Jika Aku Ingin Mengubah Judul, Aku Bisa Mengubahnya. Plin Plan!
Dalam sekejap mata, para kultivator bertopeng hitam itu serentak menukik turun dari awan, seolah burung-burung camar yang mengincar makanan menyerbu kelompok yang terluka parah di bawah.
Mo Ran sudah menyadari apa yang sedang terjadi. Sebagai Kaisar Taxian Jun dalam kehidupan sebelumnya, aura bahwa orang- orang ini di bawah kendali Formasi Catur Zhenlong terlalu jelas. Bidak-bidak catur ini sangat indah, sempurna, kuat, dan benar-benar berbeda dari bidak-bidak setengah matang yang dibuat Xu Shuanglin.
Tidak mungkin melawan mereka.
Mo Ran tersentak, berbalik dan berteriak pada mereka yang belum pernah mengalami kekuatan sebenarnya dari Formasi Catur Zhenlong, "LARI!!!"
Dia memegang erat pergelangan tangan Chu Wanning dan menarik Jiang Xi yang berlutut di tanah. Dia mendorong semua orang di sepanjang jalan, pupil matanya menyusut cepat.
"Lari! Keluar dari sini! Tinggalkan Teras Pemanggil Jiwa! Jangan tinggal! Jangan bertarung! Kita tidak bisa mengalahkan mereka!"
Dia tidak perlu mengatakannya lagi. Ketika bidak catur pertama mendarat di tanah dan mengayunkan pedangnya, semua orang sudah menyadari kekuatannya yang mengerikan. Semua bergegas menuju koridor.
Di bagian depan adalah pemilik Villa Bunga Persik yang pemalu, Ma Yun. Dia adalah orang pertama yang mencapai pintu batu terowongan sebelum berhenti mendadak. Dan satu demi satu, orang-orang di belakangnya semua ikut berhenti, saling menabrak. Beberapa dari
mereka berteriak marah, "Ada apa? Kenapa berhenti?!"
Suara Ma Yun datang dari depan terowongan
yang gelap gulita, dengan nada horor yang jelas dan suara hampir tercekik.
"Itu... sudah ditutup..."
"Apa yang ditutup?"
"Ketika Hua Binan melarikan diri, dia menutup pintu batu..." Ma Yun berkata. Kakinya lemas dan dia jatuh berlutut, wajahnya dipenuhi air mata. "Ini adalah pintu batu Jiaoshan, begitu tertutup... tanpa darah keluarga Nangong, itu... itu pasti tidak bisa dibuka."
Seseorang berkata dengan cemas, "Meskipun Nangong Si tidak di sini lagi, masih ada Nangong
Liu! Bukankah ayahnya yang telah dijadikan bidak catur masih di gunung? Di mana dia?"
"Di aula depan, aku pikir dia tidak berguna dan tidak membawanya..."
Keputusasaan mengisi seluruh terowongan, dan aura gelap meresap ke tulang tengkorak mereka.
"Apa yang harus kita lakukan?" "Bertempur mati-matian?"
Di luar terowongan masih ada orang yang tidak tahu apa yang terjadi, sehingga lebih banyak orang yang tidak bisa masuk. Tidak ada pilihan bagi mereka selain tetap berada di depan terowongan dan bertarung melawan bidak- bidak catur misterius yang turun dari langit.
Dalam kegelapan, Huang Xiaoyue tiba-tiba berteriak, "Biarkan aku lewat! Aku bisa membuka pintu ini!" Dia mendorong mereka dengan sekuat tenaga, seperti ikan melalui kerumunan sesak, berjalan menuju ke pintu batu.
Ma Yun mengangkat wajahnya yang berlinang air mata dan berkata bingung, "Huang Daozhang?"
"Minggir, biar aku yang melakukannya!"
"Tapi kau bermarga Huang, kau tidak memiliki
nama keluarga Nangong..." Huang Xiaoyue mengabaikannya. Seperti pisau emas menerjang ke arah Ma Yun. Dia melambaikan lengan bajunya yang lebar, untunglah dia masih memiliki sedikit darah Nangong Si. Dia telah menyimpannya diam- diam untuk menyelinap ke ruang harta karun.
Dia bahkan mengucapkan mantra pada darah untuk mencegahnya mengering.
Namun mantra itu tidak akan bertahan lama. Pada saat ini, dia senang bahwa semua kejutan ini terjadi dalam sekejap. Dia berharap darah itu masih berguna.
