Here To You

Por desiariaa

81 20 16

Bagi sebagian orang, keberadaan Erish adalah sebuah masalah. Tapi bagi orang yang tepat, keberadaannya merupa... Más

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 8
Bab 9

Bab 7

4 0 0
Por desiariaa

Leroy yang sekarang bukanlah Leroy yang kemarin. Sebelumnya lagak Leroy sudah sangat mirip dengan pereman kampung yang siap memalak orang di jalan, kini tingkahnya tak lebih seperti seekor anak ayam yang kehilangan induknya. Begitu ia bertemu dengan Erish, ia langsung lari terbirit, mencari perlindungan.

Padahal Erish tidak berbuat apa-apa. Erish ya Erish, yang seperti biasa, lebih banyak diam dan tidak menunjukkan banyak ekspresi atau emosi. Tanpa perlu dipikir apalagi pakai teori, sudah pasti alasan kenapa Leroy jadi seperti itu karena kebrutalan Erish pada saat mengamuk malam itu. Erish sedikit tidak menyangka, ternyata apa yang ia lakukan berdampak sejauh itu pada Leroy.

Menyesal? Ya. Erish menyesal karena kenapa ia baru mengamuk kemarin? Kenapa tidak dari sebelum-sebelumnya? Tapi sudahlah, bukan masalah lagi. Karena setidaknya, masalahnya dengan Leroy sudah ia anggap selesai. Kecuali Leroy berani mengganggunya lagi di kemudian hari, itu akan menjadi babak kedua bagi Erish untuk mengamuk.

Tanpa sadar, helaan nafas lega segera terdengar dari Leroy saat ia sudah sampai di dalam kelasnya, kelas 12-5. Tadi ia benar-benar ketakutan saat bertemu dengan Erish. Dibilang trauma juga iya, karena bagi Leroy memang Erish semenakutkan itu pada saat memukulinya secara brutal. Terlebih perkataannya yang tak kalah mengerikan.

"Kenapa?" Aias segera bertanya pada Leroy yang wajahnya lebam. Maklum saja, di antara teman-teman Leroy, yang tau kejadian semalam kan hanya Kahlil dan Hunter.

Tawa kecil Kahlil segera pecah. Leroy langsung melotot kepadanya. Sementara Aias hanya menatap keduanya secara bergantian.

"Nggak papa. Cuma jatuh aja kok." Dasar penipu tidak ulung! Kemarin-kemarin bohong pada Sanju soal menjatuhkan Erish, sekarang bohong pada Aias soal luka yang ia dapat.

"Jatuh ketiban cewek ya?" sindir Kahlil.

"Maksudnya?" Aias jadi penasaran sebenarnya apa yang tengah mereka berdua sembunyikan.

Alih-alih menjawab pertanyaan Aias, Leroy malah mengalihkan topik, "Hunter mana? Belom keliatan tuh anak?"

"Panjang umur." Gumam Kahlil saat melihat Hunter datang dengan wajah gelisah.

Tidak bergabung bersama mereka di pojok kelas, Hunter malah asal duduk di bangku entah milik siapa, membelakangi teman-temannya. Tentu saja tingkahnya yang berbeda dari biasanya membuat keempat temannya heran.

Kebetulan bagi Leroy untuk makin menghindari Aias yang kepo soal luka di wajahnya, ia segera menghampiri Hunter. "Woi, kenapa lo? Kayak habis ketahuan maling daleman aja!"

Hunter melirik Leroy tajam, kemudian berdecak. "Diem lo! Jangan ganggu gue!"

"Widih, galaknya! Lagi em lo?"

Hunter memutar badannya menghadap Aias, Kahlil dan Oisin yang masih bertahan di pojok kelas, tengah memperhatikan dirinya dan Leroy. "Oi, ternak kalian lepas satu nih! Buruan tangkep!"

"Si any*ng!" umpat Leroy tidak terima dikatai ternak oleh Hunter.

Saat ini Hunter tidak peduli dengan umpatannya. Kepalanya terlalu sibuk memikirkan kata-kata yang River ucapkan tadi. Tentang perjodohan. Jelas itu membuat Hunter terguncang.

Di usianya yang masih muda belia dan di era modern seperti ini, ia harus menjalani nasib kolot ala Siti Nurbaya? Mau dipikirkan berapa kali pun, tetap itu tidak masuk akal bagi Hunter. Apalagi selama ini, orang tuanya baik Are terlebih Haris, sama sekali tidak pernah melakukan pembicaraan apa pun tentang yang namanya jodoh-jodohan. Jangan sampai situ dulu deh, tanya apakah Hunter sudah punya pacar atau belum saja belum pernah. Eh, tunggu! Pernah deng, sekali. Itu pun gara-gara River duluan yang meng-spill pacarnya yang bernama Ribi itu.

"AAAARGH!" seperti orang gila, Hunter tiba-tiba berteriak sambil mengacak rambutnya. Membuat semua anak di kelas menoleh kaget kepadanya.

"Gila tuh anak." Komentar Oisin sinis.

