GRESHAN

Par ShnIndr12

823K 23.7K 2K

WARNING⚠⚠ AREA FUTA DAN SHANI DOM YANG NGGAK SUKA SKIP 21+ HANYA FIKSI JANGAN DI BAWA KE REAL LIFE MOHON KERJ... Plus

HUKUMAN
Kantor I
Dimobil
Dapur
Ruang Osis
Morning Sex
Shani
Sister?
Sister? II
Threesome?
Polos?
Bar
Gracia
Sepupu
Sekretaris?
Mine
HUKUMAN II
Hanya Kamu
Kembali
Akhirnya
Step Sister
Step Sister II
Milikku
Backstreet I
Kantor II
Kantor III
Murid Baru
Backstreet II
Polos? II
Private Doctor
Gracia II
Murid Baru II
Gracia III
Gracia IV
Keponakan Nakal
Keponakan Nakal II
Keponakan Nakal III
Aku Yang Salah
Nanya doang sih
Nanya sekali lagi
Calon Kakak Ipar
Info
Birthday Party
Malam tak terduga
Psychopath In Love
Psychopath In Love II
Psychopath In Love III
Di sebelah nggak ngerespon🗿
Info
Perjodohan
Perjodohan II
Perjodohan III
Pemberitahuan
Christmas
Guru Olahraga
Crazy!!
⚠️⚠️
Sugar Mommy II
Step Mother
Info
Step Mother -2
Es krim

Sugar Mommy

14.3K 506 89
Par ShnIndr12

Happy Reading
Banyak Typo

Shani Indira, seorang remaja SMA yang ditinggalkan kedua orang tuanya entah kemana. Orangtuanya pergi di saat dirinya berusia 5 tahun hingga kini ia sudah berusia 17 tahun. Shani tinggal di sebuah panti asuhan, namun itu dulu, sekarang tidak lagi, Shani tinggal di sebuah kos-kosan kecil yang ada di dekat sekolahnya.

Setiap pulang sekolah, Shani akan bekerja sebagai pelayan di cafe yang tak jauh jaraknya dari sekolahnya. Shani bekerja untuk memenuhi segala kebutuhannya.

"Capek, Shan?" Ucap Jinan, salah satu teman Shani yang nasibnya hampir sama dengan-nya. Saat ini keduanya tengah duduk di depan cafe setelah tadi mereka menutupnya.

"Gitulah, Nan. Cafe makin hari makin rame, tapi gaji kita segitu-gitu aja terus, mana kita doang lagi karyawannya." Ujar Shani. Memang benar, hanya Shani dan Jinan lah yang menjaga cafe itu jika malam tiba.

"Ya, mau gimana lagi, Shan. Udah takdir kita seperti ini, hanya cafe inilah yang bisa menerima kita dengan status kita yang masih anak sekolah. Besar dan kecilnya gaji yang kita terima, harus kita syukuri, Shan. Mau mencari pekerjaan lainpun tidak mungkin, kita masih sekolah." Balas Jinan.

"Kira-kira bang Heru mau nggak, ya. Nambahin gaji kita." Guman Shani.

"Coba aja bilang sama bang Heru besok, siapa tau dia mau." Ucap Jinan membalas gumanan Shani.

"Yaudah deh, besok gue bakal coba bilang sama bang Heru. Cabut yuk, Nan. Udah larut banget ini, besok masih sekolah." Shani berdiri dari duduknya dan di susul oleh Jinan. Keduanya pun pulang dengan arah yang berbeda, Shani menuju kosnya sedangkan Jinan menuju rumahnya.

Jinan Anastasya, seorang remaja SMA yang terpaksa bekerja untuk membantu kedua orang tuanya dan juga adiknya.

.
.
.

Malam kembali tiba, Shani dan Jinan sudah berada di cafe. Pengunjung cafe tidaklah ramai seperti malam-malam sebelumnya dan hal itu membuat Shani dan Jinan sedikit lega, mereka tak perlu terlalu capek untuk melayani pengunjung.

"Tumbenan nggak rame ya, Shan." Ucap Jinan kepada Shani, saat ini keduanya tengah berada di meja kasir.

"Bagus sih, Nan. Mau rame atau enggak, gaji kita tetap segitu-gitu aja." Ujar Shani. Jinan menoleh dan mendapati wajah temannya yang sepertinya tengah kesal.

"Masih aja, tuh bang Heru, lo samperin sono." Jinan sedikit mendorong tubuh Shani keluar dari meja kasir itu.

"Sans aja kali, Nan. Lo juga mau kan kalau gaji kita di tambah."

"Ya iyalah, yakali enggak."

"Bang, maaf mengganggu. Shani mau ngomong, boleh?" Shani menghampiri Heru selaku manager cafe tempat Shani bekerja.

