AURORA

By diosas_diosas

25.6K 1.6K 644

Selamat datang di kisah rumit antara Putera, Dinda dan Renata (Tata) yang akan membawa kita pada kenyataan pa... More

MOOD BOARD
The Atmadja
Bening!
Dark Brown Eyes!
The Thorn Rose
Cinta Pertama
Boomerang
Burn down
Warm Hug
Chaos!
Sexy Brain
One Night Stand πŸ”ž
After Care πŸ”ž
WHAT??
Starting Point
Blooming
First Trial
Poles Apart
Anniversary
Aurora Borealis πŸ”ž
Four Years Later
Overcome The Truth
Keresahan
Cruel Fate
Another Side
Memmories
Flame
Kita Harus Apa?
Blood Debts
Birthday Girl!
Truth Or Drink!
Terbagi Dua
Luka
Renata's Rebel Era
The Cold Man
A Man For Renata
Designted Wound
Putera's Charm
Not Your Side Chick!
Rumor Spreaded
Precious Time
Curahan Hati
Revenge Party
A long night! πŸ”ž
Extinguished Aurora
Broken Heart
Reasons
Begging
Surrounder
The Deal
Bestie
Extra : Pobia
Departing
Explain
Versace On The Floor
Two sides
Extra Part : Toronto!
Extra : California Girl
The Waiting
Anomali πŸ”ž
The Glimpse of Us
Angry
Extra : Don
PUWI
Tukar Cincin
Spoil πŸ”ž
Efforts
Extra : What is Love?
Like I'm Winning
Birthday Tragedy
The World Collapse
Broken
The Judgement Day
First Date πŸ”ž
Extra : Pamer!
Shock after Shock
Apologize
The Engagement
Attention Please!
FiancΓ© & FianceΓ© πŸ”ž
Go-Public!
Wedding Preparation πŸ”ž
Pingit
Rebel
Something Wrong
Heart Attack
Heart to Heart

Lost or Lust? πŸ”ž

452 25 12
By diosas_diosas


Ketukan pintu di sebuah bangunan yang berbentuk poolhouse itu mengusik Tata dari tidurnya. Seingat Tata ini adalah hari minggu dan ini masih pagi. Harusnya setiap weekend Papinya memberikannya izin untuk tidur sampai siang kan? Lagipula, Papi juga kan sedang ada di Kanada bersama anak baru kesayangannya itu! Jadi siapa yang sudah berani menganggu satu-satunya kemewahan yang paling dia suka belakangan ini?

Ketukan itu masih belum juga berhenti dan itu semakin membuat Tata kesal. Dia meraba keberadaan ponselnya, kemudian setelah berhasil menemukan benda pipih itu dia melirik angka pada jam digital di ponselnya.

"Masih jam sembilan!" Ucapnya dengan nada yang agak keras. Samar dia mendengar suara yang sangat familiar.

"Bangun Woy! Udah siang nih bangun anak gadis!" Tidak salah lagi ini adalah suara dari abang satu-satunya yang sangat rese sedunia! Tapi kali ini kenapa suaranya terasa sangat dekat, seperti bukan di depan pintu.

Tok tok tok!

Suara ketukan itu kini terdengar dari kaca yang berada tepat di bagian samping tempat tidurnya dan saat Tata dengan kesal membuka gorden yang menutupi jendela kaca itu, dia sudah siap untuk mengomeli abangnya! Namun yang terdengar setelahnya bukan lah suara omelan melainkan suara teriakan penuh keterkejutan yang berasal dari Tata. Dia sampai mundur beberapa langkah karena menyaksikan apa yang sedang menempel di jendela kamarnya itu! Wajah seorang Jefferson yang menempel lekat pada kaca hingga hidung dan bibirnya terlihat melebar ke mana-mana. Apalagi matanya terus berkedip-kedip menggoda adiknya itu.

Batal sudah niat Tata untuk mengomel! Kini dia tertawa terbahak-bahak karena wajah lucu dari abangnya itu berhasil membuat rasa kesalnya berubah jadi geli yang tak terkira! Mungkin lebih dari tiga puluh detik Tata habiskan dengan menertawai kakaknya itu hingga perutnya keram dan kebelet pipis! Dasar si abang usil!

"Bangooooonnn!!!!" Teriak Jeff saat dilihatnya sang adik yang mulai bisa mengatur nafasnya kembali.

"Iyaaaa ish!" Tata segera bangkit mencari kimono tidurnya dan membuka pintu kamarnya hingga sang abang bisa masuk.

"Kok udah balik?" Tanya Tata

"Ya pergi sama bapak-bapak workaholic agak susah! Kepikiran kerjaan mulu sama kepikiran lo tuh!"

"Ngapain Papi mikirin gw? Tumben banget!"

"Takut anak gadisnya party kalau ditinggal lama-lama!"

"Boro-boro party! Sampe sabtu kemaren gw kerja ya!"

Jeff tertawa melihat adiknya yang terlihat begitu tersiksa karena sekarang semua waktunya kebanyakan diapakai untuk kerja. Padahal dulu setiap sabtu dan minggu pasti saja dipakai untuk party tanpa henti bahkan jarang sekali gadis ini ada di Jakarta.

"Nih, gw ke sini mau ngasih sesajen biar calon tuan Puteri gak ngambek!"

"Waaah apa ini?" Mata Tata melebar melihat beberapa kotak coklat yang dibawa oleh abangnya.

"One of the best chocolate store in the world! Kalo kata Putera sih gitu!" Jeff menirukan gaya bicara Putera yang bahasa inggrisnya sangat mirip dengan native speaker orang America.

"Soma, ya?"

"Loh lo tau juga?"

"Tau lah bang! Ini enak banget coklatnya gila! Kalo di Belgia ada Godiva, di Kanada ada Soma!"

"Seneng dong berarti?"

"Seneng!"

"Jadi gak ngambek kan karena ditinggal nonton konser?"

"Enggak! Siapa yang ngambek?"

"Kok dichat sama Putera katanya jutek? Sama abang juga jutek!"

"Dia ngadu apa sama abang?"

"Gak ngadu, cuma nanya kalau Tata ngambek biasanya dikasih apa?"

"Oh jadi coklat ini sogokan?"

"Enggak loh, ini tuh bentuk sebuah perhatian dari seorang calon suami terhadap calon istrinya!"

"Idih! Abang pagi-pagi bikin asam lambung aku naik aja!" Tata terlihat bergidikan karena kata-kata sok romantis yang abangnya ucapkan. Apalagi ditambah dengan alis sang abang yang naik turun!

"Beneran dari Putera nih?"

"Iya! Gw yang milih-milih, dia yang bayar! Pinter kan gw?"

Tata tertawa, apakah abangnya ini lupa kalau dirinya merupakan CFO dari Adhisusilo group?

