Forever Mine

By 23gwen

4.7M 208K 10.8K

"Apa kau selalu seperti ini?, memerintah orang untuk melakukan apa yang kau mau?" lanjutku sambil menatapnya... More

prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Tolonggg yaaa
Chapter 51
Chapter 52

Chapter 36

83.4K 3.7K 169
By 23gwen


***

Aku menatap diriku sedang berdiri didepan cermin besar yang ada dikamar, gaun berwarna putih telah terbalut sempurna ditubuhku, tapi beberapa orang masih saja membenahi bagian-bagian dari gaunku yang tidak bisa kulihat, rambut panjangku terurai dan bergelombang sempurna. Aku tidak mengerti kenapa aku sangat gelisah saat ini, tadi pagi aku menerima telepon dari Melisa, dia bilang aku harus menghadiri sebuah pesta bersamanya. Dan tak lama setelah aku menutup telepon barang-barang perlengkapan untuk pesta nanti telah sampai didepan penthouse juga dengan beberapa orang yang 'katanya' akan membantu untuk mempersiapkan diriku. Mereka tidak benar-benar membantu sebenarnya, karena mereka benar-benar memperlakukanku seolah aku adalah boneka untuk mereka dandani, aku benar-benar benci hal ini.

"Berapa lama lagi?" aku bertanya pada si cantik rambut pirang yang sedang membenahi ujung gaunku.

"Beberapa menit lagi akan selesai Miss Warren"Setelah mereka selesai dengan gaun cantikku, mereka kembali berkutat dengan kotak yang berisi perlengkapanku yang lainnya, aku yang tadinya menunduk perlahan mengangkat kepalaku untuk melihat pantulan diriku. Seulas senyum miris menghiasi wajahku, aku benar-benar terlihat seperti peliharaan keluarga Blackstone saat ini. Aku mengalihkan pandanganku dari sosok wanita yang balas menatapku pada pantulan cermin.

"Miss, kami akan membantumu memakai sepatu sekarang" sebuah suara lembut membuyarkan lamunanku, aku menoleh pada si rambut cokelat muda yang kini tersenyum padaku aku melihat tangannya membawa box sepatu berwarna senada dengan gaunku.

"Tunjukan padaku" aku berkata dan dia melangkah mendekat lalu menunjukkan sepatu berhias berlian itu padaku, sungguh itu adalah sepatu terindah yang pernah kulihat seumur hidupku, aku mmenyentuh hiasan yang terlihat sangat mahal dan elegan itu dengan jemariku, aku hanya menyentuhnya lembut aku takut jika aku merusak sesuatu yang luar biasa indah dengan tanganku sendiri.

"Ini sangat indah"

"Juga satu-satunya didunia Miss" tambah si gadis berambut cokelat itu padaku, aku tersenyum tipis ppadanya yang menatapku seolah aku adalah seorang wanita yang sangat beruntung didunia ini.

"Siapa yang memilihnya?"

"Mrs Melisa Blackstone secara khusus memesankannya untuk anda" aku tersenyum kecil mendengar jawabannya, Melisa memang tidak akan ketinggalan apapun, aku bodoh karena menanyakan pertanyaan yang jawabannya sudah kuketahui.

"Bisakah saya memasangkannya untuk anda?" tanya wanita itu dengan lembut padaku, aku ballas tersenyum padanya dan menggangguk.Aku menarik nafas tidak nyaman ketika wanita itu berlutut dibawahku dan memasangkan sepasang sepatu itu pada kedua kakiku, aku tersenyum puas saat melihat keduanya terpasang sempurna di kakiku.

"Kau terlihat begitu sempuna Miss Warren, semoga sore anda menyenangkan" wanita itu membungkuk padaku lalu beranjak keluar dari kamarku bersama wanita lainnya meninggalkanku yang masih mematung disana, didepan cermin, melihat diriku yang terlihat seperti bukan diriku sendiri.

***

"Selamat sore Miss Warren" Richard menyapaku saat dia membukakan pintu Limo untukku, aku hanya tersenyum lalu mengangguk sopan padanya, begitu aku masuk aku terkejut karena aku mendapati Melisa juga telah duduk disana dengan kaki disilangkan. Dia terlihat sempurna dengan long dress berwarna silvernya, rambutnya tertata sempurna bahkan tanpa cela sedikitpun.

"Selamat malam Melisa" aku menyapanya dan dia tersenyum padaku dan memandangiku dari ujung rambut hingga unjung kakiku.

"Hmm, seleraku tidak terlalu burukkan?" dia bertanya padaku dengan nada angkuhnya, aku hanya tersenyum sambil melihat penampilanku lagi.

