(212 - 311 ( + extra) The Hus...

By erryenellis

22.4K 1.7K 67

Mo Ran merasa bahwa menjadikan Chu Wanning sebagai gurunya adalah sebuah kesalahan. Shizunnya sangat mirip ku... More

212 - [Jiaoshan] Pemimpin Sekte Agung
213 - [Jiaoshan] Pertarungan Hidup dan Mati
214 - [Jiaoshan] Inti Spiritual Hancur
215 - [Jiaoshan] Membakar Sisa Tubuh
216 - [Jiaoshan] Jatuh Menjadi Budak
217 - [Jiaoshan] Mimpi Buruk
218 - [Jiaoshan] Sang Kaisar Kembali
219 - [Jiaoshan] Jangan Pergi
220 - [Jiaoshan] Berjalan Berdampingan
221 - [Jiaoshan] Menggenggam Jemari
222 - Transformasi Menyeramkan
223 - [Jiaoshan] Menjauh
224 - [Jiaoshan] Janji Lelaki Terhormat
225 - [Jiaoshan] Tertawakan Aku Yang Gila
226 - [Jiaoshan] Tidak Pernah Lupa
227 - [Jiaoshan] Kata-Kata Dari Masa Lalu
228 - [Jiaoshan] Sebuah Permainan Kosong
229 - [Jiaoshan] Sejak Saat Itu
230 - [Jiaoshan] Pemuda
231 - [Jiaoshan] Sekte Obat
232 -[Jiaoshan] Dua Penglihatan Tidak Jelas
233 - Jika Aku Ingin Mengubah Judul, Aku Bisa Mengubahnya. Plin Plan!
234 -[Jiaoshan] Sang Kaisar Kembali
235 - [Jiaoshan] Menuju Akhir
236 - [Gunung Darah Naga] Huaizui
237 - [Gunung Darah Naga] Shenmu (Kayu Ilahi)
238 - [Gunung Darah Naga] Tanpa Jiwa
239 - [Gunung Darah Naga] Memiliki Hati
240 - [Gunung Darah Naga]Seorang Manusia
241 - [Gunung Darah Naga] Kebenaran
242 - [Gunung Darah Naga] Chu Fei
243 - 18+
244 - [Gunung Darah Naga] Rawa Ular
245 - [Gunung Darah Naga] Saingan Cinta
246 - [Gunung Darah Naga] Mengikat
247 - 18+
248 - [Gunung Darah Naga] Dilupakan
249 - Gunung Darah Naga] Kebenaran
250 - 18+
251 -[Gunung Darah Naga] Kembali
252 - [Gunung Darah Naga] Membagi Jiwa
253 - [Gunung Darah Naga]Bajingan
254 - [Gunung Darah Naga] Merindukanmu
255 - [Gunung Darah Naga] Dituduh
256 - [Paviliun Tianyin] Naik Turun Pengalaman Hidup
257 - [Paviliun Tianyin] Peri Linjiang
258 - [Paviliun Tianyin] Tulang Lunak
259 - [Paviliun Tianyin] Berbagi Jubah Yang Sama
260 - [Paviliun Tianyin] Lahir Seperti Tungku
261 - [Paviliun Tianyin] Fitnah Busuk
262 - [Paviliun Tianyin] Bagian Terpenting Opera
263 - [Paviliun Tianyin] Mimpi Lama Kembali Terulang
264 -[Paviliun Tianyin] Kaisar Seperti Dia
265 - [Paviliun Tianyin] Shi Mei Ganda
266 - [Paviliun Tianyin] Menghangatkanmu
267 - [Paviliun Tianyin] Naga Melilit Pilar
268 - 18+
269 - [Paviliun Tianyin] Kaisar dan Zongshi
270 - [Paviliun Tianyin] Hukuman Akan Dilaksanakan
271 - [Paviliun Tianyin] Pengadilan Final
272 - [Paviliun Tianyin] Kata-Kata Orang Sangat Mengerikan
273 - [Paviliun Tianyin] Berbeda Jalan
274 - [Paviliun Tianyin] Nyaris
275 - [Paviliun Tianyin] Jantung Hancur
276 - [Paviliun Tianyin] Aku Datang Untuk Mati Untukmu
277 - [Paviliun Tianyin] Yang Mulia Ini Kesepian dan Kedinginan
278 - [Paviliun Tianyin] Tidak Pernah Mengkhianati
280 - [Puncak SiSheng] Lidah Yang Baik dan Yang Jahat
281 - [Puncak SiSheng] Ingin Melakukan Lebih Banyak Perbuatan Baik
282 - [Puncak SiSheng] Serigala Yang Sendirian Memasuki Situasi Putus Asa
283 - [Puncak SiSheng] Api Akhirnya Menyala
284 - [Puncak SiSheng] Putraku Sangat Berharga
285 - [Puncak SiSheng] Phoenix Api Surgawi
286 - [Puncak SiSheng] Pemuda Yang Sangat Mencintai
287 - [Puncak SiSheng] Tidak Mungkin Lari Dari Takdir
288 - [Puncak SiSheng] Zongshi dan Kaisar Itu adalah mimpi.
289 - [Puncak SiSheng] Mengunjungi Sebagai Hantu
290 - [Puncak SiSheng] Tinggal Bersama Mei Hanxue
291 - [Puncak SiSheng] Dua Dunia Bersilangan
292 - [Puncak SiSheng] Hati Sedalam Laut
293 - [Puncak SiSheng] Kebencian Panjang Sang Kaisar
294 - The dying of death
295 - [Puncak SiSheng] Jalan Kemartiran Untuk Pulang
296 - [Puncak SiSheng] Seperti Dalam Mimpi Waktu Itu
297 - [Puncak SiSheng] Kecantikan Tulang Kupu-Kupu
298 - [Puncak SiSheng] Manusia Tidak Sebaik Surga
299 - [Puncak SiSheng] Tidak Pernah Berhenti
300 - [Puncak SiSheng] Hatinya Seperti Hatimu
301 - [Puncak SiSheng] Masa Lalu Kembali Tumpang Tindih
302 -[Puncak SiSheng] Jiwa Patah di Istana Wushan
303 - [Puncak SiSheng] Xue Meng Kehidupan Sebelumnya
304 - [Puncak SiSheng] Mereka Dari Kehidupan Sebelumnya
305 - [Puncak SiSheng] Persembahan Tubuh Dewa Untuk Iblis
306 - [Puncak SiSheng] Kasihani Tubuhku Yang Berbeda
307 - [Puncak Sisheng] Kelelawar Senja
308 - [Puncak SiSheng] Bekerja Sama Melawan Banjir
309 - [Puncak SiSheng] Mo Ran Tidak Jauh
310 - [Puncak SiSheng] Kartu Terakhir Ada cahaya.
311 - [Puncak SiSheng] Akhir
BAB EKSTRA 312 - KEHIDUPAN DAΜΑΙ