Huang Xiaoyue menggunakan tangan tuanya yang kurus untuk menekan batu yang patah. Suara naga terdengar dari terowongan, "Siapa kau?"
Jantungnya berdebar kencang.
Huang Xiaoyue berkata, "Generasi Sekte Rufeng... generasi ketujuh keturunan darah Nangong, memberi hormat."
Naga terdiam sejenak.
Naga berkata dengan suara serak, "Wang Li... memberi salam... Tuan..."
Bumm -
Ketika pintu terbuka, Huang Xiaoyue adalah yang pertama keluar terowongan diikuti murid- murid Aula Jiangdong satu per satu. Ma Yun dengan cepat berdiri dan berkata, "Tunggu aku! Aku akan keluar, aku akan keluar, aku akan-"
Sebuah pedang ditempatkan di dadanya.
Wajah Ma Yun membeku dan mengangkat kepala dengan heran, "Huang Daozhang, apa yang kau lakukan?"
Huang Xiaoyue mencibir, "Ketika aku terkena Cacing Pemakan Jiwa sebelumnya, aku dan kau sudah ada di pihak yang berlawanan. Jika aku membiarkanmu keluar saat ini, aku takut pada saat perang mereda nanti, orang-orang yang ingin membuat perhitungan denganku akan seperti semut. Aku sudah tua dan tidak akan sanggup menghadapinya."
Ma Yun berkata panik, "Tidak, tidak, tidak! Apa yang kau coba lakukan! Jangan main-main! Kita bisa membicarakannya! Aduh, kebencian macam apa yang kau cari? Kita semua akan melakukan bisnis di sini. Huang Daozhang, cepat biarkan kami keluar. Mulai sekarang, semua barang dari Villa Bunga Persik akan dijual dengan setengah harga pada sektemu - tidak, setengah dari setengah harga!"
Wajah tua Huang Xiaoyue yang seperti kayu mati menunjukkan kedengkian. Dia menertawakan, "Setengah harga? Setelah mendapat harta karun Sekte Rufeng, bagaimana kekayaan dunia masih menarik mataku? Hanya Villa Bunga Persik bukan apa-apa!" Ketika berbicara, dengan kejam dia mendorong Ma Yun. Ma Yun jatuh ke tanah, bersama dengan banyak orang yang berjubal di belakangnya, bergelimpangan.
Saat mereka berjuang untuk bangun, adegan terakhir yang mereka lihat adalah Huang Xiaoyue dan orang-orang Aula Jiangdong berdiri di luar pintu. Huang Xiaoyue telah menarik
pelatuk untuk menutup pintu batu. Keserakahan, ketamakan, dan kelicikan, terpancar di wajahnya...
Kelompok orang-orang Aula Jiangdong di belakangnya bahkan bertindak seolah-olah mereka telah mencapai tujuan mereka. Beberapa bahkan bicara blak-blakan, "Itu benar, aku membiarkan kau memandangku rendah selama ini."
"Daozhang kami jelas tidak memiliki kesalahan, namun telah dianiaya sampai sejauh ini. Dia mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan darah yang ditinggalkan Nangong, mengapa dia harus membantumu?"
BUUUMMM!
Pintu batu sekali lagi tertutup rapat. Kali ini, terowongan itu tenggelam dalam
kegelapan tanpa akhir.
Hening bagai mati.
Karena putus asa, seorang kultivator wanita
akhirnya roboh dan mulai menangis. Kesedihannya menular, dan segera, sebagian besar orang merasa patah arang, kehilangan keinginan untuk bertarung dan terjebak di dalam, tidak bisa bergerak maju, juga tidak mau keluar.
"Oh... aku belum mau mati..."
"Guru..."
💜"Ayah, ayo keluar dan bertarung sampai mati. Lebih baik daripada terjebak di sini."
Suara-suara itu tumpang tindih.
Pada saat ini, ada suara yang telah lama terdiam, sedikit bergetar saat membuat keputusan.
Dia berkata, "Aku akan melakukannya."
Ma Yun yang berwajah pucat gemetar dan menoleh. Melihat sinar api menyala. Matanya sedikit melebar dan bertanya heran, "Mo Zongshi?"
Mo Ran memegang kembang api di tangannya, kedip-kedip cahaya menyinari wajahnya yang tampan. Dia berjalan ke depan gerbang batu dan berdiri diam.
"Kau, kau juga punya darah Nangong Si?"