"Sumpah, gue jadi takut." Leroy mundur, kembali kepada Kahlil dan lainnya.

Sementara Hunter, kembali mengagetkan kelas dengan menggebrak meja, kemudian pergi begitu saja keluar kelas.

Tujuan Hunter adalah pergi ke kelas 12-1, untuk mencari seseorang. Tak jauh beda dari kelasnya, keadaan kelas itu sudah cukup ramai oleh beberapa penghuninya yang mulai berdatangan. Dan kemunculan Hunter di kelas itu, sontak membuat para cewek berlomba caper kepadanya. Ada yang langsung memakai liptint, ada yang langsung menyisir rambut, ada yang langsung menyemprot parfume, ada pula yang sok sibuk membaca buku.

"Hai, Hunter!" sapa entah siapa, Hunter tak tau, Hunter tidak peduli.

"Morning, Ter."

"Mau nyari siapa, Ter?"

"Mau ketemu gue ya, Ter?"

Bukan! Bukan mereka, para NPC. Tujuan Hunter hanya satu, yaitu seorang gadis cantik yang duduk di bangku paling depan. Yang hanya diam menunduk saat melihat kedatangannya.

"Gue butuh ngomong sama lo." Kata Hunter pada orang itu, Sanju.

Patah hati? Iya. Kecewa? Iya. Tapi bisa apa mereka—para gadis—kalau pada akhirnya pilihan Hunter jatuh pada Sanju? Cewek paling cantik di kelas, bahkan beberapa setuju kalau ia adalah cewek tercantik di SMA Lavida.

"Cieee! Lo mau PDKT sama Sanju ya, Ter?" ledek seorang cowok dari kelas 12-1.

"Udah, gas. Sebelum lulus-lulusan nanti nih. Ntar nyesel loh."

"Kalo spek kayak Hunter yang jadi saingan gue, gue bisa apa, njir?"

Hunter tidak menggubris ocehan orang-orang yang tidak ia kenal itu.

"Ngomong apa?" Sanju mengangkat wajah, menatap Hunter dengan wajah penuh tanya.

"Penting."

Tentu Sanju makin bertanya-tanya. Sepenting apa yang akan Hunter bicarakan kepadanya? Belum lagi, setelahnya Hunter segera pergi keluar kelas. Seolah memberi isyarat padanya, bahwa pembicaraan itu tidak bisa dilakukan di kelas yang ramai yang ini. Mau tidak mau, jantung Sanju berdegup kencang.

Sanju menoleh pada Nabila yang duduk di sebelahnya. Nabila turut memberikan isyarat padanya dengan cara menganggukkan kepala yang artinya Sanju harus mengikuti Hunter untuk keluar dari kelas. Karena itu, Sanju pun segera beranjak dari duduknya dan lekas mengejar Hunter yang sudah lebih dulu keluar dari kelasnya.

Karena terburu-buru dan takut kehilangan jejak Hunter, tanpa sengaja, Sanju nyaris menabrak Erish yang saat itu baru mau masuk ke dalam kelasnya. Karena kecerobohannya, ia dan Erish sama-sama menghentikan langkahnya. "Maaf, Rish. Gue lagi buru-buru." Setelah mengucapkan permintaan maaf, Sanju kembali berjalan cepat sesuai dengan tujuannya.

Erish hanya diam sambil menatap punggung Sanju sesaat, sebelum akhirnya kembali melangkahkan kaki ke dalam kelas.

*

"Mau ngomong apa, Ter?" tanya Sanju penasaran begitu tiba di tempat Hunter berada saat ini, yang ternyata tak begitu jauh dari kelasnya.

Hunter menghembuskan nafasnya lebih dulu. "Semalem lo ikut dinner?"

Sanju mengangguk, "Lo kenapa nggak ikut, Ter?" akhirnya Sanju tanyakan langsung pada yang bersangkutan. Saking penasarannya dan kecewa, meski sudah tidak seperti tadi malam.

Bukannya menjawab pertanyaan Sanju, Hunter kembali bertanya pada Sanju, "Gue sama lo dijodohin. Itu bener?" sesuai informasi yang River katakan padanya, Hunter segera mengkonfirmasinya pada yang bersangkutan.

Kedua mata Sanju melebar. Kaget bukan main.

"Bener nggak?"

Sanju masih diam. Mencoba mencerna pertanyaan Hunter baik-baik. Dari cara Hunter bertanya, sepertinya Hunter belum tau 100% tentang apa yang sebenarnya terjadi malam itu. Termasuk pembahasan perihal perjodohan antara dirinya dan Hunter. "Lo kata siapa? Orang tua lo?"

"Iya atau nggak?" Kejar Hunter mengabaikan pertanyaan Sanju.

Sanju menelan ludahnya susah payah. Bukan hanya Hunter, Sanju juga berniat untuk melakukan hal serupa, alih-alih menjawab pertanyaan Hunter dengan gamblang. Suaranya begitu pelan saat ia mengatakannya, "Kalo... iya?"