"Bikin malu aja! Masa beliin coklat buat adek sendiri pake uang orang lain?"

"Harus latihan dong! Kan bentar lagi tanggung jawab akan beralih dari Papi dan gw ke Putera!"

Senyuman di wajah Tata terlihat memudar bahkan ada cebikan kecil di bibirnya.

"Bener dong? Bentar lagi lo bakal jadi tanggung jawabnya Putera sepenuhnya. Gw dan Papi hanya akan bertugas sebagai penasihat."

"Seneng ya lo bang? Akhirnya beban hidup lo ini bakal ilang?"

Jeff tertawa melihat adiknya mulai terbawa suasana. "Gak usah drama! Gw tau selamanya lo pasti akan terus ngerepotin gw! Ya kan? Gw yakin lo akan tetep telpon gw dengan nada manja lo itu 'abaaaang...' ya kan?"

"Masih boleh kan, tapi?"

"Boleh, tapi jangan banyak-banyak morotin gw nya. Harus lebih banyak morotin suami lo!"

"Kata abang gak boleh minta-minta ke cowok?"

"Loh? Kalo udah jadi suami ya boleh lah! Wajib malah!"

"Tapi bang.." Terdengar suara Tata yang terdengar seperti rengekan.

"Apa?"

"Gimana caranya bang minta-minta ke cowok gitu? Maluuu.. gw gak biasa!"

"Dibiasin! Mulai sekarang coba dibiasain!"

"Gak ah! Aku kan bisa cari uang sendiri!"

"Berapa sih paling uang lo?"

"Keuntungan perusaan lo buat beli satu tas lo juga udah abis!"

"Ish jahat!"

"Suami lo kaya banget Ta, manfaatin lah! Minta tas yang banyak! Lo liat aja kekayaan keluarganya dari garis keturunan Sultan! Dari Sultan pertama samape sekarang yang ke sepuluh hartanya gak abis-abis! Udah bukan tujuh turunan lagi kayanya! Udah sepuluh turunan! Edan kan?" Bisik Jeff dengan wajah menyebalkan.

"Muka lo nyebelin banget bang sumpah kalo lagi matre gitu! Kayak ibu-ibu gosip!" Tata tertawa sambil memukul lengan abangnya itu.

"Udah buruan sana mandi! Terus sarapan bareng sama Papi dan Putera. Papi kayaknya kangen banget sama lo!"

"Halah! Mimpi! Mana? selama pergi Papi gak pernah tuh kirim pesan atau telpon aku!"

"Gengsi bro! Cowok cool emang gitu! Gengsian!"

"Aku gak mau mandi ah! Gini aja sarapannya! Abis sarapan mau tidur lagi!"

"Yakin? Ada calon suami lo loh! Nanti kabur dia ngeliat lo kayak singa gini!"

"Enak aja! Muka aku mandi atau gak mandi tetep cantik, ya!"

Tata tidak sedang berkhayal, kulitnya memang sangat cantik. Putih mulus tanpa cela dan noda sedikit pun. Bahkan pori-pori saja seperti tidak nampak di sana. Halus merata seperti kulit bayi! Dan dia harus berterimakasih atas gen dari ibu nya soal ini! Walau tidak memakai riasan apa-apa, dia sudah bisa percaya diri dengan kulit aslinya. Hanya rambutnya saja yang perlu dicepol agar tidak awut-awutan seperti sekarang!

"Udah sana! Gw cuci muka sama kuncir rambut dulu. Nanti gw nyusul!"

"Udah buruan gw tungguin! Biar lo gak lama!"

"Iyaa iyaa!" Disela-disela perjalanannya ke kamar mandi, gadis itu sempat menyomot dulu satu potong coklat yang dari tadi aroma dan bentuknya begitu menggodanya! Dan dari semua coklat yang beraneka ragam bentuk dan warnanya itu, Tata mengambil satu yang berbentuk love dengan warna gold yang menyelimutinya.

***

Setelah selsai sarapan bersama di bangunan utama, Tata bangkit dari tempat duduknya sambil terus membawa sekotak coklat yang tadi diberikan oleh abangnya. Putera yang dari tadi terus memperhatikan gerak gerik Tata, seperti menangkap kalau wajah wanita itu masih terlihat bete. Dia tidak banyak bicara sepanjang sesi sarapan itu, kalau Papinya sudah bisa maklum. Dia tahu kalau anak gadisnya ini pasti ngambek karena tidak dikabari atau diajak menonton konser. Gadis itu bahkan tidak memakan hidangan lezat nan sehat yang disajikan di atas piring-piring porcelain dengan warna dan motif senada itu. Dia hanya fokus dengan sekotak coklat yang tadi diberikan oleh abangnya.

Diam-diam Putera mengikuti gadis itu dari belakang. Mereka berjalan menyusuri pinggir kolam renang yang merupakan jalur dari bangunan utama menuju ke poolhouse yang berada di bagian belakang mansion itu.

"Enak Ta coklat nya?"

"Hmm?" Tata menoleh dan baru menyadari kalau Putera mengikutinya di belakang.

"Coklatnya? Enak?"

Tata hanya mengangguk dan sedikit malas berinteraksi dengan lelaki itu. Alasannya dua, pertama dia masih malu dengan kejadian beberapa minggu lalu di acara Versace dan yang kedua dia malas berbasa-basi! Dia ingin menikmati sisa minggunya dengan rebahan sendirian di kamarnya.

"Masih ada lagi tuh kalo lo kurang."

"Gak! Ini aja cukup!" Pungkasnya dengan singkat, padat dan dingin.

"Hari ini lo mau kemana?"

Mereka berjalan dengan pelan, setapak demi setapak seperti sedang menjengkali kolam renang yang sangat luas itu.

"Gak kemana-mana. Mau tidur."

"Oh.." Putera hanya mengangguk-angguk seperti menimbang sesuatu.

"Kenapa?"

"Ada yang mau gw tunjukin sama lo."

"Penting apa enggak?"

"Penting."

"Apa?" Tata menghentikan langkahnya dan menatap Putera yang sekarang sudah berada di sampingnya.

"Gak bisa ditunjukkin di sini. Kalau lo ada waktu, ayo ikut gw sebentar."

"Kalo gak jelas tujuannya, gw gak mau!"

"It's a surprise, jadi gw gak bisa bilang sekarang." Putera terlihat agak gugup saat mengatakannya.

"Surprise? Gw gak lagi ulangtahun! Dan gw gak suka surprise!" Jawab Tata masih dengan nada jutek.

"Yaaah.. Padahal gw udah siapin ini dari lama dan gw yakin lo pasti bakal suka!"

