DCA BAND 2 : Become The Real...

By jovankagf

108 26 0

‼️ CERITA KEDUA DARI DCA UNIVERSE ‼️ Satu tahun telah berlalu semenjak DCA BAND mengalami kekalahan di Music... More

DCA
CHARACTERS
01
02
03
04
05
06
07

08

5 2 0
By jovankagf

Satu jam kemudian, tes pun dinyatakan selesai. Tes tersebut diakhiri dengan penampilan Rassya yang begitu memukau dalam membawakan sepuluh lagu sekaligus dalam waktu enam menit. Beberapa diantaranya yang berhasil membuat orang-orang terpukau yaitu Summer oleh Antonio Vivaldi, Fantaisie-Impromptu oleh F.F. Chopin, Flight of the Bumblebee, dan La Campanella oleh Liszt. Kecepatan tangannya dalam membawakan lagu tersebut menggunakan keyboard benar-benar membuat semua orang yang melihat dan mendengarkannya terkejut dan kagum, benar-benar seperti ciri-ciri Guntur saat ini yang tak henti-hentinya melontarkan kalimat pujian sambil bertepuk tangan.

Rassya pun akhirnya kembali ke tempat semula, dengan dirinya yang masih membuat semua orang memberi tepuk tangan untuknya. Penampilan Rassya kali ini memang sudah seperti seorang pianis yang hebat, ia pantas mendapatkan semua sorakan dan tepuk tangan tersebut.

"Keren banget, Kak Rassya! Aku ngefans!" Alaya berseru. "Kalo sampe Kak Rassya tau aku mainin lagu Twinkle Twinkle Little Star di keyboard cuman pake satu jari doang, pasti Kak Rassya bakal emosi, deh!"

"Aku juga ngefans berat, Kak!" Jovanka mengangkat tangannya, berseru. "Nanti kita semua bikin fanclub khusus Kak Rassya!"

"Ha ha, ya ampun." Rassya terkekeh, geleng-geleng kepala. "Makasih, Alaya, Jovanka!"

"Kak, Kak, Kak!" Angel berseru. "Yang awal tadi itu Summer punya Vivaldi, kan? Keren banget sumpah, kayaknya aku perlu belajar lagi ke Kak Rassya deh mulai sekarang!"

"Iya, aku juga!" Charles mengangguk mantap. "Aku paling seneng pas Kak Rassya tadi mainin Etude Torrent punga F.F. Chopin sama Hungarian Rhapsody 6 punya Liszt, ntar Kak Rassya wajib ngajarin aku lah pokoknya. Oh, gak cuman ngajarin, sekalian aja aku, Kak Rassya, sama Angel bikin geng sesama keyboardist!"

"HAHAHAHAHAHAHA!" Anak-anak lainnya tertawa terbahak-bahak.

"Boleh ..., makasih, ya!" Rassya mengangguk. "Kalian berdua juga keren kok main keyboardnya!"

"Tadi itu ternyata sepuluh lagu ta, Sya?" Dafa bertanya-tanya. "Tak kiro kuwi mung siji lho lagune, apik tenan kowe nek dolanan keyboard!"

"Iya, sumpah bagus banget!" Cia menambahkan. "Mainin sepuluh lagu dengan kecepatan tinggi gitu berapa lama sih latihannya-"

"Oke, anak-anak!" Michael menepuk tangannya dua kali, membuat anak-anak tersebut segera menoleh ke arahnya. "Terimakasih banyak karena sudah berani untuk maju ke depan dan membawakan penampilan yang begitu baik untuk saya dan Pak Guntur, kalian semua memang anak-anak yang hebat! Sekarang-"

"Biar saya saja, Michael." Guntur beranjak dari kursinya, membuat anak-anak itu mengalihkan pandangan mereka ke arahnya. "Saya mau bilang langsung ke anak-anak terkait penilaian dan kabar baru untuk mereka ini, supaya saya bisa semakin dekat dan akrab dengan mereka semua."

"Oh, baik, Pak." Michael membungkuk hormat, tersenyum. "Anak-anak, silahkan dilanjutkan bersama Pak Guntur. Saya izin kembali ke tempat duduk saya."

"Terimakasih, Pak Michael!" Anak-anak itu beranjak dari tempat duduknya masing-masing, membungkuk hormat sebelum kembali duduk.

"Semuanya menjunjung sopan santun, ya." Guntur semakin mendekatkan diri ke arah kursi tingkat, terkekeh-kekeh. "Senang saya kalau melihat anak-anak muda jaman sekarang sopan seperti kalian ini, bagus sekali."

Anak-anak itu ikut terkekeh, menganggukkan kepala mereka, kemudian kembali mendengarkan Guntur yang sudah mondar-mandir melewati bagian tepi kanan dan tepi kiri dari kursi tingkat.

