Only You | Chansoo

By Meu_naa

81.6K 7.4K 2.5K

πŸ”žβš οΈ Apa yang akan kamu rubah dimasa lalu jika kamu punya kesempatan..? "Dulu aku menyesali tentang keputusan... More

OY 01
OY 02
0Y 03
OY 04
OY 05
OY 06
OY 07
OY 08
OY 09
OY 10
OY 11
OY 12 πŸ”ž
OY 13
OY 14
OY 15
OY 16
OY 17
OY 18
OY 19 πŸ”ž
OY 20
OY 21
OY 22
OY 23
OY 24
OY 25
OY 26
OY 27
OY 29
OY 30

OY 28

1K 119 134
By Meu_naa

         Dijalan tadi, Carel tidak banyak berbincang, baik dia maupun Bima sering memalingkan wajah, mengusir canggung yang datang selepas keduanya bicara panjang lebar didorm, kemudian memutuskan segera menemui Syden dirumahnya sekalian menjemputnya pulang, sudah cukup Carel menitipkan Syden dirumah orang tuanya, selanjutnya biar dia ambil kembali tangungjawab itu.

Namun yang tidak dia duga, ternyata dirumah mertuanya, telah kedatangan tamu yang awalnya tidak dia harapkan, tapi jika dipikirkan baik baik, mungkin kehadiran Yaka bisa meluruskan permasalahan antara dia dan Bima diluar masalah dirinya.

Selama diperjalanan pula Carel ingin bertindak jadi dewasa untuk menyikapi perbuatannya, sialnya, ketika dia bertatapan dengan Syd dalam waktu lama setelah sekian lama menahan rindu, Carel secara spontan meluruh, dia ingin memeluk Syden, bersikap seolah dia adalah hewan peliharaan yang ingin bermanja pada majikannya, dia ingin menyimpan kepalanya diatas paha Syden, meminta simata belo mengusap tiap helai rambut gondrongnya, lalu Carel bebas menghirup aroma lavender seperti biasa.

(Ngeliatin bapaknya, sebelum nangis minta gendong)

Khayalan yang muncul dari rasa rindunya kian memuncak, andai Molly tidak menangis dan meminta dia gendong, Carel pasti sudah memeluk Syden, serta melepaskan seluruh bebannya.

Pertemuan tak sengaja itu berakhir diruang tengah, Molly ada dalam pelukan Syden, dia ditenangkan dengan susu yang membuatnya tidur lebih cepat, namun tidak akan mudah Syden tidurkan dikamarnya, jadi sementara dia biarkan Molly berada digendongannya.

"Syd, maaf udah bikin lo salah paham."

Syden hela nafas pendek, dia telah mendengar semua penjelasan Carel, mengenai sikap egoisnya belakangan ini, lalu alesan kenapa dia ikut marah saat Syd menuduhnya tanpa bukti.

Sekali lagi Carel hanya tidak ingin terjadi sesuatu pada Bima, bukan karna dia mencintainya atau tuduhan lain terhadapnya, Carel cuma peduli sebab dia teringat Syden yang mengalamin kejadian persis sama, dia tau gimana hancurnya waktu dia sendiri tidak bisa menjaga Syden seperti seharusnya, jika terjadi sesuatu pada Bima, mungkin orang orang yang menghawatirkannya akan mengalami hal serupa, sayangnya kecemasan Carel terlalu dianggap berlebihan, hingga terciptanya tuduhan palsu yang sulit dia jelaskan selain meminta Bima menolongnya.

"Anak yang gue kandung bukan anak Carel, gue sempet berhubungan beberapa kali dengan orang yang gue kenal di club yang sering gue datangi.--"

"Untuk yang satu ini, maafin gue Ka, gue udah terlalu jauh hianatin lu. Tanpa sepengetahuan lu,--"

"Gue tau, lu mungkin sulit percaya, tapi itulah kenyataannya, dia udah jadi partner fwb gue sebelum kita pacaran, gue belum bisa ninggalin kelakuan bejat gue, tapi gue udah berani ngeiyain ajakan lu.--"

Syd tau, Yaka nyaris kehilangan kata katanya, bahkan dari raut wajah tanpa ekspresi itu, Syd bisa menebak begitu jelas, bahwa pemuda disamping kirinya tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, entah melanjutkan kekecewaannya, atau menerima kondisi Bima meski dia tau, luka dihatinya tidak akan sembuh semudah itu.