Mo Ran tidak menjawab. Dia tahu bahwa meskipun ada orang-orang yang menghalangi jalan masuk ke terowongan, mereka tidak akan bisa bertahan lama. Bidak-bidak catur itu akan segera masuk.
Sepanjang perjalanan ke gunung, ketika Nangong Si menghadapi bahaya, hatinya sudah sering ingin melakukan ini, tetapi pada akhirnya, dia tidak berhasil melakukannya.
Awalnya dia berpikir bahwa dia diberkati surga, dan kali ini dia akan dapat melarikan diri dari mata semua orang dan melarikan diri dari malapetaka.
Tetapi saat ini, bahaya ada di belakangnya, dia tahu bahwa akhirnya dia tidak punya pilihan lagi. Tidak ada jalan keluar.
"Mo Zongshi...?"
Dia tidak memedulikan Ma Yun, sebaliknya mengeluarkan belati perak dari pinggangnya dan dengan kuat mengiris telapak tangannya. Dalam sekejap, darah mengalir ke seluruh telapak tangannya.
Pada saat ini, Xue Meng dan Xue Zhengyong telah tiba, Chu Wanning juga ada di sana.
Mereka berhenti di belakang Mo Ran, suara Xue Zhengyong dipenuhi kebingungan, "Ran-er, apa yang kau lakukan? Percuma, Jiaoshan hanya akan mendengarkan perintah Keluarga Nangong. Darahmu tidak akan ada gunanya." Mo Ran tidak menoleh ke belakang. Tangannya yang berdarah sedikit gemetar.
Pada akhirnya, dia masih menampar batu yang keras. Terasa dingin dan menusuk. Mo Ran memejamkan mata.
Suara naga iblis yang jauh sekali lagi bergema dalam kegelapan.
"Siapa kau?"
Tenggorokannya bergerak.
Di bawah tatapan kerumunan, di tengah keheningan yang sangat menyesakkan, Mo Ran perlahan menjawab...
"Sekte Rufeng... generasi ketujuh keturunan
darah keluarga Nangong." Ekspresi Xue Meng tiba-tiba berubah. Dia terhuyung mundur satu langkah dan menggelengkan kepala. "Apa..."
Wajah Xue Zhengyong bahkan lebih tidak enak dilihat. Mata macan tutulnya memelototi punggung sosok berjubah hitam itu dan bergumam, "Bagaimana ini mungkin...?"
Setiap kata bagai pisau tajam. Meskipun tahu bahwa darah akan mengalir deras, Mo Ran tidak punya pilihan lain. Dia membisikkan bagian terakhir kalimatnya, "Mo Ran, Mo Weiyu, memberi hormat."
Suara Xue Meng terdengar serak dan berteriak dengan mata membelalak, "Tidak mungkin!" Namun akhirnya, pintu tetap terbuka. Meninggalkan suara lirih bagai asap namun
seperti pisau tajam yang menusuk gendang telinga itu.
"Wang Li... memberi salam... Tuan..."
"Ran-er..."
Xue Zhengyong benar-benar kehilangan akal dan tidak mampu berkata-kata. Pikiran Chu Wanning juga berantakan. Dia menangkap Xue Zhengyong tepat pada waktunya dan mengangkat kepala untuk melihat ke depan.
Pintu terbanting, satu inci, dua inci, kembali masuk ke tanah. Cahaya oranye dari Kolam Jiwa Naga di luar menerangi kegelapan. Mo Ran berdiri melawan cahaya. Punggungnya terguncang, garis-garis tubuhnya tampak kabur, hampir seperti ilusi.
💜"Mo Ran! Mo Ran! Bagaimana kau bisa membukanya? Apa maksudmu dengan 'generasi ketujuh keturunan darah keluarga Nangong' Bagaimana ini bisa terjadi?! Bagaimana bisa seperti ini!" Xue Meng tampak agak marah dan meradang, "Bagaimana kau bisa mempunyai hubungan darah dengan keluarga Nangong? Kau jelas-jelas... kau..."
Pada akhirnya, Mo Ran hanya bisa berbisik di tengah goyangan cahaya dan bayangan. "Semuanya, mari kita keluar dulu."
"Mo Ran!" Suara Xue Meng yang serak terdengar letih.
Untuk sesaat, pipi Mo Ran bergerak dan terlihat ingin berbalik dan mengatakan sesuatu. Tetapi akhirnya tidak mengatakan apa-apa. Dia tidak berhenti, tidak lagi ragu-ragu. Saat bergerak maju, cahaya dan bayangan bergerak bersama sosoknya yang tinggi. Perlahan menghilang di ujung koridor.