"Jadi, Bapak ingin menyampaikan terkait penilaian kepada kalian semua. Kalian ini sudah bagus dalam menguasai posisi masing-masing di dalam band, dan saya pun merasa kalau tidak ada yang perlu diubah lagi di posisi kalian. Tetapi ...." Guntur mengangguk mantap, menghentikan langkahnya. "Saya hendak memutuskan bahwa kami selaku petinggi agensi tidak akan melakukan pendalaman supaya skill kalian semakin terasah, tetapi kami justru ingin mengubah posisi beberapa anak ke posisi baru yang lebih sesuai dengan diri mereka."

"HAH?" Anak-anak itu ternganga, menatap satu sama lain, saling berbisik.

"Diganti ke posisi baru?" Lauren mengecilkan suaranya, mulai berbisik. "Maksudnya yang awalnya jadi drummer bakal diubah ke posisi lain kayak vokalis, gitaris, atau keyboardist gitu?"

"Kayaknya iya deh, Kak," jawab Cia kepada Lauren. "Tapi siapa yang bakal diubah posisinya di antara kita semua?"

"Aku tau." Rafa mengecilkan suara, mendekatkan kepalanya ke arah Cia dan Lauren. "Jangan-jangan yang dimaksud si-"

"Kan, Jo." Alaya geleng-geleng kepala, melipat kedua tangannya. "Udah dibilangin dia ini nggak bener."

"Nggak expect juga kalo bakal kayak gini, Al," jawab Jovanka. "tapi emang udah pasti kalo yang diubah posisinya itu kita? Kan belum tentu."

"Kenapa sih, Al, Jo?" Rassya penasaran, menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Apa yang gak bener-"

"Aduh... jadi gini, semua." Guntur menepuk tangannya dua kali, menghentikan aktivitas bisik-berbisik yang sedang dilakukan para anak-anak tersebut. "Terkadang, ada posisi di dalam band yang lebih pantas untuk diberikan dan ditempati oleh personil lain, dan itu memang sebuah hal yang harus kalian terima kalau ingin tetap berada di bawah naungan agensi ini. Agensi kami selalu tau yang terbaik untuk artist-artistnya, jadi jika kalian menolak posisi baru, saya jamin kalian akan merasakan penyesalan yang besar suatu saat nanti. Ingat kata-kata saya ini."

"Pak, saya izin bertanya." Farel mengangkat tangan kanannya. "Sebelumnya maaf kalau saya terlihat lancang, Pak. Tapi ..., sebenarnya Bapak Guntur melihat kami lebih berpotensi di posisi lain yang ada di dalam band itu dari sisi mananya ya, Pak?"

"Menarik sekali pertanyaannya, Farel." Guntur tersenyum, terkekeh-kekeh. "Saya jujur saja, ya, saya memang belum pernah melihat kalian menempati posisi yang akan saya ubah, jadi saya tidak melihat dari sisi manapun. Terkadang, ada orang yang melihat dari penampilan dan mengandalkan instingnya, bukankah itu juga sering dirasakan oleh anak-anak sekalian? Iya, kan?"

"Memangnya siapa yang sebenarnya dimaksud sama Bapak?" Louis mengangkat tangannya. "Banyak yang penasaran, Pak."

"Hmm ..., anak-anak yakin mau tau?" Guntur tersenyum miring, semakin mendekatkan dirinya ke arah kursi tingkat. "COBA KALIAN TANYAKAN SAMA JOVANKA DAN ALAYA ITU, MEREKA PENYEBAB INI SEMUA TERJADI!"

"HAH?" Jovanka, serta anak-anak lainnya berseru terkejut, sedangkan Alaya hanya diam seraya menghembuskan napas panjang. Dugaan Alaya benar, dan seharusnya Jovanka sudah menurutinya sejak awal. Ia benar-benar menyesal dan marah saat ini.

"GAK BISA KAYAK GINI LAH, PAK!" Jovanka lantas beranjak dari tempat duduknya, dengan perasaan kecewa yang sudah memenuhi lubuk hatinya. "BAPAK GAK BISA YA SEMBARANGAN GANTI-GANTI POSISI TIAP PERSONIL-"

"DIAM KAMU!" Guntur dengan cepat memotong, matanya melotot, tangan kanannya menunjuk Jovanka. "SUDAH SAYA BILANG, YANG MENOLAK AKAN MENYESAL SUATU SAAT NANTI! JADI DARI TADI KAMU TIDAK MENDENGARKAN SAYA, HAH? SELAMA INI KAMU TULI?"

