TITIK KOMA [ON GOING]

By ellprachya

2.4K 649 1.7K

"Tolong ajari aku caranya menerima keadaan tanpa membenci kehidupan." -Reynanza Damara More

PROLOG
01. Reynanza Damara
02. Melautkan luka
03. Luka nya
04. Gejolak rasa sakit
05. Penyakit?
06. Kecelakaan ?
07. Perubahan sikap ?
08. Menorehkan luka
09. Tolong berhenti
10. Rayanza Damara
11. Hujan.
12. Mimpi buruk

13. Kerja kelompok

27 10 17
By ellprachya

Tok tok tok!

Pria di atas kasur king size itu menggeliat tak nyaman dalam tidurnya saat suara ketukan pintu yang berisik menganggunya.

Tok tok tok!! Sudah cukup. Reynan sudah muak mendengar suara ketukan pintu yang semakin keras itu. Ia melirik jam dinding menunjukkan pukul 6 pagi.

Berdecak kesal, ia berjalan lunglai untuk membukakan pintu tersebut.
Saat pintu terbuka, nampak lah Ale yang sudah rapih dengan seragamnya sekolahnya.

"Mau ngapain lo?" Ketus Reynan. Yang benar saja! ini masih sangat pagi, dia sudah melihat wajah menyebalkan itu.

"Mancing"

Reynan memutar bola matanya malas, ia meninggalkan Ale begitu saja ke dalam kamarnya. Membiarkan pintu kamar terbuka agar Ale juga dapat masuk.

Ale melempar tubuhnya pada kasur empuk itu. Pandangannya mengedar ke seluruh kamar. Iya, ini bukan kamar Reynan. Melainkan kamar Rayan.

"Lebih rapih dari kamar lo Rey." celetuk Ale tiba-tiba. Benar! kamar yang sudah lama tidak berpenghuni ini justru lebih rapih di banding kamar Reynan yang seharusnya bisa di bersihkan tiap saat oleh pemiliknya.

Reynan mendengar itu. Rasanya ingin sekali mendelik pada Ale. Namun sayang, tenaga dan moodnya juga sedang dalam kondisi tidak baik. Ketika baru bangun tidur seperti ini, hal yang lebih baik ia lakukan adalah melamun.

"Kenapa lo tidur disini?" tanya Ale. Namun masih sama, tidak mendapat respon apapun dari Reynan.

Reynan bangkit dari kursi belajarnya, membuka ransel, dan mengeluarkan sebungkus rokok serta korek api dari dalam sana. Ale yang melihat itu mengerutkan keningnya, "Sejak kapan lo ngerokok?"

Reynan geming. Entahlah, Reynan juga lupa sejak kapan dirinya merokok. Seingatnya, dia hanya iseng saja mencoba. Namun lama-kelamaan dia seperti kecanduan barang itu.

"Mau?" Bukannya menjawab pertanyaan Ale, pria itu justru menawarkan sebatang rokok pada sahabatnya.

"Berhenti merokok Rey, ga bagus buat kesehatan jantung lo." Ale menasihati. Ya, tentu saja Ale khawatir. Pasalnya Reynan 'kan memiliki riwayat sakit pada jantungnya. Namun yang di nasihati seperti menulikan pendengarnya. Ia sudah memantikkan api dan membakar rokok tersebut. Menghisapnya dan menghembuskan asap-nya dengan sengaja di depan wajah Ale.

Reynan sialan!

"Cepat mandi, kita berangkat."

"Gue ga sekolah." ucap Reynan melenggang pergi menuju balkon kamarnya.

"Kenapa?" kini Ale ikut menghampiri pria itu.

Reynan menggeleng kecil, "Males aja"

Ale jengah, inilah kebiasaan buruk Reynan. Pria itu sangat tidak pernah peduli pada pendidikannya. Sekolah semaunya saja!

"Kita bentar lagi ujian, lo udah ketinggalan banyak pelajaran. Lo bisa ga naik kelas Rey!" ujar Ale. Lagi-lagi ia menasihati, seperti orang tua nya Reynan saja!

Reynan geming sementara, entah apa yang ia pikirkan hingga ia berubah pikiran, "Gue mandi dulu."

Ale tersenyum lebar, menepuk pundak sahabatnya itu. "Gue tunggu di bawah!"

.
.
.

Pria dengan raut wajah riang itu menuruni anak tangga sambil bersenandung. Ia mengedarkan pandangannya ke suluruh area rumah besar itu. Di ruang tengah, ada seorang wanita yang sedang duduk sambil meminum teh hangatnya.