Sementara Syd, mendengar satu facta saja telah berhasil menenangkan pikirannnya yang semrawut, 2 hari kebelakang dia tidak bisa tidur dengan baik, dia sering bangun tengah malam, melamun didepan jendela kamarnya, memikirkan kemungkinan terburuk sangat menguras kewarasannya, dia tidak ingin berpisah dari Carel, baginya semua pengorbanan yang selama ini dia lakukan harus dibayar mahal, yaitu dengan hidup selamanya bersama Carel, itulah tujuan hidupnya dari awal.

Meskipun banyak sekali cobaan yang beberapa kali siap menghancurkan rumah tangganya, Syden tetap ingin Carel.

"Gue berhenti minum pil yang dikasih nyokap, dan gue gak tau kalau pil itu berfungsi buat neken hormon gue.--"

"Selain itu, gue juga sebenernya bertanya tanya, sejak gue stop minum pil itu, lu hampir gak pernah nyentuh gue, sorry kalau yang satu ini, kedengeran gak sopan, gue gak maksud ngomongin masalah ranjang depan orang lain, tapi bukannya pembahasan ini tetep bakalan berakhir kaya gini.--"

"Ka, lu udah tau kan pil itu buat apa ?--"

"Apa yang lu bicarain sama nyokap ? apa yang nyokap gue bilang ke lu ?--"

"Perjanjian apa yang kalian berdua sepakati ?-"

Yaka tidak menyaut, Bima berdecak pelan, menggertak buat rasa kecewanya sendiri, kayanya dia harus menanggung semuanya sendirian.

"Ok gue paham.--"

"Syden..."

"Gue harap lu puas sama jawaban gue, lu cuma perlu kebenaran itu kan ? sisanya gue gak mau lu cari tau lebih dalam, ini urusan gue, ini perbuatan gue, jadi biar gue yang tanggung.--"

"Sedikitpun gue gak pernah punya niatan jahat. Gue diam, karna gue tau, yang gue katakan, gak akan mengubah apapun. Gue tetep berakhir sendirian.--"

"Gue gak mau ngomong lebih jauh, gue cuma bisa kasih tau kalian sampe ini," Selesai dengan ucapannya, Bima berdiri kaku, sebisa mungkin mengabaikan diamnya dari ketiga orang yang sama sekali tidak merespon.

Rasa kecewanya tidak bisa dia hindari, inikah bentuk pembalasan terhadap sikap buruknya.

"Belum ada yang nyuruh lu pergi." Ucap Syd, susah payah menahan pergerakannya.

"Gue udah selesai."

"Cuma lu yang selesai." Ujar Syd, ekor matanya melirik Yaka yang kebetulan diam diam ikut memperhatikannya, jelasnya dia terlihat sedang berpikir bagaimana cara mengajak Bima bicara berdua.

"Bim, makasih lu udah repot repot datang kesini, dan mau ceritain semua nya ke gue, maaf gue sempet salahin lu,--"

"Setelah ini, gue cuma perlu ngomong sama Carel, iya kan ?--"

Denger namanya disebut, Carel menghela nafas lega, walaupun bakal sulit, karna dia bukan seorang yang jago merayu, tapi gimanapun, mereka harus mengobrol berdua kesekian kalinya.

"Tapi, kayanya lu sama Yaka juga perlu ngobrol berdua.--"

"Ka ?-"

"Tolong, ambil keputusan yang gak akan lu sesali."