"SAYA DENGAR, PAK. NGGAK ADA HAL YANG MASUK LEWAT KUPING KANAN KEMUDIAN KELUAR DARI KUPING KIRI SAYA!" Jovanka berseru, membuat ketiga teman satu bandnya dengan cepat beranjak dari tempat duduk masing-masing untuk menahan Jovanka. "TAPI SAYA GAK NYANGKA KALAU YANG BAPAK MAKSUD INI MEMANG DITUJUKAN KE SAYA-"

"Jo, cukup, Jo!" Farel berseru. "Setidaknya tunjukkin rasa sopan lo ke orang yang lebih tua-"

"BUAT APA SOPAN SAMA ORANG KAYAK GINI, HAH?" Jovanka berbalik, memotong teguran Farel. "Kak Farel tau? Dia ngelakuin ini semua karena kritik yang aku sama Alaya sampein ke Pak Michael. Cuman gara-gara itu, dan yang kena imbasnya gak cuman kita berdua tapi kalian semua!"

"BAJINGAN!" Guntur berseru, dengan sigap menarik kerah pakaian Jovanka, membuat para anak-anak laki-laki gemetaran dan anak-anak perempuan berteriak ketakutan. "APA MAKSUD PERKATAAN KAMU BARUSAN, HAH? APA LAGI YANG KAMU DENGAR-"

"Banyak." Jovanka mendengus kasar, terkekeh. "Bapak juga berani nyelakain dua senior kita di sini, Kak Brielle dan Kak Shafiqah. Emang pada dasarnya Bapak ini bukan founder yang baik-"

BRUKKK

"JOVAN!" Anak-anak lainnya berseru kaget, kemudian segera berdiri untuk menolong Jovanka yang baru saja mendapatkan dorongan kasar dari Guntur yang membuat kepalanya menghantam kursi tingkat hingga menimbulkan suara keras. Di saat yang lainnya sedang menolong dan membantu Jovanka untuk berdiri, Guntur berjalan cepat ke arah Michael dengan amarah yang sudah menggebu-gebu.

"KAMU BERI TAHU SEMUANYA KE JOVANKA DAN ALAYA, HAH?" Guntur menarik kerah kemeja Michael dengan kuat, membuat diri Michael semakin panik dan ketakutan. "KAMU BERI TAHU SEMUA ISI DARI TELEPON KITA DI MALAM ITU KEPADA MEREKA?"

"Pak." Michael menggelengkan kepalanya berkali-kali, merasa panik dan kebingungan harus mengatakan apa. "Saya sama sekali tidak berkata apapun kepada mereka, Pak. Saya rahasiakan semuanya!"

"BOHONG KAMU!" Guntur semakin memperkuat cengkramannya pada kerah Michael, mendengus. "SIFAT KAMU YANG PENYAYANG DENGAN ANAK-ANAK YANG MEMBUAT KAMU MELAKUKAN SEMUA ITU, IYA KAN? JAWAB, MICHAEL!"

"AL, AL, AL, JANGAN-"

"PAK, CUKUP, PAK!" Alaya berseru, segera berjalan ke arah Guntur dan Michael. "Saya yang dengerin telepon Pak Michael sama Pak Guntur waktu itu. Saya yang dengerin semuanya." Alaya mencoba menarik napas berkali-kali, mencoba melawan rasa takutnya. "Bukan Jovanka, Bukan Pak Michael. Saya yang salah, Pak-"

PLAKKK

"MEMANG BODOH!" Guntur berseru keras, tidak peduli dengan teriakan Michael dan anak-anak lain setelah melihat dirinya menampar Alaya hingga anak itu terjatuh. "BAJINGAN, SIAPA YANG AJARKAN KAMU-"

"NGGAK KAYAK GITU CARANYA BERSIKAP SAMA ANAK CEWEK YA, PAK!" Jovanka kembali bersuara, berjalan ke arah Guntur dan Alaya, disusul dengan Dafa, Cia, Angel, dan Lauren di belakangnya. "APA BAPAK EMANG GAK BISA MENGHORMATI WANITA?"

"Wanita perlu dihormati? Gila kamu!" Guntur meludah, mengusap bekas ludahnya. "Wanita itu lemah, memang sudah kodratnya mereka berada di bawah pria. Sudah tidak bisa memimpin, bodoh, apalagi yang satu ini berani-beraninya mendengar pembicaraan orang lain!"

"Bapak lupa siapa yang melahirkan Bapak ke dunia ini?" Dafa melotot, menghela napas kasar. "Perlakuan Bapak gak pantas sama sekali, dan ini gak bisa kalau cuman dibiarkan, Pak. Kami semua pergi ke tempat ini buat meraih mimpi, bukan untuk diperlakukan seperti ini-"

"Kamu tau apa soal itu semua, Dafa?" Guntur terkekeh, geleng-geleng kepala. "Kalau diperlakukan begini saja sudah meminta keadilan, apa bisa kalian semua bertahan di dunia entertainment yang lebih kejam?" Guntur tersenyum lebar. "KALIAN INI JANGAN JADI ORANG LEMAH, KUATKAN HATI KALIAN ITU LAH! INGAT, SELAMA SAYA ADA DI SINI, KALIAN AKAN SELALU MERASAKAN HAL SEMACAM INI DARI SAYA!"

