She's Mine

By diaasp

231K 8.8K 180

"Tolong jangan biarkan orang lain menyentuhmu." Alex menangkup wajah Annie dan mencubit hidungnya pelan. "Itu... More

PROLOG
PART 1 - Hans?
PART 2 - Danger
PART 3 - Unknown Number
PART 4 - Jealous
PART 5 - Electric Shock
PART 6 - Ich Liebe Dich
PART 7 - Alex?
PART 8 - The Car
PART 9 - That Man
PART 11 - Help Me
PART 12 - With Him
PART 13 - Flashback
PART 14 - Party Begins
PART 15 - Found Her
PART 16 - I'm Sorry, Annie
BACA BENER YA
PART 17 - The Cop
PART 18 - Unknown Number Again
PART 19 - Tristan
PART 20 - You Smelled Good

PART 10 - Hospital

6.2K 302 1
By diaasp

Perutnya terasa mual. Entah sampai kapan rasa sakit ini akan hilang. Kate belum juga pulang.

Alex sudah kembali ke apartemennya. Annie sangat menyesal mengapa ia mengusir lelaki itu tadi. Keningnya berkerut, merasakan keringat dingin di sekujur tubuhnya. Matanya membelalak lebar walaupun pandangannya masih terasa sangat gelap.

Annie berusaha meraih cangkir di hadapannya. Bahkan menopang tubuhnya di kursi saja rasanya tidak sanggup. Tangan kirinya menekan kursi. Akhirnya Annie berusaha meraih cangkir.

Namun tidak lama, jari-jarinya sudah tidak sanggup lagi.

Praangg!

**

Alex melengos sambil menahan rasa penasaran yang memuncak di ubun-ubunnya. Ia harus tahu siapa lelaki hitam itu.

Tanpa pikir panjang ia langsung berlari menyusuri koridor. Namun langkahnya terhenti saat ia mendengar suara cangkir yang jatuh.

Pikirannya langsung tertuju pada Annie. Dengan cepat, Alex kembali ke apartemen Annie sambil sesekali melihat jejak lelaki itu di sudut koridor.

"Annie!"

Alex meraih tubuh Annie yang dingin dan lemas. Ia tidak sadarkan diri. Telapak kakinya terluka terkena pecahan cangkir.

"Apa yang terjadi padamu, Annie!"

Alex merengkuh Annie dalam pelukan, sesekali mencium keningnya yang basah karena keringat.

Alex mengangkat tubuh Annie dan menggendongnya ke kamar, meletakkannya dengan hati-hati di ranjang. Darah di kakinya tidak berhenti mengalir.

Alex mengacak-acak lemari Annie dan mengambil sebuah handuk, berusaha menghambat aliran darah. Pecahan beling ternyata masih tertancap di telapak kakinya.

Tidak sanggup mengatasinya, Alex bergegas membawa gadis yang ia cintai itu ke rumah sakit terdekat.

**

"Minggir-minggir!"

Alex berteriak pada pasien rumah sakit yang berdiri di sepanjang koridor UGD. Darah Annie sudah sedikit berkurang walaupun masih mengalir.

"Dokter! Suster! Tolong selamatkan dia, dok! Cepat! Ia tidak sadarkan diri. Darahnya tidak berhenti mengalir. Tolong tangani kekasih saya dulu, dok. Saya tidak mau terjadi apa-apa..."

Dokter muda itu langsung membungkam mulut Alex dengan sambaran yang cepat. "Dia hanya terluka, tuan. Tidak ada yang perlu dicemaskan."

"Tapi dia tidak sadarkan diri. Ini sudah kali ke berapa dia seperti itu. Saya mohon dengan sangat..."

Ucapannya kembali dipotong oleh suster cantik yang menemani dokter muda itu. Suster itu segera menutup gorden dengan cepat, meninggalkan tatapan mata Alex yang membelalak hampir keluar.

Ales mendengus. "Baiklah..."

Alex menunggu di luar, berusaha menikmati kondisi pasien di sekitarnya. Menikmati? Bagaimana bisa menikmati orang-orang yang menangis lalu meronta-ronta meminta nyawa orang kembali lagi.

Alex menunggu tidak lama. Suster itu membuka gorden dengan sangat pelan.

"Kami sudah menangani lukanya. Dan..."

Alex langsung memotong, "Apa ia sudah sadarkan diri?"

Dokter mendengus kesal. "Mohon tuan, dengarkan dulu. Kekasihmu baik-baik saja. Ia hanya kelelahan dan akhir-akhir ini mengalami shock berat. Tolong, saya pesankan jangan sampai membuatnya tak sadarkan diri seperti ini lagi. Tekanan darahnya sangat rendah."

Alex mengangguk, lalu menyambar gorden dengan cepat, berharap Annie sudah bisa melihatnya.

Suster itu hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Alex. "Kekasihmu belum sadar, tuan. Sebaiknya anda mengurus administrasi dulu sekarang."

Alex menurut, berlalu meninggalkan Annie dan mengikuti suster itu.

**

"Aduh!"

Kepalanya terasa sakit. Annie berusaha untuk beranjak dari kasur ketika melihat Alex yang membenamkan kepalanya terlihat sangat lelah di pinggir kasur. Ia melihat lelaki yang menggenggam jemarinya itu terbangun tiba-tiba.