279 - [Paviliun Tianyin] Malam Bersalju Untuk Sisa Kehidupan

226 25 14
By erryenellis


Gunung Nanping.

Malam sudah larut saat ini, dan salju segar jatuh di luar pondok.

Dalam beberapa hari terakhir, luka-luka di tubuh Mo Ran semakin memburuk. Bahkan jika Chu Wanning menggunakan teknik Pengorbanan Jiwa Bunga untuk menyembuhkannya, itu tidak banyak berpengaruh.

Sore harinya, Mo Ran bangun samar-samar satu kali, tetapi masih tidak sadarkan diri. Dia menyipitkan mata dan melihat Chu Wanning. Dia hanya menangis, berulang kali meminta maaf dan berkata untuk jangan pergi, lalu tidak

berhenti menangis.

Dia telah bermimpi, bolak-balik melalui tahun- tahun yang bergejolak.

Untuk sesaat, dia berpikir bahwa dia baru saja dijemput oleh Xue Zhengyong, dan untuk waktu

lain, dia berpikir bahwa dia berada dalam lima

tahun ketika kehilangan Chu Wanning.

Satu-satunya hal yang tidak dapat dimimpikannya adalah ingatan yang telah diambil oleh bunga delapan kebencian dan kepahitan panjang. Dia tidak bisa memimpikan semua pengorbanan, semua perlindungan, dan semua ketidakbersalahannya.

"Mo Ran..." Dengan membawa semangkuk bubur yang baru dimasak, Chu Wanning datang ke samping tempat tidurnya.

Bubur itu nyaris tidak bisa masuk. Mo Ran

sedang berada di masa lalu.

Chu Wanning duduk di tepi ranjang, mengangkat tangan, dan menyentuh dahinya.

Sangat panas.

Dia memanggilnya, tetapi Mo Ran tidak bisa bangun. Chu Wanning menunggu sampai bubur berangsur-angsur mendingin dan benar-benar menjadi dingin. Dia merasa bahwa dia tidak bisa meninggalkannya lagi dan menjaga bubur tetap hangat.

Dia tidak tahu kapan Mo Ran akan bangun, tetapi jika dia bangun, selalu bisa makan segera.

"Ini sup ayam, kau paling suka." Chu Wanning berbisik memberitahunya. Energi spiritual yang dialirkan untuk membuat jantung Mo Ran tetap berdenyut tidak pernah berhenti. Namun, Mo Ran tidak bisa bangun.

Jika dia tidak bisa bangun, itu berarti aliran energi spiritualnya terputus, dan dia mungkin tidak akan pernah berkedip lagi.

Tidak mungkin menyelamatkannya. Namun Chu Wanning tidak rela. Bagaimana dia bisa rela?

Mo Ran masih hidup, dan masih bernapas, meskipun sangat lemah. Hari-hari ini, matahari dan bulan terasa rancu. Chu Wanning tetap berada di sisinya, memerhatikan dadanya. bergerak turun naik. Dia merasa masih ada harapan. Segalanya dapat kembali.

Masih belum terlalu terlambat.