Yaka mengangkat kepala, tidak sengaja menubrukan tatapan kecewanya dengan Bima, yang kemudian buru buru dia alihkan kesisi lain, masih banyaknya hal mengganjal dihati Yaka, membuat dia sulit mengambil keputusan bahkan disaat obrolan mereka nyaris usai, Yaka tidak tau apa yang sebenarnya dia inginkan, kenaifannya berujung ketidakpastian terhadap dirinya sendiri, dia kacau, dia hancur, dia berantakan, maka yang diinginkannya adalah tidak menyebarluaskan keegoisan itu pada orang lain, apakah melepaskan Bima yang terbaik, atau justru sebaliknya.

Namun, sesuatu yang selalu tanpa sadar meluluhkan pertahanannya, ditempat yang sama, Syden memberikan tatapan memohon, seolah keinginannya itu adalah sebuah permintaan mutlak, dan entah yang keberapa kali, Yaka akan menghela nafas pendek, menurunkan egonya guna mewujudkan keinginan Syden yang secara terpaksa dia iyakan.

•••••

        Yaka mengantarkan Bima pulang bukan karna dia diperinah, kepekaan terhadap orang lain masih menjadi kebiasaannya, apalagi membiarkan Bima yang sering terlihat melamun membuat dia tidak tega jika menyuruhnya naik taxy sendirian, tapi sengaja menjebak dirinya sendiri bersama Bima diperjalanan yang memakan waktu 30 menit juga menimbulkan keputusan baru, dia menolak mendengarkan perkataan Syden, bukan dia tidak ingin mencoba, tapi memaksakan kehendaknya hanya akan menimbulkan luka baru.

"Kita bicara sebentar Bim ?" Bima menghentikan pergerakan lengannya yang berniat membuka pintu mobil, diwaktu itu pula dia sadar, Yaka sengaja mengunci pintunya, agar Bima tidak melarikan diri.

"Oke.--"

"Lagian gue gak punya tenaga buat teriak minta tolong, atas tuduhan penyekapan"

"Tapi jangan lama lama, gue gak suka ada ditempat sempit."

Yaka berkedip ditengah kegusarannya, rasa kecewa itu muncul bersamaan dengan betapa dia menaruh rasa kasian pada Bima yang akhirnya menanggung beban sendirian.

"Kalau gue minta waktu sebentar lagi, lu gak papa ?"

Mata Bima memicing, dia tau kemana arah obrolan ini, jika tebakannya benar, maka menangisi takdir brengseknya tidak ada gunanya, Bima telah kehilangan segalanya dalam sekejap, menangis cuma buang buang waktu, yang ada menghambat kesembuhan lukanya, toh melepaskan semuanya lewat tangisan yang sama sekali tidak didengar seorangpun tidak akan memberinya kepuasan, Bima pasti kembali kejurang yang sama. Jadi apapun keputusan Yaka, dia terima tanpa menahannya tinggal. "Emangnya kapan gue menyetujui kasih lu kesempatan ?"

"Dari terakhir kali lu tau penghianatan gue, gue udah memutuskan semua hal yang berkaitan sama lu, termasuk ngelupain bahwa kita pernah pacaran. Gue bukan siapa siapa lagi buat lu.--"

"Lu gak perlu khawatir keputusan lu bakal bikin gue sakit hati, gue udah siapin diri jauh jauh hari, dan semuanya bisa dengan mudah gue tebak--"

"Gue mungkin bakalan lakuin hal yang sama kalau gue ada diposisi lu."

"Bukan itu maksud gue." Sela Yaka frustasi, sama seperi Bima yang mudah menebak awal pembicaraannya, Yaka pun sama, dia tau jawaban apa yang akan diberikan lelaki cantik disampingnya itu.

"Gue gak mau menunggu apapun, sesuatu yang tertunda itu cuma bikin gue makin gila, gue harus berpikir kemungkinan terburuk atau terbaik bersamaan, terus gue harus nyiapin jawaban dari keduanya. Kalau ternyata akhirnya buruk, tapi gue gak suka sama keputusan itu, apakah gue bisa meminta kesempaan juga biar lu berpikir lagi ?--"

"Terus, kalau itu berakhir baik, apa gue siap ngeliat anak gue dibenci orang yang terpaksa gue terima jadi ayahnya, padahal laki laki itu sendiri gak pernah siap menjadi ayah.--"

"Menurut gue, keinginan lu buat diberi kesempatan terakhir kalinya cuma kesia siaan tidak berguna. lu gak perlu cape cape ngorbanin waktu lu buat mikirin kehidupan lu sama gue kedepannya. bukannya ini kemauan lu ?--"

"Dari kejadian ini, lu gak perlu repot repot nyari alesan buat ninggalin gue." Tutup Bima tertahan, jika membiarkan dirinya lebih lama, Bima takut dia gagal mempertahankan tangisnya.