"Ah, Shan. Boleh, mau ngomong apa?" Heru bertanya, ponsel yang ia pengang ia letakkan di atas meja dan menatap Shani. Shani yang ditatap seperti itu menjadi sedikit gugup.

"Shan?"

"Ah, maaf bang."

"Jadi gini bang, kan cafe ini kian hari pengunjungnya bertambah dan otomatis pendapatan cafe pun pasti bertambah kan, bang. Kalau Shani pengen minta gaji kami di tambahin, boleh nggak bang?" Shani berucap dengan satu kali tarikan nafas, Heru yang mendengar itu hanya bisa tersenyum tipis. Bukannya dirinya tak mau menambah gaji, melainkan ia harus mendiskusikannya terlebih dulu kepada pemilik cafe itu.

"Tunggu Abang usulin dulu ya, Shan. Sama ni pemilik cafe, doa'in aja biar pemiliknya mau memberikan gaji tambahan buat kalian." Balas Heru, Heru sudah menganggap Shani dan Jinan adiknya sendiri begitupun sebaliknya.

"Iya bang. Maaf kalau ngerepotin."

"Enggak kok, Shan."

"Yasudah kalau begitu Shani kembali bekerja ya, bang. Terimakasih, bang."

"Iya, Shan. Sama-sama." Shani pun kembali berjalan kemeja kasir, membantu Jinan.

.
.
.

Malam kembali datang, suasana cafe malam ini cukup sepi, hal itu membuat Shani dan Jinan merasa lega. Malam-malam sebelumnya cafe sangat banyak pelanggan dan hal itu membuat Shani dan Jinan kewalahan, bahkan mereka sempat kesiangan untuk sekolah.

"Usulan lo minggu lalu soalnya tambahan gaji gimana, Shan? Diterima apa enggak?" Jinan memulai obrolan di antara keduanya, saat ini keduanya tengah duduk di salah satu meja di dalam cafe dengan segelas cofe di depan keduanya.

"Belum tau, Nan. Bang Heru belum ada ngasih kabar." Ucap Shani membalas pertanyaan Jinan.

"Semoga usulan lo di terima, ya. Gue lagi butuh juga, hehe." Ujar Jinan dengan kekehan-nya.

"Amin, semoga ya, Nan."

Perbincangan keduanya berlanjut seputar kehidupan yang di alami, hingga Heru datang menghampiri mereka membuat percakapan mereka terhenti.

"Lagi pada santai nih ceritanya." Ucap Heru, menarik salah satu kursi dan duduk di meja yang sama dengan Shani dan Jinan.

"Iya ni bang. Mumpung belum ada pelanggan." Jawab Shani, ia meletakkan cofe-nya setelah meminumnya satu teguk.

"Mumpung kalian lagi santai, Abang mau ngasih tau sesuatu sama kalian. Gaji kalian bakal di tambah." Ucap Heru. Shani dan Jinan yang mendengar itu sontak berteriak kesenangan.

"Yess, akhirnya." Ucap Shani dan Jinan bersamaan. Keduanya saling bertos. Heru hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua-nya.

"Tapi," ucapan Heru yang di gantung membuat Shani dan Jinan mengalihkan pandangannya dan menatap Heru dengan heran dan penasaran.

"Tapi apa bang?"

"Jangan bilang, tapi boong." Ujar Jinan.

"Heh, enggak lah. Ada-ada saja kamu, Nan."

"Abang sih ngomong-nya ngegantung."

"Tapi apa, bang?" Tanya Shani penasaran.

"Pemilik cafe ini pengen ketemu sama kamu, Shan. Bukan apa, kan kamu yang ngusulin buat gaji kalian di tambahin, nah pemilik cafe ini pengen tau alasannya kenapa kamu minta gaji kalian di tambahin." Jelas Heru.

"Owalah gitu, bang. Ketemu-nya kapan, bang?"

"Sekarang."

"Hah!"

"Ho'oh. Beliau sudah menunggu di ruangannya."

.
.
.

Shani berdiri dengan gugup di depan pintu ruangan sang pemilik cafe, setelah mengumpulkan keberanian, Shani mulai mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu itu.

Tok tok tok

"Masuk."

Begitu Shani mengetuk pintu itu, orang yang berada di dalam ruangan itu langsung saja menyuruhnya untuk masuk. Sebelum membuka pintu itu, Shani lebih dulu menarik nafasnya dan mengeluarkan secara perlahan.

"Cklek!"

Shani melangkahkan kakinya masuk kedalam ruangan bos-nya itu, ia mendadak gugup saat melihat tatapan tajam dari bos-nya.