"Seleramu tidak pernah buruk Melisa, dan terima kasih untuk semua ini, aku sangat menyukainya"

"Aku tahu itu, kau pantas mendapatkannya" ada senyuman tipis dibibirnya ketika aku melihatnya dalam keremangan.Lima belas menit kemudian kami telah berada ditempat pesta, pesta yang bertemakan outdoor selalu membuatku senang, setidaknya aku bisa menghirup udara bebas yang segar disini.

"Wow, pesta ini benar-benar akan hebat" aku berkata sambil mengambil tasku sementara Richard masih berkutat dikursi depan.Aku menghadap ke arah Melisa seperti kebiasaan yang selalu kulakukan, dan dia dengan sigap memperbaiki riasan dan rambutku.

"Kau sudah mempelajari semua tamu undangan?"tanyanya sambil membenahi rambutku yang tergerai indah.

"Ya, tapi aku agak gugup akan hal itu"

"Kau tidak memiliki alasan untuk gugup, kau memiliki segalanya yang diidamkan semua gadis dan semua wanita kaya yang ada dipesta itu sangat tertarik untuk menjadikanmu menantu mereka, jadi jangan merendah" Melisa merapikan anak rambutku yang susah diatur.

"Aku mengerti" jawabku sambil menghembuskan nafas pelan.

"Ingat apa yang selalu kukatakan padamu Ashley?"

"Ya, aku tidak akan menundukkan kepalaku" aku menjawab dengan cepat, kata-kata dan pertanyaannya itu sungguh membuatku lebih tenang dari sebelumnya, aku bersyukur aku memilikinya.

***

Suasana disini sangat luar biasa sejuk, pepohonan pinus seperti membingkai hamparan rumput yang terhampar di depan kami, tempat duduk dan meja-meja ditata dengan sanggat elegan dengan nuansa putih dan soft pink, pita-pita yang menghiasi punggung kursi tampak sangat manis dengan hiasan itu, aku melihat sepatuku yang menapak langsung dengan hamparan tanah dan rumput hijau, aku tersenyum kecil lalu kembali menatap kearah sekeliling. Aku tidak menyangka pengadakan pesta di hutan pinus yang sangat luas akan jadi seindah ini. Siapapun yang memilih tema ini pasti tahu cara berpesta dengan bergaya dan elegan.Aku berjalan dengan tenang disamping Melisa, aku hampir menguasai ketenangan dirinya saat ini, meskipun aku tahu banyak mata wanita yang menatapku diam-diam, aku tetap mencoba tenang dan berjalan dengan Melisa, sesekali menjawab pertanyaan basa-basi yang dilontarkan oleh Melisa dan berpura-pura tertawa saat dia tertawa. Bahkan jika sebenarnya aku tidak tahu apa yang sedang dia tertawakan, aku tetap tertawa kecil.

"Berapa lama kita akan ada disini?" aku bertanya pada Melisa saat kami mengambil champagne untuk diri kami masing-masing.

"Nikmati saja pestanya Ashley, jangan lupa semua mata melihatmu, buat saja dirimu senyaman mungkin" kata Melisa lirih sambil tetap memasang senyuman dalam wajahnya.

"Aku tahu, maafkan aku" aku berkata lalu menyesap champagne yang ada ditanganku, rasanya sangat luar biasa, aku bahkan tergoda ingin meghabiskan sebotol, tapi tampaknya sangat tidak mungkin karena batasku hanya sampai empat gelas saja.

"Ayo kita berbaur" ajak Melisa sambil melangkah lebih dulu mendahuluiku.Kami berjalan ke arah para wanita yang sedang mengobrol, pakaian mereka terlihat begitu menawan begitu juga dengan tata rias mereka. Aku tidak akan kaget juga mereka rela duduk berjam-jam untuk mendapatkan tata rias itu, karena itu memang luar biasa, mereka terlihat sangat mahal.

"Oh Mrs Blackstone, senang bisa berjumpa dengan anda, anda masih sangat menawan diusia anda saat ini" seorang wanita dengan gaun berwarna gold langsung berbasa-basi pada Melisa ketika kami sampai dikerumunan mereka. Melisa hanya tersenyum hangat sambil mengangguk.

"Well, apakah nona muda cantik ini adalah Ashley Warren yang sangat luar biasa itu?" semua mata langsung terarah kepadaku saat dia mengatakannya, aku memasang senyum yang sudah kulatih bertahun-tahun sejak aku mengenal keluarga Blackstone kepada mereka. Senyuman yang manis, hangat, ramah juga elegan, mereka tampak begitu tertarik kepadaku hingga mereka tidak bisa mengalihkan tatapan kagum mereka yang justru sangat menggangguku.