Chu Wanning ingat suatu malam Mo Ran terbangun dengan linglung. Tidak ada cahaya di ruangan itu, Mo Ran hanya menatap tempat lilin lekat-lekat, bibirnya yang kering bergerak sedikit.

Dia sangat bersemangat saat itu, buru-buru memegang tangan Mo Ran dan bertanya, "Apa yang ingin kau katakan?" "... Cahaya..."

"Apa?"

"... Cahaya. Aku ingin lampu menyala..." Mo Ran menatap tempat lilin yang ditakdirkan untuk tidak dapat dinyalakan, dan air mata mulai mengalir di pipinya, "Aku ingin lampu menyala..."

💜
Dalam waktu sesaat itu, waktu tumpang tindih. Seolah-olah dia kembali ke tahun itu ketika dia baru saja menjadi murid. Mo Ran sakit. Remaja kurus itu meringkuk di tempat tidur, merasa sangat pusing.

Ketika Chu Wanning pergi mengunjunginya, dia menangis tersedu-sedu dan berbisik memanggil ibunya.

Tidak tahu bagaimana membujuknya, Chu Wanning duduk di samping tempat tidurnya, mengangkat tangannya dengan ragu-ragu dan menyentuh dahi pemuda itu.

Anak kurus itu menangis dan berkata, "Hitam... semuanya hitam... Aniang... aku ingin pulang..."

Akhirnya, Chu Wanning menyalakan lilin, dan nyala api terang menyinari dinding, juga menerangi wajah Chu Wanning. Seolah merasakan kehangatan cahaya, anak dengan demam tinggi itu membuka sepasang matanya yang jernih dan berair.

"Shizun..."

Chu Wanning merapikan selimutnya dan berbicara dengan suara rendah, terdengar sangat lembut, "Mo Ran, lampu menyala... jangan takut."

Setelah bertahun-tahun, lampu tunggal sekali lagi menyala. Sebuah lingkaran cahaya kuning hangat masuk ke pondok, menghilangkan kegelapan dan dingin yang tak berkesudahan.

Chu Wanning membelai rambutnya dan memanggilnya dengan suara serak, "Mo Ran, lampu menyala."

Dia ingin melanjutkan, jangan takut.

Namun, tenggorokannya tercekat dan dia tidak

mampu lagi bersuara. Chu Wanning menolak untuk menangis, tetapi bagaimanapun dia berusaha, dahinya masih menempel di dahi Mo Ran, dan dia terisak-isak. "Lampu menyala. Kau bangun, oke?"

Perhatikan aku..." "

Lentera dan air mata merobek rangkaian mimpi, lampu ini telah menyala dari terang hingga minyak habis.

Kemudian, matahari terbit, langit di luar jendela

telah memutih, dan Mo Ran masih tidak membuka mata. Waktu yang bisa membangunkan pemuda yang tertidur dengan lampu telah berlalu.

Jangan melihat ke belakang lagi..

Tiga malam sudah lewat.

Hari-hari ini, Chu Wanning tinggal di samping tempat tidurnya setiap hari, merawatnya, menemaninya, kehilangan energi spiritualnya, dan menceritakan kepadanya hal-hal yang telah

dia lupakan.

Saat senja tiba, salju telah berhenti. Matahari merah bersinar di luar jendela, menerangi tanah. Seekor tupai melompati cabang-cabang yang tertutup salju, menyebabkan prem putih bergoyang dan berkilau.

Lelaki yang berbaring di tempat tidur

bermandikan cahaya senja yang baik ini, memberi wajah pucatnya sedikit warna. Di bawah kelopak matanya yang tipis, pupilnya sedikit bergerak - dan kemudian, tepat saat senja akan jatuh, matanya perlahan-lahan terbuka.

Setelah berhari-hari sakit parah, Mo Ran

akhirnya terbangun.

Dia membuka mata, dan tatapannya masih kosong, sampai melihat Chu Wanning tidur dengan letih di samping tempat tidurnya.

Mo Ran berbisik dengan suara serak, "Shizun..."

Dia berbaring di kedalaman selimut, kesadarannya perlahan kembali. Perlahan-

lahan, dia samar-samar ingat bahwa antara sadar dan tidak, Chu Wanning berulang-ulang mengucapkan kata-kata padanya.

💜
Secangkir anggur pada Festival Pertengahan Musim Gugur, saputangan begonia... dan tahun itu di Paviliun Teratai Merah, dia mengorbankan hidupnya untuk ditanami bunga delapan kebencian dan kepahitan panjang untuknya. Apakah itu mimpi?

Apakah karena dia terlalu menginginkan keselamatan sehingga memimpikan Chu Wanning menceritakan kisah-kisah itu kepadanya? Apakah karena dia terlalu berharap untuk kembali dan bermimpi bahwa Chu Wanning akan memaafkannya, bersedia memaafkannya?

Mo Ran memalingkan wajah dan mengulurkan tangan, mencoba menyentuh lelaki yang tidur di samping ranjang, tetapi ujung jarinya kembali menyusut.