"M-malam, Bu." Sapa Shani dengan sopan dan gugup, orang yang di sapa Shani itu memberikan senyum tipisnya sebelum dirinya berdiri dan menghampiri Shani.

"Malam. Namamu, siapa?" Tanya bos Shani sembari memperhatikan penampilan Shani dari atas sampai ke bawah.

"S-shani, Bu." Lagi, Shani menjawabnya dengan gugup.

"Duduk, Shan." Shani menggangguk dengan kaku, ia pun menuruti perkataan bos-nya itu. Setelah Shani duduk, bos-nya itu pun ikut duduk di samping Shani.

"Kamu tau, alasan saya memanggilmu?" Ucap bos Shani kembali bertanya.

"T-tau, Bu."

"Baguslah kalau begitu. Jelaskan, kenapa kamu menginginkan tambahan gaji?"

"Sebelumnya saya minta maaf bu karena saya terkesan lancang untuk meminta tambahan gaji. Alasan saya meminta tambahan gaji karena saya lagi membutuhkan uang lebih banyak dari sebelumnya, Bu. Uang sekolah saya sudah menunggak begitu juga dengan uang kos saya, Bu. Sekali lagi, maafkan saya Bu dan maaf juga karena saya jadi curhat kepada ibu." Setelah menjelaskan hal itu, Shani menundukkan kepalanya. Ia cukup malu setelah mengatakan hal itu.

"Hmm, tidak mengapa, Shan."

"Ternyata kamu masih sekolah, saya kira kamu sudah lulus, Shan."

"Belum, Bu. Saya masih kelas 3 SMA Bu."

"Baiklah, Shani. Saya akan memberikan tambahan gaji kepadamu dan juga temanmu itu, tapi dengan satu syarat." Shani langsung menoleh setelah mendengar perkataan bos-nya itu.

"Syarat-nya apa, Bu?" Tanya Shani penasaran.

"Sebelumnya, perkenalan nama saya Gracia dan saya rasa perbedaan umur kita tidaklah begitu jauh jadi, saya minta kepadamu untuk tidak memanggil saya ibu, karena saya belum jadi ibu-ibu. Panggil saya kakak."

"B-baik b-- eh kak."

"Nah, sekarang syarat dari saya. Kamu mau tau kan syarat nya apa?" Gracia mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Shani. Shani menelan ludah susah, wajah Gracia sangatlah dekat dengan wajahnya, "cantik" begitulah isi pikiran Shani.

"M-mau, kak." Ucap Shani terbata.

"Ikut saya malam ini dan kamu akan tau apa persyaratannya nanti."

.
.
.

Disinilah Shani sekarang, di apartemen mewah milik Gracia. Ya, Gracia membawa Shani ke apartemennya dan saat ini Shani tengah duduk di ruang tamu apartemen Gracia, sementara bos-nya itu sedang membuatkan Shani minum.

Disaat sedang asik melihat-lihat ke sekelilingnya Shani dibuat terkejut dengan kehadiran Gracia. Bagaimana tidak terkejut, Gracia datang dengan pakaian-nya yang sudah di ganti. Gracia memakai dress selutut dengan belahan dadanya yang terlihat, hal itu tentunya membuat pikiran Shani berkeliaran kemana-mana.

"Diminum, Shan." Gracia meletakkan segelas jus di atas meja dengan sedikit membungkukkan badannya dan hal itu membuat belahan dada-nya semakin terlihat. Shani menelan ludah melihat itu, dengan pandangan yang berfokus pada belahan dada Gracia, Shani mengambil jus itu dan meminumnya dengan sekali tegukkan saja.

"Haus banget ya, Shan?" Tanya Gracia, ia duduk di samping Shani bahkan pahanya menempel dengan paha Shani. Tangan Gracia bergerak nakal, ia meraba paha Shani dan hal itu membuat Shani menahan nafasnya.

"Kok panas ya, kak?" Tanya Shani yang merasakan kepanasan di seluruh bagian tubuhnya. Tanpa sadar, Shani membuka dua kancing kemeja bagian atasnya.

"Masa sih, Shan. Enggak panas, kok. Perasaanmu aja kali." Ucap Gracia.

"Engga kak, ini panas banget, sumpah." Ucap Shani.

"Ac-nya mati ya, kak?"

"Bentar, aku check dulu."

"Ah, iya. Ac-nya mati, Shan. Ke kamarku aja yuk, di sana ac-nya tidak rusak kok. Kalau disini ac-nya rusak, Shan. Aku lupa untuk memperbaikinya." Jelas Gracia.

.
.
.

Kini, Shani sudah berada di kamar Gracia. Rasa panas yang ia rasa bukannya mereda melainkan bertambah panas. Ac dikamar Gracia sudah hidup, namun hal itu belum juga membuat rasa panas di tubuh Shani mereda atau menghilang.