"Terus, Bapak bangga?" Jovanka memasang tatapan tajam. "Dari perlakuan anti kritik dan nggak bisa bersikap adil yang ada diri Bapak, ini nggak cuman bisa berakibat ke fisik, tapi bisa juga ke mental orang lain, Pak!"

"Kamu masih terus saja nggak terima soal pergantian posisi?" Guntur membalas dengan tatapan yang lebih tajam. "Kalau kamu tetap dapat posisi, tandanya saya tetap bersikap adil, Jovanka. Lagipula band kamu ini satu-satunya band yang akan saya ubah seluruh posisi awalnya, jadi nggak cuman kamu yang berubah. Janganlah seperti anak-anak begitu!"

"Seluruh posisi, Pak?" Charles mulai beranjak dari kursinya, menatap keheranan. "Gimana ceritanya ini semua diubah tanpa ijin-"

"YA INI IZIN YANG KAMU MAKSUD!" Guntur memotong. "KAMU ANAK ORANG KAYA TIDAK PERNAH DIDIDIK SOPAN SANTUN, HAH? SEMUA UANG YANG KAMU DAPAT DARI PAPA KAMU ITU NGGAK PERNAH DIPAKAI BUAT AMBIL KURSUS SOPAN SANTUN?"

"Bukan di situ inti masalahnya ya, Pak." Charles berjalan ke arah Guntur, mengepalkan tangannya. "Bapak bisa aja ngasih tau dengan cara yang lebih baik, nggak perlu pakai acara ginian. Yang Bapak lakukan sekarang ini juga nggak ada sisi izinnya sama sekali, nggak pernah tuh saya temukan kata-kata 'izin mengubah posisi kalian', bahkan sekali pun belum pernah saya dengar, Pak."

"KAMU BISA DIAM TIDAK?! Guntur berseru. "SAYA LAKUKAN ITU DEMI KEBAIKAN KALIAN-"

"Nggak ada juga alasan yang jelas dari pengubahan posisi ini." Angel mulai membuka suara, berdiri di sisi kanan Charles. "Semuanya nggak ada yang masuk akal di otak saya, Pak. Lagipula kita semua bakal butuh waktu yang lama buat mendalami posisi baru ini, nggak akan bisa seminggu selesai, Pak-"

"KAMU JUGA INGIN IKUT PROTES?" Guntur kembali memotong. "UNTUK APA? UNTUK MELINDUNGI PACAR KAMU INI?"

"What the fuck?!" Charles dan Angel saling menatap jijik, tidak terima.

"Bukan ...." Angel menghembuskan napas, bersiap berseru. "BUKAN KAYAK GITU YA, PAK-"

"SAYA AMBIL POSISI ALAYA DEMI KAMU, ANGEL. DEMI KAMU!" Wajah Guntur memerah, mendengus kasar. "SAYA INI MERASA BAHWA KAMULAH YANG LEBIH PANTAS GANTIKAN POSISINYA SUPAYA PARA PENGGEMAR LEBIH MEMPERHATIKAN KAMU, LEBIH MENGENAL KAMU, BUKANNYA MALAH LEBIH KENAL DENGAN ANAK BERHIJAB SEPERTI DIA!"

Semua orang terdiam, memandang Guntur dengan tatapan terkejut, terutama Alaya yang dibuat semakin mematung karena lima kata terakhir yang diucapkan oleh Guntur kepada Angel.

"Giliran begini, kalian semua baru mau diam." Guntur berdecak sebal, meludah. "Iya, saya memang tukar posisi Angel dan Alaya, kalian tidak suka? Tidak terima dengan keputusan jenius saya?"

Belum ada jawaban dari siapapun, begitu juga dengan kedua orang yang tadi ia sebutkan namanya. Angel dan Alaya hanya saling bertatapan kebingungan, tidak percaya bahwa mereka harus menggantikan posisi satu sama lain mulai saat ini. Ini semua akan berlangsung rumit, yang harusnya bisa dipelajari dengan pelan-pelan dalam waktu tahunan malah harus dikuasai dalam waktu satu minggu saja.

"Kalian berempat yang dari band DCA, BIASAKAN BERSYUKUR MULAI SEKARANG!" Guntur berseru. "HANYA DUA ANAK YANG SAYA PERLAKUKAN BEGINI, SISANYA TIDAK. MASIH LEBIH BAIK KALIAN JIKA DIBANDINGKAN DENGAN ANGGOTA THE BANGS!" Guntur geleng-geleng kepala, menunjuk keempat anggota The Bangs secara bergantian. "Mulai sekarang para anggota The Bangs juga harus membiasakan bersyukur dengan apa yang ada! Ingat ini, Jovanka sekarang yang harus memainkan drum, Charles membawakan bass, Farel yang akan menjadi keyboardist, dan Rafa satu-satunya personil yang memegang dua posisi, gitaris dan vokalis!"

