tidak akan setenang ini, mungkin dia akan memberontak lagi dan aku akan berbuat hal yang sama, aku akan membuatnya tetap disisiku entah bagaimanapun caranya. Aku terus memeluknya sambil menunggunya terbangun, perasaanku saat itu sangatlah tidak menentu dan jujur saja aku sangat cemas dengan apa yang akan terjadi setelah ketenangan ini. Aku berhenti berkutat dengan pikiranku karena aku mendengarnya menggerang tertahan, dia memegang kepalanya sambil mengeluh kesakitan. Aku menyingkirkan tangannya yang semakin keras menarik rambutnya sendiri, aku sedikit marah karena dia menyakiti dirinya sendiri.

"Apa yang kau berikan padaku!" dia berkata sambil mengerang kesakitan.

"Sesuatu untuk membuatmu tenang, efeknya akan berhenti sebentar lagi" aku berkata sambil mengelus rambutnya dan tetap memeluknya dengan kedua lenganku, dia tidak menyingkirkan lenganku di tubuhnya mungkin karena dia sedang menahan rasa sakitnya, oh tuhan... jika saja aku tahu efeknya akan sekuat itu maka aku akan memikirkannya kembali untuk menggunakannya pada kesayanganku.

"Lepaskan aku!, aku ingin menjauh darimu!!!" dia mulai memberotak dengan mengerahkan seluruh kekuatannya, mungkin saat itu efeknya telah habis.

"Kau tidak akan kemanapun!!!" aku mendekapnya dengan erat dan mencoba memberinya pengertian.

"Dengarkan aku dulu, jangan seperti ini, komohon" aku memohon sambil terus menciumi wajahnya.

"Hanya omong kosong yang akan keluar dari mulutmu itu, kau seperti ayahmu!, kau hanyalah bajingan berengsek, hal yang menyelamatkanmu hanya karena kau menyandang nama Blackstone di belakang namamu!!!" dia menjerit lagi sambil memberontak dariku.

"Ashley!!!, jaga kata-katamu!" aku membentaknya karena aku benar-benar kecewa dengan kata-katanya, hal itu seolah membakarku.

"Tidak!, sudah kukatakan padamu kau tidak bisa memerintahku, aku bukan budakmu dan aku bukan salah satu pelacurmu dasar bajingan!" aku merasakan dia memukul perutku dengan lengannya hingga membuatku sedikit kesakitan. Kata-katanya barusan sangatlah membuatku marah dan kehilangan kesabaranku. Aku menindihnya di bawahku sambil menahan kedua lengannya dengan kedua tanganku, aku menindih kakinya dengan kakiku sendiri hingga dia tdak bisa lagi memberontak.

"Hanya ada satu wanita dalam hatiku, dan wanita itu adalah kau!, aku tidak mengkhianatimu, kau hanya sedang salah paham dan kau hanya pergi begitu saja tanpa mendengarkan apa yang harus kau ketahui!" aku membentaknya hingga aku melihatnya sedikit ketakutan, tapi aku masih melihat amarah itu di matanya, amarah yang sangat besar dan membara. Aku menatapnya penuh dengan kekecewaan dan yang kudapati di matanya adalah kekecewaan yang jauh lebih besar dengan apa yang kurasakan.

"Kau kecewa dengan hal yang tidak pernah terjadi Ashley"

"Tidak Sean, aku kecewa dengan hal yang kulihat dengan mataku sendiri, kau menjijikkan Sean, kau dengar aku?, kau membuatku muak" kata-katanya kembali menyakitiku, dia seakan menghujam jantungku dengan belati di tangannya sendiri.

"Ashley!!, jaga mulut sialanmu itu!" dia benar-benar membuatku kehilangan kesabaranku.

"Atau apa?, kau akan mengikatku?!" dia berkata dengan amarah di dalam dirinya.

"Aku bisa melakukan yang lebih buruk lagi padamu" aku membalasnya lagi.

"Kau sudah melakukan yang terburuk, lakukan saja jika kau mau, lagipula aku memang sudah hancur" dia berkata dengan tenang.