"Masih panas, Shan?" Gracia bertanya dengan tangannya yang mulia membuka satu persatu kancing baju Shani.

"Masih, kak. Panasnya semakin bertambah, kak. Kalau aku buka baju boleh nggak, kak?" Tanya Shani yang tak menyadari bahwa dirinya sudah tidak memakai baju lagi. Gracia sudah berhasil membuka baju Shani dan sport bra-nya.

"Boleh, sini kakak bantu." Bagai terhipnotis dengan tatapan Gracia, Shani menurut saja dengan tawaran Gracia.

"Wow." Batin Gracia yang terpesona akan tubuh Shani.

Gracia mulai membuka gesper milik Shani hingga gesper itu berhasil dibuka, kini, Gracia berganti membuka resleting celana Shani dan itu berhasil ia lakukan. Dengan perlahan, Gracia mulai menarik celana Shani hingga celana Shani berhasil ia buka, kini, tinggal boxer hitam yang menutupi barang berharga milik Shani.

"Buka ya, Shan." Gracia meminta ijin terlebih dulu sebelum membuka boxer Shani, Shani mengangguk sebagai jawaban.

"Masih panas ya, Shan?" Gracia kembali bertanya sebelum dirinya benar-benar membuka boxer Shani.

"Masih, kak." Balas Shani. Tubuhnya sudah di penuhi keringat. Gracia pun mulai membuka boxer hitam milik Shani. Gracia menelan ludah kasar saat melihat milik Shani yang sangat besar dan sudah menegang.

"Besar banget, Shan."

"Ahh."

Desah Shani kala tangan Gracia memegang penisnya. Gracia tersenyum, lalu dirinya naik kepangkuan Shani, menatap wajah Shani dengan tatapan sayu miliknya. Perlahan, bibir Gracia menempel di bibir Shani hingga tak lama kemudian ia menggerakkan nya, melumat bibir Shani dengan sedikit rakus, sementara Shani, ia mulai terbuai, kedua tangannya meremas pantat Gracia.

"Emhhhh." Erang keduanya di sela-sela ciuman panasnya.

Tangan Shani mulai bergerak masuk kedalam dress yang dikenakan Gracia, meraba punggung mulus Gracia, mencari pengait bra wanita itu, namun Shani tak menemukannya.

"Nakal, ya." Shani menyudahi ciuman itu terlebih dulu lalu mengungkap perkataan nya.

Tak menjawab perkataan Shani, Gracia mendorong tubuh Shani hingga Shani terlentang di atas tempat tidur, membuka dress nya hingga keduanya sama-sama telanjang.

Gracia tersenyum miring melihat wajah melongo Shani saat melihat tubuh polosnya. Lupakan ekspresi Shani, kini, wajah Gracia sudah berada tepat di depan batang penis Shani yang berdiri tegak.

"Ahhh."

Tubuh Shani terangkat kala Gracia memulai aksinya. Gracia memulai aksi pertamanya dengan mengelus ujung penis Shani, berlanjut mengurutnya dan berakhir dengan mulutnya yang mengulum penis Shani.

"Ahhhh kakhhh uhhh."

Desah kenikmatan dari Shani membuat Gracia bertambah semangat melanjutkan aksinya, ia memaju-mundurkan kepalanya dengan penis Shani di dalam mulutnya.

Cukup lama Gracia melakukan hal itu hingga ia merasakan penis Shani yang membesar di mulutnya.

"Kakhh aku mau sampai ahhh."

"Ahhhhhhhh."

Shani mendapatkan orgasme pertamanya di mulut Gracia, Gracia menahan sperma Shani di mulutnya, menindih tubuh Shani dan mencium bibir Shani dengan rakus. Gracia memindahkan sperma yang di mulutnya ke mulut Shani.

"Giliranku, Shan."

Seolah mengerti, Shani langsung membalikkan tubuh Gracia menjadi wanita itu di bawah kungkungan nya.

"Ahhh yeshhhh ouhhhh."

"Yahh disitu Shannn uhh."

Shani mengulum puting Gracia secara berganti, satu jarinya bermain di area vagina Gracia. Menekan klitoris Gracia membuat wanita yang berstatus bos Shani itu merasa keenakan.

"Ahh shithhh fuckhh Shannn ahhh."

Shani menurunkan ciumannya, dari puting Gracia turun ke perut hingga ke vagina Gracia, lidah panjangnya menyapu bersih area vagina Gracia yang sudah basah.

"Shannn ouhhh ahhhh ahhhh."

Erangan kenikmatan dari Gracia mengalun indah di telinga Shani. Shani menekan lidahnya di klitoris Gracia, menggerakkan lidahnya dengan sensual.