Setelah dia, orang-orang dari berbagai sekte besar bergegas untuk melarikan diri. Mereka tampak agresif dan tak terhentikan, dan ketika keluar, mereka seperti ikan yang lolos dari jaring.
Di tengah aliran deras orang-orang yang melarikan diri seperti sungai ini, Mo Ran berjalan sendirian. Dia tidak melihat ke belakang, tidak berani melihat ke belakang.
Dia melihat Ye Wangxi masih di aula utama
Kolam Jiwa Naga. Dia menghampiri, mengangkatnya agar bangkit karena masih belum bangun, dan membawanya pergi. Sebenarnya, orang yang melompat ke Kolam Jiwa Naga untuk mengorbankan hidupnya seharusnya bukan Nangong Si, melainkan dia. Meskipun pada saat itu Mo Ran tidak tahu bahwa melakukan hal itu akan memastikan keselamatan Jiaoshan, dia tidak memiliki keyakinan...
Apakah dia benar-benar tahu? Akankah jika dia benar-benar mati bisa menggantikan Nangong Si?
Dia sudah hidup selama dua masa hidup, dia bisa mati untuk menebus dosa-dosanya. Tetapi Nangong Si baru dua puluh tahun, baru menjalani setengah hidupnya, dan dia sudah menjadi debu dan asap, tidak ada yang tersisa.
Secara logis, dia tahu Nangong Si jauh lebih layak hidup di dunia daripada dirinya. Namun, dia tetap masih ingin hidup.
Tiba-tiba, dia mendengar seseorang berteriak di belakangnya, "Monster itu, monster itu mengejar kita!"
"Bagaimana ini mungkin?!"
Mo Ran seketika berbalik.
Pintu batu sudah jatuh lagi ketika orang terakhir keluar dari terowongan. Tidak mungkin bidak- bidak catur itu bisa membukanya, kecuali... kecuali...
Wajahnya memucat.
Kecuali, di antara bidak catur itu, ada seseorang yang juga berdarah keluarga Nangong.
Dalam sepersekian detik, dia kembali teringat celah hitam misterius yang baru saja dilihatnya. Tiba-tiba dia memikirkan teknik terlarang
ketiga, Gerbang Ruang dan Waktu Kehidupan dan Kematian.
Mo Ran hanya merasakan hawa dingin yang kuat merambat dari bagian bawah kakinya, menyebar ke seluruh tubuhnya dalam sekejap. Mungkinkah orang yang keluar sebenarnya -? Tidak, itu tidak mungkin.
Mustahil.
Ini konyol. Bahkan dalam kehidupan sebelumnya, tidak ada yang bisa mencapai tingkat itu... Siapa yang bisa melakukannya?! Pada saat ini, Mei Hanxue mundur ke sisinya,
dan Mo Ran menyerahkan Ye Wangxi kepadanya. Dengan tatapan gila di matanya, dia buru-buru berlari ke arah yang berlawanan dari orang lain.
"Mo Ran!"
"Ran-er!"
💜Di antara kerumunan, Xue Meng dan Xue Zhengyong melihatnya. Mereka berteriak padanya, tapi meskipun tidak peduli yang lain, Mo Ran benar-benar tidak tahu bagaimana menghadapi dua orang itu.
Kertas tidak bisa membungkus api.
Dua masa hidup, semua sama.
Tiba-tiba seseorang meraih lengannya. Mo Ran memutar kepala. "Shizun?!"
Chu Wanning berkata, "Kau tidak bisa pergi. Aku akan menangani orang-orang itu. Karena kau dapat mengaktifkan penghalang Jiaoshan, kau harus tetap bersama dengan yang lain untuk memastikan mereka aman, dan membawa mereka pergi dari tempat ini."
"Cepat pergi!"
Sementara mereka bicara, lelaki berjubah hitam yang memimpin sudah tiba di depan mereka, dengan tenang berjalan keluar dari terowongan. Di belakangnya, satu demi satu kultivator berjubah hitam mengikutinya.
Chu Wanning berkata dengan tegas, "Cepat! Bawa mereka!"
Tidak ada pilihan.
Bahkan jika hati Mo Ran tidak pasti atau tidak yakin, dia hanya bisa mundur bersama semua orang. Xue Meng menolak untuk pergi, dan diseret oleh Xue Zhengyong. Akhirnya, yang tertinggal di Kolam Jiwa Naga hanya Chu Wanning dan para kultivator misterius yang berkumpul semakin banyak.