"Luar biasa akhirnya bisa bertemu dengan anda Mrs Danvers, aku telah mendengar banyak tentang anda" aku berkata sambil mengulurkan tanganku lebih dulu untuk menjabat tangannya, dia terlihat kaget, mungkin dia tidak menyangka bahwa aku tahu namanya.

"Kuharap yang kau dengar tentangku bukan sesuatu yang buruk" candanya sambil tertawa lirih bersama kumpulan wanita kaya lainnya, aku tahu jika wanita ini memancingku, dan aku sama sekali tidak berminat untuk terlihat bodoh disini.

"Sama sekali tidak Mrs Danvers, aku dengar konser tunggal anda berjalan lancar dengan lebih dari tiga ribu penonton yang datang, anda pasti sangat bekerja keras untuk itu, dan hasilnya juga sangat memuaskan" aku langsung memaparkan maksud ucapanku padanya dan dia kembali terlihat terkesan ketika mendengar jawabanku, mungkin aku bisa bangga pada diriku sendiri saat ini.

"Kau bahkan lebih cerdas dan lebih cantik dari yang orang lain katakan Miss Warren" wanita itu kembali berkata dengan lembut.

"Aku jarang mempercayai kata orang lain Mrs Danvers" aku berpendapat dan itu membuatnya semakin terkesan padaku, aku melirik ke arah Melisa yang diam-diam tersenyum dibalik gelas champagne-nya.

"Apakah kau bermain alat musik Miss Warren?" Mrs Danvers bertanya dan sekarang semua wanita kaya lainnya mulai melemparkan perhatiannya kepadaku, oh tuhan... sampai kapan aku akan terjebak dalam keadaan yang sungguh membosankan dan menyebalkan ini.

"Ah... aku tidak seahli dirimu Mrs Danvers, aku hanya bermain piano, cello dan biola, aku masih perlu banyak belajar lagi, kau selalu menjadi idolaku, ini mungkin sedikit menggelikan tapi saat aku berusia delapan belas tahun aku bekerja paruh waktu selama liburan musim panasku untuk membeli tiket konsermu, saat itu pertunjukannya diadakan di Los Angeles, tapi sayang sekali aku tidak mendapatkan tanda tanganmu" aku menjelaskan sambil sesekali tersipu, hal itu sungguh membuat para wanita disini semakin terkesan dengan apa yang kukatakan.

"Oh Dear... kau tidak memerlukan tanda tanganku sekarang, aku malah yang berniat meminta tanda tanganmu saat ini" dan kata-katanya kembali membuat sekumpulan wanita kaya ini tertawa lirih dengan nada yang sangat diatur.

"Apa musik kesukaanmu Miss Warren?" dia kembali bertanya dengan penuh minat.

"Aku sangat suka Beethoven dan Bach, Mrs Danvers"jawabku tegas, itu adalah selera musiknya juga, aku sudah membaca semua artikel tentangnya.

"Wow, kau punya selera yang sangat bagus, mungkin kita bisa berlatih bersama, aku bisa membantumu dengan piano" tawaran itu tiba-tiba meluncur darinya, aku bahkan sempat terkejut mendengar hal itu diucapkan oleh seorang Caroline Danvers yang kaya dan angkuh. 

 "Aku akan sangat senang Mrs Danvers"aku menjawabnya sopan

"Aku juga akan sangat senang memperkenalkanmu dengan putraku, Jonathan Danvers" tawarnya, dalam hati aku menggerutu, kau akan memperkenalkanku dengan anak laki-lakimu kemudian aku akan mati ditangan Sean, Sean benar-benar akan sangat kesal jika dia tahu penawaran macam apa yang barusan kudapatkan sore ini.

"Kurasa Mr Danvers terlalu sibuk untuk menemuiku, aku tahu dia adalah seorang pengusaha yang sangat brilliant" aku berkata dengan penuh pengendalian diri.

"Percayalah, dia akan sangat senang bertemu denganmu" dia berujar lagi.Aku hanya bisa membalas perkataannya dengan senyuman hangatku, lalu kembali berbincang dengan para wanita lainnya, respon mereka kebanyakan sama seperti Mrs Danvers, aku bersyukur aku terhindar dari kecanggungan pesta ini. Melisa juga terlihat cukup puas dengan peranku disini, dia juga membantuku menghilangkan kecanggungan ketika pembicaraan kami sudah mulai habis.Aku tidak tahu siapa yang mengadakan pesta ini, tapi aku juga melihat semua keluarga Blackstone berkumpul disini bahkan Macon juga ada disini, aku mulai bertanya-tanya pesta macam apa ini, tapi melisa mmasih tidak ingin memberitahuku.