"Ya coba jawab dulu, surprise nya dalam rangka apa?" Kembali Tata menatap Putera dengan keheranan.

"Sebenarnya ini sebagai permintaan maaf dari gw atas kejadian yang di LA waktu itu."

"Gak usah! Udah lupain aja kalau kejadian itu pernah terjadi! Toh yang inget kan cuma gw doang! Lo gak inget apa-apa kan?"

"Tetep aja Ta, setelah gw pikir-pikir lagi, gw keterlaluan banget sama lo."

Tata masih diam, dia kembali melanjutkan perjalanan menuju ke kamarnya.

"Gini deh!" Putera memberanikan diri menahan lengan gadis yang kini masih mengenakan kimono tidurnya itu. "Lo ikut dulu sama gw. Masalah lo suka apa enggak sama kejutan dari gw atau masalah lo maafin gw apa enggak, itu bisa lo tentuin nanti setelah melihat kejutan dari gw. Gimana?"

"Kalau abis ngeliat kejutan dari lo terus gw malah makin kesel sama lo gimana?"

"Yaa.. gw akan cari cara lain buat minta maaf sama lo. Gak ada ruginya kan buat lo?" Putera menatap Tata dengan tampang memelas.

"Yaudah deh! Tapi gw siap-siap dulu!"

"Ok!"

"Oh iya, pakai baju yang simple aja."

"Hah?"

"Cuma saran aja!" Putera terlihat tersenyum dengan kikuk menanggapi wajah kebingungan Tata.

"Suka-suka gw mau pake baju apa!"

***

Sebuah mobil Rolls Royce berwarna putih milik Tata, berhenti di depan sebuah rumah sederhana yang terlihat begitu asri. Letak rumah itu sangat jauh, hampir ke arah Bogor. Tata saja sudah sangat bete sepanjang perjalanan karena merasa tidak sampai-sampai dari tadi. Dia sampai sudah bosan memakan coklat dan meminum kopi susu kesukaannya yang sengaja Putera sediakan untuknya.

"Ini tempat apa Put?" Tanya gadis yang hari ini mengenakan kaos crop top warna pink muda dengan celana jeans panjang berwarna biru pudar. Sepertinya dia menuruti saran dari Putera untuk memakai pakaian yang simple.

"Coba liat dong signage nama tempatnya." Putera menunjuk ke arah atas, dimana ada sebuah gapura kayu sederhaha tapi aesthetic yang bertuliskan :

"Rumah Singgah Renata"

Tata berpikir sejenak, tentang tempat macam apa ini? Kenepa Putera membawanya kesini? Dan kenapa nama tempatnya bisa sama dengan namanya? Terus, ini rumah singgah apa? Kucing kah? Karena ada gambar cap telapak kaki kucing di sana.

"Ini tempat apa Put? Kok namanya sama kayak nama gw?"

"Itu emang pake nama lo."

"Hah?"

"Iya! Rumah singgah ini punya lo!"

"Rumah singgah apa?"

"Rumah singgah kucing!" Putera mengatakannya dengan semangat.

"Hah? Serius?? Maksud lo ini kejutan buat gw?"

"Belum, ini belum selesai."

"Lo buatin rumah singgah kucing atas nama gw?"

"Iya, sekarang gw jadi dontur tetap buat rumah singgah ini. Isinya kucing-kucing liar yang terlantar, ada yang sakit, ada juga yang kelaperan di jalan. Kasian deh pokoknya kalau ngeliat kucing-kucingnya sebelum direscue di sini."

Tata keluar dari mobil yang pintunya baru saja Dibukakan oleh Putera.

"Rumah singgah ini udah lama berdiri, sekitar lima tahun. Tapi sering kekurangan dana buat merawat kucing-kucing di sini. Gw udah cek semuanya kok, pengurusnya beneran kumpulan para pecinta kucing yang berdedikasi tinggi buat merawat kucing-kucing terlantar. Udah ada izinnya juga."

Tata masih menyimak semua penjelasan dari Putera, dia semakin tidak sabar untuk masuk ke dalam dan melihat kucing-kucing yang Putera ceritakan.

"Waaaah keren banget! Ayo masuk Put! Gw pengen ketemu sama kucing-kucingnya!" Mendadak wajah Tata berubah dari yang tadinya bete dan kesal, kini menjadi sangat sumringah dan tak sabar untuk melihat makhluk-makhluk berbulu nan menggemaskan itu!

"Sebenarnya, ada satu lagi rumah singgah yang akan gw hadiahkan buat lo. Yang satu lagi ini, merupakan rumah singgah untuk anjing. Tapi sorry ya belum bisa kasih tunjuk yang shelter anjing, soalnya belum ready tempatnya. Signage dan cat bangunannya belum selesai, jadi yang kucing dulu aja, ya?"

"Wah! Ada shelter buat anjing juga?" Mata Tata terlihat semakin berbinar-binar! "Heuuuummm mau liat juga!"

"Iya nanti kalau udah jadi kita liat, ya?"

Tata mengangguk-angguk dengan antusias.

"Sekarang ayo masuk dulu! Udah ditunggu sama kucing-kucing di sini!"

"Ayoook!"

Sesampainya di dalam rumah sederhana dengan halaman yang cukup luas itu,  Tata terpesona dengan sekumpulan kucing-kucing lucu yang sedang sibuk bermain dan bermalas-malasan! Ada yang di dalam kandang dan aja juga yang berkeliaran dengan bebas di dalam rumah sederhana yang kini sudah disulap menjadi ramah untuk kucing. Tempatnya bersih dan ada tiga orang yang berjaga di sana. Kucing-kucing itu sangat penurut dan human friendly. Kata penjaganya, akan lebih seru kalau melihat kelakuan para hewan karnivora itu saat tiba jam makan.

Sejenak, Tata lupa dengan segala rasa sedih, kesal, dan semua beban yang sedang dia rasakan. Dia sibuk bermain dan menggendong beberapa kucing di sana. Gadis itu terlihat sangat bahagia dan senyuman tak putus-putus terlihat di bibirnya yang penuh dan merah alami itu. Dia tanpa malu-malu berkomunikasi dengan kucing-kucing itu. Sesekali dia terdengar seolah-olah tengah berkomunikasi dengan kucing-kucing itu. Suaranya juga berubah menjadi sangat imut layaknya sedang berbicara dengan anak kecil.

Putera saja sampai terpesona melihat wajah bahagia Tata. Dia tidak pernah melihat Tata selepas dan sebahagia ini. Bahkan menurut Putera, tingkah perempuan itu tidak kalah menggemaskan dengan makhluk-makhluk berbulu di sana.

"Ta sini sebentar deh!"

"Apa?" Nada suaranya terdengar riang dan senyuman masih full terkembang di bibirnya.

"Lo mau gak adopt satu kucing dari sini?"