Kolam Jiwa Naga mendidih, dan cahaya oranye menerangi dinding batu yang dingin.
Chu Wanning berdiri diam, arus listrik Tian Wen terpantul pada sepasang matanya yang setajam bayonet.
Dia menatap lelaki misterius berjubah hitam. Dan lelaki itu, juga menatapnya melalui tabir tebal.
Lelaki itu berdiri diam di sana. Di belakangnya, ada seorang yang tidak bisa mengendalikan emosi, ingin menjadi pelopor jagoan dan berteriak, "Beraninya kau menghalangi jalan
begitu banyak orang sendirian? Sombong sekali! Ayo, biarkan aku mengajarmu!"
Namun, sebelum dia bahkan bisa bergerak sepuluh kaki, tiba-tiba dia dicengkeram oleh lelaki berjubah hitam.
Orang itu berseru, "Yang Mulia?!"
Lelaki berjubah hitam mengabaikannya, bahkan tidak menoleh. Dia masih menatap wajah Chu Wanning, tetapi tangannya bergerak dengan ganas dan dengan suara 'krak', leher lelaki yang
berlagak itu patah, lalu dilempar ke tanah. Ekspresi Chu Wanning sedikit berubah.
Lelaki ini benar-benar membunuh orangnya sendiri?
"Kau pikir kau siapa? Apakah kau kira layak untuk mengajar Chu Zongshi?" Lelaki itu mengejek, berjalan santai mendekati Chu Wanning.
Di belakangnya, tdak ada yang berani bergerak.
Chu Wanning menyeberangi langit dan bertanya, "Siapa kau sebenarnya?"
Mendengar pertanyaannya, lelaki itu berhenti.
Dia berdiri tidak terlalu jauh dari Chu Wanning, dan ada emosi aneh yang tak terlukiskan di matanya. Setelah beberapa saat, dia tertawa kecil, "Setelah bertahun-tahun, aku tidak mengira bahwa kata-kata pertama yang kau ucapkan padaku ketika bertemu lagi akan begitu hambar dan asin."
"... Kapan aku pernah mengenalmu?"
💜"Oh, kau tidak mengenalku? Chu Wanning, kau selalu tidak berperasaan." Lelaki itu bergerak maju lagi, dan kali ini tidak berhenti. Lagipula, Chu Wanning bersikeras dan tidak mungkin mundur.
Karena itu, lelaki itu berjalan menghampirinya. Jaraknya sangat berbahaya dan sangat tiba-tiba. Sebuah cahaya dingin muncul dari tangan Chu Wanning saat dia mengangkat tangan untuk menyerang. Kemampuannya luar biasa dan sangat cepat, tetapi dengan mudah lelaki itu menangkap pergelangan tangannya.
"Sebenarnya, aku sudah mempelajari gerakan ini berkali-kali." Lelaki itu menunduk dan menatap wajah Chu Wanning, memasukkan semua detail di wajahnya ke matanya. Tatapannya hampir bernafsu ketika berkata, "Tapi kau sepertinya sudah lupa."
Ditatap seperti itu, Chu Wanning merasa sekujur tubuhnya merinding.
Dia tidak pernah menjadi orang yang takut pada yang kuat, tapi sorot mata orang ini terlalu rumit dan terlalu menyeramkan, seolah-olah dia menyembunyikan kebenaran dan rahasia yang mengguncang bumi. Siapa... siapa sebenarnya orang ini?!
"Apakah kau ingin aku mengingatkanmu?" Lelaki itu berkata dengan suara berat. Kekuatannya terlalu besar dan Chu Wanning tidak bisa membebaskan diri.
"Pertama kali kau menggunakan gerakan ini adalah ketika aku berumur enam belas tahun. Kau mengajarku cara bertarung jarak dekat, dan kau mengatakan padaku bahwa meskipun serangan ini tampak sederhana, tapi sangat sulit
dipelajari." Chu Wanning tiba-tiba membuka matanya lebar- lebar dan menatapnya dengan tak percaya.
Ada senyum di mata lelaki itu, tetapi juga sorot aneh.
"Kedua kalinya kau menggunakan gerakan ini, adalah ketika kita sedang bertarung, aku lengah dan diserang olehmu. Aku menderita cedera yang sangat berat."
Dia menarik tangan Chu Wanning dan menekan ke dadanya.