"Ashley, jangan menyakitiku seperti ini sayang" aku memohon padanya, tapi matanya tetap menatapku dengan amarah.

"Aku hanya ingin pergi darimu, lalu urusan kita selesai disini" dia berkata dengan ringan, diia mengajukan penawaran padaku dengan menghancurkan hatiku lebih dulu, aku benar-benar tdak mengenalnya saat ini.

"Tampaknya kau akan tetap disini untuk aktu yang sangat lama sayangku, karena aku tidak akan pernah melepaskanmu" aku berujar sambil menundukkan kepalaku dan mencium bibirnya dengan kasar lalu meninggalkannya tak lupa mengunci pintunya dari luar.

"Sean!, keluarkan aku dari sini!!!" dia berterak sambil menggedor pintunya membuat semua pelayan diam-diam melirik kearahku.

"Aku membencimu Sean!, dan aku akan membencimu seumur hidupku!!!" teriakannya kembali terdengar diiringi dengan bunyi keras, kurasa dia melemparkan benda ke arah pintu.

***

Sepanjang hari aku tidak bisa tenang karena Ashley terus saja memenuhi pikiranku, setelah aku menyelesaikan semua pekerjaan sialan itu aku langsung melesat menuju Mansion, dan disana aku telah mendapati Melisa berdiri di dekat jendela sambil melpat lengannya ke dadanya, aku tahu diia sudah mengetahui semua yang telah terjadi. Aku juga tahu bahwa hal mustahil menyimpan rahasia darinya ketika dia masih hidup di dunia ini. Aku melangkah menuju ke arahnya dan dia berbalik karena mendengar suara langkahku.

"Apa kau sudah kehilangan akalmu?!!" dia membentakku dengan histeris, aku tiidak pernah melihatnya melakukan hal ini padaku sebelumnya.

"Aku melakukan apa yang perlu kulakukan, ini bukan urusanmu!" aku balas membentaknya, hanya saja aku berusahauntuk lebih tenang darinya.

"Apapun yang terjadi di keluarga ini adalah urusanku tuan muda!, kau sedang menyekap putri dari keluarga Maxwell dalam kamarmu, apa kau pikir hal itu wajar!, kau mungkin sangat cerdas Sean, tapi kau lebih gila dari siapapun di keluarga ini!" tangannya melambai-lambai mengungkapkan kekesalannya, wajahnya yang berkerput mulai memerah karena emosinya.

"Dia mungkin memiliki darah Maxwell, tapi dia milikku!, aku bersamanya selama enam tahun sedangkan ibunya membuangnya ketika dia dilahirkan!, itu keluarga yang kau maksud!" aku memberikan pembelaan terhadap apa yang kulakukan, jika keluarga Maxwell berpikir akan mengambil Ashley dariku maka akan kubuat mereka menyesalinya selama sisa umur mereka.

"Ayolah Sean, kau tahu tindakanmu ini salah" Melisa kembali membujukku.

"Mungkin tindakanku ini memang tidak sepenuhnya benar, tapi ini yang terbaik untuknya"

"Untuk Ashley, atau untukmu?, kau tidak bisa seperti ini selamanya" dia berujar dengan nada rendah, aku menundukkan kepalaku untuk sejenak lalu kembali menatapnya dengan pandangan yang tegas dan tanpa keraguan sedikitpun.

"Pada akhirnya aku menemukan alasan untukku bertahan hidup, dia adalah hidupku, dan aku tidak akan membiarkannya pergi seperti ibuku meninggalkanku!" aku membentaknya keras-keras dengan segenap kekuatanku. Dia boleh mengaturku dalam segala hidupku tapi jika ini menyangkut Ashley maka aku tidak akan membiarkannya. Aku bahkan siap untuk menyakitinya jika memang itu yang diperlukan.

"Sean..."

"Tidak!, jangan mendesakku dalam hal ini, karena sampai matipun aku tidak akan mengubah pikiranku, tidak akan pernah!" aku berkata sambil berjalan ke arah pintu.