"Shann ahhhh."

Gracia menghimpit kepala Shani dengan kedua pahanya.

"Ahhhhhhhhhhh."

Desah panjang yang dikeluarkan Gracia bersama dengan keluarnya cairan kental dari vaginanya. Shani menyapu bersih cairan yang di keluarkan Gracia lalu menelannya hingga habis tanpa sisa.

"Masukin, Shan." Titah Gracia, ia sudah tidak sabar milik Shani bermain di area vagina nya.

Shani menurut, dengan perlahan ia mengarahkan penisnya ke vagina Gracia dan mendorongnya dengan perlahan hingga batang penisnya seutuhnya masuk kedalam vagina Gracia.

"Ahhhh Shann."

"Ahhhh."

Desah keduanya saat batang penis Shani masuk seutuhnya kedalam vagina Gracia.

"Gerakin, Shan."

Dengan perlahan, Shani mulai menggerakkan pinggulnya. Gracia dibuat melayang dengan permainan Shani, kedua tangannya meremas sprei, mulut nya tak henti mendesah.

"Ahhh ahhh ahhh Shann uhhh ahhh."

"Ohh shithhh Shanihhhhh ahhhhhh."

Shani menambah kecepatan geraknya, satu tangannya meremas payudara Gracia.

"Lebih cepat Shan, aku mauhhh keluar uhhh."

Shani mempercepat gerakannya hingga ia merasakan miliknya yang semakin di jepit vagina Gracia.

"Shann aku keluar ahhhhhhhhhhh."

Tubuh Gracia bergetar, ia mencapai puncak kenikmatan untuk yang kedua kalinya. Nafas-nya memburu di sela-sela pelepasannya.

Shani kembali bermain di puting Gracia, ia membiarkan wanita itu untuk menyelesaikan pelepasannya.

"Enggh shann shhh."

Setelah dirasa cukup, Shani kembali menggerakkan pinggulnya, memaju-mundurkan pinggulnya dengan cepat.

Plok plok plok

Suara pertemuan kulit keduanya terdengar nyaring di kamar itu. Keringat keduanya bercucuran seiring gerakan yang dilakukan Shani.

"Kakhhhh aku mauhhh keluar ahhh."

"Aku juga Shann."

Shani semakin mempercepat gerakannya, ia sudah merasakan akan keluar sebentar lagi.

"Aku keluar Shannn ahhhhhhhhhh."

Gracia kembali orgasme untuk yang ketiga kalinya, Shani segera mencabut penisnya, mengocoknya dan menembakkan spermanya di perut Gracia.

"Ahhhhhhhhhh."

Desah panjang Shani. Setelah selesai dengan pelepasannya, Shani membaringkan tubuhnya di samping Gracia. Gracia membalikkan badannya, memeluk tubuh Shani dan merepet kan tubuhnya agar semakin menempel dengan tubuh Shani.

"Permainan yang bagus baby, aku menyukainya." Ujar Gracia, tangannya terulur untuk merapikan rambut Shani yang berantakan karena pergulatan panas mereka.

Sepertinya Shani sudah terbawa ke alam mimpinya. Gracia pun memutuskan untuk menyusul Shani ke alam mimpi, namun sebelum itu, ia memasukkan penis Shani kedalam vaginanya.

"Seperti ini lebih enak, baby."

.
.
.

Siangnya, Shani terbangun terlebih dulu. Ia terkejut saat melihat siapa yang tengah tertidur di samping-nya.

"Astaga, apa yang sudah gue lakuin tadi malam." Guman Shani. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang telah ia lakukan bersama dengan Gracia.

"Mampus."

"Apanya yang mampus." Shani terkejut dengan suara Gracia.

"Ahh."

Karena rasa terkejutnya, Shani bergeser dari tubuh Gracia yang membuat penyatuan mereka terlepas.

"Em, k-kak. Tadi malam, k-kita habis i-itu, ya?" Gugup Shani. Gracia yang belum sadar sepenuhnya dari tidurnya seketika tersenyum saat Shani menyatakan hal itu, kegiatan panasnya bersama Shani tadi malam berputar dengan indah di dalam pikirannya.

"Mandi, Shan. Bajumu biar aku yang siapkan," tak membalas pertanyaan Shani, Gracia malah menyuruh Shani untuk mandi.

"Kak?"

"Mandi, Shan. Kita bahas nanti," tegas Gracia tanda bahwa perkataannya tidak bisa di bantah. Shani pun mengikuti perintah Gracia tadi, dengan tubuh polosnya, Shani berjalan kearah kamar mandi yang sebelumnya sudah di tunjukan Gracia di mana keberadaannya.

"Bisa gila aku tuh. Uhh, tubuhmu sangat menggoda, Shani." Guman Gracia yang memperhatikan setiap gerakan Shani.