Chu Wanning tiba-tiba menyadari bahwa lelaki ini tidak memiliki detak jantung.
Seperti mayat.
"Kau... siapa kau sebenarnya?"
"Jangan tidak sabar." Lelaki itu menyelipkan setiap kata di antara bibir dan giginya, kemudian mendekat ke telinganya. Dia lebih mendekat, hampir menyentuh wajah Chu Wanning.
Dia berbisik di telinganya, "Ketiga kalinya kau menggunakan gerakan ini, adalah di atas tempat tidurku."
"Aku ingin melanjutkan, kau mengatakan sudah cukup, kau menolak untuk patuh." Dia memegang pergelangan tangan Chu Wanning dengan erat, memaksa tangannya turun dari dadanya, membawanya sampai ke tempat yang sangat pribadi.
Chu Wanning tampak bagai disengat ular, ekspresinya seketika berubah, siap bertarung sampai mati dengannya.
Namun lelaki itu tampaknya terbiasa dengan
semua gerakannya dan dengan mudah
melumpuhkannya. Kemudian dia memeluknya dan berbisik polos, "Bagaimana menurutmu, Chu Wanning? Yang Mulia ini seharusnya datang untuk membunuhmu dan menghancurkanmu,
tapi aku tidak berharap bahwa setelah bertahun-tahun, kau telah berubah, aku telah berubah, tapi melihatmu dan mencium bau tubuhmu, aku langsung keras."
"Kau, lepaskan aku!" Chu Wanning tidak pernah berharap bahwa keadaan akan menjadi seperti ini. Wajahnya putih dan merah, merah dan putih. Dia terlihat seperti akan pingsan karena murka, tetapi tidak dapat melepaskan diri dari cengkeraman lelaki itu, tidak peduli seberapa keras dia berusaha.
Dia seperti jaring, seperti sarang laba-laba, menjeratnya, menatapnya.
Di bawah mata orang banyak, dia memeluknya erat-erat, memaksa, menguasai, kejam dan gila.
Sempit dan basah.
"Keras sampai sakit, keras sampai bengkak."
"Aku akan membunuhmu!"
Lelaki itu tampak terhibur, tetapi tiba-tiba tersenyum dan melepaskan tangannya. Niat membunuh Chu Wanning meningkat, bergerak dengan kejam dan sengit. Dia benar-benar akan membunuh lelaki itu dalam sekali hantam. Jubah hitamnya berkibar, dan dia mundur dengan cepat, mengambang seperti layang- layang dan mendarat dengan kuat di permukaan batu hijau.
💜Namun wajahnya tidak luput. Topengnya terbelah dua dan jatuh ke tanah.
Lelaki itu tidak mendongak, wajahnya tersembunyi di balik bayangan tudung.
Dia tetap diam di bawah bayangan sejenak, lalu menghela napas dan berkata, "Emosimu yang selalu berteriak dan temperamental, kau tidak bisa mengubahnya, itu tetap sama. Tapi Chu Wanning, Chu Zongshi..."
Lelaki berjubah hitam itu mengangkat tangan dan angin hitam bergerak dari belakangnya.
Dia meraih angin itu.
Chu Wanning meliriknya sekilas. Itu adalah senjata ilahi yang muncul di pelelangan Paviliun Xuanyuan. Itu juga salah satu dari lima senjata ilahi yang dikumpulkan Xu Shuanglin.
Lelaki itu menggosokkan kedua tangannya sambil berbicara dengan nada lambat dan tidak tergesa-gesa, sangat kejam.
"Apakah kau benar-benar ingin membunuhku?"
Setelah selesai berbicara, dia tiba-tiba mengangkat kepala.
Tudungnya jatuh.
Chu Wanning merasa seolah-olah seember air es dituangkan di atas kepalanya, membuat seluruh tulang di tubuhnya seolah dibenamkan ke dalam es beku dan salju. Otaknya mati rasa.
Di aula yang dingin, lelaki berjubah hitam itu tampan dan pucat. Senyumnya mengandung kejahatan tapi genit, dia adalah lelaki memesona sekaligus momok. Dia menarik bibirnya, mengungkapkan sederet gigi putih.
"Taxian Jun, Mo Ran, Mo Weiyu."
Senjata ilahi tidak kembali ke sarungnya, embun beku menerangi matanya yang hitam keunguan.
Senyum Taxian Jun seperti iblis, seperti harimau serigala.
"Tolong perhatikan aku, Shizun."
#######💜💜💜💜💜