"Kau tidak bisa mengurung Ashley disana untuk selamanya Sean, pikirkan lagi hal itu"

"Aku bisa, tentu saja aku bisa melakukannya "

"Karena dia memergokimu sedang bercumbu dengan wanita lain?!" darahku seakan mendiidih ketika dia mengatakan hal itu padaku, aku tahu da menguji kesabaranku. Tapi sampai matipun aku tidak akan pernah bisa menyakiti Ashley dengan cara menjijikkan itu.

"Lebih baik kau mengurus hal itu untukku nenek, wanita itu tiba-tiba saja datang dan memintaku bertanggung jawab untuk bayi di dalam perutnya, aku bahkan tidak bertemu dengan wanita itu sebelumnya bagaimana aku bisa menjadi ayah dari bayi itu, kurasa yang dia inginkan hanyalah uang, hal itu akan jauh lebih mudah" aku menjelaskan dan dia tampak tidak kaget dengan semua itu, itu berartii sia memang sengaja untuk mengujiku.

"Kita tidak bisa selalu mengandalkan uang dalam hal ini Sean, kita harus memberinya sedikit pelajaran agar dia tidak akan macam-macam lagi" dengan santai dia mengambil tasnya dan berjalan ke arahku.

"Akan kubereskan wanita itu untukumu Sean, dan kau... buat Ashley siap dalam dua bulan ini, karena pada saat itulah dia akan berjalan di altar"

***

Aku memikirkan kata-kata Melisa, dalam dua bulan ini Ashley akan segera menjadi istriku, hatiku terasa ringan saat aku mengingatnya, aku berjalan ke kamarku dengan hati yang lebih tenang dari sebelumnya. Aku mengeluarkan kunci lalu membuka pintu kamarku dengan gerakan perlahan. Aku melihat kesayanganku sedang duduk dilantai dengan lutut menekuk, dia terlihat pucat dan berantakan, aku melihat makanan yang sama sekali tidak tersentuh. Hatiku terluka saat aku melihatnya, aku tidak bisa membiarkannya terus melakukan hal ini.

"Sayang" aku memanggilnya dengan lembut sambil berlutut kepadanya.

"Kenapa kau tidak memakan makananmu?" aku bertanya padanya dan dia hanya terdiam, aku meraih rambutnya dan mengelusnya, tapi aku merasakan sisi leherku tergores, darah langsung saja keluar dari sisi leher kananku. Kejadiannya sangat cepat saat Ashley melakukannya, dia menggoreskan pecahan kaca itu di leherku, lukanya memang tidak terlalu besar, tapi hal itu cukup membuatku hatiku terluka. Ini pertama kalinya dia berusaha untuk menyakitiku.

"Kau boleh melakukan apapun yang kau mau Ashley, cukup satu hal yang perlu kau tau, bahwa kau tidak akan bisa keluar dari tempat ini selama kau masih bersikap seperti ini, pikirkanlah dan putuskan saat kau telah siap" aku hanya mengatakan hal itu padanya lalu beranjak keluar dari kamar itu.

***

Selama dua minggu Ashley masih saja bersikap keras kepala, dia tidak ingin menatapku, dia tdak ingin bicara padaku dia bahkan mengunci pintu kamarnya dari dalam untuk mencegahku masuk kedalam, tapi hari ini aku mendapati pintu tidak dikunci dari dalam, aku membukanya dengan mudah dan mendapatinya sedang duduk menyamping di sofa baca yang menghadap ke arah jendela. Dia menatap senja hari yang indah. Aku duduk di depannya dan dia menatapku, dia balas menatapku dengan mata indahnya itu, mata itu sembab dan masih basah dengan air mata, perasaanku sangat kacau ketika aku melihatnya seperti itu.

"Bagaimana harimu?" aku bertanya padanya dan dia hanya diam menatapku, menatapku seolah-olah mencari sesuatu dalam diriku. Aku meraih telapak tangannya dan mengangkatnya hingga menyentuh dadaku, tepat dimana jantungku berdetak.