Alex langsung bersemangat. "Kau sudah sadar? Aku panggil dokter dulu ya."

Alex beranjak dari kursi, namun Annie menahannya.

"Biarkanlah, Alex. Aku baik-baik saja." Jawab Annie santai, lalu berusaha tersenyum menahan nyut-nyutan di kelapanya.

"Dokter harus segera mengobatimu. Aku tidak ingin terjadi apa-apa lagi, An."

"Aku akan baik-baik saja jika kau tetap di sini."

"Tapi, An..."

Cengkraman jemari Annie semakin kuat. "Tolong. Aku membutuhkanmu Alex. Aku mohon."

Alex menyerah. Raut wajahnya terlihat tidak tega memandang sosok gadis yang menurutnya terlihat rapuh dari siapapun saat ini.

Tiba-tiba terdengar suara tawa dari mulut Annie. Bisa-bisanya gadis ini langsung tertawa setelah pingsan setengah hari.

"Hahaha! Ekspresimu sangat lucu. Ternyata hatimu lembut juga, Alex."

Tawanya seketika menyinggung perasaan Alex. Ia langsung melepas genggaman tangan Annie dengan paksa dan kasar, membuat gadis itu makin meledeknya.

Annie melirik Alex, lalu tersenyum jahil. "Hei. Apa yang kau khawatirkan? Aku hanya pingsan. Cepat ambilkan obatku."

Alex memalingkan wajahnya. "Ambil saja sendiri."

"Tega sekali." Annie mengalihkan perhatiannya. Ia melihat perban melilit di kakinya. "Apa ini?"

"Kau tadi terluka. Terkena pecahan cangkir."

Annie sibuk ber-ah-oh ria. "Lalu, mengapa aku bisa di rumah sakit?"

"Menurutmu bagaimana?"

"Kau tidak mungkin membawaku ke sini. Setahuku kau sudah pulang." Jawab Annie cemberut.

"Aku membawamu ke sini. Aku mendengar pecahan cangkir, ternyata ketika aku kembali ke apartemenmu, kau sudah pingsan seperti orang mati dan aku menggendongmu ke sini."

Annie langsung menyilangkan kedua tangannya di dada. Jantungnya kembali berdebar, membayangkan bagaimana Alex bisa menggendongnya sepanjang perjalanan.

"Aku tidak tertarik pada gadis bertubuh papan sepertimu."

Lho? Mengapa aku berbicara seperti itu. Gumam Alex kesal.

Annie semakin cemberut dan beranjak dari tempat tidur, berniat mengambil obatnya sendiri.

"Sudah, tidurlah. Aku saja." Alex tersenyum lalu berjalan meninggalkannya mengambil obat.

Annie senyum-senyum sendiri, saat memastikan Alex pergi. Bisa gila aku kalau begini. Sepertinya aku harus pingsan terus.

Namun senyumnya tiba-tiba terhenti saat melihat seseorang melambaikan tangan padanya. Annie yakin itu adalah seorang lelaki. Ia mengenakan jaket hitam dan kacamata.

Annie memandang sekeliling, memastikan apakah orang itu salah melambai atau bagaimana. Tetapi ia salah, tidak ada siapapun di sampingnya.

Dadanya terasa sesak saat tangan laki itu mengeluarkan sesuatu. Annie melihat pisau di tangannya. Ia membuka helmnya perlahan. Lelaki itu mengenakan kacamata hitam. Bibirnya tersenyum, masih melambaikan pisau di tangannya.

Annie terpejam. Ia tidak kuat melihatnya. Namun saat ia membuka matanya kembali, lelaki itu menghilang. Jantungnya berdegup kencang. Napasnya memburu tidak teratur.

Ia meringkuh ke sudut kasur, menegakkan tubuhnya yang tegang. Napasnya semakin berat saat seseorang membuka gordennya dengan sangat kencang.

"Annie? Kau kenapa?"

**

Pelan-pelan dulu ya.
Mau lebaran nih bentar lagi.
Terpaksa author sableng ini hiatus dulu mungkin sampai beberapa minggu soalnya mau ospek juga.

Hope you enjoy
Jangan lupa vomment ya, biar semangat update.

Luvya{}

Continue Reading

You'll Also Like

537K 23.5K 56
SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW DULU AKUNNYA!! {Cerita ini sedang di revisi๐Ÿ™๐Ÿป} **** bagaimana jika seorang gadis yang amat sempurna dengan wajah ca...
240K 2.7K 15
Megan tidak menyadari bahwa rumah yang ia beli adalah rumah bekas pembunuhan beberapa tahun silam. Beberapa hari tinggal di rumah itu Megan tidak me...
223K 24.6K 86
Ini Hanya karya imajinasi author sendiri, ini adalah cerita tentang bagaimana kerandoman keluarga TNF saat sedang gabut atau saat sedang serius, and...
2M 99.2K 42
Dave tidak bisa lepas dari Kana-nya Dave tidak bisa tanpa Kanara Dave bisa gila tanpa Kanara Dave tidak suka jika Kana-nya pergi Dave benci melihat...