"Hah? Emang bisa?"

"Bisa Ta, rumah singgah ini kan punya lo.  Orang lain aja boleh kalau mau adopt, apalagi lo!"

Wajah Tata bukannya terlihat senang malah terlihat sedih. "Gw mau banget! Tapi.. Gak boleh sama Papi pelihara kucing di rumah."

"Kalau dititip di apartemen gw, gimana?"

"Beneran?" Tata dengan mata yang berbinar penuh harap menatap Putera. Tentu saja tidak ada yang akan kuat dengan tatapan penuh rayu dan harapan itu. Putera mengangguk, menyanggupi untuk merawat kucing yang akan diadopsi oleh Tata.

"Emang gak bikin lo repot?"

"Satu kucing aja kan?"

"Iya satu aja, gapapa!"

"Ok, gak repot lah paling kasih makan. Nanti gw sewa orang buat pastiin jadwal makan sama bersihin kandangnya kalau gw lagi sibuk."

"Nanti gw bakal sering dateng kok buat ngasih makan, bawa ke salon, ke dokter hewan sama ajak main!"

"Ok, you free to come to my place whenever you want!" Putera tersenyum penuh arti, karena trick yang dikatakan oleh Rangga terbukti berhasil di Tata.

"Jadi beneran nih ya gw bakal punya kucing?"

"Iya, Ta! Ini semua kucing lo kalau lo mau."

"Mau!!!"

Setelah mengutarakan keinginan mereka untuk membawa salah satu kucing pulang ke rumah, para pengurus di tempat itu menyambut baik keinginan dari sejoli itu.

Tata dan Putera diajak masuk ke ruangan khusus bagi kucing-kucing yang sudah siap diadopsi. Kucing-kucing itu terlihat lebih sehat dan bersih dari kucing-kucing yang tadi di luar bermain bersama mereka. Binar di mata gadis itu terlihat semakin jelas saat dia menemukan satu ekor kucing berwarna putih dan berbulu lebat yang sepertinya masih kecil. Badannya belum terlalu besar tapi dia terlihat begitu lucu, imut, dan bodoh! Tata suka sekali dengan wajah bodoh kucing itu! Dia seperti jatuh cinta pada pandangan yang pertama!

"Boleh liat yang itu gak?" Tanya Tata pada salah satu petugas.

"Oh boleh! Sebentar ya." Dengan telaten si petugas membuka kandang berjeruji besi berwarna pink yang mengurung kucing itu. "Dia masih kecil dan baru di sini. Kita temukan dia di dalam selokan saat masih bayi, sepertinya dia dibuang oleh majikan ibunya."

"Heeuuuuumm kasiannya... Dia gak punya ibu jadinya ya?"

"Iya, dari masih sangat bayi sudah minumnya susu formula untuk kucing. Sampai sebesar ini." Si petugas perempuan yang kira-kira berusia dua puluhan itu memberikan kucing berbulu putih dengan sedikit corak abu itu kepada Tata. Kucing itu begitu penurut dan sesekali dia mengeong dengan suaranya yang sangat imut!

"Put, gw mau yang ini!" Tak perlu waktu lama bagi Tata untuk memutuskan, karena hatinya sudah jatuh sejatuh-jatuhnya pada kucing berwajah inocent itu. Putera hanya mengangguk mengikuti apapun mau Tata.

"Cewek apa cowok ini, mba?" Tanya Tata.

"Jenis kelaminnya laki-laki."

"Waah kamu kok cantik banget sih? padahal cowok!" Tata menatap si kucing dengan tatapan keheranan.

"Kita juga belum kasih nama buat kucing ini."

"Oh ya? Yaudah aku yang kasih nama!"

"Siapa namanya?" Tanya Putera.

Tata terlihat berpikir sejenak, dia mencari-cari daftar nama di dalam otaknya yang cocok untuk kucing lucu itu. Dia butuh nama yang bila mendengarnya saja langsung terdengar gemas! "Gimana kalo namanya Pui?"

"Puwi?" Tanya Putera sambil mengelus kepala kucing itu.

"Iya! Gimana? Lucu gak? Tulisannya P-U-I tapi nyebutnya Pu-wi!"

"Lucu! Cocok sama kucingnya!"

"Iya kan? Cocok sama dia putih berwibawa, jadi namanya Puuu..wiii!"

Putera dan mba-mba petugas shelter itu sampai tertawa. Alasan yang sangat lucu tapi sesuai dengan si kucing yang putih menggemaskan tapi menawan!

"Setelah ini sebaiknya Pui biar saya bawa ke dokter hewan dulu untuk divaksin dan dicek apakah ada penyakit menular yang bisa membahayakan atau tidak. Kalau sudah beres semuanya, nanti saya kabari lagi kapan Pui bisa dijemput."

"Gapapa ya, Ta? Sabar dulu sebentar?"

"Iya gapapa! Yang penting Pui sehat!" Tata masih betah mengelus-elus kucing putih di dalam gendongannya.

"Ok mba, gapapa. Sekalian saya juga mau siapin kamar dulu buat Pui, jadi gapapa dititip ke dokter hewan dulu aja."

"Baik, siap akan saya bawa segera ke dokter hewan."

"Put, gw mau ikut nyiapin kamar Pui!" Bisik Tata.

"Iya.. Iya.. Boleh, nanti kita dekor bareng kamarnya Pui!"

"Asiiiik!" Rasanya hari saat ini Tata benar-benar senang! Sampai dia lupa pada semua beban berat yang dia rasakan. Pui seperti pain killer yang menyembuhkan rasa sakit di hati Tata. Sudah sejak kecil dia ingin sekali pelihara kucing! Tapi Papinya selalu melarang karena alasan kesehatan. Menurut Papi, kucing itu bahaya karena bisa menyebabkan kemandulan bagi seorang wanita. Padahal kalau dirawat dengan benar dan rutin dibawa ke dokter hewan, kucing akan sangat aman untuk dipelihara.

***

Sepanjang jalan pulang menuju ke rumah Tata, sang gadis terlihat sangat gembira! Putera sampai tidak menyangka kalau kucing memiliki efek yang begitu dahsyat bagi mood seorang Renata. Efek pendongkrak kebahagiaan nya berkali-kali lipat lebih efektif dibandingkan coklat.

"Put! Makasih banget ya! Gw seneng banget! Sumpah!"

"Iya Ta, sama-sama! Gw juga seneng ngeliat lo seneng gini." Putera juga jadi full senyum, padahal sebenarnya dia merasa kepalanya sedikit pusing. Mungkin efek dari Jet Lag.

"Terus, kalau udah begini, permintaan maaf gw diterima gak?"

"Iya! Udah gw maafin kok! Tapi jangan diulangin ya?" Tata melirik pria yang sedang menyetir di sebelahnya.