"Terlihat kesepian saat kau berada dalam keramaian, kau terlihat sama sepertiku sewaktu aku masih muda" seoranng wanita berkata padaku, aku berbalik dan melihat seorang wanita berusia paruh baya yang sedang melihat-lihat beberapa karangan bunga yang ada di sebuah meja besar.

"Mrs Miguel" aku menyapanya, tapi dia hanya membalasku sambil tersenyum kecil, senyuman itu sangat sederhana, tapi terlihat sangat manis.

"Kau pasti si tuan puteri itu" dia berkata tanpa sedikitpun senyuman hilang dari wajahnya.

"Aku tidak mengerti yang anda maksud Mrs Miguel" aku berkata sopan sambil melihat beberapa karangan bunga seperti yang dia lakukan tadi.

"Kesopanan diatas segalanya, aku kenal itu Miss Warren" dia berkata lagi dan hal itu berhasil membuatku tersenyum, aku tahu jika dia bukan orang yang kaku dan membosankan, aku tahu jika dia adalah orang yang menyenangkan.

"Anda masih merangkai bunga belakangan ini?, Lana's Florist adalah yang terbaik di kota New York" aku bertanya padanya, dia tersenyum dan sangat terkesan padaku.

"Kau memang sangat mengesankan Ashley Warren, tidak heran wanita-wanita kaya itu membicarakanmu sejak tadi, kau tahu apa saja dan siapa saja yang ada didunia" dia berujar sambil memandangi para wanita yang sedang mengobrol. Aku tertawa mendengarkannya, begitu juga dengannya, dia benar-benar memiliki rasa humor yang tinggi.

"Tapi anda juga wanita kaya Mrs Miguel" tambahku padanya

"Aku tidak kaya Ashley, suamiku yang kaya"

"Aku mengerti Mrs Miguel" aku menjawab dengan sopan.

"Kau juga akan segera menjadi ratu keluarga Blackstone, Ashley" dia tiba-tiba berkata dengan suara yang lembut padaku.

"Maaf?"

***

Sebuah lengan yang tiba-tiba saja melingkar di pinggangku membuatku kaget dan berusaha melepasnya tanpa melihat orang tidak sopan itu.

"Aku mencintaimu" suara berat itu membuatku langsung mendongakkan kepalaku dan aku melihat pria tampan dengan mata mempesona itu tersenyum lembut padaku, tatapanku masih terpaku padanya dan aku melihat pria sempurna yang selalu ada untukku ini, dia memiliki hati dan fisik yang sempurna, dia adalah segalanya. Bagaimana aku bisa terlalu buta untuk melihat hal itu darinya. Aku baru tersadar dengan sekitar saat aku merasakan bibir lembutnya mengecup pipiku dengan lembut dan manis.

"Mrs Miguel, senang bertemu dengan anda" Aku berusaha untuk menegakkan badanku setelah kecupan manis itu, persetan dengan keluarga Blackstone dan penguasaan diri mereka yang luar biasa itu, aku pikir selamanya aku tidak akan memiliki penguasaan diri itu, terserah.

"Kuharap anda tidak keberatan jika aku merebut wanita cantik ini dari anda" Sean berkata dengan sopan sambil mengeratkan lengannya di pinggangku, aku berusaha untuk tersenyum sopan saat itu meskipun aku sudah gemetaran dengan perlakuan Sean padaku.

"Temani dia sebelum dia direbut pria lain" Mrs Miguel berujar dengan lirih pada Sean sambil tersenyum.

"Itu tidak akan terjadi selama aku masih hidup Mrs Miguel, senang bertemu dengan anda" Sean segera menarikku pergi dari sana.Musik mulai mengalun lembut dan aku melihat banyak pasangan mulai berdansa, aku melihat ke arah Sean yang masih membawaku ketempat yang lebih privat, diantara pepohonan pinus yang besar.

"Sean!" aku memanggilnya karena aku sudah tidak bisa melihat orang-orang yang ada di pesta, dia menoleh dan membawaku ke bawah pohon yang cukup besar, dia mengurungku dalam lengannya disamping tubuhku, aku membawa tanganku naik ke wajahnya dan mengelusnya lembut. Dia hanya diam dan memejamkan matanya untuk merasakan sentuhanku, jemariku berpindah ke dahinya lalu aku mengecupnya disana, dia masih memejamkan matanya, sekali lagi aku mengelus pelipisnya lalu aku mengecupnya dengan kecupan selembut sutra. Aku tersenyum sambil mengagumi wajahnya.