Dia takut jika menyentuhnya, mimpi itu akan hancur. Dan dia masih berada di Paviliun Tianyin, masih berlutut di panggung eksekusi. Di bawahnya adalah para tamu yang telah berdatangan dari gunung dan laut. Dia berlutut di depan ribuan orang, dan di matanya semua wajah itu menjadi kabur. Mereka menjelma menjadi jiwa-jiwa yang pernah mati di tangannya, berteriak dan tertawa, menuntut hidupnya.

Tidak ada yang menginginkannya, tidak ada yang menyelamatkannya.

Dia adalah orang yang tidak tahu malu, yang memiliki ambisi serigala, yang gila, berhalusinasi bahwa Chu Wanning akan datang - itu adalah rasa sakit yang memilukan di hatinya, berilusi tentang api terakhirnya di dunia.

Palsu.

Tidak ada yang pernah memotong ikatan, tidak ada yang pernah memeluknya, tidak ada yang datang dari balik angin, dan tidak ada yang pernah membawanya pulang.

Bulu matanya bergetar, matanya berkaca-kaca. Dia menatap wajah Chu Wanning yang sedang tidur, tidak berani berkedip sampai matanya perih, sampai air mata akhirnya menetes. Bayangan Chu Wanning hancur menjadi ribuan

titik cahaya dan dia sekali lagi menoleh untuk melihat mimpi indahnya.

Mimpi itu masih ada di sana.

Mo Ran berbaring lelah di tempat tidur. Bulu matanya basah, tenggorokannya tercekat, dan

air mata terus mengalir dari sudut matanya... Jantungnya sangat sakit, dan darah terus mengalir keluar. Dia takut akan membangunkannya

Chu Wanning, yang akhirnya tertidur, jadi dia menggigit bibir dan menangis tanpa suara. Dia terbangun, tetapi dia tahu tubuhnya. Dia

tahu ini hanya sementara. Dia akan kembali ke cahaya.

Ini juga belas kasihan surga yang terakhir.

Dia telah khawatir seumur hidup, menjadi gila

seumur hidup. Tangannya berlumuran darah dan sulit untuk melepaskan diri dari nama itu. Tetapi pada akhirnya, dia dijatuhi hukuman karena pelanggaran ringan. Jadi dia merasa sangat bingung, bahkan agak khawatir. Mo Ran tidak tahu apakah itu keberuntungan

atau kemalangan. Sayangnya, dua nyawanya tidak masuk akal.

Untungnya, sisa hidupnya akan damai. Tapi berapa lama sisa hidupnya? Suatu hari?

Dua hari?

Itu adalah hari yang baik baginya.

- Itu adalah waktu damai yang belum pernah

dimilikinya.

Kemudian dia mendengar suara Chu Wanning bergerak, dan buru-buru menyeka air mata. Dia tidak ingin Shizun melihatnya menangis.

Mo Ran memalingkan kepala dan menatap orang yang duduk di samping tempat tidur. Bulu matanya bergetar ketika melihatnya.

💜
Di luar jendela, gagak emas tenggelam dan biduk berbalik.

Dia mendengar Chu Wanning berbisik, "Mo.... Ran?"

Suara itu pelan dan lembut, seperti kecambah yang menembus tanah, seperti sungai es pertama kali mencair, atau seperti anggur di atas tungku tanah liat merah yang menghangat, ketika gumpalan uap sutra mengepul dan memenuhi udara, membuat hati seseorang terasa hangat. Itu adalah suara surgawi yang tidak akan pernah dia lupakan seumur hidup.

Mo Ran terdiam sesaat, lalu tersenyum. "Shizun, aku sudah bangun."

Tidak ada salju di malam yang cerah, dan sisa hidupnya panjang.

Malam ini, di lembah yang dalam di Gunung Nanping, waktu yang paling santai dan paling lembut dari dua kehidupannya akhirnya tiba. Mo Ran bangun, dia bisa melihat suka dan duka di sudut mata Chu Wanning. Dia bersandar di ranjang, dan membiarkan Chu Wanning mengatakan apa yang ingin dia ceritakan, pengalaman dan kesalahpahamannya.

Semua tidak penting baginya.

Dia hanya ingin bertahan lebih lama, sedikit lebih lama.

"Aku akan melihat lukanya lagi."

"Jangan melihatnya lagi." Mo Ran tersenyum, meraih tangan Chu Wanning dan menurunkannya dengan lembut, "Aku baik-baik saja."

Setelah beberapa penolakan, Chu Wanning menatapnya, tampak tiba-tiba mengerti sesuatu, dan warna wajahnya perlahan memudar.

Mo Ran dengan tegas dan tenang berkata, "Sungguh, jangan apa-apa."

Chu Wanning tidak menjawab. Setelah beberapa saat, dia berdiri dan berjalan ke perapian. Kayu bakar di dalamnya secara bertahap padam. Dia memunggungi Mo Ran dan perlahan-lahan mengutak-atik kayu di depan api. Api mulai menyala dan berkobar lagi. Seluruh

rumah menjadi hangat, tetapi Chu Wanning tidak menoleh ke belakang. Dia masih memegang penjepit dan mendorong-dorong kayu yang tidak perlu diotak-atik.