.
.
.

Kini, dimeja makan Gracia dan Shani tengah melakukan sarapan mereka yang sudah terlewat beberapa jam. Keduanya makan dengan tenang.

"Kamu bisa bawa mobil, Shan?" Tanya Gracia, ia sudah selesai dengan sarapannya begitu juga dengan Shani.

"Enggak, kak." Jawab Shani sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali.

"Owh, ya sudah kalau begitu. Habis ini kita kesekolah kamu dan setelah itu kamu harus belajar mengemudi."

"Hah!"

"Buat apa kita kesekolahku, kak?" Tanya Shani penasaran.

"Lihat nanti saja, sekarang ayo kita berangkat." Gracia berdiri lebih dulu dan disusul oleh Shani, sebelum Gracia melangkahkan kakinya, tangannya lebih dulu di tahan oleh Shani.

"Kenapa, Shan?"

"Yang tadi malam, kak." Ujar Shani dengan sedikit gugup.

"Apa itu?"

"Kak?"

"Hahaha. Ya, tidak apa-apa, Shan. Bersiaplah kapan saja, kejadian itu akan terulang lagi." Setelah mengatakan hal itu, Gracia berjalan meninggalkan Shani yang sedang mencerna perkataan Gracia.

.
.
.

SMA Angkasa, SMA tempat Shani bersekolah. Gracia dan Shani sedang berada disana sekarang, lebih tepatnya sedang berada diruang kepala sekolah.

"Ada keperluan apa sehingga ibu repot-repot datang kesini?" Tanya sang kepala sekolah kepada Gracia.

"Shani Indira, siswa kelas 12, semua uang sekolahnya atau apapun itu, jangan kamu tagih lagi, mengerti?" Ucap Gracia dengan tegas membuat sang kepala sekolah langsung mengganggukkan kepalanya tanda mengerti akan perkataan Gracia.

"I-iya, Bu."

"Bagus, saya keluar dulu. Oh, iya. Satu lagi, jika Shani tidak sekolah dalam waktu dekat ini, tidak perlu kamu cari dan buat surat panggilan untuknya, karena dia sedang bersama saya."

"Siap, Bu."

Setelahnya, Gracia keluar. Shani ia suru untuk menunggu di luar.

"Ayo, Shan. Kita ke pergi."

"Em, iya kak." Tanpa banyak bertanya, Shani melangkahkan kakinya mengikuti Gracia.

.
.
.

"Uang sekolahmu dan segala keperluanmu sudah ku bayar semua, begitu juga dengan segala keperluan temanmu yang bekerja di cafe ku," perkataan tiba-tiba dari Gracia membuat Shani kaget, ia mengalihkan pandangannya dan menatap Gracia dengan tatapan seolah-olah meminta penjelasan.

"Servis'anmu tadi malam membuatku puas dan itulah bayaran dariku."

"Hah!"

"Kamu ini, kebanyakan hah, hah mulu dari tadi. Aku rasa kamu sudah dewasa untuk mengerti apa yang aku katakan padamu, Shani."

.
.
.

Sudah dua bulan Shani tinggal di apartemen Gracia dan itu permintaan dari wanita itu. Hubungan mereka semakin lama semakin dekat, Gracia akan membawa Shani kemanapun ia pergi dan tidak akan membiarkan Shani pergi jika tidak bersama dengannya. Shanipun tak ia perbolehkan lagi untuk bekerja di cafe, segala keperluan Shani, Gracialah yang menanggung nya.

Hari ini adalah hari minggu yang artinya Shani dan Gracia libur dari segala aktivitas mereka, Shani dengan sekolahnya dan Gracia dengan urusan kantornya. Selain memiliki cafe, Gracia juga memiliki perusahaan, perusahaan orangtuanya yang sudah beralih menjadi miliknya.

Di atas kasur, Shani dan Gracia terlihat sedang berpelukan, lebih tepatnya Shani yang memeluk tubuh Gracia dari belakang dan dirinya yang bersandar pada headboard tempat tidur.

"Shan." Gracia memanggil Shani sembari mengalihkan pandangannya.

"Kenapa, kak?" Tanya Shani. Gracia diam, ia tak menjawab melainkan menarik tengkuk Shani dan mencium bibir Shani.

Shanipun tak tinggal diam, ia membalas ciuman Gracia. Keduanya mulai larut dalam ciuman itu hingga posisi keduanya berubah, Gracia berada di pangkuan Shani.

Tangan Shani masuk kedalam baju oversize yang dikenakan Gracia dan begitu juga dengan tangan Gracia yang masuk kedalam celana Shani, celana yang Shani kenakan adalah celana bola.