"Gue gak tau lu bisa menyimpulkan sejauh itu, tapi gue bener bener pengen lu kasih gue kesempatan buat berpikir, biar gue bisa ambil keputusan yang nggk nyakitin siapapun."

Mendengar ucapan Yaka barusan, Bima semakin kencang menarik narik handle pintu mobil, dia bahkan memukul mukul jendela, siapa tau ada orang yang mendengarnya dari luar, dan Yaka akan melepaskannya, namun melihat betapa sepinya basement malam itu, sangat tidak mungkin ada orang yang kebetulan lewat.

Brugh,

Bima memukul pintu mobil pake tenaga yang dia punya, mungkin itu adalah tenaga terakhirnya hari ini.

"Gak nyakitin siapapun lu bilang. Terus yang lu lakuin sekarang, apa gak nyakitin siapapun ?--" Teriak Bima hilang kesabaran.

"Dari cara lu ngomong aja gue tau, dari awal lu emang gak pernah mau nerima gue.--"

"Sampe kapanpun gue gak akan pernah menang dari orang yang lu cintai, selama kita pacaran, selama kita tinggal bareng, selama kita jalan berdua, gue sadar, lu lakuin semua itu cuma demi wujudin kemauan Syden.--"

"Sampe kapan lu mau jalani misi rahasia itu ?-"

"Sampe gue muak, atau sampe lu puas ?"

"Lu pura pura suka sama gue, biar gue stop gangguin Carel, biar gue berakhir terjebak dihidup lu, biar gue cinta sama lu, iya ?--"

"Terus setelah lu mencapai keinginan lu, lu bakal ninggali gue. Mau sampe kapan lu kaya gini, mau sampe kapan lu bertekad buat hidup demi Syden bahagia."

Yaka tiba tiba tertampar omongannya sendiri, teringat pertemuan dirumah Xenos, dimana pertama kalinya Yaka mengakui sendiri pada Syden, seandainya Bima tetap bersikeras mengganggu rumah tangga Syden, yang kala itu masih dicintainya, maka, Yaka mengorbankan diri menjebak Bima masuk keperangkapnya, tidak peduli siapa yang berakhir mengenaskan, namun taruhan itu tentu ditunggangi perasaannya sendiri, jikalau malah Yaka sendirilah yang terjebak, kapanpun rasa jatuh cintanya datang, dia tak ingin menyesalinya,

Yang Yaka tidak persiapkan adalah penghianatan terhadap pengorbanannya, kemudian menguak jati dirinya,

Lalu, kenapa cuma Yaka yang kian tersudut.

Sementara, Bimalah yang membawa keraguan Yaka kembali muncul.

"Tanpa kita sadari, mungkin kita berdua pernah jatuh cinta diwaktu yang sama, dan lu bisa mengerti seberat apa beban yang gue pikul.--"

"Carel gak pernah hianatin lu, lu yang gak pernah kasih dia paham, lu gak pernah kasih dia kesempatan buat buktiin ke orang tua lu, lu gak pernah lakuin apapun buat dia, lu gak pernah mau berjuang bareng dia, lu terlalu remehin dia, apa lu sadar ?--"

"Inget berita bohong kencan lu sama Ka Teresa ? lu menyetujui ide agensy buat pengalihan isu kencan lu sama Carel, lu bisa tenang karna keluarga lu bebas dari berita miring, tapi disaat bersamaan lu abai sama Carel yang berharap lu nolak perintah itu.--"