"Kau merasakannya?" aku berkata sambil menangkup wajahnya di tanganku yang bebas.

"Jantung ini berdetak hanya untukmu, jantung ini milikmu dan hanya bertahan karenamu" aku berkata lagi dan aku melihatnya menangis, air mata itu semakin menderas dan semakin menderas.

"Aku tidak pernah mengkhianatimu Ashley, aku bersumpah demi apapun yang aku miliki aku hanya mencintaimu, tuhan tahu itu, kaupun tahu hal itu" aku berkata dan melihatnya terisak sambil mengulurkan lengannya di leherku dan aku mendekapnya dengan sangat erat, aku tidak ingin melepaskannya barang untuk sedetik saja. Aku mengangkatnya ke dalam pangkuanku dan mengelus punggungnya dengan lembut karena aku merasakan tubuhnya yang gemetaran.

"Stt, tenanglah" aku berbisik dengan lirih sambil terus memeluknya.

"Bawa aku pergi Sean, bawa aku pergi dari tempat ini, kumohon bawa aku pergi" aku mendengar suaranya yang bergetar saat mengatakan hal itu padaku.

"Aku disini, semua akan baik-baik saja" aku meyakinkannya walaupun aku sangat tidak tenang ketika aku melihatnya ketakutan seperti ini.

"Kau meninggalkanku berhari-hari, kau mengunci pintunya dan kau mengurungku disini, aku sangat merindukanmu tapi... tapi kau tidak membiarkanku melihatmu, aku sangat merindukanmu tapi kau pergi meninggalkanku, aku tidak tahu apa yang terjadi, apakah aku melakukan kesalahan?" dia berujar sambil terisak dengan sangat hebat, aku terkejut ketika aku mendengarnya, apakah dia tidak mengingat apa yang telah terjadi sebelumnya?.

"Kita akan pergi menemui dokter" aku berkata sambil menyampirkan mantel hangatku ke sekitar bahunya kemudian mengangkatnya dengan lenganku.

"Aku ingin kembali ke penthouse, aku tidak ingin kemana-mana lagi selain kesana" dia memprotes sambil mengeratkan pelukannya di leherku.

"Tidak sayang, kita akan menemui dokter untukmu lebih dulu" aku berusaha untuk menenangkannya, meskipun aku tidak bisa menenangkan diriku sendiri.

"Apa kau akan meninggalkanku lagi?" Ashley menekan wajahnya ke leherku.

"Tidak sayang, aku tidak akan kemanapun"

***

Aku melihat Ashley yang tertidur dengan tenang setelah pemeriksaan, aku berjalan kearah dokter pribadiku.

"Bagaimana keadaannya?" aku bertanya dengan serius dan Dr Mallory balas menatapku dengan serius.

"Dia sangat rentan, dan dia depresi Sean, dia terlalu memikirkan suatu hal, dalam beberapa pasien biasanya itu adalah hal yang membuatnya merasa di permalukan ataupun hal yang terlalu menyakitinya, dia terus memikirkan hal itu setiap saat dan secara otomatis otaknya melindunginya dari ingatan menyakitkan itu dengan cara melupakan ingatan itu" penjelasannya membuatku cukup mengerti, aku tidak tahu apakah aku harus senang atau sedih saat itu.

"Apakah dia akan mengingat ingatan itu kembali?" aku bertanya sambil menatap kesayanganku yang sedang damai dalam tidurnya.

"Kemungkinan bisa selalu terjadi Sean, tapi kemungkinan itu memang sangatlah kecil"

***

udah belom?

Continue Reading

You'll Also Like

3.1M 172K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...
223K 7.4K 47
"Suruh anak nggak jelas itu keluar dari rumah kita! " "Ardi!! Andrea itu adekku! " Pertengkaran demi pertengkaran kakaknya membuat Andrea memilih unt...
2M 17.2K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
552K 39K 61
Dokter Rony Mahendra Nainggolan tidak pernah tahu jalan hidupnya. Bisa saja hari ini ia punya kekasih kemudian besok ia menikah dengan yang lain. Set...