Kebiasaan Gracia jika sedang berada di apartemen yaitu tidak memakai dalaman, ia hanya memakai baju dan celana pendek, terkadang, Gracia juga hanya memakai baju oversize dan celana dalam saja.

Tangan Shani sudah mulai meremas kedua payudara Gracia begitu juga dengan tangan Gracia yang sudah berhasil mengeluarkan batang penis Shani dari sarangnya.

"Emhhhh."

Desahan tertahan keluar dari keduanya, ciuman mereka belum terlepas. Tangan Gracia semakin lihai memainkan penis Shani begitu juga dengan tangan Shani yang meremas payudara Gracia.

"Ahhh."

Lagi, desahan tertahan keluar dari mulut Shani dan Gracia. Dirasa pasokan oksigen hampir habis, Shani dan Gracia menyudahi ciuman mereka, kening keduanya menempel dengan nafas yang tak beraturan.

"Lanjut ya, Shan."

Tanpa menunggu jawaban dari Shani, Gracia turun dari pangkuan Shani, membuka semua pakaian yang dikenakan Shani begitu juga dengan pakaiannya.

"Shhh ahhhh."

Shani mendesah kala lidah Gracia bermain di penisnya. Mendengar desahan Shani, nafsu Gracia semakin bertambah, ia memasukkan penis Shani kedalam mulutnya, lalu mengulumnya.

"Yeahhhh ahhhh Kakhh Grehhh uhhhh."

Shani memejamkan matanya menikmati penis-nya yang dimanjakan Gracia dengan mulutnya.

Glok glok glok

Suara penis Shani yang berada di dalam mulut Gracia. Garcia memajukan-mundurkan kepalanya, membuat penis Shani keluar masuk didalam mulutnya. Tangan Shani tergerak untuk memegangi rambut Gracia yang menggangu kegiatan wanita itu.

"Uhh kahhh ahhhhhh."

Cukup lama Gracia melakukan hal itu hingga ia merasa cukup.

Dengan posisi Shani yang masih bersandar pada headboard, Gracia naik kepangkuan Shani, menahan penis Shani dan mengarahkannya ke vaginanya.

Jleb

"Ahhh."

Desah keduanya, Gracia berhasil memasukkan penis Shani kedalam vaginanya. Dengan berpegang pada pundak Shani, Gracia mulai menaik-turunkan pinggulnya.

"Hisap, Shan." Suruh Gracia, ia mendekatkan putingnya pada mulut Shani dan Shani menuruti permintaan Gracia.

Saat putingnya digulum oleh Shani, Gracia merasakan kenikmatan yang luar biasa. Ia menambah kecepatan gerakannya, pinggulnya naik-turun dengan cepat.

"Ahhh ahhh ahhh shhhh Shannn uhhhh."

Desah Gracia, penis Shani keluar masuk didalam vaginanya. Gracia menghentakkan pinggulnya dengan kuat hingga penis Shani masuk ke bagian terdalam vagina-nya.

"Ahhhh Shaninnnnnnn." Pekik Gracia, ia merasakan penis Shani yang menyentuh g-spot nya.

"Bantu, Shan."

Gracia meminta Shani untuk mengerakkan pinggulnya, ia sudah lelah bergerak dengan sendirinya.

Shani memegang pantat Gracia dan mulai mengerakkan pinggulnya, memaju-mundurkan penisnya keluar masuk di dalam vagina Gracia.

"Yeahhh ahhhh ahhhh seperti itu Shannn uhhh."

"Iyahhh kakhhh uhhhh."

"Ini nikmat ahhhh."

"Yeashh fuckhhh Shannn ahhhh."

"Shann aku sampai ahhhhhhhhh."

Cairan kental berwarna putih keluar dari vagina Gracia membasahi paha dan penis Shani. Tubuh Gracia ambruk dipeluk Shani.

"Aku belum, kak."

"Tunggu sebentar, Shan."

Shani membiarkan Gracia menikmati pelepasannya.

Lima menit kemudian, Shani mulai menggerakkan pinggulnya kembali. Pinggulnya ia hentakan dengan perlahan hingga penisnya menyentuh g-spot Gracia.

"Ahhhh Shannn."

Shani semakin menambah kecepatannya, ia mengerakkan pinggulnya dengan cepat membuat ia dan Gracia mendesah, desah keduanya saling sahut menyahut di kamar itu.

"Akuhhh keluarhh lagihh Shann uhhh."

"Akuhhh juga mauhh keluarhh kahhh uhhh.

"Ahhhhhhhhh."

Gracia mendapatkan pelepasan keduanya, sementara Shani, ia buru-buru mengeluarkan penisnya.

"Ahh ahh ahh."