Satu alis Hunter segera terangkat. Beberapa saat ia memperhatikan Sanju hingga membuat Sanju salah tingkah. "Gue menolak."

*

Pelajaran terakhir sudah selesai. Seperti biasa, para siswa dari penjuru kelas segera keluar dari kelas masing-masing untuk segera pulang atau mampir kemanapun mereka mau. Kalau Erish sih, sudah biasa pulang terakhiran, menunggu sepi. Nah, Sanju ini yang agak berbeda.

Sanju menolak ajakan Nabila yang seperti biasa, selalu mengajaknya jalan keluar dari kelas menuju ke depan sampai jemputan mereka tiba. Akhirnya, Nabila jalan sendiri dengan perasaan cukup cemas dan terpaksa, membiarkan Sanju tertinggal di kelas.

Dari tempatnya duduk yang ada di barisan belakang, Erish melihat Sanju bukannya bersiap pulang—mengingat kelas sudah cukup sepi—tetapi Sanju malah meluruhkan kepalanya ke atas tangannya yang terlipat di atas meja. Awalnya Erish sempat berpikir, mungkin Sanju lelah atau mengantuk. Tapi pikiran itu segera lenyap saat Erish mulai mendengar isak tangis. Ditambah, ia melihat punggung Sanju bergetar naik turun. Secara sadar, Erish segera tau kalau Sanju tengah menangis saat ini.

Entah Sanju lupa masih ada dirinya atau tidak, faktanya Sanju telah benar-benar menangis.

Menangis sedih atas apa yang terjadi tadi pagi antara dirinya dan Hunter. Jawaban Hunter yang dengan tegas mengatakan bahwa ia menolak apabila dijodohkan dengan dirinya, menyentil perasaan Sanju yang memang punya rasa pada cowok itu. Padahal Sanju pasti akan menerima dengan senang hati apabila perjodohan itu memang benar terjadi. Tapi kenyataan bahwa Hunter tidak mengharapkan hal yang sama membuat hatinya hancur. Secara tidak langsung, Hunter sudah menolak cintanya!

"Sebentar lagi kelas mau ditutup."

Suara itu membuat isak tangis Sanju terhenti sejenak. Dengan cepat, Sanju mengangkat wajah. Ia menengadah dan kaget melihat Erish berdiri di sampingnya tanpa menatap ke arahnya. Mata Erish tertuju ke papan tulis yang tertempel di dinding. Rupanya Sanju memang tidak sadar akan keberadaan Erish. Ia pikir kelas sudah sepi tidak ada orang, makanya ia tumpahkan air matanya yang sudah mati-matian ia tahan sejak tadi pagi bahkan dari Nabila. "Lo... masih di sini?"

Baru Erish menoleh padanya sembari memberikan sebungkus tissue travel size miliknya pada Sanju. Akan tetapi Sanju hanya diam, memperhatikan tissue itu tanpa menerimanya. Karena itu, Erish mengambil inisiatif untuk meninggalkan tissue itu di atas meja Sanju. Setelahnya, ia pun berjalan keluar kelas.

*

"Maaf, Kak. Tadi ada urusan." Sebelum ditanya oleh kakaknya yang menjemputnya pulang sekolah hari ini, Sanju lebih dulu berbohong sembari menyembunyikan wajahnya. Ia tidak mau kalau kakaknya sampai melihat apalagi tau dirinya baru saja menangis.

Selim tidak berkomentarapa-apa. Ia hanya segera menjalankan

Seguir leyendo

También te gustarán

482K 5.4K 6
JANGAN DISIMPAN, BACA AJA LANGSUNG. KARENA TAKUT NGILANG🤭 Transmigrasi ke buku ber-genre Thriller-harem. Lantas bagaimana cara Alin menghadapi kegi...
ILLEGIRL Por marcel

Novela Juvenil

83.7K 11.3K 42
"Kenapa lo manggil gue dengan sebutan illegirl?" "You're so cruel, because my heart become dangerous when I saw your smile, and that's a crime. So...
Stop it? Por Ansdromda

Ficción General

199K 2.6K 26
Qila tidak tau tentang apa yang terjadi. Seiring waktu berjalan semakin cepat, kenyataan tak terduga ia terima. Termasuk saat Dion yang ternyata masi...
1K 100 11
❝ᵐᵃᵗᵃⁿʸᵃ ᵇⁱᵏⁱⁿ ᵍᵘᵉ ᵇᵉʳᵖⁱᵏⁱʳ ᵏᵃˡᵃᵘ ᵏᵉˡᵒᵖᵃᵏ ᵇᵘⁿᵍᵃ ᵈⁱ ʰᵃˡᵃᵐᵃⁿ ᵇᵉˡᵃᵏᵃⁿᵍ ᵍᵃᵏ ˢᵉⁱⁿᵈᵃʰ ⁱᵗᵘ ˡᵃᵍⁱ❞ '𝓦𝓲𝓻𝓰𝓪 𝓙𝓪𝓰𝓻𝓪𝓽𝓪𝓻𝓪 ║▌║▌║█│▌ [𝟐𝟎...