Tanpa perlu berpikir panjang, Jovanka dengan cepat berlari ke arah pintu ruangan dengan amarah yang memenuhi lubuk hatinya. Ia menyentuh gagang pintu tersebut, membukanya, kemudian segera keluar dari dalamnya, meninggalkan Guntur, Michael, serta teman-temannya. Perlakuannya tersebut benar-benar membuat Guntur semakin geram dan berusaha mengejarnya, namun Alaya dengan sigap menarik pakaiannya supaya Guntur tak bisa lolos dari sana.

"BIARIN DIA SENDIRIAN DULU, PAK!" Alaya berseru. "Bapak nggak tau aja-"

"NGGAK TAU APA?" Guntur berseru, mengarahkan kepalan tangannya ke arah Alaya, bersiap melakukan perlawanan. "KAMU BISA BERHENTI BELA TEMAN KAMU SATU ITU TIDAK? SAYA PUSING, ALAYA, PUSING-"

"Bapak nggak tau sama keadaan dia yang sebenernya, Pak." Alaya memotong, menelan ludah. "Jovanka ..., Jovanka habis diusir dari rumah sama ayahnya!"

Seluruh ruangan seketika ternganga, berseru kaget. Farel, Rafa, dan Charles pun segera berjalan ke arah Alaya, dengan memasang wajah masam khas mereka masing-masing.

"Terus kenapa?" Guntur bertanya-tanya. "Apa hubungan masalah keluarganya sama tindakan saya-"

"Diusir sejak kapan, Alaya?" Farel mulai khawatir, memaksa Alaya menjawab. "Sejak kapan?"

"Kemarin. Jam setengah dua belas." Alaya menjawab singkat. "Aku nggak bakal ceritain semuanya, tapi intinya dia ke sini sebagai pelarian dari rumahnya karena dia nggak tau harus ke mana lagi." Alaya menoleh ke arah Guntur. "Di tempat pelariannya, dia pasti mau dapet perlakuan yang beda dari yang ayahnya selalu lakuin, tapi kenyataannya sama aja. Dia tetap dikasarin, dikatain bajingan atau semacamnya, dan diperlakukan nggak adil kayak gini. Bukannya malah wajar kalo dia marah? Wajar juga kan kalo dia mutusin buat keluar dari sini biar bisa bebas dari jerit-jeritan orang-"

"YA AMPUN, NGGAK ADIL APA LAGI SIH KAMU INI?" Guntur lantas mengarahkan tangannya ke arah leher Alaya, hendak mencekiknya, tetapi dengan cepat ditahan oleh orang-orang yang ada di dekatnya. "MASALAH TEMPAT INI DIJADIKAN PELARIAN, SAYA GAK URUS DAN GAK MAU TAU! KALAU DIA TETAP DAPAT POSISI, TANDANYA SAYA TETAP ADIL! POKOKNYA KALIAN BERDUA KURANG-KURANGI SALING MEMBELA-BELA SEPERTI ITU!"

"Nggak akan." Alaya menggelengkan kepalanya, mundur beberapa langkah supaya terhindar dari Guntur yang terus mencoba untuk mencengkram lehernya. "Dan yang Pak Guntur bilang itu salah, karena nggak semua orang bisa langsung nerima posisi barunya setelah terbiasa sama posisi lamanya. Mau yang dapet posisi lama kita itu temen deket pun, kalau memang gak terima, ya gak bakal terima."

"Kamu ...." Guntur semakin geram, semakin sulit untuk ditahan. "KAMU MEMANG BAJINGAN-"

"Apalagi yang gantiin dia sekarang juga masih jalanin posisi lamanya." Alaya terkekeh. "Saya bukannya nyalahin Kak Rafa di sini, tapi saya nyalahin Pak Guntur. Mungkin memang nggak ada aturan tertulis kalau di dalam band satu personil harus satu posisi, tapi selama dia mampu, kenapa bandmate nya harus jalanin posisinya juga? Terus kalau sudah tau ada yang bisa di posisi itu kenapa milih ngajarin yang ngga tau segalanya tentang alat musiknya?"

"ARRRGGHHH, SAYA CAPEK!" Guntur berhasil meloloskan diri, kemudian menjauh dari kerumunan yang menahannya tersebut untuk menendang segala hal yang ada di dalam ruangan tersebut. "MEMANG DARI AWAL SAYA NGGAK SUKA SAMA KAMU, BENAR-BENAR NGGAK AKAN SAYA PILIH INI DCA KALAU KARENA KEINGINANNYA MICHAEL!"

DUAAAKKKK

"AAAAAAAAAA!" Michael dan anak-anak tersebut semakin merapatkan kerumunan, menjauh, berlindung satu sama lain dari Guntur yang sedang melampiaskan amarahnya dengan membanting meja dengan keras.

"SUDAH BELAGU, BERHIJAB, BENAR-BENAR NGGAK SUKA SAYA SAMA BOCAH ITU!" Guntur menghentikan aktivitasnya, menunjuk Alaya dengan jari telunjuk. "MUNGKIN LAIN LAGI CERITANYA JIKA YANG DI KEPALA KAMU ITU DILEPAS SAAT INI JUGA!"