Mata Ale memicing dari anak tangga sana. Pasalnya, di rumah ini tidak ada siapapun selain Reynan dan maid disini. Ayah Reynan sedang bertugas ke luar kota. Sedangkan ibunya, sudah tidak tinggal dirumah ini. Lalu siapa wanita yang sudah bertamu sepagi ini?

Ale berjalan mendekat sosok wanita cantik itu. Hingga pada saat dimana wanita itu menoleh ke arahnya..

"Tante?" Ale sedikit terkejut. Ia lalu segera bergegas menghampiri wanita yang berstatus ibu kandung Reynan itu.

"Ale? dimana Reynan?" tanya Ameera.

"Masih mandi Tan," jawab Ale kikuk. sebenernya ini bukan pertemuan pertama kalinya dengan orang tua Reynan, terlebih Ameera. Tapi ntah kenapa saat ini rasanya sedikit lebih canggung dari biasanya.

Ameera mengangguk kecil. "Saya titip ini untuk Reynan ya." wanita itu memberikan sebuah paper bag.

"Siap tante!"

"Kalau gitu saya permisi."

"Iya Tante, hati-hati di jalan,"

Mata Ale menatap punggung Ameera yang semakin jauh itu. Lalu melirik sebuah paper bag pada tangannya.

"ALE YUHU~"

Ale terperanjat kaget. Ia menatap nyalang Reynan yang sedang menuruni anak tangga. Sepertinya mood Reynan sudah kembali baik. Pria itu kembali menjadi seperti semula, berisik, serta raut wajah yang selalu ceria.

"Apa tuh?" ucap Reynan saat sudah berdiri di hadapan Ale. Ia melirik sebuah paper bag di tangan pria itu.

"Dari Bunda lo." ujar Ale sembari memberikan paper bag itu.

"BUNDA?" Reynan terbelalak. Ia membuka paper bag itu dengan rusuh.

Jas?

Untuk apa?

"Sekarang mana Bunda gua?"

"Udah pergi tadi."

Reynan kembali memberikan paper bag itu pada Ale. Lalu berlari kencang ke arah luar untuk mengejar sang Ibu.

Bunda..

Matanya mengedar ke seluruh halaman rumah. Berharap sosok itu masih ada. Namun nihil, sang Ibu sudah kembali pergi meninggalkannya. Ia kecewa, matanya menatap nanar gerbang besar di depannya. Padahal ia sangat merindukan sosok itu.

◉⁠◉

Reynan sejak pagi hanya duduk meringkuk, meletakan kepalanya dengan malas di atas meja sambil menatap lurus ke arah jendela. Dia terus seperti itu saat guru menerangkan, ntah anak itu mendengarkan atau tidak. Guru atau murid lain pun tidak ada yang menegurnya, percuma saja, Reynan akan terus seperti itu.

"Rey"

Dia hanya berdeham, matanya masih fokus menatap luar jendela.

"Kita satu kelompok"

Lagi-lagi Reynan hanya berdeham, membuat orang yang sedari tadi mengajaknya bicara mulai kesal.

Duk! buku paket itu akhirnya mendarat di kepala Reynan. Membuat sang empu menatap nyalang orang yang baru saja memukulnya. Walaupun tidak terlalu keras tetap saja. Dia sangat jengkel.

"Gila lo ya?" ketus Reynan. Ia mengusap sedikit kepalanya. Menatap seorang gadis yang kini berdiri di hadapannya.

"Lagian lu di ajak ngomong hm hm doang! bisu?" jawab Zeara tak kalah sengit.

Reynan menggerling malas, "Terus gue harus apa kalau sekelompok sama lo? cih!"

Cih?! Zeara menatap nyalang Reynan di depannya. Apa maksudnya Cih?!
Tak terpikirkan olehnya jika dia akan mendapatkan tugas kelompok bersama Reynan yang sama sekali tidak pernah peduli pada sekolahnya.

Zeara menarik nafasnya dalam, benar! sepertinya jika berurusan dengan Reynan akan menguras lebih tenaganya.

"Kita ada tugas wawancara."

Reynan mengangkat sebelah alisnya, tentu saja anak itu bingung. Sejak tadi dia tidak mendengarkan penjelasan guru dan tiba-tiba dia mendapatkan tugas seperti ini. Ia melirik sekitar, kelas sudah sepi. Sepertinya bel istirahat sudah berbunyi entah kapan. Dia pun tidak menyadarinya.