"Waktu Carel disuruh skinsip sama Syden buat lindungi hubungan lu, lu justru nyalahin Syden yang gak tau apa apa, dia member paling nurut, diapa apain sama agensy dia gak nolak, dia tau fanbase lu sama Carel lebih gede dari dia, tentunya Syden tau apa yang bakalan dia hadapin.--"

"Apa yang udah lu lakuin buat Carel, apa lu siap kehilangan karir lu demi dia kaya Syden ?--"

"Seandainya dulu lu nolak ide gila agensi, terus mau temenin Carel bujuk bonyok lu, mungkin lu bisa rubah segalanya, lu gak akan kehilangan Carel.--"

"Dan kemungkinan terbaiknya, gue bisa dapetin Syden.--"

"Sayangnya itu semua udah terjadi. Yang paling gue sesali, sampe sekarang sifat lu gak berubah, kesalahan yang tanpa sadar lu perbuat, lu lempar ke orang lain, lu salahin orang orang, cuma biar lu ada diposisi aman.--"

"Persis sekarang, lu mojokin gue, seolah gue yang salah. Padahal gue bener bener berusaha buat terima semua kesalahan lu.--"

"Selama ini, gue lah yang kasih lu kesempatan."

"Bima....--"

"Hari ini, kita juga terluka bareng bareng."

Ada seseorang yang terluka, tapi dia lupa kalau dia pun jadi sumber luka bagi orang lain, namun karna sakitnya tidak hilang, dia ingin semua orang memaklumi segala bentuk pemberontakannya.

Ya orang itu adalah Bima.

•••••

"Gue pernah ngerasain patah hati,"

Carel memandang legam malam dari jendela, cahaya tamaran lampu yang dikelilingi laron kecil buktikan bahwa sebelum jam 10 malam, hujan telah selesai mengguyur Jakarta.

Teh panas digenggamannya berulang kali dia seruput pelan pelan, menikmati tiap tegukan yang hangatkan tenggorokannya.

Diatas kasur Syden duduk bersila, menemani Molly yang sibuk berceloteh, mata bulatnya selalu membesar mirip boneka ketika Syden mengajaknya bercanda, bayi perempuan yang punya rambut tebal itu tidak mau mengerti kalau sekarang kedua orang tuanya perlu bicara, inilah yang bikin Syd males ngebiarin Molly tidur menjelang magrib, biasanya dia bakalan tahan tidak tidur sampe tengah malam. Syden yang terkantuk kantuk gak akan bisa tidur, sekalinya ditinggal merem sebentar, lengan gembul Molly merecokinya, mukul mukul kepala dia, suara rengekan manisnya yang kesal karna ditinggal tidur berubah jadi tawa pas Syd melek lagi.

Dasar bayi.

Masalahnya ini bukan waktu yang tepat  Molly bergadang, Carel sama Syden perlu bicara, cuma nunggu ini bocil tidur takutnya kemaleman, lagi pula mau sampe kapan mereka diem dieman, apa gak canggung nanti pas tidur seranjang, mending kalau dirumah sendiri ada kamar cadangan, disini mau pisah ranjang gak enak, mana Kia udah ngewanti wanti suruh kelarin pembicaraan malam ini juga.

"Seseorang yang gue cintai, memilih buat pergi, dia gak mau nerusin semua masa depan yang pernah kita bangun.-" Lanjut Carel memecah sunyi,

Syden yang mulanya pasang mimik sumringah buat ngajak Molly bercanda, berubah datar, dia pengen telingannya menangkap tiap obrolan Carel yang harapnya menjelaskan semuanya, namun seperti katanya tadi, penjelasan Bima rasanya cukup menjawab pertanyaannya, dan Syd tidak punya alesan buat tetap marah.

Tapi rasa mengganjal yang entah apa meminta penjelasan lebih.