"Iya, maaf banget gw gak sadar malam itu, jadi gw bener-bener khilaf Ta. Kalau sadar, gak mungkin gw berani berbuat begitu sama lo."

"Yaudah gak usah dibahas lagi! Kita ngomongin soal Pui aja!"

"Iya deh yang seneng banget dapet peliharaan baru!"

Tata masih senyum-senyum, dia sama sekali tidak merasakan pipinya pegal karena kebanyak senyum sejak tadi.

"Put, kalau yang shelter anjing, kapan selesainya? Tempatnya di mana? Gw gak sabar pengen main-main juga sama puppy di sana!" Tingkah Tata bagaikan anak kecil yang dijanjikan akan dibelikan mainan oleh orang tuanya pada esok hari. Dia benar-benar tidak sabar!

"Sabar ya, kalau yang anjing deket kok, di daerah Jakarta Timur."

"Kok lo bisa kepikiran sih buat kasih gw shelter hewan?" Tata menatap Putera dengan antusias.

"Ya, abis apa lagi yang seorang Renata gak punya? Mau ngasih tas, takut selera gw jelek. Mau kasih mobil atau yang lain takut lo tersinggung."

"Makasih ya! Makasih banget pokoknya! Gw gak pernah nerima kado yang begini!" Pipi gadis itu bersemu merah.

"Iya Ta! Udah berapa kali coba lo makasih ke gw hari ini?"

"Abis lo bener-bener bikin gw speechless!!"

"Syukur deh kalau lo sesenang itu!"

Ada diam yang lumayan lama di antara mereka setelahnya. Tata terlihat sibuk dengan ponselnya. Dia melihat-lihat lagi foto-foto kucing menggemaskan yang tadi sempat dia abadikan di sana. Apalagi foto dirinya dengan Pui. Berkali-kali dia bertanya pada Putera "Pui lucu banget ya Put?" Dan berkali-kali pula juga Putera mengiyakan pertanyaan yang sudah sangat pasti jawabannya itu.

"Ta, gapapa ya kita langsung pulang?"

"Iya gapapa!" Tak ada yang bisa membuat mood Tata turun hari ini!

"Soalnya kepala gw pusing banget nih. Tadinya gw pikir mau ajak lo makan atau ke kantor temen gw yang punya bisnis design interior, dulu. Sekalian mau konsultasi kamar buat Pui. Tapi kayaknya gw butuh istirahat dulu."

"Kenapa? Kepala lo pusing gimana?" Tata terlihat melepaskan pandangannya dari foto Pui dan menoleh ke arah Putera dengan wajah khawatir.

"Jet Lag deh kayaknya!"

"Oh iya, bener! Lo dari Toronto langsung ke sini, kan udah ngelewatin berapa zona waktu coba? Pantes aja jet lag! Kenapa gak tidur aja sih tadi?"

"Gw udah terlanjur janji sama pihak rumah singgahnya, gak enak kalau dibatalin. Selain itu, gw gak pengen ngeliat lo ngambek lebih lama."

"Enggak, gw gak ngambek! Ngambek kenapa?"

"Karena gw gak bilang-bilang kalo gw ikut Papi nonton konser, mungkin?"

"Enggak ya! Terserah kalian mau ngapain aja. Malah enak di rumah gak ada Papi! Gw bebas!" Si gadis sepertinya benar-benar terlihat senang dengan kebebasannya empat hari kemarin, tanpa Papi, Putera dan juga abangnya. Atau sebenernya gadis ini hanya gengsi untuk mengakui kalau empat hari kemarin sebenarnya dia merasa kehilangan sosok Papi nya di rumah?

"Bebas? Emang ngapain aja selama empat hari ditinggal?"

Tata memberikan lirikan dan senyuman usil kepada Putera. "Rahasia!"

"Dasar bandel!" Putera hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Put, Mau gw aja yang setirin gak?"

"Gak usah, bentar lagi kan nyampe rumah lo."

"Nanti istirahat dulu aja ya di rumah gw?"

Wow! Putera terkejut dengan tawaran penuh rasa perhatian yang Tata berikan! Perubahan yang kucing-kucing itu sebabkan sepertinya begitu dahsyat.

"Memang gapapa?"

"Ya gapapa lah, emang kenapa? Papi pasti kasih izin kok. Dia kan sayang banget sama lo!" Pujian Tata ini lebih terdengar seperti sindiran.

Putera tersenyum geli, rasa cemburu Tata karena perhatian Papinya terkuras oleh Putera, masih ada di hati gadis itu.

"Mau gw pijitin gak tengkuk sama kepalanya?" Tata merasa kasihan melihat Putera yang dari tadi memijat sendiri tengkuk dan pelipisnya sambil menyetir.

"Gak kok, gapapa. Gw cuma harus tidur aja nih. Kan jam tidurnya jadi berantakan."

"Gapapa, sini gw pencet-pencet lehernya biar enakan!"

Putera semakin terkesan dengan perubahan sikap Tata kepadanya. Kalau tadi Tata melihat dirinya saja dengan malas-malasan, sekarang matanya terus berbinar-binar saat menatap dirinya. Sepertinya dia harus banyak bergantung pada Pui kedepannya.

Dengan perlahan Tata memberikan pijatan ringan pada leher dan kepala belakang Putera. Walau dia tidak punya basic seorang therapist tapi karena dia sangat suka creambath, jadi dia tahu bagaimana cara memijat kepala dan bagian-bagian mana yang  kalau di pijat menimbulkan efek nikmat.

"Enak banget Ta!" Puji Putera saat dirasakan urat-urat tegangnya di bagian belakang kepala dan tengkuknya dipijat dengan baik oleh Tata.

"Sakit gak?"

"Sakit dikit kalau kena kuku lo, tapi gapapa. Enak banget!"

Dengan jarak yang sedekat ini, Tata bisa melihat dengan sangat jelas penampilan Putera yang membuat dirinya gemas untuk merapihkan nya! Rambut gondrong yang kini sudah hampir menyentuh bahu, tidak ditata sama sekali! Dia biarkan saja rambut-rambut itu terbentuk dengan alami. Sepintas tampilan urakan nya itu memang membuatnya terlihat lebih manly. Lalu bulu-bulu halus yang sudah terlihat tidak rapih di rahang, dagu dan kumisnya juga! Ingin sekali rasanya Tata merapihkan semuanya!

"Put, sebenarnya gw gemes banget deh sama rambut lo!" Tata menyisir tipis rambut sang lelaki yang tebal dengan jemarinya. Terasa lembut, walau sedikit berminyak karena perjalanan panjang yang lelaki ini tempuh dari Kanada sampai ke sini.