"Terus?" tanya Reynan.

Sebelum menjawab, Zeara mendudukan dirinya di kursi depan Reynan, "Kita di kasih waktu seminggu buat selesaiin tugas ini. Kita harus nentuin topik, narasumber, dan buat daftar pertanyaan." jelas Zeara.

Reynan mengangguk paham, tugas seperti ini sangat mudah baginya.

"Kapan kita mulai?"

"Boleh gue minta nomor lo?" pinta Zeara seraya menyerahkan ponselnya.

"Duh maaf banget, ada usus yang harus gue jaga" Reynan mengangkat kedua tangannya. Seolah menolak permintaan gadis itu.

Zeara jengah, ini ternyata kepribadian Reynan? sangat cocok dengan wajah konyolnya.

"Becanda.. sini," Reynan mengambil ponsel itu, kemudian menekan angka dengan memasukan nomornya.

"Dah" ucap Reynan seraya kembali memberikan ponsel itu pada Zeara.

"Makasih, kalau gitu gue permisi." ucap Zeara kemudian hendak berlalu. Namun langkahnya berhenti saat tangan Reynan menarik tangannya.

"Temenin gue makan"

"H-hah?"

"Temenin gue makan! tuli lo?"

"Ga mau!" Zeara menghempaskan tangan Reynan yang masih menggenggam tangannya.

"Gue ngasih nomor itu ga gratis. Lo harus temenin gue makan sebagai gantinya."

Zeara membulatkan matanya. Apa-apaan ini?! hanya perkara nomor ponsel saja dia harus menemani laki-laki itu makan? Lagi pula dia meminta nomor Reynan hanya untuk keperluan tugas kelompok saja. Tidak lebih!

"Gue ga mau ikut ngerjain kalau gitu."

Zeara memijit pelipisnya. Benar yang orang lain bilang mengenai laki-laki di depannya ini. Menghadapi Reynan sangat menguras emosi.

"Oke." jawab Zeara pasrah. Jika saja dia tidak memikirkan nilai, maka dia akan menolaknya. Pasalnya pak Yono memberi tahu jika salah satu orang di kelompok tidak mengerjakan, maka tidak akan mendapatkan nilai.

"Bagus! kalau gitu duduk!"

Zeara menurut ia kembali duduk di hadapan Reynan. Ia menatap Reynan yang sibuk dengan Ranselnya.

"Tada!" Reynan mengeluarkan sebuah kotak makan dari ranselnya. Membuat Zeara menatapnya tidak percaya.

"Lo bawa bekel?" ucap Zeara tidak percaya. Pasalnya, dari tampang Reynan seperti ini sangat tidak mungkin laki-laki dengan tindik di telinga itu membawa bekal ke sekolah.

"Kenapa lo? shock banget kayaknya." Reynan terkekeh melihat raut Zeara yang sejak tadi menatapnya tidak percaya.

"E-enggak biasa aja"

Sandwich?

◉◉

Cklek!

"Oh sayangku~" Bruk! Reynan menjatuhkan dirinya pada kasur empuk itu. Iya, yang ia maksud sayang adalah kasur empuknya. Pria itu memejamkan matanya, mencari kenyamanan disana.

Ting! Tangannya merogoh saku celana, mengambil ponselnya yang berdering.

|0859xxxxxxx
Rey, gue zea. besok bisa kita
mulai cari materi tugasnya?

|Reynanza ganteng
Oke
[read]

Reynan masih menatap layar ponselnya. Namun tiba-tiba notifikasi pesan yang muncul membuatnya langsung terduduk dengan semangat.

|Bunda
Pakai jas itu, datanglah ke
pernikahan saya di tanggal 5.

Reynan geming. Pesan tersebut seolah kembali merenggut rasa bahagianya.
Ia mengambil sebuah paper bag di atas nakas yang tadi pagi di terimanya, lalu mengeluarkan sebuah setelan jas dari dalamnya.

Matanya berkaca-kaca, hatinya seperti tersayat namun senyuman kecil terulas di wajah tegasnya.

Apa ini akhir dari semuanya? dia bahkan belum berusaha untuk memperbaiki keluarga kecilnya itu. Tidak, dia tidak bisa menerima kenyataan ini.

Tok! tok! tok! Reynan menyeka air matanya. Tunggu, sejak kapan dia menangis? Reynan tidak menyadari hal itu. Ia mengatur nafasnya, dan suaranya agar tidak terdengar bergetar.