"Bubur..."

Akhirnya, dia berbicara dengan suara serak.

"Buburnya masih hangat. Menunggumu bangun."

Mo Ran terdiam sesaat sebelum menunduk dan tertawa kecil. "Aku belum pernah makan bubur yang kau masak. Dalam kehidupan sebelumnya, kau membuatnya, dan aku tidak pernah

makan." "Aku tidak memasaknya." Chu Wanning berkata, "Aku masih tidak bisa, mungkin... aku hampir

tidak..." Akhir kalimatnya agak goyah,

sepertinya dia tidak bisa melanjutkan lebih jauh.

Chu Wanning berhenti lama, lalu perlahan

berkata, "Aku akan mengambil semangkuk untukmu."

Mo Ran berkata, "Baiklah."

Di dalam rumah sangat hangat, dan ketika malam semakin dalam, salju mulai turun.

Mo Ran memegang mangkuk bubur dan dengan hati-hati makan beberapa suap. Lalu dia menatap Chu Wanning, menunduk, makan beberapa suap, lalu menatap Chu Wanning lagi. Chu Wanning bertanya, "Apa yang salah? Apakah ada yang sesuatu yang tidak nyaman?"

"Tidak.." Mo Ran berbisik, "Aku hanya... ingin lebih sering melihatmu."

"..." Chu Wanning tidak mengatakan apa-apa. Dia mengambil belati perak dan mengambil ikan panggang dari api. Itu adalah ikan sungai yang meleleh, tetapi masih ada duri. Dia mencabut duri dan dengan hati-hati membagi ikan seputih salju menjadi dua.

Biasanya ketika dia makan, Mo Ran yang selalu merawatnya.

Hal yang sama berlaku sekarang.

Dia menyodorkan ikan yang telah diiris kepada

Mo Ran dan berkata, "Makanlah selagi panas."

💜
Lelaki itu tidak tampak terlalu tinggi ketika bersandar ke ranjang dan membungkus dirinya dengan selimut. Cahaya oranye api menerangi wajahnya, membuatnya terlihat sangat muda.

Pada saat inilah Chu Wanning tiba-tiba menyadari, bahwa baik Taxian Jun atau Mo Zongshi, keduanya sepuluh tahun lebih muda darinya.

Tetapi mereka telah mengalami begitu banyak penderitaan.

Mo Ran menghabiskan bubur, lalu menusuk potongan ikan yang paling gemuk, ingin memberikannya kepada Chu Wanning, tetapi dia terkejut, "Shizun, ada apa?"

Chu Wanning menunduk, matanya merah. Dia menenangkan diri dan berkata pelan, "Tidak apa-apa. Aku hanya kedinginan."

Dia takut tidak akan bisa mengendalikan diri jika terus duduk di sana, lalu bangkit berdiri dan berkata, "Aku akan pergi dan memeriksa sekitar. Beristirahatlah lebih awal setelah selesai makan. Setelah lukamu membaik, aku akan membawamu kembali ke Puncak SiSheng."

Mereka berdua tahu bahwa membaik bukan berarti cahaya kehidupan akan kembali, dan semua kehangatan tidak akan ada lagi.

Tetapi mereka berbicara tentang hari esok, tentang masa depan. Seolah-olah ingin mempercepat beberapa dekade bergegas datang ke malam ini, dan memindahkan semua bintang di masa depan, menghabiskannya di malam bersalju ini.

Setelah Chu Wanning pergi, Mo Ran duduk di depan api sebentar, lalu membuka ikatan pakaiannya dan menatap luka di dadanya. Kemudian dia tertegun sejenak, merasa kosong.

Malam di Gunung Nanping, salju turun. Semakin besar dan lebih deras di luar

Mo Ran tidak tahu kapan dia akan tiba-tiba memburuk, juga tidak tahu kapan hidupnya akan berakhir. Dia berbaring di tempat tidur dan mengawasi salju yang melayang di luar jendela. Angin bersiul melewati telinganya, dan tiba-tiba dia merasa hidupnya seperti angin yang

kencang saat ini, dan semua hal yang dia alami

di masa lalu telah pergi. Bahkan, baik dalam kehidupan sebelumnya atau kehidupan sekarang, akan selalu ada orang

pintar yang merencanakan dan bermain.

Entah Shi Mei atau Shizun, yang satu ingin

melindunginya, dan yang lain ingin melukainya. Namun, mereka semua punya rencana sendiri. Bahkan jika yang terakhir tidak berhasil, tetapi mereka semua punya rencana.

Mo Ran berbeda dari mereka. Dia adalah anjing bodoh yang tidak memiliki pikiran rumit. Tidak ada yang namanya jalan berliku dan hati yang berputar-putar. Dia tidak tahu bagaimana langkah demi langkah membuat bidak catur terlihat indah. Dia hanya akan dengan patuh menjaga orang yang dia cintai. Bahkan jika kulit dan dagingnya dirobek terbuka dan tulang-

tulangnya diremukkan. Dia masih akan berdiri dengan keras kepala di depan orang itu dan tidak pergi.