Alaya menggeleng, menahan rasa takutnya. "Saya nggak mau. Belum tentu peluang saya diterima di sini semakin besar kalau saya buka jilbab saya!"

"MASIH TIDAK NURUT JUGA KAMU YA-"

"MEMANGNYA BAPAK SIAPA BERANI NYURUH SAYA BUKA JILBAB?" Alaya segera keluar dari gerombolan orang-orang yang berlindung bersama, berseru. "SELAIN NGERASA KALAU LAKI-LAKI ITU SELALU ADA DI ATAS PEREMPUAN, BAPAK JUGA NGELAKUIN TINDAKAN DISKRIMINASI!"

"NGGAK ADA SAYA MELAKUKAN HAL SEPERTI ITU!" Guntur membalas. "ITU SEMUA HANYA KATA-KATA YANG SENGAJA KAMU BUAT!"

Guntur pun dengan cepat berjalan mendekati Alaya dengan niat yang jelas untuk melakukan tindakan fisik baru terhadap Alaya. Tanpa ragu, Alaya segera berlari menuju pintu keluar, tidak lagi-lagi melihat ke arah belakang supaya niatnya dapat terwujudkan dalam waktu cepat. Ia pun mencengkram gagang pintu dengan perasaan panik, cepat-cepat membukanya, kemudian menutup pintu dengan rapat setelah berhasil keluar dari dalamnya.

"PENGECUUUTTTT!" Guntur berteriak kecewa setelah Alaya berhasil lolos, kemudian menendang pintu keluar yang sedang ditahan oleh Alaya secara terus-menerus hingga membuat anak-anak lain di dalamnya semakin ketakutan. "PENGECUT, MALAM INI SEMUA ORANG PENGECUT!"

"ALAYA, LARI, ALAYA!" Dafa berseru dari dalam, sengaja hendak mengalihkan perhatian Guntur supaya Alaya dapat melarikan diri secepatnya. Guntur yang mendengarnya pun menoleh dengan memasang tatapan tajamnya, sedangkan Alaya masih ragu-ragu hendak meninggalkan pintu tersebut sesuai perintah Dafa atau tidak.

"DAFAAAA!" Guntur berseru, berlari ke arah gerombolan tersebut.

"AAAAAAAAAAA!"

Di saat anak-anak itu berteriak, Alaya segera berlari meninggalkan tempat tersebut, dengan perasaan tidak enak yang masih memenuhi hatinya saat mendengar suara Michael yang sudah muak dan mencoba menahan tindakan Guntur serta teriakan dari teman-temannya yang masih dilanda dengan rasa ketakutan karena masih merasakan yang namanya amukan sang Guntur.

Sekarang, fokusnya hanya satu. Mencari Jovanka.

°°°

Krik... krik...

Dafa, Cia, Angel, dan Alaya masih saja terdiam setelah menghabiskan waktu selama lima menit untuk duduk berdampingan di spot bersantai yang ada di halaman belakang gedung agensi. Suara dari beberapa jangkrik menemani hawa sunyi di sekeliling mereka, begitu juga dengan kehadiran Kevin, Lauren, dan Rassya yang duduk beriringan di depan mereka. Ketiga anak itu sejak tadi juga ikut terdiam, masih merenungkan kejadian yang begitu hebat di ruang band tadi.

Ketika suara jangkrik yang menghiasi malam mulai meredup, tiba-tiba saja datanglah seorang anak laki-laki dengan piama berbentuk beruang yang sedang bersiap untuk melakukan...

"HWAAAA!"

"AAAAAAAAAA!" Ketujuh anak itu berseru kaget, membuat Louis tertawa terbahak-bahak.

"WIS, LAK MESTI KEBIASAAN!" Dafa berseru, berdecak sebal. "NGAGETI AE SENENGE!"

"IYA LAH ..., APA LAH KAK LOUIS INI?" Lauren melotot, memukul pundak Louis dengan keras. "BIKIN ORANG JANTUNGAN!"

"HAHAHAHAHAHAHAH!" Louis masih terus saja tertawa, geleng-geleng kepala. "Sorry lah ..., lagipula siapa suruh kalian ngelamun? Mana ngelamunnya di malam hari dan di halaman belakang gedung agensi lagi lu semua." Louis menarik satu kursi yang tersisa, mendudukkan diri di atasnya. "Pada kagak takut sama yang namanya kesurupan massal apa gimana?"

"Ya selama pikiran nggak kosong mah nggak bakalan kerasukan, Kak." Cia mulai membuka suara, terkekeh. "Justru Kak Louis tuh yang kesurupan, bisa-bisanya keliling gedung pake piama gituan."

"HAHAHAHAHAHA!" Anak-anak lainnya ikut tertawa, sementara Louis hanya menanggapi hal tersebut dengan memajukan mulutnya untuk mengejek balik Cia.