"Gemes kenapa?" Putera tersenyum karena akhirnya Tata bersikap layaknya seorang perempuan yang bersikap posesif terhadap penampilan lelakinya.

"Gw rapihin ya?"

"Rapihin gimana?" 

"Gw keramasin sama gw styling mau gak?"

"Secara gratis?"

"Iyalah, kan lo udah kasih gw kejutan yang manis banget!"

Putera menoleh sebentar ke arah Tata dengan sebuah senyuman yang tak bisa di artikan oleh gadis itu.

"Ta, hubungan antara perempuan dan laki-laki itu gak harus transaksional."

Tata terlihat semakin keheranan "maksudnya?"

"Kalau gw ngasih lo sesuatu, bukan berarti lo harus ngasih gw sesuatu juga." Seperti biasa Putera menjelaskannya dengan pembawaan setenang air. "Gw mau kasih lo hadiah ya karena gw mau kasih aja, bukan karena gw berharap lo bakal ngasih gw sesuatu yang lain."

Tata meragukan argumen itu, apakah di dunia ini ada hubungan yang seperti itu antara laki-laki dan perempuan?

"Enggak kok gw gak bermaksud buat membalas kejutan lo dengan penawaran gw barusan. Gak sebanding juga kan kalau semua yang udah lo lakuin ke gw tadi, cuma gw bales keramasin lo?"

"Tuh kan? Itu namanya lo masih memandang kalau hubungan ini bersifat transaksional."

"Terus gimana dong?" Wajah Tata terlihat benar-benar tidak mengerti dengan konsep hubungan yang Putera maksud. Di titik ini sebenarnya Putera merasa prihatin dengan gadis di sebelahnya itu. Terlihat sekali kalau dia begitu skeptis tentang cinta, dia naif dan gampang sekali dimanfaatkan oleh laki-laki. Mungkin benar, selama ini dia tidak pernah bertemu dengan seseorang laki-laki yang tulus. Semua hadiah, perhatian atau kebaikan yang para lelaki itu berikan pada Tata hanyalah trik agar mereka bisa mendapatkan apa yang sebenarnya mereka inginkan dari gadis ini.

"Jangan pernah membalas apapun yang seorang laki-laki berikan dengan alasan balas budi. Laki-laki itu memang provider, jadi lo gak perlu merasa berhutang apapun. Lo masih inget kan sama penjelasan gw tentang kewajiban seorang suami terhadap istrinya?"

Tata mengangguk bagai seseorang yang terhipnotis dengan kata-kata Putera.

"Itu standardnya! Kebanyakan laki-laki sekarang itu pengecut. Mereka berani ajak seorang perempuan untuk berpacaran hanya untuk mendapatkan hak, layaknya seorang suami. Tapi mereka tidak mau melaksanakan kewajiban selayaknya seorang suami. Kurang ajar banget, kan?"

Tata merasa seperti mendapatkan satu buah pencerahan saat mendengar itu semua. Dan dia semakin merasa bodoh atas semua masalalu yang sudah dia lewati. Putera benar! Semua laki-laki yang pernah ada di hidupnya itu kurang ajar! Mereka hanya memanfaatkan dirinya, mengambil apapun yang mereka mau, lalu pergi. Walaupun selama ini Tata yang lebih banyak meninggalkan para pria itu terlebih dahulu, tapi dia tidak menyadari kalau sebenarnya yang paling rugi adalah dirinya sendiri sebagai seorang perempuan. Baik secara mental ataupun materi.

Melihat Tata yang menjadi diam dan wajahnya berubah muram, Putera jadi bertanya-tanya apakah dia sudah salah berbicara?

"Ta? Are you ok?"

"Hmmm?" Tata seperti terhentak dari lamunannya.

"Kok jadi ngelamun? Omongan gw tadi ada yang salah, ya?"

"Enggak, lo bener kok." Tata tersenyum dengan getir.

"Jangan merasa berhutang ke gw, ya? Kalau semua perhatian lo barusan ke gw adalah sebagai bentuk balas budi, mending jangan lo lakuin. Mau gimanapun, gw ini tetep seorang laki-laki. Gw bisa aja tiba-tiba jadi brengsek dan mengambil kesempatan dari lo."

Tata menelan ludahnya dengan susah payah, dia sedang memberanikan dirinya untuk mengatakan sesuatu yang mungkin akan terdengar aneh bagi Putera.

"Gw.."

"Sebenarnya.. Gw emang pengen kok merapihkan rambut lo. Dari sebelum lo kasih gw kejutan yang tadi, gw udah berniat pengan membuat lo terlihat lebih rapih. Karena menurut gw, lo belakangan ini kayak gak memperdulikan diri lo sendiri. Padahal biasanya kan lo selalu rapih."

Putera tersenyum saat mendengarnya, dia bisa merasakan kejujuran dan ketulusan dari wanita itu.

Tata menunduk, lalu yang diliriknya kembali Putera dengan ragu-ragu.
"Apakah perubahan lo sekarang ini karena lo masih ada di fase patah hati? Atau, apakah karena seseorang yang biasanya memperhatikan lo sekarang udah pergi?"

Senyuman memudar dari bibir Putera. Ternyata rasa patah hatinya masih bisa terbaca walaupun sudah dia coba tutupi rapat-rapat. "Emang gw keliatan acak-acakan banget ya?" Putera mulai kembali tersenyum. Dan hal itu cukup membuat Tata merasa sedikit lega. Dia kira pertanyaannya tadi sedikit menyinggung perasaan Putera.

"Bukannya lo sukanya yang bad boy, agak urakan, gitu?" Senyuman di wajah Putera semakin cerah.

"Emang iya ya? Sok tau ah!" Tata mengelak tapi pipinya memerah.

"Kalau alasan lo adalah gak betah liat gw yang gak rapih, ya udah silahkan lo buat gw jadi terlihat ganteng dan rapih di mata lo."

Tata agak sedikit kecewa karena Putera tidak menjawab pertanyaannya. Padahal dia sudah menyiapkan mental tadi saat hendak menanyakan pertanyaan itu. Tapi, tidak apa-apa. Mungkin Putera belum siap membuka dirinya dan lukanya pada Tata.

"Lo emang udah ganteng kali! Cuma kurang rapih aja belakangan ini." Tolong pelan-pelan dong Tata kalau mau memuji Putera! Lihat itu! Akibat pujian mu itu wajahnya menjadi merah!

"Hah? Lo bilang apa tadi? Gw ganteng?"

Tanpa beban, Tata mengangguk. "Emang lo gak tau kalau selama ini lo ganteng?"

Wah benar-benar nih si Tata! Dia sukses membuat kepala Putera yang tadinya pusing kini tambah pusing! "Gw gak tau kalau lo menganggap gw ganteng, gw kan jauh banget dari cowok-cowok yang masuk tipe lo."