Orang mengatakan bahwa bersikap berani itu baik.

Sebenarnya, itu buruk, itu bodoh.

Lelaki bodoh ini berbaring di dekat jendela, bulu bergetar. Tiba-tiba, dia melihat sosok

matanya yang dikenalnya berdiri di bawah pohon prem.

Chu Wanning tidak pergi memeriksa sekitar. Itu hanya alasan.

Dia sedang berdiri di bawah pohon bunga,

jaraknya terlalu jauh. Angin dan salju terlalu cepat, dan Mo Ran tidak bisa melihat wajahnya, hanya bisa melihat bayangannya yang kabur. Berdiri sendirian di tengah salju yang menutupi langit, tidak bergerak.

💜
Apa yang sedang dia pikirkan?

Apakah dia kedinginan?

Dia...

"Shizun."

Chu Wanning, yang tenggelam dalam pikirannya di tengah salju, berbalik dan melihat pemuda berpakaian hitam di belakangnya membawa selimut, entah kapan dia datang.

Chu Wanning terkejut, dan langsung berkata, "Bagaimana kau keluar seperti ini? Apa yang kau lakukan di sini? Ayo cepat kembali-"

"Pergilah!" Kata ini belum sempat dikatakannya, dan kehangatan telah membungkusnya.

Mo Ran mengangkat selimut dengan lembut, dan kegelapan yang gulita, kehangatan yang luar biasa, mengurung Chu Wanning di bawah selimut.

Keduanya berdiri di bawah pohon prem tua, dibungkus selimut katun tebal yang sudah lama tidak digunakan. Tidak peduli betapa bau apak, mereka akan selalu saling menemukan kehangatan dalam selimut tebal mereka. Tidak peduli seberapa deras salju di luar dan seberapa kencang angin bertiup, itu tidak ada hubungannya dengan mereka.

Mo Ran memeluknya di tempat yang hangat dan gelap ini. "Kau bahkan tidak memikirkannya. Meskipun aku tidak ingat hal-hal yang dikatakan Shizun, tapi..."

Dia berhenti, pertama-tama mencium dahi Chu Wanning, lalu berbisik, "Tapi jika aku dibiarkan kembali dan mengalaminya lagi, aku akan tetap melakukannya."

"Juga." Di bawah selimut, dia meraih tangan

dingin Chu Wanning, "Shizun tidak perlu merasa sedih. Bahkan, aku pikir apa yang dikatakan Shi Mei benar. Bunga delapan kebencian dan kepahitan panjang hanya menguasai jantungku. Pikiran-pikiran itu, pikiran-pikiran yang tidak dapat dilihat di bawah cahaya, akan mendorong untuk mencapainya."

Sepuluh jari saling bertaut.

Mo Ran menekankan dahi mereka, "Aku sudah memiliki banyak kebencian di hatiku, tapi tidak bisa melampiaskannya ketika aku masih kacil. Aku sudah berpikir untuk mendominasi dunia. Sungguh konyol mengatakannya. Ketika berusia

lima atau enam tahun, aku bersembunyi di sebuah rumah yang hancur, membayangkan bahwa suatu hari aku akan dapat memanggil angin dan hujan, untuk menyebarkan kacang menjadi tentara. Ini adalah pikiranku sendiri,

tidak ada yang memaksakannya padaku." Dia membelai wajah Chu Wanning, "Jadi, jika

orang yang ditanami kutukan adalah Shizun,

kau mungkin tidak menjadi tiran yang tidak

termaafkan seperti aku. Kau tidak akan digunakan, dan tidak akan diadili di Paviliun Tianyin." Dia tersenyum, mencium rambut Chu Wanning dalam-dalam dan mengusap dahinya untuk menghiburnya. "Kau tidak digantikan olehku. Jangan terlalu banyak berpikir. Kembali ke kamar dan tidur."

Tempat tidurnya sangat sempit, dan Mo Ran memeluknya.

Momen yang datang, akan selalu semakin dekat. Mustahil untuk melarikan diri.

Kesadaran Mo Ran semakin kabur dan hancur. Rasa sakit di jantungnya bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Kembalinya cahaya tidak akan bertahan lama, sama seperti aniang ketika meninggal. Dia tahu bahwa waktunya hampir habis.

Bulu matanya yang tebal terkulai, dan api di perapian sudah agak redup sekarang. Cahaya kuning pudar bersinar lembut di wajahnya yang muda dan tampan.

💜
Lelaki bodoh ini bisa melihat kepedihan di mata Chu Wanning, jadi memaksakan senyum dan

bertanya, "Apakah terlihat bagus?"

Chu Wanning tertegun, "Apa?"

"Bekas luka. Seorang lelaki seharusnya memiliki beberapa bekas luka lagi."

Chu Wanning terdiam beberapa saat, lalu mengangkat tangan dan menampar wajahnya, tidak keras, tapi dengan lembut. Terlalu ringan sehingga seperti menyentuh.