"Piama beruang, anjay!" Kevin berseru, geleng-geleng kepala. "Fiks emot andalan dari fans ke Louis nanti beruang."

"Dipikir idol K-Pop apa, Kak?" Rassya tertawa terbahak-bahak. "Bisa ae!"

"Pas latihan outfit-nya keren, udah selesai langsung ganti piama beruang." Angel menambahkan, terkekeh-kekeh.

"Ya emang kenapa lah, coy? Kan bahagia gua bisa pakai piama beginian." Louis meletakkan kantong plastik hitam besar ke atas meja, membuat teman-temannya perlahan berhenti tertawa. "Noh, makan es krim dulu. Tadi gua udah bela-belain keluar sebentar ke warung buat beliin kalian ini."

"KE WARUNG?" Lauren berseru antusias. "SUMPAH? WITH THIS OUTFIT, KAK?"

"Outfit saat membelinya itu tidak penting, yang penting nyaman dan duit di dompet cukup." Louis menaikkan alis, mengangguk. "Anak The Bangs belum keluar dari tadi, kan? Buruan abisin kalo gitu, mereka gak gua beliin soalnya."

"YEAAAAYYY!" Anak-anak itu berseru riang, satu per satu mengambil es krim yang ada di dalam kantong plastik tersebut. "MAKASIH ES KRIMNYA!"

"Yoi, sama-sama!" Louis terkekeh, tersenyum senang ketika adik, sepupu, dan teman-temannya dapat tersenyum kembali setelah dibelikan es krim olehnya. Di dalam hatinya saat ini, terdapat rasa bangga yang sedang menggebu-gebu. Louis memanglah anak yang menyebalkan, tetapi di satu sisi ia tahu cara mencairkan suasana dan membuat orang-orang itu dapat tersenyum kembali.

"Nggak nyangka juga Kak Louis keluar diem-diem buat beli es krim." Cia membuka bungkus es krim yang baru saja ia ambil, tersenyum. "Ku kira dia di dorm tadi, ngumpul sama anak-anak The Bangs!"

"Hoo, setuju aku." Dafa mengangguk. "Tak kiro cah iki meneng-meneng mendengarkan pembicaraan band liyo ning kamar mandi."

"Ya ..., kagak salah juga sih, kan pas ganti baju juga kedengeran dari kamar mandi tuh suara marah-marahnya mereka." Louis menyandarkan dirinya pada kursi, melipat kedua tangannya. "Mulai dari masalahnya Jovanka lah, terus mereka yang kebingungan karena mereka harus nempatin posisi baru di The Bangs mulai besok, banyak lah pokoknya."

"Hmmm ..., tapi kalo dibayangin memang berat jadi mereka," ujar Kevin. "harus bisa beradaptasi sama posisi baru dalam waktu yang itungannya sebentar, terutama si Rafa yang harus pegang dua posisi dan bikin Jovanka yang dulunya gitaris jadi sengit sama dia." Kevin menjelaskan, menggigit es krimnya. "Lagipula nggak perlu jauh-jauh ke The Bangs, Alaya sama Angel juga harus gitu."

Semua orang lantas menoleh ke arah Angel dan Alaya, membuat kedua anak itu kembali menunduk sedih.

"Maaf, Mbak Angel." Alaya mulai membuka suara, menoleh ke arah Angel. "Itu bukan kemauan kita, tapi mau nggak mau harus kita jalanin juga. Aku pun sebenernya nggak enak nempatin posisi temen sendiri, bahkan posisi yang aku dapetin itu nggak pernah aku kuasai sama sekali."

"Udah, gapapa, Alaya. Aku juga mau minta maaf." Angel mengangguk, tersenyum tipis. "Aku ..., aku juga gak mau gini, Al. Mungkin kalau boleh jujur, aku sempet pengen bisa main gitar juga, tapi aku gak bakal bisa kuasain itu dalam waktu seminggu, secara kamu aja butuh lima tahun lebih buat pelajarin gitar, Al. Aku takut aku gak mampu."

"No, you can do it, pasti ada jalannya nanti." Alaya menggelengkan kepalanya, mengusap pundak Angel. "Meski sebenernya-"

"Mau ada jalan tengah pun aku tetep ngerasa nggak enak, Al." Angel memotong, menggeleng. "Pak Guntur mau aku aku di posisi ini karena dia gak mau kamu nanti lebih dikenal sama orang-orang, itu beneran nggak enakin hati."

"Ya ..., nggak perlu dipikirin. Kan dia yang bikin keputusan kayak gitu, bukan Mbak Angel."

"Tapi kan-"

"Hey ..., udah, udah." Cia dengan cepat melerai keduanya sebelum terlambat, menepuk pundak Angel dan Alaya. "Udah gapapa, jangan diperpanjang masalahnya. Aku tau ini nggak gampang buat kalian, apalagi cuma bisa dilakuin dalam waktu singkat. Tapi jangan sampe saling nggak enakan mulu cuman karena ginian, apalagi sampe bertengkar. DCA tuh nggak bisa kayak gitu."