Shani menembakkan spermanya mengenai pantat Gracia. Setelah pelepasan keduanya, Gracia kembali duduk di pangkuan Shani, menatap mata Shani dengan tatapan sayunya.

"Thanks, baby."

Gracia memberikan satu kecupan di hidung Shani, lalu dirinya turun dari atas pangkuan Shani dan juga kasur, Gracia berjalan menuju kamar mandi.

Shani membiarkan Gracia sementara dirinya masih merasakan lemas karena pergulatan panas dirinya dengan Gracia tadi. Dua puluh menit kemudian, Gracia keluar dari kamar mandi dengan kondisi yang lebih segar, handuk melilit di tubuhnya dan juga kepalanya.

"Hari ini, aku mau keluar. Kamu tidak perlu ikut, Shan. Jika kamu mau keluar, boleh-boleh saja asalkan tidak pulang terlalu malam." Ujar Gracia sembari memilih pakaian yang akan ia gunakan.

"Emangnya kakak mau kemana? Bukannya hari ini kakak libur?" Tanya Shani yang masih berada di atas kasur.

"Aku lupa, ternyata aku ada janji hari ini." Jawab Gracia, ia sudah mendapatkan pakaian-nya.

"Iya, kak."

.
.
.

Malam sudah larut, namun Gracia belum juga pulang ke apartemennya dan hal itu membuat Shani khawatir. Lama berada satu atap dengan wanita yang usianya jauh diatas nya membuat Shani mulai menaruh rasa pada wanita itu. Wanita cantik yang bernama Shania Gracia Margaretha, Shani baru mengetahui nama panjang Garcia karena tidak sengaja melihat kartu nama wanita itu.

"Kamu dimana, Kak. Ini sudah sangat larut." Benar, jam sudah menunjukkan pukul 12 malam dan Gracia belum juga pulang ke apartemen.

Karena tak sabar menunggu kepulangan Gracia, Shani memutuskan untuk mencari wanita itu lewat GPS yang tersambung dengan ponselnya. Disaat Shani membuka pintu apartemen, ia terkejut dengan kehadiran Gracia dengan seorang pria.

"Gra----." Ucapan Shani terpotong saat melihat Gracia yang sedang tertidur di gendongan seorang pria.

"Kamu siapa? Mengapa kamu berada di apartemen istri saya?"

Deg

Hancur, begitulah kondisi hati Shani saat ini saat mendengar pertanyaan pria itu.

"Hello, kamu mendengar saya?" Lamunan Shani buyar saat pria itu kembali bersuara.

"Ah, maafkan saya. Saya temannya dan silahkan masuk." Shani menggeser tubuhnya agar memudahkan pria itu masuk.

Pria itu masuk dan langsung menuju kamar Gracia, kamar yang menjadi saksi permainan panas antara Shani dan Gracia. Shani mengikuti setiap gerak gerik pria itu, saat pria itu menurunkan Gracia dari gendongannya, saat pria itu membuka sepatu Gracia, saat pria itu menyelimuti tubuh Gracia.

"Jangan pergi," pria itu tak jadi melangkahkan kakinya saat Gracia memegang tangannya dan mengingau.

"Aku nggak pergi kok, Gre. Kamu tidur, ya." Pria itu menepuk-nepuk tangan Gracia. Setiap pergerakan dari pria itu dan juga Gracia, Shani perhatikan, lagi-lagi ia merasakan sakit dihatinya.

Tanpa berkata apa-apa, Shani pergi dari kamar Garcia. Bukan hanya dari kamar itu, Shani juga pergi dari apartemen Gracia, meninggalkan Gracia bersama dengan pria itu, pria yang tak ia ketahui namanya, namun ia ketahui statusnya di kehidupan Gracia.

Tbc or end?

Btw, kalian puasa mulai kapan? Authornya tidak puasa, biar authornya menyesuaikan jadwal untuk update, wkwk.

Yang sugom dulu ya, stepmom nya, nanti. Authornya lagi buat alur yang menarik untuk kalian.

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

8.1K 752 20
[COMPLETED]✓ Cerita seorang fake fans yang menjadi MAFIA dan idol nya ternyata juga seorang peretas. mereka bertemu di Jepang saat konser sang idol d...
13.3K 1.6K 36
[EPILOG MASIH DALAM PERSIAPAN] BTS JHOPE Fanfiction! [WARNING: Dibumbui sedikit kisah romansa islami. Tidak memfokuskan pada hal agama, karna author...
177K 352 9
Gadis polos yang terjerumus suasana malam club, menceritakan cerita seorang influencer yang terkenal dikalangan remaja berusia 16 tahun. cerita lengk...
196K 2.2K 4
Oneshoot gay tentang Daniel yang memiliki memek dengan bermacam macam dominan. Jangan salah lapak-!!!