Setelah beberapa saat, dia sepertinya tidak mampu bertahan lagi. Membenamkan diri dalam kehangatan dada Mo Ran, membisu, tapi bahunya sedikit gemetar.

Dia tahu benar.

Chu Wanning tahu.

Mo Ran membeku sejenak, lalu memeluknya dan mencium kening dan rambutnya.

"Sangat jelek." Setelah selamat dari malapetaka, Mo Ran jauh lebih hangat daripada seumur hidupnya. Dia menghela napas lembut, "Apakah sangat jelek sampai membuat Wanning menangis?"

Tidak masalah jika dia menemukan Shizun.

Atau menggantinya dengan Wanning.

Chu Wanning memeluk tubuh lelaki yang panas dan hidup di bawah selimut. Dia selalu tidak suka dan malu untuk mengekspresikan emosi yang kuat di hatinya. Tetapi pada saat ini, dia merasa bahwa kekakuan dan rasa malunya menggelikan dan konyol.

Jadi dalam pelukan di tempat tidur yang sempit ini, di tengah empat dinding gubuk kosong ini, di

malam panjang berangin dan bersalju ini. Chu Wanning berbisik lembut, "Bagaimana bisa jelek? Kau memiliki bekas luka atau tidak,

semua terlihat bagus."

Mo Ran tertegun.

Dia belum pernah mendengar Chu Wanning mengekspresikan dirinya dengan terus terang. Bahkan pada hari pengakuan di bawah bulan waktu itu.

Hanya ada cahaya terakhir dari api di ruangan

ini. Sangat hening dan lembut.

Kedamaian dan kelembutan yang datang terlambat.

"Dalam hidupku, aku menyukaimu sepanjang hidupku. Aku bersedia bersamamu. Di masa depan, aku juga bersedia."

Mo Ran tidak bisa melihat wajahnya, tapi bisa membayangkan seperti apa Chu Wanning saat ini.

Matanya mungkin merah, bahkan ujung telinganya juga merah.

"Begitu aku tahu bahwa kau dikutuk, aku tidak bisa menunjukkannya, hanya bisa

membencimu... Sekarang akhirnya aku bisa

menebusnya untukmu." Pipi Chu Wanning terbakar dan matanya basah. "Aku menyukaimu, bersedia untuk menderita bersamamu, bersedia mati untukmu, dan

bersedia menyerah padamu."

Mendengar dia bersedia menyerah padanya, hati Mo Ran serasa terbakar amukan api, dan seluruh tubuhnya bergetar.

Dia tersentuh sekaligus sedih, sakit sekaligus iba.

Dia hampir seluruhnya. "Shizun..."

Chu Wanning mengangkat tangan untuk menghentikannya, "Dengarkan aku sampai selesai."

Tetapi setelah menunggu sebentar, Chu Wanning masih orang yang tidak bisa mengucapkan kata- kata cinta. Dia telah banyak memikirkannya, tetapi merasa itu tidak pantas. Berapa banyak pun yang dia pikirkan, dia merasa itu tidak cukup.

💜
Untuk sesaat, Chu Wanning benar-benar ingin mengatakan, "Aku minta maaf karena kau telah diperlakukan salah, dan harus menanggung terlalu banyak beban."

Dia ingin mengatakan, "Dalam kehidupanku sebelumnya, bahkan sebelum aku pergi, aku masih tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Aku merindukanmu."

Dia juga ingin mengatakan, "Tahun itu di Paviliun Teratai Merah, terima kasih telah bersedia melindungiku."

Dia bahkan tidak memedulikan martabat lagi. Dia ingin menangis bersama Mo Ran, ingin memeluk tubuhnya yang masih hangat dan berkata, "Tolong, jangan pergi. Aku mohon, jangan pergi."

Tetapi tenggorokannya tercekat dan hatinya pahit.

Pada akhirnya, Chu Wanning menundukkan kepala dan mencium bekas luka di dada Mo Ran. Bulu matanya berkedip dan berbisik serak.

"Mo Ran, tidak peduli apapun yang terjadi dulu, aku akan selalu bersamamu di masa depan." Rasa malu membakar darahnya.

Tapi kata-katanya serius.

"Sebagai orang yang pernah menjadi milik Taxian Jun dalam kehidupan lalu, dan juga sebagai milik Mo Zongshi."

Itu terlalu panas.

Mo Ran hanya merasakan api dunia dalam pelukannya sekali lagi menyala. Kembang api ada di depan matanya, semua rasa sakit dan duka menghilang pada saat ini.

"Untuk dua masa hidup, itu milikmu."

"Tidak ada penyesalan."

Mo Ran memejamkan mata, itu basah.

Dia akhirnya mencium bibir Chu Wanning dan

menghela napas, "... Shizun... terima kasih." Di luar, salju turun semakin deras, dan malam kian gelap.

Mereka tidur saling berpelukan, dan keduanya berpikir, ternyata inilah sisa hidup mereka.