"Kau sangat tampan" aku berbisik lalu mengecup hidungnya, aku mengusap dagunya seperti yang selalu dia lakukan padaku lalu aku mengecupnya perlahan, saat aku mengelus bibirnya aku hampir saja menangis. Bibir ini adalah bibir yang selalu mengatakan betapa dia mencintaiku, bibir itu juga yang selalu mengecupku. Aku melihat dia membuka matanya dan melihatku dengan mata gelapnya, mata itu adalah mata yang selalu menatapku dengan penuh cinta.

"Aku mencintaimu sampai aku mati" aku mendengar kata-katanya dan setetes air matapun menuruni pipiku, aku melihatnya lagi lalu mendekat padanya, aku melingkarkan lenganku di lehernya dan semakin menariknya mendekat padaku, aku mengusap rambut gelapnya dengan lembut dan mataku tidak pernah sedikitpun berpaling padanya. Aku berusaha menunjukkan betapa aku juga sangat mencintainya, betapa aku bersyukur atas apa yang selalu dia berikan padaku, untuk cinta dan kebahagiaan yang dia berikan padaku sejak aku mengenalnya, sejak dia masuk kedalam hidupku.Detik demi detik berlalu aku semakin mendekat padanya sampai akhirnya bibir kami saling menempel, aku merasakan sensasi lembut di seluruh tubuhku saat aku semakin mendekatkan dirinya padaku, aku memberikan ciuman kecil dan lembut disekitar bibirnya, setelah itu aku kembali pada bibir menggodanya, aku menjulurkan lidahku dan menjilat lidahnya dengan segala kelembutan yang kumiliki. Aku tersenyum tipis ketika mendengar suara nafasnya yang mulai tidak teratur, aku kembalpada bibirnya dan meniupnya dengan tiupan kecil yang lembut. Aku mendengar dia menggeram karena tidak sabar dengan apa yang aku lakukan.

"Stt, tenanglah" aku menarik wajahnya dan mengecup pipinya berulang kali, aku merasakan tubuhnya mulai tenang dan rileks saat ini.

"Biarkan aku melakukan ini" aku berbisik ditelinganya lalu menggigitnya kecil, aku tersenyum saat melihat dia menggeram lagi, dia benar-benar bukan seorang yang penyabar.

"Lakukan apapun yang kau mau meski itu akan membunuhku, aku milikmu" dia berbisik padaku dan aku terseyum ketika mendengarnya.Aku kembali ke bibirnya dan mengecupnya dengan sepenuh jiwa dan ragaku, aku meraih wajahnya untuk memperdalam ciumanku, ciuman itu begitu manis, lembut dan basah. Aku merasakan dia meraih pinggangku dan mengangkatku dengan sebelah tangannya, aku melepaskan ciuman kami untuk bernafas dan dia juga melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan, dia menghirup nafas sebanyak-banyaknya sebelum aku kembali merenggut bibirnya dan kembali menghujaninya dengan ciuman-ciuman memabukkan lainnya.

"Kau akan jadi alasan untuk kematianku Ashley" dia berujar lalu membalas ciumanku, aku memekik saat dia meraihku kedalam dekapannya dan kembali melumat bibirku dengan lembut. Kami terus berciuman sampai entah kapan, entah berapa kali dia mengucakan betapa dia sangat mencintaiku, saat itu aku lupa dengan segala yang ada di sekitar kami, aku hanya bisa merasakan cintanya dan juga ciumannya padaku, saat itulah aku yakin pada diriku sendiri bahwa aku benar-benar mencintainya. Aku akan membalas cintanya padaku meskipun jauh dalam hatiku aku tahu aku tidak akan bisa menyamai cinta yang telah dia berikan kepadaku, itu terlalu besar dan itu juga terlalu indah, luar biasa indah.

***

Stopp.... potong duluu,

Maaf buat yang sudah nungguin, aku update setelah wattpad aku gk error.

Yuk komen yang banyak biar bisa update setelah buka puasa nanti soalnya  chapternya lumayan hot nih, menurutku







Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 41.3K 55
Sial bagi Sava Orlin setelah melihat lembar penetapan pembimbing skripsinya. Di sana tertulis nama sang mantan calon suaminya, membuat gadis itu akan...
1.3M 114K 26
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
553K 39.1K 61
Dokter Rony Mahendra Nainggolan tidak pernah tahu jalan hidupnya. Bisa saja hari ini ia punya kekasih kemudian besok ia menikah dengan yang lain. Set...
604K 96.3K 38
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...