"Emang iya sih, lo gak masuk ke whist list cowok yang pengen gw taklukkan. Tapi, menurut gw, lo tetep ganteng. Dari dulu juga lo emang udah ganteng Put! Eh bukan ganteng tapi tampan! Lo lebih cocok dibilang tampan!" Tata tersenyum dengan bangga karena di berhasil menemukan padanan kata yang cocok dengan Putera. Tampan!

"Stop Ta!"

"Idiih.. Malu-malu ya? Gaya banget! Kayak gak pernah ada yang bilang lo tampan aja sebelumnya!"

"Emang gak ada, biasanya bilangnya ganteng bukan tampan."

"Ah si tampan bisa aja!" Dengan usil Tata mencolek dagu Putera sambil menertawai sikapnya yang salah tingkah.

"Gw bales ya nanti! Awas aja!"

"Emang berani bales centil ke gw?"

"Berani lah! Liat aja nanti!"

"Baiklah mulai sekarang ku panggil kau si tampan dan pemberani!"

Setelahnya keduanya tertawa! Tawanya sangat keras hingga mungkin orang-orang yang sekarang sedang berada di kendaraan-kendaraan disebelah mereka bisa mendengarnya. Kalau sudah begini, rasanya gerakan angka di samping lampu merah yang sedang mereka tunggu untuk berubah menjadi hijau itu, terlihat bergerak lebih cepat dari semestinya.

***

"Welcome to Tata de Salon!" Itu kata yang diucapkan Tata dengan nada ceria sambil membukakan pintu dari sebuah ruangan yang merupakan salon pribadi miliknya. Letaknya ada di dalam poolhousenya, dengan ukuran tidak terlalu besar tapi isinya sangat lengkap.

Interior dari ruangan salon itu didominasi oleh warna putih, ada beberapa sentuhan warna coklat pada beberapa furniturnya. Ada sofa besar dan empuk berjajar di tengah ruangan. Deretan cermin besar, meja panjang yang dihiasi oleh vas kristal berisikan bunga segar dan peralatan salon yang begitu banyak jenisnya! Putera tidak tahu apa saja namanya.

"Ini tempat apaan Ta?"

"Ini namanya salon, Tuan Putera. Selamat datang di Tata De Salon!" Tata bertingkah seperti seorang profesional hair stylist yang sedang menyambut tamu. Kedua telapak tangannya tertelungkup di depan dadanya, sebagai ucapan salam kepada sang tamu.

Putera yang kepalanya masih terasa pusing, hanya bisa tersenyum geli sambil menahan rasa sakit di kepalanya.

"Tuan Putera, silahkan berbaring di tempat tidur itu, ya! kita akan mulai sesi krimbatnya. Kita keramas dulu ya?" Setelahnya adalah beberapa pertanyaan yang Tata tanyakan sebagai seorang profesional hair stylist, shampoo yang ingin digunakan? Conditionernya mau wangi apa? Ada alergi terhadap produk berbahan tertentu atau tidak? Dan masih banyak lagi. Putera hanya menurut dan mengikuti permainan wanita ini. Pria itu kini sudah berbaring pada sejenis tempat tidur yang di bagian kepalanya terdapat tempat khusus untuk keramas. Seperti yang biasa kita lihat di salon-salon kebanyakan. Namun, bedanya yang gadis itu miliki berwarna putih dengan bahan marmer yang terlihat mewah. Kini posisi wajah Putera menengadah ke atas, sedangkan kepalanya sudah berada tepat di atas bowl besar yang terbuat dari marmer itu. Tata berdiri dibelakang ranjang, siap untuk mengeksekusi rambut gondrong si lelaki tampan.

"Tuan Putera, mohon maaf ya saya letakan dulu handuknya di leher dan pundak anda agar tidak terkena air dan basah bajunya." Ujar Tata yang kini posisi wajahnya tepat berada di atas wajah Putera.

"Gapapa mba, kalau basah saya tinggal buka baju aja." Putera menggodanya dengan kerlingan mata.

"Astaga! Tuan Putera tidak boleh lancang seperti itu!" Nada suara Tata masih in character, khas mba-mba salon! Agak genit tapi penuh wibawa.

"Biar Tuan Putera gak bisa genit lagi, saya tutup pakai handuk hangat ya Tuan matanya?"

"Yaah.. Padahal pengen sambil ngeliatin pipi gemes mba therapistnya!" Putera terdengar kecewa.

"Ish genit banget!" Tata dengan agak kerasa meletakkan sebuah handuk hangat tepat di atas mata Putera. Handuk hangat itu sebenarnya selain berfungsi untuk menutup mata para tamu agar tidak kikuk, juga bertujuan untuk membuatnya semakin rileks.

"Saya mulai ya Tuan? Apakah suhu airnya sudah pas?" Tata mencoba menyiramkan air ke kepala Putera secara perlahan.

"Asal mba yang kramasin, pake air es juga saya tahan mba."

"Ooooh.. si tampan dan pemberani mulai beraksi, ya?"

Kembali keduanya mengulang tawa yang sama seperti yang mereka lakukan di lampu merah tadi.

"Mba nya udah cantik pake lucu lagi! Kacau! Betah saya kalau gini, jangankan dikeramasin. Dimandiin juga mau!"

Tata menjambak pelan rambut Putera, itu adalah akibat dari gombalan yang barusan dia dengar.

"Wow! Jambakannya juga enak mba!"

"Terima kasih Tuan, saya memang ahli kalau soal jambak menjambak! Kalau mau lebih keras, bilang aja!"

Putera kali ini tertawa, sepertinya Tata sudah mulai salah tingkah dengan gombalan darinya.

Menit demi menit berlalu, Putera begitu menikmati treatment yang Tata berikan pada bagian kepalanya. Kini sesi keramasnya sudah selesai, rambut Putera sudah mulai di keringkan menggunakan handuk. Sambil mengeringkan rambut itu, Tata memberikan pijatan pada pelipis, kening dan beberapa bagian wajah sang tamu agung.

Mata Putera terpejam merasakan pijatan lembut dari jemari yang sesekali menyisir rambutnya hingga ke kulit kepala. Semerbak wangi shampoo dan conditoner beraroma lavender terasa sangat menenangkan.

"Tangannya lembut banget sih mba, saya jadi betah kalau begini." Putera sampai lupa dengan rasa pusing di kepalanya yang dari tadi menyiksanya. Semua sentuhan Tata pada tubuhnya berhasil mengalihkan semua kinerja syarafnya pasa bagian-bagian yang gadis itu sentuh saja. Seolah-seolah semua bagian yang disentuhnya menjadi sensitif.