"Saat gue dapat kesempatan jatuh cinta sekali lagi pada orang yang berbeda, gue melarikan diri.--"

"Gue berhenti percaya sama yang namanya cinta, lebih tepatnya gue gak mau lagi percaya orang lain.-"

"Tapi gue tiba tiba punya keberanian cerita sama orang yang paling gue percaya saat itu, gue ceritain semuanya, dan seseorang itu bilang, gue adalah orang bodoh,--"

"Syd, gue orang bodoh yang lu maksud, orang yang takut patah hati, gue takut patah hati kalau gue percaya orang lain--"

"Lu bilang sama gue, kalau gue takut, maka gue bisa percaya sama lu, jadi hari itu, gue bener bener nyimpen kepercayaan sama lu, dan gue yakin, gue gak akan lagi kenal yang namanya patah hati.--"

"Kata lu juga, gue mungkin emang patah hati, tapi hati gue gak hilang, karna gak hilang, dia harus tetap dipake." Ujar Carel menarawang jauh.

Syden berkedip refleks, sadar mata seger Molly berubah sayu, Syden tepok tepok pantatnya, biasanya mampu menyihir Molly biar segera tidur.

Melihat kedua orang yang dicintainya penuhi tiap sudut mata hitam pekatnya, Carel senyum puas, Syden adalah takdirnya, bukan yang lain.

"Jadi Sisa hati gue yang utuh, gue pake buat jatuh cinta sama seseorang yang martabatnya dijaga keluarganya.--"

"Karna dia dijaga sebaik baiknya, gue gak mau ngotorin dia cuma karna nafsu gue. Gue boleh aja berhenti percaya sama orang lain, tapi gue gak mau kehilangan orang yang percaya sama gue." Selepas mengatakan itu, Carel bergerak duduk didepan Syden yang spontan mengangkat kepalanya, menangkap senyum singkat Carel.

"Dan orang yang dipercayakan sama gue itu sekarang adalah teman hidup gue, kebahagiaan gue yang gak mau gue lepas."

"Dulu gue pikir, hidup sama lu gue gak akan lagi patah hati, tapi ternyata gue malah lebih sering patah hati,--"

"Setiap kita berantem, setiap gue harus jauh sama lu, setiap gue harus relain lu pergi, gue patah hati berulang kali, gue takut, dihari esok, lu ternyata bukan lagi buat gue--"

"Karna hari paling menakutkan dihidup gue adalah kehilangan lu."

Apakah patah hati benar benar pembelajaran berharga ?

Seandainya iya, berapa banyak pelajaran yang sudah Carel ambil, tapi berapa pula sakit yang harus dia berikan untuk patah hati itu.

Syden tatap lama wajah lesu Carel, membiarkan manik gelap itu kehilangan cahayanya, lalu jemari gembulnya mengusap lengan besar Carel.

"Rel, sebenarnya berapa stock maaf yang harus gue punya, kalau gue tetap mau bareng lu ?-"

"Kalau lu patah hati berkali kali, terus seberapa banyak gue patah hati, ketakukan gue juga sama-"

"Gue gak mau lu pergi, tapi kenapa disaat gue nahan lu buat tinggal lebih lama, semakin banyak juga kecewa yang gue terima, apa memiliki lu seutuhnya sesulit itu. ?--"

"Kalau akhirnya lu berhenti bertahan, biar gue yang bertahan buat lu, dan lu cukup bertahan buat Molly.--"

"Gue yakin, Molly tau cara bikin lu jatuh cinta lagi sama gue."

Syden selalu punya 2 alesan untuk bertahan, pertama, karna rasa cintanya, kedua, karna rasa cinta Carel terhadapnya,

Hingga rasa sakit itu hanya akan ada pada dirinya.

•••••

Ssgini dulu yah bestie, hehe
Ntar lanjut lagi.

30 Maret 2024

Continue Reading

You'll Also Like

AZURA By Semesta

Fanfiction

218K 10.5K 23
Menceritakan sebuah dua keluarga besar yang berkuasa dan bersatu yang dimana leluhur keluarga tersebut selalu mendapatkan anak laki-laki tanpa mendap...
206K 4.7K 19
Warn: boypussy frontal words 18+ "Mau kuajari caranya masturbasi?"
411K 30.5K 40
Romance story🀍 Ada moment ada cerita GxG
47.5K 6.5K 30
tidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pus...