"Hoo, uwes to, gaopo." Dafa beranjak dari kursinya, ikut menenangkan. "Wes, pokok e selama dipegangi posisi anyar, gelem ga gelem yo harus latihan. Semua hal itu pasti dimulai dari posisi noob, nggak bisa apa-apa, tapi sing penting iku usahane. Apapun hasilnya nanti, sing penting wes gelem berusaha. Guntur nesu? Michael nesu? Yo terus ngopo? Selama Dafa dan Cia aja tidak masalah, kenapa harus peduli dengan tanggapan orang lain?"

"Aku setuju sama Mas Dafa." Rassya mengangguk, membuat keempat anak tersebut menoleh. "Ya ..., hehe, sorry kalo emang agak ikut campur, tapi memang bener kalo aku setuju sama Mas Dafa." Rassya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tersenyum. "Besok, aku sama Kak Kevin dapet tugas buat ngajarin kalian semua yang dapet posisi baru, jadi nanti kalian bisa nanya-nanya apapun soal posisi baru itu ke kita. Kita bakal bantu kalian terus selama kita mampu."

"Hm, bener." Kevin mengangguk. "Kalian berdua juga bisa minta diajarin satu sama lain, saling sharing ilmu gitu lah. Alaya ngajarin Angel main gitar, Angel ngajarin Alaya main keyboard. Inget, orang baik itu orang yang nggak pelit ngasih ilmu ke temen sendiri."

"Iya, bener banget!" Lauren ikut mengangguk, mengangkat jempol. "Kalo kalian butuhnya semangat, ada aku!"

"Heh, ya gua lah!" Louis menyikut pinggang Lauren, memandang adiknya dengan sengit. "Asal lu ta aja, lu tuh nggak jago kalo disuruh ngasih support ke temen sendiri!"

"Dih? Ngaco!" Lauren melotot, memukul pundak Louis. "Nggak tulus temenan sama mereka diem aja deh, dasar orang sinting!"

"Oooh ..., gitu lu sekarang, Ren?" Louis balas melotot, meletakkan kedua tangannya pada pinggangnya. "Lu udah bisa ya ngatain gua kayak gitu?"

"Ya bisa lah, kocak!" Lauren beranjak dari kursinya. "Emang kamu siapa nggak bisa diejek-ejek? Mama sama papa?"

"OOOOH ..., SINI LU, REN!"

"AAAAAAAAAA, JANGAN!"

"HAHAHAHAHAHAHAHAHA!" Anak-anak itu pun tertawa terbahak-bahak, melihat Lauren dan Louis yang sibuk bermain kejar-kejaran sambil tertawa-tawa di lapangan halaman belakang. Hal itu benar-benar asyik saat ditonton, apalagi saat mencoba bergabung dengan mereka.

"JANGAN RUSAK ES KRIMKU, WOI!"

"YA SUKA-SUKA GUA LAH KOCAK, SIAPA SURUH KEJAM SAMA KAKAKNYA SENDIRI?"

"Ikutan yok!" Cia memandang teman-temannya dengan mata yang berbinar-binar. "Asik tuh kejar-kejaran!"

"AYO!" Teman-temannya mengangguk setuju, dengan cepat beranjak dari kursinya masing-masing.

"WOI LOUIS, LAUREN, JOIN!" Dafa berseru, berlari mengikuti kedua anak tersebut terlebih dahulu.

"EH, EH, EH!" Louis tertawa terbahak-bahak, segera menyusul dan menarik tangan Lauren untuk menjauhi Dafa. "AYO CEPET LARI, REN, CERITANYA KITA JADI BURONANNYA MAS DAFA!"

"AYO, AYO!" Lauren terkekeh-kekeh. "AAAAAA, SELAMATKAN DIRI DARI POLISI!"

"HAHAHAHAHAHAHA!"

Anak-anak lainnya pun ikut terjun ke lapangan, berlarian kesana kemari bersama-sama. Ada yang menjadi buronan seperti Louis dan Lauren, dan ada juga yang menjadi polisinya. Semua itu benar-benar mengasyikkan, sebuah hiburan kecil untuk melupakan kejadian yang belum lama terjadi kepada mereka.

"HEH, KALIAN PIKIR INI JAM BERAPA MASIH BISA LARI-LARIAN SEPERTI ITU?"

°°°

Continue Reading

You'll Also Like

Say My Name By floè

Teen Fiction

1.3M 72.7K 35
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...
934K 64.2K 63
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...
230K 27.7K 24
⚠️ BL Gimana sih rasanya pacaran tapi harus sembunyi-sembunyi? Tanya aja sama Ega Effendito yang harus pacaran sama kebanggaan sekolah, yang prestas...
514K 38.7K 45
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...