"Masuk" suruhnya pada orang di balik pintu itu.

Cklek, Wanita berusia 57 tahun itu menatap Reynan dengan penuh kehangatan. Dengan susu dan sepiring nasi goreng di nampan yang ia bawa, wanita itu berjalan mendekat ke arah Reynan.

"Aden, makan dulu yuk." kata Bi inah lembut.

Reynan mengangguk kecil, ia menerima sepiring nasi itu dengan senyuman merekah.

"Wah enak nih!" katanya sembari mencium aroma sedap dari makanan itu. "Makasi ya Bi"

Bi inah mengusap rambut Reynan dengan lembut. Ia tersenyum hangat melihat keceriaan anak itu. Namun kini atensinya menangkap setelan jas di samping Reynan.

"Aden mau pergi?" tanya Bi inah.

Reynan hanya menggeleng, mulutnya masih penuh dengan makanan itu.

"Bunda pasti berharap aden datang, aden harus datang ya?"

Reynan geming. Ia menatap Bi inah dengan tatapan bingung. Namun yang di tatap hanya tersenyum lembut, "Bibi tau, tadi pagi Bunda datang kasih kabar kalau akan menikah tanggal 5 nanti." jawab Bi inah. Seakan mengerti kebingungan Reynan.

Reynan yang mendapat penjelasan itu hanya mengangguk kecil. Ia menghentikan makan nya, lalu menatap Bi inah dengan sendu. Matanya mulai memanas, tenggorokannya sakit seperti tercekat sesuatu. Bi inah yang paham akan keadaan Reynan, ia menarik tubuh anak itu dalam dekapannya. mengusap punggung lebar itu yang sedikit bergetar.

"Biarkan Bunda bahagia dengan pilihannya ya nak."

Reynan menggeleng dalam dekapan itu, Membuat hati Bi inah terhenyak. Ia bisa merasakan luka di hati anak itu. Sejak kecil Reynan kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang kedua orang tuanya. Sekarang, anak itu harus menerima kenyataan yang membuatnya terluka kembali.

Isakan dari mulut Reynan mulai lolos, Ia mulai menumpahkan air matanya bersama luka-luka yang yang sudah meradang di hatinya.

Tidak, Reynan tidak bisa menerima ini.

◉◉

"Ale!!" Reynan berlari ke arah sahabatnya itu dengan raut wajah yang bahagia.

"Buset bahagia bener kayaknya! ada apa?" tanya Ale saat Reynan sudah berdiri di hadapannya dengan nafas tersengal-sengal.

"Lo tau? Gue punya nomor Zea!" ucapnya bersemangat.

"Zea anak baru?" tanya Ale memastikan.

"Iyalah!"

"Lo ngincer dia Rey?"

Reynan yang mendapat pertanyaan seperti itu mengangkat bahunya. Ia juga tidak tahu, mengapa dia sangat senang saat mendapatkan nomor gadis itu.

Ale menggeleng jengah, Reynan ini sering kali jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi pria itu tidak menyadari perasaannya kalau sedang jatuh cinta.

"Lo suka dia?" Ale kembali bertanya, membuat Reynan menghentikan langkahnya. Telunjuknya mengetuk-ngetuk dagu seolah sedang berfikir. Ia menatap seorang gadis yang berdiri jauh di depannya.

"Suka?" Sejujurnya ia tidak begitu menyukai gadis itu. Baginya, Zeara adalah gadis yang selalu mengusik ketenangannya akhir-akhir ini.

"Kayaknya..." Reynan menggantung ucapannya. Matanya terus menatap ke arah gadis yang berdiri jauh darinya dan memperhatikan setiap gerak-gerik yang di lakukan nya Sampai saat dimana, seorang pria menghampiri gadis itu dan memberikannya sebuah bunga.

"Nggak"

Reynan melengos pergi begitu saja meninggalkan Ale yang masih kebingungan.

"Rey tunggu!"
.
.
.

Hari ini sekolah di pulangkan lebih awal, guru-guru akan mengadakan rapat karena SMA Bina Bangsa akan menjadi tuan rumah acara haornas SMA se-jabodetabek.

Reynan kini sedang berada di parkiran sekolah, ia duduk di atas motornya menunggu kedatangan Zeara. Iya, hari ini mereka akan melakukan pencarian materi bersama untuk tugas kelompoknya itu.