Mo Ran tahu bahwa pakaiannya basah oleh air

mata, tetapi dia tidak berbicara. Sejak masih

kecil, dia berharap akan ada banyak kegembiraan selama sisa hidupnya. Saat ini, dia seharusnya bahagia. Dia memeluk Chu Wanning dan berkata, "Tidur,

Wanning. Tidur, aku memelukmu. Kau takut

dingin, aku akan menghangatkanmu."

"Tunggu aku, kita akan kembali ke Puncak

SiSheng bersama-sama. Aku ingin meminta maaf pada Paman dan Bibi. Aku ingin bertengkar dengan Xue Meng lagi... Kita masih memiliki banyak hal yang harus dilakukan..."

Mo Ran membekukan rambut Chu Wanning dan

berbicara dengan lembut.

Tenggorokannya dipenuhi dengan rasa manis darah, dan napasnya semakin lambat.

Namun, dia terus tersenyum. Pada saat ini, ekspresinya sangat tenang. "Shizun, aku akan memegang payung untukmu seumur hidup."

Dalam pelukannya, Chu Wanning terisak.

"Xia Shidi..." Dia menggodanya lagi, meskipun

sudah kehilangan kata-kata, dia masih

menggodanya, "Shige... akan menceritakan sebuah kisah padamu. Aku akan menceritakan sebuah kisah padamu setiap malam. Jangan membenci Shige karena terlalu banyak bicara. Yang dia tahu hanya bercerita tentang sapi makan rumput..."

Akhirnya, Mo Ran mengangkat mata dan memandang lapisan salju yang menutupi ambang jendela.

Langit dan bumi sangat luas dan putih bersih. "Wanning." Dia memeluknya, detak jantungnya bergema di telinga Chu Wanning. Dia berbisik, "Aku selalu mencintaimu."

Dia perlahan menutup mata. Lesung pipitnya dalam dan bola matanya memutih.

💜
Detak jantungnya kian memelan dan melambat.

Tiba-tiba, dahan pohon prem di luar jendela yang tertutup salju tidak mampu menahan berat, dan patah. Gerakan mendadak menciptakan bola-bola salju yang jatuh bersama ranting-ranting pohon. Menimbulkan suara berderak.

Setelah kebisingan itu, Chu Wanning tetap berbaring, tapi tidak bisa lagi mendengar suara detak jantung.

Dia menunggu sesaat, menunggu sesaat, menunggu sesaat, menunggu untuk waktu yang lama.

Tidak ada lagi suara.

Tidak ada suara.... Tidak ada.

Itu adalah kesunyian mengerikan yang membekukan tulang.

Itu adalah keheningan mengerikan yang akan menyebabkan seseorang putus asa seumur hidup.

Berakhir.

Berhenti.

Beristirahat.

Rumah itu mati dan sunyi. senyap.

Untuk waktu yang sangat lama, Chu Wanning tidak bergerak, masih berbaring di tempat tidur di pelukan Mo Ran. Dia bahkan tidak bangun, tidak mengangkat kepala, juga tidak berbicara.

Murid kecilnya, Mo shixiong-nya, dan Taxian Jun-nya, ingin dia tidur.

Dia mengatakan akan memegang payung untuknya seumur hidup, akan menceritakan kisah, dan akan mencintainya selama sisa hidupnya.

Mo Ran, di luar dingin, salju turun lebat.

Aku akan menghangatkanmu.

Chu Wanning meringkuk di lengannya, sama sekali tidak bergerak, di dadanya, dimana panasnya belum hilang.

Mereka akan berangkat ke rumah besok.

Dia harus beristirahat dengan baik bersama Mo Ran.

Chu Wanning mengulurkan tangan dan melingkarkan di pinggang Mo Ran.

Di malam yang gelap, dia berkata, "Baiklah, aku akan mendengarkanmu, aku akan tidur. Tapi besok, ketika aku memanggilmu, kau harus ingat untuk bangun."

Dia menempel di dadanya, yang tidak lagi naik turun, dan air matanya membasahi pakaian Mo Ran.

"Jangan terus tidur."

Selamat malam, Mo Ran.

Malam ini sangat panjang, tapi aku akan tinggal bersamamu. Semoga kau memiliki mimpi yang indah, api, dan cahaya.

Dan rumah.

.

.

.

#####💜💜💜💜

Continue Reading

You'll Also Like

575K 35.5K 63
(WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!) Ini tentang Amareia Yvette yang kembali ke masa lalu hanya untuk diberi tahu tentang kejanggalan terkait perceraianny...
282K 673 15
hhhh... aaaahuuhhhhhh yahhh terusssshhh eeehhhhhhh... nikhhhh... matthhh sekhaalliiii yyaahhhh aku hampir sampai hhhh... sambil meremas kedua payuda...
135K 12.6K 36
Teman SMA nya yang memiliki wangi feromon buah persik, Arion bertemu dengan Harris dan terus menggangunya hingga ia lulus SMA. Bertahun tahun tak ter...
605K 50.7K 55
|FOLLOW DULU SEBELUM BACA, TITIK!!| Transmigrasi jadi tokoh utama? Sering! Transmigrasi jadi tokoh jahat? Biasa! Transmigrasi jadi tokoh figuran? Bas...