"Percuma mas tangan saya lembut gini, tapi gak ada yang menggenggam dengan erat. Nganggur terus tangan saya ini mas!"

Putera jadi merasa tergelitik. Tata selalu jago membuatnya tersenyum salah tingkah.

"Jangan senyum-senyum mas! Saya sampe selalu diledekin sama botol hand cream saya! Ngapain Ta setiap hari rajin pake hand cream? Kayak ada yang pegang atau cium aja tangannya?" Suara Tata sengaja dibuat seolah ada sebotol hand cream yang bisa bicara.

Kali ini senyuman Putera berhasil berubah menjadi tawa.

"Ih mas nya malah ketawa! Serius saya mas!"

"Emang mba nya jomblo?" Putera membuka handuk kecil di matanya yang kini sudah tidak terasa hangat lagi. Dia ingin dengan jelas menatap wajah Tata yang tepat berada di atasnya.

"Emang kalo jomblo kenapa mas?" Tata menghentikan pijatannya, kini tangannya hanya diam sambil menangkup pipi kanan dan kiri Putera. Matanya menatap mata di bawahnya itu dengan intens.

"Saya mau memantaskan diri mba, kalo boleh." Putera kembali mengerlingkan satu matanya. Dengan harapan dia bisa melihat langsung reaksi lucu dari Tata.

"Buset!" Tata tanpa sadar menjambak rambut Putera, kali ini dengan kuat. Hingga lelaki itu mengaduh kesakitan.

"Lah? Kenapa mba? Niat saya baik kok."

"Bahasa lo Put! Udah kayak orang bener!"

"Yeee si mba malah bercanda, saya serius loh mba! Emang kriteria mbak nya yang gimana sih?"

"Hmmmm.. Apa ya? Pokoknya bukan kayak mas nya aja!"

Mendengar penolakan itu, Putera tertawa.

"Kalo mas nya apa kriteria cewek idamannya mas?"

"Yang penting gak suka bikin saya pusing aja, mba!"

"Waduh, saya gak masuk kriteria dong? Soalnya itu spesialisasi saya!"

"Yaaah.." Keluh Putera dengan nada kecewa dan wajahnya dibuat seolah-olah kecewa. Padahal dia sedang mencoba menahan tawanya.

"Yaaaah.." Tata tak mau kalah, ikut membalasnya dengan nada yang terdengar kecewa juga.

Lalu mata mereka saling mengunci manik mata masing-masing. Jemari Tata yang tadi hanya diam, kini mulai bergerak memberikan belaian lembut pada Pipi dan rahang si lelaki yang ditumbuhi oleh bulu-bulu halus hingga Tata merasakan geli di telapak tangannya. Putera juga tak mau kalah, tangannya yang dari tadi hanya diam, kini terpancing untuk meraih pipi mulus yang terlihat sangat empuk itu.

Jarak wajah mereka yang cukup dekat dengan posisi atas-bawah seperti sekarang, membuat sesi tatap-tatapan itu semakin intens. Dan pada perlombaan saling tatap menatap itu, keduanya kalah! Mereka gagal untuk tetap bertahan dalam karakter yang sedang mereka mainkan. Tata tersesat pada bola mata coklat tua di bawahnya. Begitu pun Putera, dia gagal menahan dirinya untuk tidak melakukan sesuatu yang mungkin akan menyakiti Tata.

Belaian hangat tangan Putera pada pipi gadis itu semakin lama semakin intens, sesekali belaian itu turun ke dagu dan leher sang gadis. Sedangkan Tata hanya diam dengan semua sentuhan itu, tubuhnya meremang dan dada kirinya berdegup dengan kencang. Tangan Putera yang satu lagi mulai merambat pada tengkuk sang gadis dan hal itu membuat posisi tubuh Tata semakin menunduk, otomatis jarak antara wajah keduanya semakin dekat.

Perhatian putera sekarang sudah berpindah dari bola mata Tata menjadi terkunci pada belah bibir berwarna pink muda yang agak tebal dan terlihat begitu penuh. Seksi sekali. Bibir wanita ini adalah salah satu bagian paling seksi yang ada di tubuhnya. Jemari Putera yang tadi ada di pipi Tata kini sudah bergeser ke arah bibirnya. Meraba salah satu titik paling sensitif di tubuh Tata. Hingga tanpa sadar rasa geli yang Putera timbulkan di bibir gadis itu, membuatnya berdesis dan refleks mengigit bibir bawahnya sendiri.

Putera tersenyum melihat reaksi itu. Dia puas dengan permainan aksi dan reaksi yang sedang mereka mainkan.

Dengan posisi mereka sekarang, leher Putera terekspos dengan sangat sempurna. Tata bisa melihat guratan urat dan jakun sang pria yang bergerak-gerak mencuri perhatiannya. Tangannya yang sebelah kanan sekarang sudah bersandar pada pinggiran marmer, menahan beban tubuhnya agar jangan jatuh menimpah lelaki yang sekarang semakin berani menarik tengkuknya. Cengkraman gadis itu kian mengencang saat dia merasakan jemari Putera dengan pelan tapi pasti berulang kali menyentuh bibirnya.

"Ta, may I taste this?" Suara Putera sudah terdengar parau.

"Are you sure with this?" Tata terdengar ragu.

"Hmm" lelaki itu mengangguk dengan yakin.

Dan setelahnya, Putera dengan lembut menempelkan belah bibirnya pada milik sang gadis. Lembut. Pelan. Tipis sekali.

Keduanya terlihat bodoh seperti seorang amatir yang belum pernah melakukan hal seperti ini. Jujur saja Tata sudah lama tidak pernah merasakan keintiman dengan seorang pria. Dan, dia juga belum pernah dikecup dengan selembut ini. Tidak ada gerakan yang buru-buru, semuanya smooth tanpa ada tuntutan.

Setelah satu kali kecupan yang hanya berlangsung beberapa detik itu, mata Putera dan Tata kembali bertemu. Mata mereka seolah sama-sama mencari keyakinan. Karena jujur, keduanya ragu. Haruskah kegiatan mereka ini dilanjutkan? Apakah mereka yakin mereka tidak akan menyesal setelah ini?

***

Continue Reading

You'll Also Like

2.8M 40.5K 29
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
54.7K 3.6K 26
She can't sleep, except.. Leia: Gue bisa tidur, akhirnya gue bisa tidur lebih dari 2 jam! Bintang: Cewek itu minta tidur bareng gue, eh maksudnya ti...
46.1K 5.9K 42
βˆšπ™π™‹π˜Ώπ˜Όπ™π™€ π™…π™π™ˆπ˜Όπ™ Bintang di langit tidak bisa bersinar sendiri di angkasa sana, mereka butuh bintang lain untuk menyinari langit malam. 𝚁𝚎�...
3.2M 25.4K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...