"Rey!" itu suara Zeara. Gadis itu berjalan mendekat ke arah Reynan.

"Lama banget lo"

"Eee... maaf ya tadi gue ke toilet dulu"

"Yaudah buru naik." suruh Reynan.

Baru saja Zeara akan naik ke motor besar itu, suara seseorang yang memanggil namanya mengalihkan atensinya.

"Raa!"

"Arya?"

"Mau kemana?" tanya pria yang bernama Arya itu.

"Kita mau kerja kelompok." Jawab Zeara.

"Kenapa? lo mau ikut? sini cengtri" Kali ini Reynan menimpali.

Arya menggeleng canggung, "Gak, lo lanjut deh. Hati-hati ya Ra"

Zeara mengangguk kecil, "Iya."

Tanpa basa-basi, Reynan menyalakan motornya. Di ikuti Zeara yang turut menaiki motor itu.

"Bye-bye Ra!!" Aryan melambaikan tangannya.

Reynan yang melihat dari kaca spionnya itu berdecih pelan di dalam helm full face nya. (panas ya pak?)

Reynan membelah jalanan kota jakarta dengan sepeda motornya. Jalanan kali ini tidak begitu macet karena masih jauh dari jam-jam pulang kerja.

Ia membelokan motornya pada sebuah kafe di pinggir jalan.

"Turun"

Zeara menurut, ia turun dari motor besar itu.

"Kita ngapain kesini?" tanya Zeara.

"Mancing." jawab Reynan singkat, ia kemudian berlalu ke dalam kafe itu meninggalkan Zeara yang sedang merutuki nya dalam hati.

Reynan mengambil tempat duduk di samping jendela. Ini adalah tempat favoritnya di kafe ini.

"Lo kayaknya udah sering kesini ya?" tanya Zeara. Pasalnya beberapa pelayan tadi bertegur sapa dengan Reynan.

Reynan mengangguk angkuh, "Siapa sih yang ga kenal gue."

Tentu saja mendengar itu membuat Zeara menggerling malas. Ia kemudian teringat tujuan utama mereka, "Ayo kita cari materi yang bagus buat tugas kita."

Reynan menyenderkan tubuhnya ke belakang kursi. "Lo ada ide?"

Zeara menggeleng. Ia juga belum memikirkan topik yang menarik untuk menjadi tema tugas wawancara nya itu.

"Aku hamil!"

"Apa maksud kamu? siapa bapaknya?!"

"KAMU LAH!"

"JAGA MULUT KAMU YA!"

PLAK!

Semua orang di kafe itu mengalihkan atensinya ke dua orang yang sedang bercekcok. Termasuk Reynan dan Zeara yang mendengar hal itu.

Zeara begidik ngeri mendengarnya, pasalnya kedua orang itu tengah memakai seragam olahraga sekolah. Yang mana pasti hal tersebut sangat tidak senonoh untuk di lakukan anak sekolah.

"Aha! gue punya edi!" Reynan menjentikan jarinya. Zeara yang kebingungan mengangkat satu alisnya.

"Ide!" koreksi Zeara.

"Gimana kalau temanya, "Evaluasi program pendidikan seksualitas pada remaja dalam pencegahan kehamilan usia dini dan penyakit menular seksual!!"" ujar Reynan semangat. Yap! tentu saja Reynan mendapatkan ide tersebut saat mendengar hal tadi.

Zeara mengaga tidak percaya, "Hah?"
Reynan mendapatkan ide secepat itu?

"Gimana? setuju?" tanya Reynan.

"Eee.. o-oke.."

◉⁠◉

Titik Koma
01-04-24.

Jeng jeng jeng!!! up lagi yeyeyy

Terimakasih sudah membaca! jangan lupa vote dan komen ya <3

Continue Reading

You'll Also Like

Amerta By Re

Teen Fiction

248 97 9
Pernah mendengar kata Amerta? Amerta menurut KBBI adalah Abadi. Di dunia ini, tak ada yang abadi kecuali Tuhan. Tapi menurut orang-orang yang dekat d...
285K 17.2K 25
Update setiap hari Fantasy || Romance || Young Adult Grishold tempat di mana mimpi buruk hidup dan bernapas. Rosemary Roe baru saja jatuh lebih rend...
1.3K 896 8
Pertemanan antara laki-laki dan perempuan tanpa melibatkan perasaan sepertinya mustahil. Mungkin salah satu dari mereka kalah akan pertahanannya sela...